1 1 1
1 1 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rambut merupakan mahkota seseorang dan menjadi salah satu unsur yang
membersihkan rambut minimal 2 hari sekali serta merawat dengan intensif bila
mempunyai masalah pada rambut dan kulit kepala (Anisa, 2017). Masalah yang
kepala serta dapat mengurangi rasa percaya diri akibat adanya bintik putih pada
rambut. Ketombe diakibatkan oleh adanya infeksi jamur dengan skuama berwarna
putih abu-abu dalam jumlah banyak dan mudah rontok, disertai dengan rasa gatal
yang sangat luar biasa pada kulit kepala, berbau dan dengan atau tanpa peradangan
ketombe adalah Malassezia sp. Jamur ini sebenarnya merupakan flora normal di
kulit kepala, namun pada kondisi rambut dengan kelenjar minyak berlebih, jamur
ini dapat tumbuh dengan subur (Nitihapsari 2010). Pada penderita ketombe, jumlah
1
dilepaskan lebih pesat melebihi normal. Kondisi yang menyebabkan Malassezia sp.
menjadi patogen sehingga dapat menimbulkan ketombe antara lain keadaan sistem
imun yang lemah, peningkatan derajat asam dan kadar lemak dari kulit, susunan
cara mencegah ketombe. Saat mencuci rambut harus diperhatikan zat aktif yang
untuk mencegah tumbuhnya ketombe tetapi tidak boleh merusak kulit kepala dan
antibakteri seperti zink, yang mempunyai efek dapat merusak kulit dan
menimbulkan kerontokan rambut. Oleh karena itu, perlu ada alternatif lain
2015).
dilakukan. Salah satu perhatian terhadap obat tradisional yang mungkin dapat
yang biasa digunakan sebagai pagar hidup ini mempunyai sifat khas berbau
langu/baunya khas (sengir) dan berasa getir. Daun dan bunga P. Indica L.
mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan polivenol, selain itu bunganya
juga mengandung alkaloid yang bertindak sebagai antiseptik. Pada penelitian yang
telah dilakukan oleh Hardayanti pada tahun (2005) ditemukan beberapa senyawa
kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol daun beluntas antara lain saponin,
flavonoid dan minyak atsiri. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Harliyani
2
(2006), yang menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun beluntas terdapat
memiliki daya antijamur, maka perlu dilakukan penelitian tentang daya antimikotik
daun beluntas (P. iIndica L) untuk mengetahui adanya daya antifungi ekstrak etanol
antifungi ekstrak daun beluntas dan setelah diformulasikan dalam bentuk sediaan
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana efektivitas ekstrak daun beluntas dalam sediaan gel shampo terhadap
Malassezia sp ?
C. Tujuan Penelitian
3
3. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan efektivitas antara ekstrak dan
sediaan gel shampo ekstrak daun beluntas terhadap pertumbuhan jamur Malassezia
sp ?
D. Manfaat Penelitian
gel shampo dari ekstrak daun beluntas sebagai antifungi Massezia sp. penyebab
ketombe.
Sebagai salah satu sumber informasi mengenai formulasi gel shampo ekstrak daun
beluntas sebagai antifungi Malassezia sp. penyebab ketombe yang dapat dijadikan
Dapat memberikan informasi mengenai khasiat dan manfaat serta penggunaan daun
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Nama Umum
beluntas yaitu Marsh fleabene, indian pluchea (Inggris), Luan Yi, Kuo bao ju
Filipina), khlu (Central), nuat ngua, naat wua (North-estern, Thailand), cuctan,
phat pha (Vietnam), munjhu rukha (Bengali) (BPOM, 2011; Suriyapan, 2014).
2. Klasifikasi tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledonae
Bangsa : Compositales
Suku : Compositae
Marga : Pluchea
tersebar luas di Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis semak atau setengah semak.
Tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 2 meter. Tanaman ini tumbuh secara liar
5
dan terdapat di tanah yang tandus. Sebagian orang memanfaatkan tanaman ini
banyak dan memiliki ketinggian 0,5- 2 m. Daun tanaman beluntas berambut, dan
berwarna hijau muda. Helaian daun beluntas berbentuk oval elips atau bulat telur
terbalik dengan pangkal daun runcing dan tepi daunnya bergigi. Letak daun
beluntas berseling dan bertangkai pendek dengan panjang daun sebesar 2,5- 9 cm
dan lebar 1-2 cm. Bunga tanaman beluntas merupakan bunga majemuk dengan
bentuk bongkol kecil, terminal. Bunga beluntas memiliki tabung kepala sari
berwarna ungu, dan tangkai putik dengan 2 cabang ungu yang menjulang jauh.
Buah tanaman beluntas berbentuk gangsing, keras dan berwarna cokelat. Ukuran
buah beluntas sangat kecil dengan panjang 1 mm. Buah beluntas memiliki biji kecil
6
3. Manfaat
tubuh sehingga banyak keringat yang keluar dan suhu tubuh menjadi turun. Daun
serta berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengawet makanan dan obat (Putri,
2007).
menghilangkan bau badan dan mulut, mengatasi kurang nafsu makan, mengatasi
gangguan pencernaan pada anak, menghilangkan nyeri pada rematik, nyeri tulang
dan sakit pinggang, menurunkan demam, mengatasi keputihan dan haid yang tidak
teratur, hal ini disebabkan adanya kandungan senyawa fitokimia dalam daun
4. Kandungan Kimia
dan polivenol, selain itu bunganya juga mengandung alkaloid yang bertindak
sebagai antiseptik. Dalam ilmu farmasi, flavonoid berfungsi sebagai senyawa aktif
B. Kelenjar sebasea
tangan dan telapak kaki, dan jumlahnya paling banyak terdapat dibelakang kepala,
muka, telinga, alat kelamin, dan daerah anus. Kebanyakan berkaitan dengan folikel
7
rambut, kelenjar Meibomian (pada kelopak mata), kelenjar Tyson (pada foreskin),
dan kelenjar sebasea disekitar putting susu dan sepanjang bibir atas, dan langsung
mengandung campuran kompleks dari trigliserida, asam lemak, ester lilin (wax
Shaft (beyond
epidermis)
root
Sebaseous (oil) gland
Arector pilli
Hair folicle
matrix
melanocyte
Hair papilia
C. Ketombe
kulit kepala yang sudah mati secara berlebihan (Apriyani, 2014). Gejala kelainan
yang timbul dapat bervariasi dalam antar individu. Pada umumnya ketombe
8
seringkali menjadi masalah karena dapat mengganggu penampilan seseorang
karena timbulnya sisik putih dan serpihan yang berjatuhan di baju dan
menyebabkan kulit kepala menjadi kotor serta lepek dan berbau. Selain itu ketombe
penderita menggaruk kulit kepala hingga lecet dan berdarah, akibat yang paling
parah dari ketombe adalah kerontokan rambut pada tingkat yang meresahkan
ditambah dengan kondisi rambut yang menjadi berbau kurang sedap (Maesaroh,
2016).
yang tinggi dan panas. Hasil penelitian yang dilakukan Ro dan Dawson, terdapat
tiga faktor utama penyebab timbulnya ketombe, yaitu aktifitas kelenjar sebasea,
peranan Malassezia sp. dan kerentanan individu. Faktor yang juga dapat
dipengaruhi oleh hormon androgen. Kadar hormon androgen yang tinggi akan
mengaktifkan kelenjar sebasea untuk memproduksi sebum lebih banyak dan akan
hasil metabolisme jamur ini lebih banyak sehingga menimbulkan iritasi dan skuama
9
Ketombe terbagi lagi atas dua bagian yaitu ketombe kering dan ketombe
yaitu adanya sisik-sisik yang berwarna putih hingga kuning dan kehitam-hitaman,
mengkilap serta kering pada kulit kepala. Akibat dari ketombe kering ini adalah
adalah berupa sisik-sisik berwarna seperti juga ketombe kering, tapi bukan kering
melainkan basah, ciri-ciri yang lain sama seperti ketombe kering dan akibat yang
ketombe kering. Disamping itu lebih susah dalam penataan rambut, karena kondisi
3. Patofisiologi terjadinya
sp. akan memecah komponen sebum, menimbulkan gejala inflamasi dan sisik.
