PENDAHULUAN
Telah disebutkan bahwa salah satu subsitem yang terdapat dalam sistem kesehatan ialah subsistem
Pelayan kesehatan. Untuk dapat memahami Sistem Kesehatan dengan baik. Perlu pula dipahami
tentang Subsistem Pelayanan Kesehatan tersebut.
Kegiatan – kegoiatan yang seperti ini, yang dikenal dengan nama health related activities
banyak macamnya. Misalnya kegiatan pembangunan perumahan, pengadaan pangan, perbaikan
lingkungan, perbaikan lingkungan pemukiman dan lain sebagainya yang seperti ini. Tentu mudah
dipahami jika kesemua kegiatan ini turut diperhitungkan, akan ditemukan banyak kesulitan.
Peneglolaan Subsistem Pelayanan kesehatan akan menjadi sangat luas dan kompleks.
BATASAN
Pengertian pelayanan kesehatan banyak macamnya. Menjabarkan pendapat evey dan loomba (1973)
maka yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang dielenggarakan sendiri atau
secara bersama – sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok dan ataupun masyarakat.
Sesuai dengan batasan yang seperti ini, segera mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis
pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini amat
ditentukan oleh :
MACAM
Sekalipun bentuk dan jenis pelayanan keehatan banyak macamnya, namun jika disederhanakan secara
umum dpat dibedakan atas dua. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan tersebut, jika dijabarkan dari
pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) adalah :
1. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehtan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services)
ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan
keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalm kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public
health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama
dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
Secara sederhana, kedua pembagian yang seperti ini dapat digambarkan dalam bagan 3.1.
Perbedaan lebih lanjut dari kedua bentuk pelayanan kesehatan ini, dapat dilihat dari
rincian Leavel dan Clark (1953), yang secara sederhana dapat diuraikan pada tabel 3.1
BAGAN 3.1
PEMBAGIAN PELAYANAN KESEHATAN
TABEL 3.1
PERBEDAAN PELAYANAN KEDOKTERAN DENGAN PELAYANAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PELAYANAN KESEHATAN
PELAYANAN KEDOKTERAN
MASYARAKAT
1. Tenaga pelaksananya terutama ahli
1. Tenaga pelaksananya terutama adalah
kesehatan masyarakat
para dokter
2. Perhatian utamanya pada pencegahan
2. Perhatian utamanya pada penyembuhan
penyakit.
penyakit.
3. Sasaran utamanya adalah masyarakat
3. Sasaran utamanya adalah perseorangan
secara keseluruhan
atau keluarga
4. Selalu berupaya mencari cara yang
4. Kurang memperhatikan efisiensi
efisien
5. Tidak boleh menarik perhtian karena
5. Dapat menarik perhatian masyarakat,
bertentangan dengan etika kedokteran
misalnya dengan penyeluhan
6. Menjalankan fungsi perseorangan dan
kesehatan.
terikat dengan undang-undang.
6. Menjalankan fungsi dengan
7. Pengahasilan diperoleh dari imbal jasa
mengorganisir masyarakat dan
8. Bertanggung jawab hanya kepada
mendapat dukungan undang-undang
penderita
7. Pengahsilan berupa gaji dari
9. Tidak dapat memonopoli upaya kesehatan
pemerintah
dan bahkan mendapat saingan
8. Bertanggung jawab kepada seluruh
10. Masalah administrasi amat sederhana
masyarakat
9. Dapa memonopoli upaya kesehatan
10. Menghadapi berbagai persoalan
kepemimpinan
Kedua, pelayanan kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach).
Jadi tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga berbagai latar belakang social
ekonomi, social budaya, social psikologi dan lain sebagainya yang seperti ini. Suatu pelayanan
kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila pendekatan
yang dipergunakan memperhatikan berbagai aspek kehidupan dari para pemakai jasa pelayanan
kesehatan.
Tergantung dari filosofi serta perkembangan pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh suatu negara,
maka upaya yang dilakukan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu
ini agak berbeda. Secara umum upaya pendekatan yang dimaksud dapat dibedakan atas dua macam
yakni:
1. Pendekatan institusi
Jika pelayanan kesehatan masih bersifat sederhana, maka kehendak untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dilakukan melalui pendekatan institusi (institutional
approach). Dalam arti penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dalam satu atap. Di sini,
setiap bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dikelola dalam satu institusi
kesehatan saja.
