Anda di halaman 1dari 5

KETIKA SAINS & SPIRITUALITAS MENJELASKAN TENTANG DUNIA GAIB

oleh Sonny H. Waluyo (1) dan Ahmad Yanuana Samantho 92)

Holographic Universe

Leluhur kuno sudah menggambarkan dengan gamblang bahwa alam ini sebenarnya suwung (kosong)
yang mungkin saat ini bisa lebih mudah dicerna melalui fisika kuantum dimana dinyatakan bahwa alam
ini adalah hologram raksasa (holographic universe) yang artinya segala yang tampak sebagai realita
adalah hologram dari proyeksi pikiran belaka. Alam adalah kanvas kosong berupa lautan energi.

Itulah mengapa ada orang-orang yang melihat alam kehidupan di dimensi lain karena pikirannya
bergetar dengan cara lain sehingga memproyeksikan gambar hidup alam lain bersama-sama dengan
pikiran-pikiran dari mereka yang memproyeksikan gambar hidup sebagai dimensi lain itu. Sementara
orang lain tidak pernah melihat dimensi lain karena memang tak memproyeksikannya.

Untuk lebih jelasnya lagi bisa melihat ke tingkat paling mendasar atau detil terkecil dari alam dengan
merujuk ke teori tentang atom, dimana setiap atom terdiri dari elektron (kutub negatif) yang
mengelilingi proton (kutub positif) dan neutron pada inti atom (nucleus), sehingga itu berarti bahwa
setiap atom adalah ruang kosong (alam suwung) [lihat ilustrasi].

Jadi alam semesta ini adalah lautan energi yang menjadi layar untuk proyeksi dari masing-masing pikiran
individu jiwa, sehingga seperti apa gambar hidup yang dimunculkan di layar semesta tentunya akan
tergantung dari pikiran masing-masing individu jiwa.

Namun setidaknya pengalaman bermimpi akan mengambarkannya lebih mudah, yakni bahwa saat tidur
dan bermimpi setiap orang membuat hologram yang berbeda dengan hologram yang dilihatnya saat
matanya terbuka melek. Itu pula yang menjelaskan mengapa cerita dalam mimpi bisa meloncat-loncat
dan berganti setting tempat secara acak, karena pada saat tubuh fisik tidur pikiran bawah sadar
mengambil alih kendali untuk menciptakan gambar hologram yang disebut mimpi. Lebih tepatnya pikiran
jiwa saat tubuh fisik tertidur akan terlepas dari keharusan menggunakan indera pada tubuh fisik untuk
melihat alam. Indera non-fisik tersebut sering juga disebut “mata ketiga”/”indera keenam”, yakni sebagai
mata lain/indera lain yang “memandang” kehidupan dengan cara lain dengan mata fisik.
Realita yang terlihat saat mata melek adalah suatu hologram yang diciptakan oleh pikiran-pikiran kolektif
dimana tubuh fisik yang digunakan oleh manusia saat ini “membatasi jiwa-jiwa yang tinggal di dalamnya”
untuk mengikuti suatu pola pikir kolektif yang membuat manusia secara bersama-sama menampilkan
hologram yang “serupa” walau tidak persis sama, karena selalu ada kekecualian pada masing-masing
individu jiwa, seperti terlihat bahwa ada orang-orang yang bisa melihat dan berada di alam dimensi lain
itu. Setiap orang bagaimanapun memiliki pikiran yang berbeda-beda seperti terlihat dalam perdebatan
dan diskusi karena memang melihat kehidupan dan memiliki pengalaman berbeda-beda untuk
dipaparkan.