Timbul gejala berupa eritema, gatal, panas, rasa terbakar, terganggunya kualitas
dari rambut.
10
Setelah Malassezia sp. memicu pengeluaran mediator inflamasi, kemudian terjadi
proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah pada kulit kepala.
tumbuh sebagai uniseluler atau berupa kapang yang tumbuh berupa filamen-
filamen. Komponen penyusun dinding sel berupa kitin, selulosa atau glukan
Penyebab utama dari ketombe yang sering disebut adalah jamur Malassezia
sp. Jamur ini merupakan flora normal dikulit kepala, namun pada kondisi rambut
dengan kelenjar minyak berlebih jamur ini dapat tumbuh dengan subur. Gejala
klinik penyakit ini diderita didaerah sekitar kulit kepala yang kaya dengan kelenjar
sebasea. Luka yang disebabkan jamur ini berwarna kemerahan dan tertutup oleh
kulit kepala dan berminyak serta terasa sangat gatal (Soraya, 2009).
1. Klasifikasi
Kerajaan : Fungi
Devisi : Basidiomycetess
11
Kelas :
Hymenomycetes…………………………………………………………………
………………………………………………………………
Bangsa : Tremellales
Suku : Filobasidiaceae
Merga : Malassezia
lipofilik dihubungkan dengan ragi/yeast, yang secara alamiah terdapat pada kulit
manusia dan hewan, serta menjadi penyebab penyakit kulit tertentu Jamur
Malassezia ditemukan pertama kali pada abad ke-19 pada pasien dermatitis
bertunas, berdinding tebal, hifanya berbatang pendek dan tidak lurus. Malassezia
menunjukkan adanya untaian jamur yang terdiri dari spora dan hifa yang saling
bergabung satu sama lainnya (Siregar, 2004). Permukaan dinding sel malassezia
yang halus dan akan berwarna krem seiring bertambahnya usia dari jamur tersebut.
12
Dengan pemeriksaan langsung dengan lampu Wood (UV) menyebabkan
karena konsumsi sebum akan mengeluarkan enzim lipase yang akan menghidrolisis
trigliserida dari sebum. Asam lemak jenuh hasil hidrolisis akan dikonsumsi oleh
Malassezia sp. untuk tumbuh dan berkembang biak, sedangkan asam lemak tak
jenuh hasil hi drolisis akan dibiarkan begitu saja. Akibatnya, akan terjadi
peradangan/iritasi kulit yang akan menyebabkan sel kulit lebih cepat mati (Dawson,
2007).
13
Gambar 4. Mekanisme terjadinya ketombe
(Dawson, 2007).
E. Ekstraksi
Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat tradisional adalah
terdapat pada suatu bahan dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang
akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi perlu ditentukan
14
c. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara
struktural.
1. Cara dingin
a. Maserasi
isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan
terjadi pemecahan dinding sel akibat pebedaan tekanan antara didalam dan diluar
sel sehinggah metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik dan ekstrak senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan. Prinsip dari ekstraksi maserasi adalah penyarian zat
aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam caira penyari yang sesuai
selam sehari atau beberapa pada temperatur kamar terlindungi dari cahaya, cairan
penyari akan masuk ke dalam sel melewati dindig sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
yang konsetrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengaduk dan penggantian cairan penyari setiap hari.
15
b. Perkolasi
Tetapi efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang
2. Cara Panas
a. Sokletasi
b. Digesti
c. Refluks
selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
d. Infus
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 90°C)
selama 1 5 menit.
e. Dekok
Dekok adalah ekstrasi dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30
menit.
16
F. Shampo
1. Defenisi Shampo
untuk membersihkan rambut dan kulit kepala. Shampo juga merupakan produk
utama dalam sediaan kosmetik pada rambut (Jusnita, 2017). Shampo pada dasarnya
adalah larutan deterjen mengandung aditif yang sesuai untuk manfaat lain seperti,
yang sesuai berupa cairan, padat atau bubuk yang jika digunakan dalam kondisi
tertentu akan menghilangkan minyak, kotoran dari batang rambut dan kulit kepala
shampo losion, shampo krim, shampo gel, shampo aerosol, dan shampo khusus
2013). Sediaan gel dipilih karena gel memiliki beberapa keuntungan dibanding
sediaan lain yaitu waktu kontak lama, mudah dicuci serta bentuk yang
tumbuhnya ketombe tetapi tidak boleh merusak kulit kepala dan rambut. Shampo
yang mempunyai efek dapat merusak kulit dan menimbulkan kerontokan rambut.