2. Pendekatan system
Tentu mudah dipahami untuk negara yang pelayanan kesehatannya telah berkembang dengan
pesat, pendekatan institusi telah tidak mungkin diterapkan lagi. Akibat makin kompleksnya
pelayanan kesehatan, adalah mustahil untuk menyediakan semua bentuk dan jenis pelayanan
dalam suatu institusi. Bukan saja akan menjadi terlalu mahal, tetapi yang terpenting lagi akan tidak
efektif dan efisien. Di samping memang dalam kehidupan masyarakat modern kini, telah terdapat
apa yang disebut dengan spesialisasi, yang apabila dapat diatur dan dimanfaatkan dengan baik,
akan dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan. Dalam keadaan yang seperti ini, kehendak
untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dilakukan melalui
pendekatan sistem (system approach).
Pengertian pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu yang diterapkan kini, adalah
dalam arti sistem. Di sini pelayanan kesehatan dibagi atas beberapa strata, untuk kemudian antara
satu strata dengan strata lainnya, diikat dalam suatu mekanisme hubungan kerja, sehingga secara
keseluruhan membentuk suatu kesatuan yang terpadu.
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun secara umum berbagai
strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yakni:
SISTEM RUJUKAN
Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan dengan strata pelayanan
kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu di antaranya dikenal denagn nama sistem rujukan
(referral system). Indonesia juga menganut sistem rujukan ini, seperti yang dapat dilihat dalam Sistem
Kesehatan Nasional. Inilah sebabnya pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, dibedakan atas
beberapa strata seperti misalya Rumah Sakit yang dibedakan atas beberapa kelas, mulai dari kelas D
pada tingkat yang paling bawah sampai ke kelas A pada tingkat yang paling atas.
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam
SK Menteri Kesehatan RI NO.32 tahun 1972 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau
masalah kesehatan seacara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang
lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Macam rujukan yang berlaku di I ndonesia telah pula ditentukan. Sistem Kesehatan Nasional
membedakannya atas dua macam yakni:
1. Rujukan kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat
kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan
teknologi, sarana dan operasional.
2. Rujukan medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan.
Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya.
BAGAN 3.2
RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN
MASALAH KESEHATAN
Berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical services). Sama halnya dengan rujukam kesehatan,
rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan-
bahan pemeriksaan.
Secara sederhana, kdeuda macam rujukan ni dapat digambarkan dalam Bagan 3.2.
Apabila sistem rujukan ini dapat terlaksana, dapat diharapkan terciptannya pelayanan kesehatan
yang menyeluruh dan terpdau. Beberapa manfaat juga akan diperoleh yang jika ditinjau dari unsur
pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut:
Batasan
Untuk dapat menjaga mutu pelayanan kesehatan banyak upaya yang dapat dilakukan. Upaya tersebut
jika dilaksanakan secara terarah dan terencana, dalam ilmu administrasi kesehatan, doisebut dengan
nama Program Menjaga Mutu (Quality Assurance Program). Batasan Program Menjaga Mutu banyak
macamnya. Beberapa di antaranya yang dipandang cukup penting adalah :
1. Program Menjaga Mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, systematis dan objektif
dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingakan dengan standar
yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu
pelayanan (Maltos dan Keller, 1989).
2. Program Menjaga Mutu adalah suatu upaya mengkaji secara Periodik berbagai kondisi yang
mempengaruhi pelayanan, malukukan pemantuan terhadap pelayanan, serta menelusuri
keluaran yang dihasilkan, sedemikian rupa sehingga berbagai kekurangan dan penyebab
kekurangan dapat diketahui serta upaya perbaikan dapat dilakukan, kesemuanya untuk lebih
menyempurnakan taraf kesehatan dan kesejahteraan (Donabedian, 1980).
3. Program Menjaga Mutu adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mengukur mutu
pelayanan yang diselenggarakan, menganalisis berbagai kekurangan, menetapkan dan
melaksanakan tindakan perbaikan serta menilai hasil yang dicapai yang dilaksanakan secara
sistimatis, berdaur ulang serta berdasarkan standar yang telah ditetapkan (Palmer, 1983).
