Anda di halaman 1dari 19

II.

TINJAUAN PUSTAKA

a. Tinjauan Tentang Demokrasi

1. Asal Usul Demokrasi

Gagasan mengenai demokrasi berawal dari kebudayaan Yunani Kuno dan

gagasan mengenal kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran

reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya. Sistem demokrasi

yang terdapat di negara kota (city state) Yunani Kuno (abad ke 6 sampai

abad ke 3 SM) merupakan demokrasi langsung (direct democracy) yaitu

suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-

keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara

yang bertindak berdasarkan proses mayoritas. Miriam Budiarjo (2003:53)

berpendapat bahwa gagasan demokrasi boleh dikatakan hilang memasuki

abad pertengahan (600-1400) yang masyarakat bercirikan masyarakat

feodal.1

Budiarjo (2003:54) menjelaskan perkembangan demokrasi yang terpenting

pada abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu

Magna Charta (Piagam Besar 1215) Magna Charta merupakan semacam

kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John

1
Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar ilmu Politik, gramedia Pustaka, Jakarta, 2003, hlm. 53.
10

dari Inggris. Piagam ini dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan

gagasan demokrasi.

Perkembangan lainnya di Eropa Barat, menurut Miriam Budiarjo (2003:54-

55), yaitu adanya Rainessance yang merupakan aliran yang menghidupkan

kembali minat kepada kesusastraan dan kebudayaan. Yunani Kuno yang

selama dalam abad pertengahan telah disisihkan. Berawal dari hal tersebut

timbulah gagasan mengenai adanya kebebasan beragama serta perlu adanya

garis pemisah antara soal-soal agama dan soal-soal keduniawian, khususnya

masalah pemerintahan.

Masih menurut Budiarjo (2003:55-56), menjelaskan bahwa penentangan

terhadap monarki absolut didasarkan pada mata teori rasionalistis yang

umumnya dikenal sebagai social contact (kontak sosial). Pada hakekatnya

kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan

absolute dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf yang mencetuskan

gagasan ini adalah John Locke, bahwa hak-hak politik menurutnya yaitu

hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak mempunyai milik. Sedangkan

Montesque mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-

hak politik, yang dikenal dengan nama Trias Politica.

Akibat dari pergolakan tersebut di atas, maka pada akhir abad ke-19

gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkrit sebagai

program dan system politik. Demokrasi dalam bentuknya sekarang ini


11

dimulai sejak munculnya revolusi Amerika pada tahun 1776 dan revolusi

pada tahu 1879. Bertolak dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan

pemisahan kekuasaan tersebut terlihat munculnya ide pemerintahan rakyat

atau demokrasi.

2. Definisi Demokrasi

Demokrasi didefinisikan menurut asal kata atau terminologi yaitu “rakyat

berkuasa atau “Government of rule by the people ” Dalam bahasa Yunani

Kuno, demokrasi berasal dari dua suku kata yakni demos yang berarti

“rakyat” dan kratos yang berarti “kekuasaan atau berkuasa.”

Mayo dalam Budiarjo (2003:61), memberikan definisi “sistem politik yang

demokratis adalah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar

mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam

pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik

dan diselenggarakan suasana terjamin kebebasan politik.”

Mahfud MD sebagaimana dikutip dari buku Inu Kencana Syafiie (2002:2),

mengajukan gagasan bahwa “Negara Demokrasi adalah negara yang

diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan rakyat, atau jika

ditinjau dari sudut organisasi ia berarti sebagai suatu pengorganisasian

negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atas persetujuan rakyat karena

kedaulatan berada ditangan rakyat.”2

2
Syafiie Inu, Kencana, Sistem Pemerintahan Indonesia, Rhineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 2.
12

3. Prinsip-Prinsip Demokrasi

Guna mencapai prinsip-prinsip demokrasi perlu diadakannya pendidikan

demokrasi. Hal ini menjadi sangat mendasar karena kenyataan hidup di

dalam demokrasi masih merupakan teori di Indonesia. Kenyataannya baru

pada saat sekarang inilah kita berada pada proses demokrasi menuju

demokrasi dalam arti sesungguhnya, karena demokrasi maka demokrasi

bukanlah sesuatu yang akan terwujud bagaikan jatuh dari langit, melainkan

menyatu dengan pengalaman nyata, usaha dan eksperimentasi kita sehari-

hari. Di sinilah persis tempatnya demokrasi memerlukan ideologi yang

terbuka yang menolak suatu rumusan ideologi yang sekali untuk

selamanya.

