Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA

SAAT ORIENTASI TERHADAP KECEMASAN PASIEN


PRE OPERASI DI RS PMI BOGOR TAHUN 2019

OLEH :

YUNIA PERDANASARI

08170100218

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengapa kita berkomunikasi? Apakah fungsi komunikasi bagi manusia?

Pertanyaan yang sederhana tapi maknanya begitu luas, sehingga tidak mudah kita

jawab. Dari persepektif agama, secara gampang kita bisa menjawab bahwa Allah

kemampuan berbahasa yang di anugerahkan-Nya kepada kita. Firman Allah SWT

mengatakan,”Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia

menciptakan manusia, yang mengajarinya pandai berbicara” (Ar-Rahman:1-4).

Dengan potensi yang Allah SWT berikan inilah bisa terbentuk komunikasi.

Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk

mengungkapkan kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal

digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-

sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi

dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit, seperti tarian kawin

pada ikan dan perilaku untuk menunjukan keunggulan pada binatang lain dengan

sikap menyerang. Menurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu

munculnya “otak reptil” menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-

reaksi fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi.

Pada manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik otak

manusia, dan hanya dilapisi oleh otak lain “tingkat tinggi”. Manusia
berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum

komunikasi manusia termasuk bahaya sinyal, bicara, tulisan, gerakan dan

penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan atau tidak

bertujuan.

Definisi komunikasi secara umum adalah suatu usaha yang dilakukan oleh

seseorang agar apa yang seseorang sampaikan kepada orang lain menjadi

miliknya, dengan artian apa yang disampaikan menjadi sebuah ide, informasi, atau

pengalaman bagi orang lain,(Wilbur Schram). Definisi tersebut memberikan

beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai

pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan. Salah satu

karakteristik dasar komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi

terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya. Hal

inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’.

Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua atau lebih

individu mapun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau

dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.

Keterampilan komunikasi menjadi bagian penting dalam kesuksesan

seseorang dalam segaka bidang. Kesuksesan tidak akan pernah diperoleh tanpa

penguasaan ketermpilan komunikasi yang efektif. Thomas Leech mengatakan

bahwa untuk membangun komunikasi yang efektif, kita harus menguasai empat

keterampilan dasar dalam komunikasi, yaitu membaca, menulis, mendengar dan

berbicara. Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur


utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai

hasil yang optimal (Nursalam, 2014). Dengan kata lain komunikasi merupakan

critical skill perawat yang harus dimiliki. Perawat perlu membekali diri dengan

kemampuan komunikasi yang mencerminkan ketrampilan intelektual, teknis, dan

antar pribadi yang tercermin dalam perilaku yang melukiskan perahatian dan

kasih sayang (Machfoedz, 2009). Keterampilan komunikasi yang harus dimiliki

oleh seorang perawat adalah komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik adalah pengalaman interaktif bersama antara

perawat dan pasien dalam komunikasi yang bertujuan untuk menjelaskan masalah

yang dihadapi oleh pasien. Pengetahuan dan penerapan tentang dasar-dasar

komukiasi terapeutik dalam keperawatan ini sangat penting. Perawat yang

memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik akan mudah menjain hubungan

saling percaya dengan pasien dan memberikan kepuasan dan meningkatkan citra

profesi keperawatan. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien

sangat dipengaruhi oleh a perawat dengan klien (Manurung, 2011)

Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena

merupakan metode utama mengimplementasikan proses keperawatan.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat

(Manurung, 2011). Komunikasi terapeutik merukan carayang efektif untuk

mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan

secara terus menerus. Hubungan antara perawat dan klien yang teraputik dapat
terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antara keduanya (Damaiyanti,

2014). Komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap

persiapan atau tahap pra-interaktif, tahap perkenalan atau tahap interaksi, tahap

kerja dan tahap terminasi. Tahapan pra-interaksi dilakukan dengan tujuan untuk

mengurangi rasa cemas yang mungkin dirasakan klien, menganalisa kemampuan

dan keterbatasan diri oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik

dengan klien. Tahap perkenalan pada tahap ini dipergunakan untuk perkenalan

dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling

percaya. Tujuan tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang

telah dibuat sesuai keadaan klien, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah

lalu. Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.