4. program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara
penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu system, sesuai
dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh system tersebut ( Ruels dean Fran, 1988).
5. program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan
penyelasaian masalah pelayanan yang diselenggrakan, serta mencari dan memanfaatkan
berbagai peluangyang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital
Association, 1988).
6. program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan
sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan
berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta
menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditaion of
Hospital, 1988)
7. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang terencana dan sistematis yang dipandang
perlu untuk dilakukan dalam rangka dapat dihasilkannya keluaran yang meyakinkan (Crout,
1974)
Ketujuh batasan program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama, namun
pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud
paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni tentang kegiatan yang akan dilaksanakan,
karakteristik dari kegiatan yang dilaksanakan, serta tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya
kegiatan.
Jika ketiga rumusan ini disarikan dari ketujuh batasan program menjaga mutu sebagaimana
dikemukakan diatas maka secara sederhana program menjaga mutu dapat diartikan sebagai suatu
upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam
menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang
telah di tetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan
kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tidak lanjut
untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Tujuan
Tujuan program mejaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Tujuan antara
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu
pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai
apabila masalah mutu berhasil ditetapkan.
2. Tujuan akhir
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu
pelayanan. Sesuai dengan kegiatan program menjaga mutu, peningkatan mutu yang dimaksudkan
disini akan dapat di capai apabila program penyelesaian masalah berhasil dilaksanakan.
Sasaran
Sasaran program menjaga mutu adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Jika diketahui
bahwa pada setiap pelayanan kesehatan terdapat empat unsure yang bersifat pokok yakni unsur
masukan (input), unsur proses (process), dipahami dalam praktek sehari-hari jika menyebut sasaran
program menjaga mutu, maka yang dimaksud di sini tidak lain adalah unsur masukan, unsur proses,
unsur lingkungan serta unsur keluaran tersebut. Uraian dari masing-masing unsur secara sederhana
dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Unsur masukan
Yang dimaksud dengan unsure masukan ialah semua hal yang diperlukan untuk
terselenggaranya pelayanan kesehatan. Unsure masukan ini banyak macamnya. Yang
terpenting adalah tenaga (man), dana (money) dan sarana (material). Secara umum disebutkan
apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuaio dengan standar yang di
tetapkan (standar of personnels and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai
dengan kebutuhan, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce; 1990; Fromberg;
1998; Gambone; 1991).
2. Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsure lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi
pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah
kebijakan (policy), organisasi (organization), dan manajemen (management), secara umum
disebutkan apabila kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar
dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan kesehatan
(Donabedian, 1980).
3. Unsur Proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan
kesehatan. Tindakan tersebut secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni tindakan medis
(medical prodecures)dan tindakan non-medis (non-medical procedures). Secara umum disebutkan
apabila kedua tindakan ini tidak sesusai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of
conduct), maka sulit diharapkan baiknya mutu pelayanan (Pena, 1984).
4. Unsur Keluaran
Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan (performance). Penampilan yang dimaksudkan di sini banyak
macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, penampilan aspek medis
(medical performances). Kedua, penampilan aspek non-medis (non-medical performances). Secara
umum disebutkan apabila kedua penampilan ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standard of performance) maka berarti pelayanan kesahatan yang diselenggarakan bukan
pelayanan yang bermutu.
Keempat unsur pelayanan ini saling terkait dan mempengaruhi, yang jika disederhanakan dapat
digambarkan dalam Bagan 3.3.
Untuk dapat menyelenggarakan Program Menjaga Mutu, banyak hal yang perlu dipahami. Salah satu
diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang amat penting adalah tentang apa yang dimaksud
dengan mutu pelayanan. Untuk ini banyak batasan
BAGAN 3.3
LINGKUNGAN
MUTU
PELAYANAN
(KEUANGAN)
MASUKAN PROSES
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston
Dictionary, 1956).
2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980).
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya terkandung
sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402, 1986).
4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
Dari batasan ini, segeralah mudah dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila
sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud serta ciri-ciri
pelayanan kesehatan, dan ataupun terhadap kepatuhan standar pelayanan. Dalam praktek sehari-hari
melakukan penilaian ini tidaklah mudah. Penyebab utamnya ialah karena mutu pelayanan tersebut
bersifat multi-demensional. Setiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-
masing, dapat saja melakukan penilaian dari demensi yang berbeda.