Demokrasi harus terbuka terhadap kemungkinan coba dan salah,

dengan kemungkinan secara terbuka pula untuk terus menerus melakukan

koreksi dan perbaikan. Titik kuat demokrasi adalah dengan adanya segala

kekurangannya ialah kemampuannya untuk mengoreksi diri sendiri. Inilah

keterbukaan demokrasi selalu ada dalam proses menuju demokrasi.

Ada beberapa prinsip-prinsip demokrasi yang disebutkan oleh para

ahli diantaranya adalah prinsip-prinsip demokrasi menurut Robert A. Dahl

sebagaimana dalam buku Abdulkarim (2007: 54) terdapat 6 prinsip dalam

demokrasi yaitu :

a. Adanya kontrol atau kendali atas pemerintahan. Kabinet dan pemerintah

daerah bertugas melaksanakan pemerintahan berdasar mandat yang


13

diperoleh dari pemilu. Namun demikian dalam melaksanakan

pemerintahan, pemerintah bukan bekerja t 3anpa batas, pemerintah dalam

mengambil 4keputusan masih dikontrol oleh lembaga legislative yaitu

DPR dan DPRD. Di Indonesia control tersebut terlihat dari keterlibatan

DPR dalam penyusunan anggaran, penyusunan peraturan perundangan,

dan melakukan uji kepatutan dan kelayakan untuk pengangkatan pejabat

Negara yang dilakukan oleh pemerintah.

b. Adanya pemilihan yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan

baik apabila adanya partisipasi aktif dari warga Negara dan partisipasi

tersebut dilakukan dengan teliti dan jujur . suatu keputusan tentang apa

yang dipilih didsarkan pengetahuan warganegara yang cukup dan

informasi yang akurat dan dilakukan dengan jujur.

c. Adanya hak dipilih dan memilih. Demokrasi berjalan apabila setiap

warga Negara mendapatkan hak pilih dan dipilih. Hak memilih untuk

memberikan hak pengawasan rakyat terhadap pemerintahan, serta

memutuskan pilihan terbaik untuk memutuskan pilihan yang terbaik

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai rakyat. Hak dipilih memberikan

kesempatan kepada setiap warga Negara yang mempunyai kemampuan

dan kemauan serta memenuhi persyaratan untuk dipilih dalam

menjalankan amanat dari warga pemilihnya

d. Adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman. Demokrasi

3
Abdulkarim, aim, pendidikan kewarganegaraan membangun warga negara yang demokratis,
Grafindo media pratama, jakarta, 2007 hlm. 54
4
14

membutuhkan kebebasan dalam menyampaikan pendapat, berserikat

dengan rasa aman. Apabila warga Negara tidak dapat menyampaikan

pendapat atau kritik dengan lugas, maka saluran aspirasi akan tersendat,

dan pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik.

e. Adanya kebebasan mengakses informasi. Demokrasi membutuhkan

informasi yang akurat, untuk itu setiap warga Negara harus mendapat

akses informasi yang memadai. Keputusan pemerintah harus

disosialisasikan dan mendapat persetujuan DPR, serta menjadi

kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi yang benar. Selain

DPR dan juga rakyat dapat juga mencari informasi. Sehingga antara

pemerintah dan DPR mempunyai informasi yang akurat dan memadai.

f. Adanya kebebasan berserikat yang terbuka. Kebebasan untuk berserikat

ini memberikan dorongan bagi warga Negara yang merasa lemah, dan

untuk memperkuatnya membutuhkan teman atau kelompok dalam

bentuk serikat. Adanya serikat pekerja, terbukanya system politik

memungkinkan rakyat memberikan aspirasi secara terbuka dan lebih

baik.
15

b. Pengertian Pemilihan Umum

Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat


dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis,
kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pemilihan umum (Pemilu) menurut Haris (2006: 10)
merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat, yang bersifat
langsung, terbuka, masal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman
politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi.