Tahap kerja merupakan tahap terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena

didalam nya perawat dituntuk untuk membantu dan mendukung klien dalam

menyampaikan pikiran dan perasaannya dan menganalisa respon atau pesan

komunikasi verbal dan non verbl. Selanjutnya tahap terminasi atau perpisahan

tahap perawat dan klien meninjau kembali proses yang telah dilalui dan

pencapaian tujuan. Untuk melalui tahap ini dengan suksen dan bernilai terapeutik,,

perawat menggunakan konsep berkaitan dengan perpisahan (Rismalinda &

Prasetyo, 2016). Proses komunikasi yang berjalan kurang terapeutik dan akan

menimbulkan dampak beragam antara lain: memicu perselisihan akibat kesalahan

penyampaian informasi selama interaksi, menimbulkan kesalah fahaman, mudah

melakukan labeling atau memberikan penilaian kepada orang lain, kesan yang

negatif, kesalahan informasi, merenggangkan hubungan sosial, memicu timbulnya


konflik bekepanjangan,dan juga menimbulkan gav komunikasi. Apabila perawat

tidak memperhatikan masalah ini, hubungan perawat-klien itu bungan yang

memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi

hanya hubungan sosial biasa (manurung, 2011)

Kecemasan merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul pada saat

komunikasi terapeutik tidak berjalan dengan baik. Prevalensi gangguan

kecemasan di Amerika Serikat, lebih dari 23 juta penduduk (kira-kira satu dari

empat individu) terkena kecemasan. Kurang dari 25% penduduk yang mengalami

gangguan panik mencari batuan terutama karena mereka tidak menyadari bahwa

gejala fisik yang nereka alami (misal: palpitasi jantung, nyeri dada, sesak nafas)

disebabkan oleh masalah kecemasan (Stuart, 2006).

Di Indonesia prevalensi gangguan kecemasan, berkisar pada angka 6-7%

dari populasi umum (perempuan lebih banyak dibanding laki-laki). Kecemasan

merupakan pengalaman emosional yang berlangsungsingkat dan merupakan

respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau peristiwa yang

mengancam kehidupanyabaik itu ancaman external maupun internal. Tindakan

operasi merupakan pengalaman menegangkan bagi sebagian pasien, hal ini

dikarenakan oleh takut pada pembiusan, takut terhadap nyeri dan kematian, takut

tentang ketidaktahuan, atau takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap

citra tubuh sehingga menimbulkan kecemasan. Pada saat periode pre operasi

pasien dapat mengalami kecemasan kemungkinan karena suatu respon antisipasi

terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman
terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh, bahkan kelangsungan hidup

pasien itu sendiri (Smeltzer and Bare, 2001).

Di RS PMI Bogor berdasarkan studi dokumentasi pada bulan Februari

2019 menunjukan bahwa dari 33 orang pasien (responden) didapatkan pasien pre

opersai yang mengalami kecemasan 64%, Sedangkan dari hasil wawancara yang

dilakukan kepada 21 orang pasien di ruang Dahlia pada tanggal 10-15 bulan

februari 2019, mereka menyatakan bahwa penyebab dari kecemasan berbeda-

beda, antara lain : belum mengerti tentang operasi yang dilakukan, untuk apa

puasa sebelum dilakukan operasi, serta bagaimana nanti perawatan setelah

operasi. Masalah ini bisa muncul ketika pada saat orientasi pasien pre operasi

tidak bejalan lancar.

Bedasarakan uaraian diatas fenomena yang ada walaupun informasi pre

operasi saat orientasi sudah diberikan oleh perawat atau dokter, tapi tingkat

kecamasan pada pasien yang akan menjalani operasi tetap ada, Hal inilah yang

menjadi alasan penulis mengambil permasalahan sebagai bahan penelitian dengan

judul “Hubungan Komunikasi terapeutik pada saat orientasi terhadap kecemasan

pasien pre opesari di RS PMI Bogor.”

B. Rumusan Masalah

Kecemasan pasien pre operasi merupakan masalah yang cukup kompleks

bagi pasien, terlebih jika informasi tentang operasi tidak tersampaikan dengan

baik saat orientasi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan antara komunikasi terapeutik saat orientasi pada kecemasan paien pre

operasi di RS PMI Bogor.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik pada saat

orientasi dengan kecemasan pasien pre operasi di RS PMI Bogor.

2. Tujuan Khusus

- Mengidentifikasi komunikasi terapeutik pada saat orientasi

pasien pre operasi di RS PMI Bogor.

- Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di

RS PMI Bogor.

- Menganalisis hubungan antara komunikasi pada saat orientasi

terhadap kecemasan pasien pre operasi di RS PMI Bogor.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam meningkatkan

pelayanan keperawatan mengenai penggunaan komunikasi terapeutik

bagi pasien yang akan menghadapi tindakan pre operasi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam

bidang keperawatan, tentang materi terkait.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi dlam melaksanakan penelitian lebih lanjut.


4. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu yang telah didapat

seta menambah wawasan dan pengalaman dalam mengadakan sebuah

penelitian tentang pentingnya komunkasi terapeutik sebelum

melakukan tidakan keperawatan pre operasi.

Anda mungkin juga menyukai