Matriks Kehidupan

Dalam matriks kehidupan, digambarkan bahwa alur waktu adalah seperti tenunan kain, dimana setiap
jiwa bisa berpindah jalur alur hidup, seperti garis-garis benang pada kain itu, setiap saat dan hologram
realita yang muncul akan berubah sejalan dengan pilihan-pilihan keputusan hidup yang dibuatnya dari
waktu ke waktu. Garis benang alur waktu yang dipilih adalah “fokus pikiran” yang menjadi latar belakang
pengambilan keputusan pilihan-pilihan alur hidup. Oleh karena alasan itu pula mengapa para guru
spiritual mengajarkan kebijaksanaan hidup, yaitu agar pikiran-pikiran orang secara bersama-sama
menciptakan alur hidup bahagia dan diproyeksikan ke kanvas semesta sehingga menjadi hologram
gambar hidup damai sejahtera.

Jiwa-jiwa yang menginginkan bumi menampilkan kehidupan damai sejahtera tentunya tidak akan
memunculkan pikiran-pikiran penggunaan cara-cara hukuman yang adalah bentuk kekerasan karena
berpikir tentang hukuman dan kekerasan akan memancarkan hologram kekerasan ke kanvas semesta.
Maka jiwa-jiwa pendamai akan selalu fokus memancarkan pikiran damai, bijak, pengampunan, cinta agar
terproyeksikan ke kanvas semesta di bumi.

Otak Memiliki Sifat Plastis

Buku “Train Your Mind Change Your Brain” memuat kesimpulan dari riset yang dilakukan para ahli syarat
otak tentang cara kerja otak. Intinya dikatakan bahwa otak sangat plastis dan akan berkembang
tergantung dari pikiran. Itu pula mengapa ada nasehat yang mengatakan “berpikirlah dengan hati”. Ini
artinya bukan otak yang memproduksi pikiran, melainkan pikiranlah yang membentuk cara kerja otak.
Semakin pikiran berkembang, maka otak akan semakin mekar perkembangannya mengikuti dan
menyesuaikan dengan kebutuhan pikiran. Maka orang yang pikirannya sehat tubuhnya juga selalu sehat
karena otak hanya mengikuti perintah pikiran dan meneruskannya ke sel-sel tubuh untuk menjadi seperti
yang ada di pikiran itu.

Tubuh fisik dari seseorang sesungguhnya sudah sama sekali berbeda dengan saat terlahir, sudah
“mlungsungi” (berganti) berkali-kali tak terhitung. Sel-sel tubuh secara terus-menerus berganti baru. Hal
ini juga bisa dilihat dengan memperhatikan perubahan bentuk wajah foto-foto sejak kecil sampai
dewasa. Pikiran yang sering dipengaruhi kondisi emosional yang berubah-ubah akan menampilkan
bentuk wajah yang berubah-ubah.

Adalah Dalai Lama yang menginginkan adanya riset tentang cara kerja otak sehingga tersusun buku
“Train Your Mind Change Your Brain” tersebut. Dalai Lama menginginkan adanya penjelasan ilmiah atas
peristiwa-peristiwa supranatural yang dialami para biksu, entah penyembuhan, penglihatan tentang
masa depan atau tentang alam lain. Maka alam kehidupan lain tentang jin atau kepercayaan tentang
malaekat dan dewa serta alam gaib menjadi lebih jelas bahwa semua itu terkait dengan holographic
universe dan bentuk tampilan alam seperti apa yang muncul selalu tergantung dari pikiran masing-
masing jiwa.

Dari uraian di atas selanjutnya bisa dipahami bagaimana jiwa sebenarnya tidak pernah mati dan hanya
berganti-ganti “mimpi” saat mati atau bahkan bisa dikatakan bahwa hidup di realitas saat ini adalah
sebuah mimpi kecil dan teramat singkat dari suatu jiwa yang hidup abadi. Menjalani hidup berupa kisah-
kisah konflik dalam suatu realitas hologram fisik adalah sebuah “mimpi buruk” bagi jiwa yang sedang
tidur alias tidak sadar dengan apa yang dipikirkan dan dilakukannya. Setiap jiwa yang sadar akan
memahami konsekwensi dari pikirannya karena selalu berdampak kembali pada dirinya sendiri yang
menciptakan semua pengalamannya untuk dinikmati sendiri. Jiwa yang sadar akan selalu hidup dalam
cara-cara cinta dan bijaksana yang akan muncul sebagai proyeksi hologram realitas fisik.