Pasal 1 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan


pemilihan umum disebutkan dan dijelaskan tentang pengertian pemilihan
umum, selanjutnya disebut pemilu, adalah : Sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5
Huntington dalam Rizkiyansyah (2007: 3) menyatakan bahwa
sebuah negara bisa disebut demokratis jika didalamnya terdapat mekanisme
pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala atau periodik untuk
melakukan sirkulasi elite”.
67
Menurut Rahman (2002: 194), pemilu merupakan cara dan sarana
yang tersedia bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan
duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat guna menjalankan kedaulatan
rakyat, maka dengan sendirinya terdapat berbagai sistem pemilihan umum.
Sedangkan, Rizkiyansyah (2007 : 3) “Pemilihan Umum adalah salah satu
pranata yang paling representatif atas berjalannya demokrasi, tidak pernah
ada demokrasi tanpa pemilihan umum”.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa pemilihan umum sebagai

5
Rizkiansyah, mengawal pemilu menatap demokrasi, IDEA publishing, Bandung, 2007 Hlm. 3
6
Arifim, Rahman, sistem politik di Indonesia, SIC, Surabaya, 2002 Hlm. 194
7
16

sarana terwujudnya demokrasi. Pemilihan umum adalah suatu alat yang


penggunaannya tidak boleh mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi
dan bahkan menimbulkan hal-hal yang menderitakan rakyat, tetapi harus
tetap tegaknya Pancasila dan dipertahankannya Undang- Undang Dasar
1945.

1. Teori-Teori Pemilihan Umum


8
Permana dalam Pradhanawati (2005: 85) kata kunci dari pemilu
langsung oleh rakyat adalah “kedaulatan rakyat”. Dengan demikian,
reputasi demokrasi tidak diragukan lagi adalah pemaknaan yang
sesungguhnya dari kedaulatan rakyat itu sendiri. Schumpeter dalam
Sorensen (2003: 14) merumuskan pengertian demokrasi secara sederhana
merupakan sebuah metode politik, sebuah mekanisme untuk memilih
pemimpin politik. Warga negara diberikan kesempatan untuk memilih salah
satu di antara pemimpin- pemimpin politik yang bersaing meraih suara.
Pengertian demokrasi menunjukan bahwa keikutsertaan rakyat merupakan
kunci utama dalam menjalankan sistem pemerintahan yang demokrasi.
Keikutsertaan rakyat dalam sistem pemerintahan bisa dilakukan secara
langsung oleh rakyat itu sendiri maupun melalui perwakilan hal tersebut
dapat terwujud dengan dilaksanakannya Pemilihan Umum di Negara
Indonesia.
9
Mayo dalam Kristiadi (2006: 117) memberikan definisi demokrasi
sebagai berikut :
Sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Pendapat Mayo tersebut oleh Kristiadi (2006: 118) disimpulkan

8
Pradhanawati, Pilkada langsung tradisi baru demokrasi lokal, Konsorium monitoring dan
pemberdayaan institusi publik, Surakarta, 2005 Hlm.85
9
Kristiadi, pemilihan umum dan perilaku pemilih di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2006. Hlm 118
17

“bahwa demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan,


tetapi juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu, karena itu juga
mengandung unsur-unsur moril. Dalam rangka itu dapat dikatakan bahwa
demokrasi didasari oleh beberapa nilai (values)" Nilai-nilai dalam
demokrasi tersebut menurut Mayo dalam Kristiadi (2008: 118) adalah :
I. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara
melembaga (institutionalized peaceful statement of conflict),
II. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam
suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in a
changing society),
III. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur
(orderly succession of rules),
IV. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum
of coercion),
V. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman
(diversity,
VI. Menjamin tegaknya keadilan.
Berdasarkan nilai-nilai beserta kondisi-kondisi demokrasi di atas maka
dalam pemilihan umum juga terdapat nilai-nilai dan kondisi-kondisi
tersebut. Pemilihan umum dapat dikatakan sebagai suatu “pesta
demokrasi,,
di negara Indonesia. Mencermati praktik pemilu dalam sistem politik
modern, Fatah dalam 10Rizkiyansyah (2007: 4) menyatakan bahwa :
“Pemilu dapat dibedakan menjadi dua tipe. Pertama, pemilu sebagai
formalitas politik, yakni, pemilu hanya dijadikan alat legalisasi pemerintahan
nondemokratis. Pemilunya sendiri dijalankan secara tidak demokratis;
Kedua, yakni pemilu sebagai alat demokrasi, pemilu dijalankan secara jujur,
bebas, bersih, kompetitif, dan adil. pemerintah yang menyelenggarakan
Pemilu bahkan kerap kali menerima kenyataan bahwa Pemilu yang mereka
adakan justru menyingkirkan mereka dari tampuk kekuasaan.,
Pemilu kepala daerah yang dilaksanakan di Indonesia saat ini
10
Rizkiansyah, mengawal pemilu menatap demokrasi, IDEA publishing, Bandung, 2007 Hlm. 4
18