Ambil contoh penilaian dari pemakai jasa pelayanan misalnya, demensi mutu yang dianut sangat
berbeda dengan penyelenggara pelayanan dan ataupun penyandang dana pelayanan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Roberts dan Prevost (1987) telah berhasil membuktikan adanya
perbedaan demensi tersebut. Disebutkan bahwa:
Penelitian lain yang dilakukan oleh Smith dan Metzner (1970) juga mencatat adanya perbedaan
demensi tersebut. Untuk para dokter sebagai penyelenggar pelayanan kesehatan, demensi mutu
pelayanan kesehatan yang dipandang paling penting adalah pengetahuan ilmiah yang dimiliki oleh
dokter (80%) kemudian baru menyusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (60%)
keterampilan yang dimiliki dokter (50%), efisiensi pelayanan kesehatan (45%) serta kenyamanan
pelayanan yang dirasakan oleh pasien.
Sedangkan untuk pasien sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu pelayanan yang
dipandang paling penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan (45%), kemudian baru menyusul
perhatian dokter secara pribadi kepada pasien (40%), pengetahuan ilmiah yang dimiliki dokter (40%),
keterampilan yang diiliki dokter (35%), serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan oleh pasien
(35%).
Untuk mengatasi perbedaan demnsi ini, telah diperoleh kesepakatan dalam membiarakan masalah
mutu pelayanan kesehatan, seyogiyanya pedoman yang dipakai adalah hakekad dasar dari
diselenggarakan pelayanan kesehatan tersebut. Untuk ini mudah dipahami bahwa hakekad dasar yang
dimaksud tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa layanan
kesehatan (health needs and demands), yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa
puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Dengan kesepakatan
ini, disebutkan dengan yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yag menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien.
Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula pelayanan kesehatan.
Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan ini telah diterima secara luas, namun
penerapannya tidaklah mudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena
kepuasan tersebut ternyata bersifat subkektif. Setiap orang, tergantung dari latar belakang yang
dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu pelayanan kesehatan yang
sama. Di samping, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah
memuaskan pasien, namun jika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, tidaklah
terpenuhi.
Mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh banyak institusi kesehatan swasta misalnya,
karena hampir selalu dapat memuaskan pasien, sering disebut sebagai pelayanan kesehatan yang
bermutu. Tetapi akan bagaimanakah jika ditinjau dari kode etik dan atau standar pelayanan profesi,
mengingat banyak dari pelayanan kesehatan tersbut diselenggarakan secara berlebihan?
Unruk masalah ini, telah disepakati bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien yang dikaitkan
dengan mutu pelayanan kesehatan, mengenal paling tidak dua pembatasan. Pembatasan yang
dimaksud ialah:
Standar
Telah disebutkan bahwa masalah mutu akan muncul apabila unsur masukan, proses, lingkungan serta
keluaran menyimpang dari standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian untuk menjaga mutu
pelayanan kesehatan, perlu dipahami apa yang dimaksud dengan standar tersebut. Pada saat ini
batasan tentang standar banyak macamya. Beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting
adalah:
1. Standar adalah kedua ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan
sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice Guideline, 1990).
2. Standar adalah kisaran variasi yang msaih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).
3. Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu didcapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (Donabedian, 1980).
4. Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana
pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari
pelayanan yang diselenggarakan (Rowland dan Rowland, 1983).
5. Standar adalah tujuan produksi yang numerik, lazimnya ditetapkan secara sendiri namun bersifat
mengikat, yang dipakai sebagai pedoman untuk memisahkan yang tidak dapat diterima atau
buruk dengan yang dapat diterima atau baik (Brent James, 1986).
Jika diperhatikan batasan ini sekalipun rumusannya berbeda, namun pengertian yang terkandung
didalamnya adalah sama. Mutu menunjuk pada tingkat ideal tercapai yang diinginkan. Lazimnya
ukuran tingkat ideal tercapai tersebut tidaklah terlalu kaku, melainkan dalam bentuk minimal dan
maksimal (range). Pennyimpanan yang terjadi, tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan
disebut dengan toleransi (tolerance).