Oleh karena itu, perlu ada alternatif lain khususnya bahan alam yang dapat
2. Syarat Shampo
17
Shampo terutaman dirancang untung membersihkan kulit kepala dan
a. Dapat melepas sebum (sekresi kelenjar sebaceous) dan atmosfer polutan dari
dapat disisir dengan mudah baik dalam kondisi basah atau kondisi kering.
e. Tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi kulit kepala dan kerusakan rambut.
Sodium lauril sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan secara luas
pengemulsi, penetran kulit, tablet dan kapsul pelumas, agen pembasah (Rowe,
2009).
2. Metil paraben
18
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba di
Metil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben lain
atau dengan agen antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, metal paraben adalah
3. Mentol
produk perlengkapan mandi sebagai penyedap rasa atau penambah bau. Sebagai
bahan tambahan ciri khas peppermint, menthol juga memberikan sensasi pendingin
19
4. Propilen Glikol
TEA memiliki penampilan yang jernih, berupa cairan kental yang berwarna
kuning serta sedikit memiliki bau amonia. TEA memiliki pH 10,5 dalam 0,1 N
larutan, sangat higroskopis, berwarna coklat apabila terpapar udara dan cahaya.
TEA digunakan sebagai agen pembasa dan dapat juga digunakan sebagai
dalam formulasi sediaan farmasi oral, mata, hidung, dan topikal. Selain itu, HPMC
20
digunakan juga secara luas dalam kosmetik. Kegunaan HPMC diantaranya sebagai
RO
O
RO OH
OR
O O
OR OR
H n/2
OR
kosmetik dan obat, karena dapat menghasilkan gel yang bening, mudah larut dalam
air, dan mempunyai ketoksikan yang rendah. Selain itu, HPMC menghasilkan gel
1. Pengamatan Organoleptis
Uji organoleptik dilakukan secara visual dan dilihat secara langsung bentuk,
warna, bau, dari gel yang di buat . Gel biasanya jernih dengan konsentrasi setengah
padat (Ansel,1998).
2. Pengukuran pH
tingkat keasaman sediaan dan menjamin sediaan tidak menyebabkan iritasi pada
kulit. Sediaan gel shampo diukur pH nya dengan mencelupkan kertas indikator pH
21
ke dalam sediaan shampo, setelah itu sesuaikan warna yang terjadi pada kertas
indikator dengan spektrum warna pada indikator pH. Sediaan gel shampo harus
tertentu.
3. Uji viskositas
dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan
untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya (Voigt,
1998: 381).
tertentu diletakkan dipusat antara lempeng gelas, dimana lempeng sebelah atas
metode difusi dan metode dilusi. Pada metode difusi termasuk didalamnya metode
disk diffusion, E-test, ditch plate, cup plate technique. Sedangkan pada metode
dilusi termasuk didalamnya metode dilusi cair dan dilusi padat (Pratiwi, 2008).
1. Metode difusi
a. Metode disk-diffusion
22
merupakan piringan agen antimikroba, kemudian diletakan pada media agar
berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
b. Metode E-test
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba
dari kadar rendah sampai tertinggi diletakan pada permukaan media agar yang telah
Pada metode ini, sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakan pada
parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian
tengah secara membujur dan mikroba uji digoreskan kearah parit yang berisi agen
antimikroba tersebut.
d. Cup plate
Metode ini serupa dengan disk diffusion, dimana dibuat sumur pada media
agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur terebut diberi
2. Metode Dilusi
Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang telihat jernih tanpa adanya
23
pertumbuhan mikroba uji. Kemudian dilakukan uji penegasan pada metode dilusi
padat untuk mengetahui Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan parameter ada
media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji
(Pratiwi, 2008).