merupakan pemilu yang ditempatkan pada tipe kedua yaitu pemilu sebagai
alat demokrasi untuk menciptakan suatu pemerintahan yang refresentatif
yang dijalankan secara jujur, bebas, bersih, kompetitif dan adil, berbeda
dengan pemilu-pemilu yang dilaksanakan pada zaman orde baru. Pemilu
pada zaman orde baru merupakan pemilu tipe pertama yaitu sebagai
formalitas politik untuk melegalisasi pemerintahan Soeharto.
Fungsi pemilu antara lain seperti yang diungkapkan oleh Sanit dalam
11
Pito (2007: 307) yang mengklasifikasikan ada empat fungsi pemilihan
umum, yaitu legitimasi politik, terciptanya perwakilan politik, sirkulasi elite
politik dan pendidikan politik. Selain fungsi yang diungkapkan oleh Sanit,
pemilu juga memiliki fungsi seperti yang diungkapkan oleh Croisant dalam
12
Pito (2007: 306) yang menyatakan secara fungsional pemilu harus
memenuhi tiga tuntutan yaitu :
1. Pemilu harus mewakili rakyat dan kehendak politik pemilih
2. Pemilu harus dapat mengintegrasikan rakyat
3. Keputusan, sistem pemilu harus menghasilkan mayoritas yang
cukup besar guna menjamin stabilitas pemerintahan dan kemampuannya
untuk memerintah (governabilitas).
Berdasarkan penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa melalui
pemilu sistem demokrasi dapat diwujudkan. Legitimasi kekuasaan yang
diperoleh pemerintah menjadi kuat dan absah karena hal tersebut
merupakan hasil pikiran rakyat yang memiliki kedaulatan. Selain sebagai
mekanisme demokrasi, pemilu ini juga memiliki tujuan sebagai pendidikan
politik rakyat yang dapat menumbuhkembangkan kesadaran rakyat akan
hak dan kewajiban politiknya.
Dalam melaksanakan pemilu diperlukan suatu sistem yang
representatif yang sesuai dengan situasi dan kondisi negara/wilayah yang
akan menyelenggarakannya. 13Saragih dalam Pito (2007: 304) mengatakan
bahwa dalam sistem pemilihan umum mengandung karakteristik sistem

11
Adrianus Pito, Mengenal teori-teori politik, Nuansa, Bandung, 2007. Hlm 307.
12
Adrianus Pito, Mengenal teori-teori politik, Nuansa, Bandung, 2007. Hlm 306.
13
Adrianus Pito, Mengenal teori-teori politik, Nuansa, Bandung, 2007. Hlm 304.
19