Jika menyadari dan memahami cara kerja alam semesta di atas, maka alam gaib hanyalah proyeksi
pikiran dari jiwa-jiwa dan semua muncul tampak sebagai realitas tergantung pada tingkat kesadaran dan
ketajaman fokus pikiran untuk menampilkannya pada kanvas holografis alam semesta.

Fractal Cosmology
Melalui teori fractal dipahami bahwa perjalanan hidup setiap orang mengikuti suatu pola perulangan
tertentu namun jika dilihat secara detil akan terlihat sebagai kekacauan. Demikian juga jika dipandang
dari jiwa yang hidup abadi, maka satu periode kehidupan fisik hanyalah suatu waktu sekejab, namun
terasa sangat panjang.

Saat turun (inkarnasi) ke dalam bentuk kehidupan fisik, setiap jiwa hadir untuk melihat suatu detil dari
perjalanan abadinya sehingga dapat melihat bagaimana aliran kehidupan pada tingkat detil yang tampak
kacau. Gambarannya adalah seperti melihat sebuah kursi yang nampak mulus tetapi saat turun ke
detilnya di tingkat atom, kursi mulus tersebut juga terlihat sebagai gerakan energi berupa elektron yang
mengelilingi inti atom, maka sebuah kursi pada tingkat atom adalah suatu benda yang bergerak-gerak.

Di tingkat kehidupan fisik (alam padat ini) jiwa-jiwa dapat menyaksikan proses tumbuh tanaman dari
bentuk benih, bertunas, tumbuh akar-batang-daun sampai berbunga dan berbuah. Dan dengan inkarnasi
ke dalam tubuh fisik manusia, jiwa mengalami sendiri suatu proses tumbuh dalam bentuk manusia yang
membangun kehidupan dan merawatnya. Jiwa sebagai percikan kesadaran kosmos yang sedang
memastikan bahwa di tingkat fisik semuanya berjalan dengan baik. Setiap kali percikan kesadaran
kosmos turun inkarnasi ke bentuk fisik yang mengambil jalur matrik kehidupan di tingkat materi padat
adalah untuk misi pembelajaran dan pembenahan.

Dimensi Kehidupan, Tingkat Kepadatannya & Satuan Waktu

Sumber-sumber spiritual mengatakan bahwa alam semesta tersusun atas 12 dimensi dengan 12 tingkat
kepadatannya. Masing-masing dimensi dan tingkat kepadatannya memiliki kecepatan rambat cahaya
yang berbeda. Semakin tinggi dimensi dan semakin halus kepadatannya kecepatan aliran energinya
semakin tinggi, yang membuat perbedaan satuan waktu yang berbeda bertingkat pada masing-masing
dimensi. Sebagai gambarannya dapat melihat satuan waktu menurut hitungan waktu kalpa sebagai
berikut:

– 1 kalpa terdiri dari 1.000 maha yuga

– 1 maha yuga berlangsung selama 12.000 tahun dewa

– 1 tahun dewa setara dengan 360 tahun manusia pada dimensi 3 saat ini
Berdasar perhitungan tersebut satu maha yuga setara dengan 4,32 juta tahun manusia bumi, dan satu
kalpa setara dengan 4,32 miliar tahun. Sedangkan 1 kalpa sama dengan satu hari kehidupan di tingkat
Brahma.

Adanya pengetahuan pembagian waktu dan satuan waktu menurut kalpa di atas mengisyaratkan bahwa
ada makluk hidup dengan kecerdasan sedemikian rupa yang melewati masa hidup di atas batas usia
hidup manusia yang dipahami manusia bumi saat ini. Setiap jiwa yang memiliki kehidupan abadi
memungkinkannya memahami rentang waktu yang sedemikian panjang.

Anda mungkin juga menyukai