Untuk pemandu para pelaksana Program Menjaga Mutu agar tetap berpedoman pada standar
yang telah ditetapkan, disusunlah protokol. Protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu
pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh para
pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Makin
dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar yang telah ditetapkan, dipergunakan indikator.
Indikator (tolok ukur) adalah ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Makin sesuai
sesuatu yaang diukur dengan indikator, makin sessuai pula kedaannya dengan standar yang telah
ditetapkan.
Sesuai dengan pernanan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan kesehatan, standar
dalam Program Menjaga Mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni:
BAGAN 3.4
KEDUDUKAN DAN PERANAN INDIKATOR DALAM
PROGRAM MENJAGA MUTU
pada faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, turut diperhitungkan pada
waktu membicarakan mutu pelayanan kesehatan.
Bentuk Program Mejaga Mutu
Bentuk program Menjaga Mutu banyak macamnya. Jika ditinjau dari kedudukan organisasi
pelaksana Program Menjaga Mutu, bentuk Program Menjaga Mutu, secara umum dapat dibedakan
atas dua macam:
1. Program menjaga mutu internal
Pada Program Menjaga Mutu Internal (Internal Quality Assurance) kegiatan Program Menjaga
Mutu diselenggarakan oleh institusi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan (seluruhnya
atau hanya perwakilan), atau kumpulan dari para ahli yang tidak terlibat langsung dalam
pelayanan kesehatan.
2. Program menjaga mutu eksternal
Pada Program Menjaga Mutu Eksternal (External Quality Assurance) kegiatan Program
Menjaga Mutu tidak diselenggarakan institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
melainkan oleh suatu organisasi khusus yang berada di luar institusi kesehatan. Semacam
Professional Standar Review Organization (PSRO) yang dibentuk di Amerika Serikat
Khusus ini bertanggung jawab tidak hamya untuk satu instusi kesehatan saja, melainkan untuk
semua instusi kesehatan yang ada di wilayah kerjanya. Kedua bentuk Program Menjaga Mutu
pelayanan kesehatan ini secara sederhana dapat
digambarkan dalam Bagan 3.5.
tetapi jika ditinjau dari waktu dilaksanakan kegiatan menjaga mutu, Program Menjaga Mutu
dapat dibedakan atas tiga macam yakni:
1. Program menjaga Mutu Prospektif
Yang dimaksud dengan program Menjaga Mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan
kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur masukan serta lingkungan.
Untuk menjamin terselenggarannya pelayanan kesehatan yang bermutu, dilakukan pemantauan
dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana dann sarana, disamping terhadap kebijakan,
organisasi dan manajemen institusi kesehatan.
BAGAN 3.5
BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU
Apabila ternayata ditemukantenaga pelaksana, dana, sarana, kebijakan, organisai serta
manajemen tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, tentu akan besar pengaruhnya
terhadap mutu pelayanan, dalam arti terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu sulit
dapat diharapkan. Prinsip-prinsip pokok Program Menjaga Mutu Prospektif dimanfaatkan dana
tercantumdalam banyak peraturan perundang-undangan. Beberapa di antaranya yang terpenting
adalah :
a. Standardisasi
Untuk dapat menjamin terseleggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkan
standardiasi (Standardization) institusi kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan
kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan yang memenuhi stnadar yang telah
ditetapkan. Dengan adanya ketentuan tentang standardisasi, yang lazimnya mencakup tenaga
dan saran, dapat dihindari berfungsinya istitusi kesehatan yang tidak memenuhi syarat.
b. Perizinan
Sekalipun standardiasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu pelayanan yang selalu dapat
dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan yang tidak bermutu, standardisasi perlu
diikuti dengan perizinan (licensure) yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin
menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau
tenaga pelaksana yang teap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
c. Sertifikasi
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni memberikan sertifikat (certification)
(pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang benar-benar telah dan
atau tetap memenuhi persyaratan.
d. Akreditasi
Akreditasi (accreditation) adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih
tinggi. Lazimya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan
kemampuan insitusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
2. Program Menjaga Mutu Konkuren
Yang dimaksud dengan Program Menjaga Mutu Konkuren (concruroni quality assurance) adalah
Program Menjaga Mutu yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada
bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur proses, yakni memantau dan menilai
tindakan.