yang meliputi electoral laws atau hukum dasar pemilu dan electoral
process atau proses pemilu.
Electoral laws merupakan pelaksanaan sistem yang sudah ada
aturan- aturannya secara umum. Aturan yang menata bagaimana pemilu
dijalankan, bagaimana distribusi hasil pemilu ditetapkan dan sebagainya.
Sedangkan electoral process yaitu mekanisme pelaksanaan suatu pemilu,
antara lain siapa panitia penyelenggaraan pemilu, partai/organisasi peserta
pemilu, penentuan calon-calon, cara dan tempat kampanye, kotak suara,
tempat dan jumlah TPS, saksi, perpindahan pemilihan dan sebagainya.
Makna demokrasi dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan
sistem demokrasi salah satunya adalah melalui pemilihan umum yang
melibatkan partisipasi politik warga negara sebanyak-banyaknya. Partisipasi
politik merupakan kriterium penting demokrasi. Krisis partisipasi politik
terjadi jika tindakan-tindakan tidak tertampung atau tersalurkan melalui
dewan perwakilan, media massa, organisasi-organisasi sosial politik
lembaga pemerintahan atau lembaga-lembaga yang sah lainnya.
14
Krisis partisipasi menurut Arbi (1995: 65, adalah konflik atau
bentrokan yang terjadi apabila elite pemerintah menganggap tidak sah
tuntutan-tuntutan atau tingkah laku individu-individu atau kelompok yang
ingin berperan serta dalam sistem politik (Negara). Beberapa kondisi yang
dapat menimbulkan krisis partisipasi yaitu:
a. Jika elite pemerintah menganggap dirinya saja yang berhak memerintah
oleh karena itu menolak tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok sosial
politik untuk berperan serta dalam pemerintahan.
b. Jika organisasi-organisasi yang dibentuk kelompok-kelompok
masyarakat untuk menyalurkan kepentingan mereka dianggap tidak sah
oleh pemerintah.
c. Cara-cara yang digunakan kelompok-kelompok masyarakat dianggap
tidak sah oleh elite pemerintahan
d. Jika jenis tuntutan yang dikemukakan kelompok-kelompok masyarakat

14
Arbi sanit, sistem politik Indonesia : kestabilan, peta kekuatan politik dan pembangunan, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hlm. 65
20

dianggap tidak sah oleh pemerintah.


Pada sistem yang demokratis, tujuan dari pelaksanaan pemilu pun harus
mencerminkan adanya kehendak dan patisipasi rakyat. Pemilihan Umum
15
memiliki beberapa tujuan. Menurut Surbakti (1992: 181) ada tiga hal
dalam tujuan pemilu, yaitu :
g. Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintah dan
altematif kebijakan umum.
h. Pemilu juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan konflik
kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat
yang terpilih melalui partai-partai yang memenangkan kursi sehingga
integrasi tetap terjamin
i. Pemilu merupakan sarana memobilisasikan dan atau menggalang
dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintah dengan jalan ikut
serta dalam proses politik.
Jadi tujuan pemilu adalah sarana untuk memilih wakil rakyat, wakil daerah,
membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan legitimasi dari rakyat
serta memberdayakan warga negara dalam kegiatan politik. Dan fungsi dari
pemilu adalah sebagai alat demokrasi.
Berdasarkan pemaparan dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa demokrasi
saat ini merupakan sistem pemerintahan yang memperhatikan hak-hak yang
dimiliki oleh rakyat. Baik hak untuk ikut serta dalam pemerintahan maupun
haknya sebagai warga sipil. Dalam demokrasi, rakyat harus diikutsertakan
dalam setiap pengambilan keputusan atau kebijakan politik, termasuk dalam
menentukan seorang pemimpin. Salah satu upaya untuk mengikutsertakan
rakyat dalam pemerintahan adalah melalui pemilihan umum.

2. Asas dan Sistem Pemilihan Umum


Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang
merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asas
“Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru. Kemudian di era reformasi
berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan
15
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu politik, PT Grasindo, Jakarta, 1992 . Hlm. 181.
21

Adil”. Adapun yang dimaksud dengan asas “Luber dan Jurdil” dalam
pemilu. Asas “Luber dan Jurdil” pemilu menurut UU No. 10 tahun 2008,
tentang Pemilihan
Umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU No. 10 Tahun 2008,
asas pemilihan umum meliputi :
1. Langsung, artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung
memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa
perantara.
2. Umum, artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah
menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di
pilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).
3. Bebas, artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya
tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan
apapun.
4. Rahasia, artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan
diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang
dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).
5. Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana,
pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau
pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak
langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Adil, dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik
peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari
kecurangan pihak manapun.
Sedangkan dalam UU No. 11 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Pemilihan Umum, asas dalam pemilihan umum terdapat dalam Pasal 2
yaitu :
a. Mandiri
b. Jujur
c. Adil
d. Kepastian hukum
22