24
J. Kerangka Konsep
Mengandung minyak atsiri, saponin,
Daun beluntas (Pluchea
flavanoid dan polivenol (Putri, 2007).
indicaa L) Dalam penelitian (Budiman, 2015)
mengatakan bahwa flavanoid dapat
membantu mencegah serangan dari
patogen termasuk bakteri, jamur dan
virus. Selain itu, kandungan minyak atsiri,
Ekstrak daun beluntas alkaloid, serta sesquiterpen dan senyawa
terpen lain dapat berfungsi sebagai anti
bakteri dan anti jamur.
Formulasi sediaan gel
shampo dengan
konsentkonsentrasi 0%,
1,5%, 3%, 4,5% dan
6%.
- Organoleptik
- Homogenitas
- Viskositas
- pH
-
Keterangan :
= Variabel Terikat
= Variabel bebas
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai September 2018
B. Jenis Penelitian
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun beluntas (Pluchea
indica L). yang diperoleh di daerah kendari, andounohu, lorong Belibis, Etanol 96
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rotary vacuum evaporator
Vortex (Stuart®), Erlenmeyer (Pyrex®), Gelas kimia (Pyrex®), Gelas ukur (Pyrex®),
Lampu bunsen, Pinset, Jarum ose, Cutter, Mistar (Kenko®), Batang pengaduk,
Pencadang, Labu takar (Pyrex®), Chamber, Pipet tetes, Pipet ukur, Toples kaca, Ph
Meter.
26
E. Variabel
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu variasi konsentrasi ekstrak daun
b. Efektivitas antijamur sediaan gel sampo ekstrak daun beluntas (P. indica L).
F. Defenisi Operasional
1. Ekstrak daun beluntas adalah ekstrak yang berasal dari daun beluntas yang
ekstrak kental.
2. Formula gel shampo ekstrak daun beluntas adalah formula sampo yang berfungsi
3. Aktifitas antifungi yaitu kemampuan sediaan gel sampo ekstrak daun beluntas
G. Prosedur Penelitian
1. Pengelolaan sampel
basah, untuk membersihkan sampel dari pengotor lain. Pencucian dilakukan dengan
27
air yang mengalur. Sampel selanjutnya dirajang menjadi potongan kecil-kecil agar
hingga seluruh simplisia terendam, dan dibiarkan selama 10 menit agar proses
diaduk-aduk pada waktu tertentu. Saring ekstrak cair yang diperoleh kedalam
3. Skrining fitokimia
a. Pemeriksaan saponin
dan tidak kurang dari 10 menit. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang
(Pradana, 2005).
b. Pemeriksaan Flavonoid
Untuk senyawa flavonoid maka sampel dengan pelarut etil asetat sebanyak
28
1%. Larutan positif mengandung flavonoid apabila terjadi perubahan warna
c. Pemeriksaan Alkaloid
diperiksa adanya senyawa alkaloid dengan cara larutan ekstrak ditambah 2 tetes
pereaksi Dragendorf. Hasil positif jika terbentuk endapan berwarna merah jingga
kemudian ditambahkan 3 tetes besi (III) klorida. Keberadaan tanin ditandai dengan
kemudian ditambahkan 0,5 mL etanol 96%, setelah itu dikocok, lalu ditambahkan
0,5 mL asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat sebanyak 2 mL. Keberadaan
terpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu (Harborne, 1987).
