Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Tingkat pengetahuan atau pendidikan merupakan salah faktor yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, hal ini disebabkan karena

pengetahuan dan pendidikan yang rendah di masyarakat mengakibatkan banyak

sikap dan perilaku yang mendorong timbulnya penyakit infeksi dan diare. Dengan

adanya pengetahuan diharapkan ibu mampu memberikan respon atau perhatian

yang positif terhadap gejala diare yang terjadi pada balita dan mampu mengurangi

keluhan diare pada balita.

Pengetahuan berperan penting dalam mempersiapkan sumber daya

manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik

dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini bisa tercapai apabila siswa dapat

menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan prestasi yang baik. Dalam

keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling

pokok namun keluarga juga memiliki peranan yang penting dalam pendidikan. Ini

berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada

bagaimana proses belajar dan latar belakang keluarga itu sendiri yang dialami

siswa sebagai anak (Slameto, 2003).

Diare merupakan salah satu penyakit infeksi pada balita (Sanusingawi,

2011) Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang

masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab

diare. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah

cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu

1
2

sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak

lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu

maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002). Diare umumnya

disebabkan oleh beberapa kuman usus yaitu rotavirus, escherichia coli, shigella

dan salmonella.

Di Asia dan diseluruh dunia diare menempati urutan ketiga (15% dan

17%) Diare merupakan salah satu penyakit infeksi utama yang menyerang anak

balita (>1 Bulan sampai <5 Tahun) di Indonesia, dan merupakan salah satu

penyebab kesakitan dan kematian di beberapa Negara berkembang. Bila penderita

diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan

kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia dibawah lima tahun. Di

Indonesia berdasarkan hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan oleh Kemenkes

Badan Litbankes pada tahun 2007, penyakit diare menjadi penyebab utama

kematian bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%). Berdasarkan hasil survei

morbiditas diare yang dilakukan Kementerian Kesehatan sejak 1996-2010, angka

kesakitan diare meningkat dari tahun 1996-2006, kemudian menurun pada tahun

2010. Pada tahun 2010, angka kesakitan diare sebesar 411/1000 penduduk. Angka3

ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2006 sebesar 423/1000

penduduk. Selengkapnya angka kesakitan diare sebagai berikut: 280/1000

penduduk (tahun 1996), 301/1000 penduduk (tahun 2000), 374/1000 penduduk

(tahun 2003), 423/1000 penduduk (tahun 2006), 411/1000 penduduk (tahun 2010).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu

penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
3

lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih

dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai

dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada

anak balita, terutama pada 3 tahun pertama, dimana seorang anak balita bisa

mengalami 1-3 episode berat. Selain angka kesakitan yang relatif tinggi di

Provinsi Sulawesi Utara, penyakit diare merupakan penyakit yang potensial yang

menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Tahun 2005 jumlah kasus diare

sebanyak 18.110 kasus, dengan Insiden Rate 8,5/1000 penduduk, tahun 2006

jumlah kasus diare sebanyak 22.794 kasus, dengan Insiden Rate 10,7/1000

penduduk, tahun 2007 jumlah kasus diare 27.394 kasus, dengan Insiden Rate

12,5/1000 penduduk. Sedangkan tahun 2008 jumlah kasus diare 19.286 kasus,

dengan Insiden Rate 7,9/1000 penduduk. Case Fatality Rate berada dibawah

0,05% dengan angka kematian absolut tertinggi pada tahun 2007 sebanyak 8

orang.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare

seperti: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 1-6 bulan pertama dari

kehidupan, menggunakan botol susu yang kurang bersih, air minum tercemar

dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah

membuang tinja atau sebelum menjamah makanan (Nursalam, 2005).

Oleh karena itu, faktor pengetahuan penanganan diare oleh ibu yang

memiliki balita sangat penting. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 6

ibu yang memiliki balita, hasil yang didapatkan yaitu 2 ibu berpengetahuan baik,

1 ibu berpengetahuan cukup, 3 ibu yang berpengetahuan buruk tentang diare.


4

Balita yang mengalami diare timbul gejala antara lain: BAB cair, berlendir

atau berdarah, kembung, panas, nyeri perut, dan muntah. Namu bila balita tampak

lemas karena bolak balik buang air besar disertai nyeri perut atau mulas, maka

sebagai ibu harus waspada dan balita perlu mendapatkan tindakan secepatnya. Ibu

yang mempunyai sedikit tuntunan dan pengetahuan tentang tanda gejala diare

yang terjadi pada balita perlu perhatian lebih karena pengetahuan merupakan

domain yang penting untuk proses stimulus sehingga terbentuk perilaku. Sebagian

besar gejala diare dapat diatasi dengan menjaga kebersihan dan mengolah

makanan yang sehat dan bersih, tetapi sebagian ibu yang mempunyai balita

dengan diare mengalami kesulitan atau tidak dapat mengatasi dan memanajemen

untuk penanganan diare karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai upaya

pencegahan dan penanggulangan diare.

Melihat dari fenomena diatas maka kita perlu memberikan pengetahuan

pada ibu yang mempunyai balita, tentang diare, tanda gejala diare, penyebab,

dampak dan anjuran pada ibu untuk mencegah dan menanggulangi diare secara

cepat dan tepat agar angka morbiditas dan mortalitas diare menurun. Namun, jika

dalam tata laksana perawatan dan penanganan diare yang tidak tepat maka akan

berdampak pada munculnya komplikasi serius yaitu asidosis metabolik dan

gangguan elektrolit yang dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak

kesadaran menurun dan balita dan bila balita tidak segera ditolong maka akan

berakibat fatal pada balita yaitu kematian (Erich, 2007). Berdasarkan uraian diatas

tentang dampak dari kejadian diare serta pentingnya dalam penanganan diare

maka hal tersebut mendorong dan menarik peneliti untuk mengetahui serta
5

melakukan penelitian tentang “Tingkat Pengetahuan Ibu Balita tentang Diare di

Puskesmas Hutaraja Tinggi Kabupaten padang lawas tahun 2018”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimanakah Tingkat

Pengetahuan Ibu Balita tentang Diare di Puskesmas Hutaraja Tinggi Kabupaten

Padang Lawas Tahun 2018“.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana tingkat pengetahuan ibu balita tentang diare di Puskesmas Hutaraja

Tinggi Kabupaten Padang Lawas Tahun 2018.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa, sebagai bahan masukan untuk mengetahui

pengetahuan ibu balita tentang diare pada balita di Puskesmas Hutaraja

Tinggi Kabupaten Padang Lawas Tahun 2018.


2. Bagi Puskesmas Hutaraja Tinggi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi profesi

kesehatan khususnya bidan agar lebih meningkatkan mutu pelayanan

terhadap program pelayanan kesehatan khususnya tentang diare pada

balita.

3. Bagi masyarakat
Dapat di pergunakan masyarakat sebagai bahan bacaan sehingga

memberi informasi atau sumber pengetahuan baru bagi para ibu

khususnya tentang diare pada balita.

Anda mungkin juga menyukai