e. Tertib penyelenggara pemilu


f. Keterbukaan
g. Proporsionalitas
h. Profesionalitas
i. Akuntabilitas
j. Efisiensi dan
k. Efektivitas.
16
Menurut Rahman (2002: 177) sistem pemilihan umum biasanya
diatur dalam perundang-undangan, setidak-tidaknya mengandung tiga
variabel pokok, yaitu
a. Penyuaraan (balloting)
Artinya tata cara yang harus diikuti pemilih yang berhak dalam
memberikan suara.
b. Daerah pemilihan umum (electoral district).
Artinya ketentuan yang mengatur berapa jumlah kursi wakil rakyat untuk
setiap daerah pemilihan.
c. Formula pemilihan.
Artinya rumus yang digunakan untuk menentukan siapa atau partai
politik apa yang memenangkan kursi di suatu daerah pemilihan”.
Konstitusi Indonesia mengatur mengenai pemilihan umum di Indonesia di
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E, untuk menjamin hak rakyat
indonesia dalam memilih pemimpin dan wakil pilihan mereka. Dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E dijelaskan pemilihan umum
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2011 tentang
penyelenggara pemilihan umum.
17
Darmastuti dan Maryanah (2004: 48) menjelaskan ada beberapa prinsip-
prinsip pemilihan umum yang perlu dijamin, yaitu :
1. Keadilan

16
Arifim, Rahman, sistem politik di Indonesia, SIC, Surabaya, 2002 Hlm. 177.

17
Damarstuti, Buku Ajar : sistem kepartaian dan Pemilu di Indonesia, Universitas Lampung,
Lampung, 2004. Hlm 48.
23

Prinsip ini sangat diperlukan agar seluruh rakyat memiliki hak yang sama
untuk memilih dan dipilih. Selain itu prinsip ini juga diperlukan agar
seluruh peserta pemilihan umum, baik yang berupa partai politik,
perorangan, maupun independen mendapat perlakuan yang sama dari
pelaksanaan pemilihan umum. Tanpa keadilan, maka tidak ada jaminan
bahwa kedaulatan rakyat dapat direalisasikan.
2. Kejujuran
Kejujuran bukan hanya perlu ditujukan kepada pelaksanaan pemilihan
umum sehingga hasil pemilihan umum akan sah (legitimate) karena tidak
terjadi kecurangan administrasi dan perhitungan, tetapi juga perlu
ditujukan juga oleh para peserta pemilu (baik partai, perorangan,
maupun kelompok independen) dan para pemilih.
3. Umum
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa seluruh rakyat tanpa kecuali
memiliki hak untuk memilih. Prinsip umum ini dikemukakan untuk
menjamin hilangnya berbagai faktor yang pada masa lalu sering menjadi
dasar diskriminasi, antara lain karena faktor status sosial, warna kulit dan
ras, jenis kelamin, agama, pandangan politik dan sebagainya.
4. Bebas
Prinsip ini sangat esensial untuk menjamin agar pemilu tidak
dilaksanakan dengan cara intimidasi. Rakyat harus memiliki kebebasan
mengekspresikan pilihan politiknya karena prinsip ini akan menjamin
diperolehnya informasi tentang kehendak rakyat yang sesungguhnya,
berkenaan dengan siapa-siapa yang dipercaya menjadi wakil atau menjadi
pejabat politik oleh rakyat, sekaligus apa ideologi, program dan aktivitas
politik yang dipilih oleh sebagian besar rakyat.
5. Kerahasiaan
Kerahasiaan pilihan adalah prinsip pemilu yang sangat penting karena
prinsip ini menjamin pemilih tidak akan mendapat intimidasi karena
pilihan politiknya.
6. Langsung
Rakyat harus langsung memilih pilihan politiknya. Karena itu
24

administrasi pemilu dirancang sedemikian rupa sehingga setiap orang


termasuk penyandang cacat, dapat langsung memilih tanpa perlu
mewakilkannya kepada orang lain.
Di Indonesia telah berulang kali diselenggarakan pemilihan umum yang
disebut sebagai pesta demokrasi rakyat Indonesia, baik sewaktu orde lama,
orde baru dan orde reformasi 18(Syafiie, 2005: 136). Dalam ilmu politik
dikenal bermacam-macam sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar
pada dua prinsip pokok yaitu sistem distrik (single-member constituency
dan sistem proporsional/perwakilan berimbang (multi-member
constituency). (Kristiadi, 2008: 461).
Sistem distrik (single-member constituency) diselenggarakan berdasarkan
lokasi daerah pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk,
tetapi berkiblat pada tempat yang sudah ditentukan. Jadi daerah yang
sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang padat
penduduknya. Oleh karena itu, sudah barang tentu akan banyak suara yang
terbuang, tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung,
maka pemilih akan akrab dengan wakilnya (^ersonen stelse), data distrik
biasanya memiliki satu wakil (Syafiie, 2005: 136-137).
Adapun keuntungan dengan menggunakan sistem distrik menurut 19Kristiadi
(2006: 466) adalah sebagai berikut :
1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integritas partai-partai politik karena
kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.
2. Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat
dibendung.
3. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh
komunitasnya, sehingga hubungan dengan konstituen lebih erat.
4. Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena melalui distortion
effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh
kedudukan mayoritas.
5. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas
18
Syafiie Inu, Kencana, Sistem Pemerintahan Indonesia, Rhineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 136-
137.
19
Kristiadi, pemilihan umum dan perilaku pemilih di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2006. Hlm 466
25

dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain.
6. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselengggarkan.
Selain keuntungan dalam menggunakan sistem distrik ini 20Kristiadi (2006:
467) juga mengungkapkan beberapa kelemahannya. Kelemahan tersebut
antara lain :
1. Sistem ini kurang memperhatikan adanya partai-partai kecil dan
golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa
distrik;
2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam
suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini
berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali;
3. Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural
karena terbagi dalam kelompok etnis, religious, dan tribal;
4. Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan
kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan
nasional.
Penggunaan sistem distrik ini lebih cocok pada negara yang masyarakatnya
homogen dan hanya memiliki dua partai (dwi party). Sistem distrik ini lebih
cenderung mengarah pada desentralisasi. Di Indonesia sistem distrik ini
digunakan dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, pemilihan
umum untuk memilih anggota DPD. Sistem proporsional/perwakilan
berimbang (multi-member constituency) berkiblat kepada jumlah penduduk
yang akan menjadi peserta pemilih. Sistem ini dimaksud untuk
21
menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Rizkiyansyah
(2007: 7) menyatakan bahwa :
“Sistem proporsional adalah sistem yang muncul karena ada
ketidakpuasan terhadap sistem distrik. Gagasan pokok sistem ini
adalah jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu partai adalah sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat.”
Dalam sistem ini setiap suara, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh

20
Kristiadi, pemilihan umum dan perilaku pemilih di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2006. Hlm 467
21
Rizkiansyah, mengawal pemilu menatap demokrasi, IDEA publishing, Bandung, 2007 Hlm. 7
26

oleh suatu partai atau golongan dalam sesuatu daerah pemilihan dapat
ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu
dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang
diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. Sama halnya dengan sistem
distrik, sistem proporsional ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
22
Mengutip pendapat Kristiadi (2006: 467), bahwa kelebihan sistem ini
adalah
1. Sistem proporsional dianggap refresentatif, karena jumlah kursi dalam
parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam
pemilihan umum ;
2. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih
egalitarian karena praktis tanpa ada distorsi.
Sedangkan untuk kelemahannya, penulis pun masih mengutip pendapat
23
Kristiadi (2006: 469). Kelemahan dalam sistem proporsional ini antara
lain:
1. Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau
bekerja sama satu sama lain dan memanfaatkan persamaan-persamaan
yang ada, tetapi sebaliknya, cenderung mempertajam perbedaan-
perbedaan;
2. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai. Jika timbul konflik dalam
suatu partai anggotanya cenderung memisahkan diri dan mendirikan
partai baru;
3. Sistem proporsional memberikan kedudukan yang kuat pada pemimpin
partai;
4. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan
konstituennya;
5. Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi suatu partai untuk
meraih mayoritas dalam parlemen, yang diperlukan untuk membentuk
pemerintahan.
Pada sistem pemilu proporsional yang diutamakan dan dikampanyekan

22
Kristiadi, pemilihan umum dan perilaku pemilih di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2006. Hlm 467
23
Kristiadi, pemilihan umum dan perilaku pemilih di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2006. Hlm 469
27

adalah program atau ideologi partai-partai politik tersebut. Berbeda dengan


system distrik yang lebih mengutamakan kepopuleran seseorang . Sistem
proporsional ini di Indonesia digunakan pada saat penyelenggaraan pemilu
untuk memilih anggota DPR dan DPRD.

Anda mungkin juga menyukai