sediaan gel shampo oleh Budiman (2015), dengan komposisi sebagai berikut :
I. Formulasi
29
HPMC dikembangkan dalam 50 ml aquades yang sudah melalui proses
pemanasan dan didiamkan hingga dingin (1). Air yang dipanaskan pada suhu 60o C
±20 ml dimasukkan kedalam beaker glass Tambahkan Sodium Lauryl Sulfate dan
EDTA aduk sampai larut (2). Larutkan menthol dengan propilen glikol secukupnya,
aduk sampai larut kemudian tambahkan metil paraben (3). Larutan sodyum laurit
sulfat (2) dimasukan sedikit demi sedikit dalam masa gel (1) diaduk hingga
homogen (4) masukan ekstrak beluntas sedikit demi sedikit (5), masukan campuran
(3) kedalam campuran (5) tambahkan mentol aduk perlahan hingga homogen
Alat dan bahan yang akan digunakan harus disterilkan terlebih dahulu. Alat-
alat gelas seperti cawan petri, tabung reaksi ose bulat dicuci bersih kemudian
dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering alat-alat gelas tersebut kemudian
30
dibungkus dengan kertas lalu disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121o C selama
panas. Serbuk SDA dilarutkan sedikit demi sedikit hingga menjadi larutan yang
homogen Kemudian media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 20
menit (Rosyida, 2013). Pada pembuatan media dilakukan secara aseptis dengan
cara bagian ujung alat dipanaskan dan ditutup dengan kapas dan alumunium foil.
Masing-masing media yang disterilkan dalam autoklaf dan diatur pada suhu 121O
Media kultur untuk mikroba uji berupa sejumlah 5 mL media agar yang telah
disiapkan sebelumnya, dimasukkan dalam tabung reaksi. Tabung reaksi yang telah
miring dan dibiarkan memadat. Kemudian kultur murni bakteri atau jamur yang
telah didapat sebelumnya digores pada agar miring menggunakan ose bundar
(Fisheri, 2017).
a. Media dasar
31
SDA dilarutkan dalam aquadest kemudian dipanaskan di atas hot plate
sampai mendidih dan diperoleh larutan jernih. Media disterilkan dalam autoklaf
dengan menambahkan pelarut DMSO ke dalam beberapa gram ekstrak kental daun
Media dasar SDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
Dikeluarkan pencadang dari cawan petri terbentuk sumur yang akan digunakan
untuk larutan uji, larutan control positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
Diteteskan larutan uji ekstrak sampel dan sediaan gel shampo, larutan kontrol
positif (+) dan larutan kontrol negatif (-). Dilakukan pengulangan secara triplo
dengan cara yang sama. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 370C selama 3-
5 hari (Elvira, 2017). Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran
kemudian diukur diameter zona hambat secara horizontal dan vertical dengan
1996).
32
Diameter Interpretasi
≥ 21 mm Sangat kuat
11-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
Parameter yang diukur dalam pengujian antimikroba ialah perubahan visual
dari besarnya diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran pada media
sorong. Pengukuran zona bening yang terbentuk dapat dilihat pada gambar dibawah
(Ariyanti, 2014).
Ket :
2xz = diameter zona bening dan sumuran
2yz = diameter sumuran
a,b,c,d = sisi pengukuran zona bening
Diameter zona bening yang diukur seperti pada Gambar. Pengukuran dilakukan
pada empat sisi yaitu pada sisi a, b, c dan sisi d, kemudian dihitung nilai rata-rata
dari hasil pengukuran empat sisi tersebut. Cara menghitung rata-rata diameter zona
bening yaitu :
𝑎 +𝑏 +𝑐 +𝑑
4
33
Pengukuran diameter daerah hambat pada sampel penelitian yang telah
penelitian memiliki aktivitas terhadap jamur dan bakteri patogen uji, zona bening
penelitian.
K. Analisis Data
1. Analisis statistik
Data yang diamati meliputi diameter daya hambat ekstrak etanol daun
beluntas dan sediaan gel shampo ekstrak daun beluntas akan dianalisa dengan
34
L. Jadwal Penelitian
Studi Literatur
Penyiapan Sampel
Pembuatan
Ekstrak
Pembuatan
Sediaan
Penyiapan media
uji
Pengujian
efektivitas anti
jamur
35
BAB IV
A. Determinasi Tumbuhan
menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman
beluntas (Pluchea indica L.) yang berasal dari famili asteraceae yang diperoleh
B. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun beluntas (Pluchea
indica L) yang diperoleh dari daerah Jl. Belibis, Anduonohu, Kota Kendari,
dengan memilih daun yang masih segar. Sampel yang telah disortir selanjutnya
dikeringkan dengan dilapisi kain hitam diatas permukaan sampel. Setelah itu
dilakukan sortasi kering untuk menghilangkan pengotor serta sampel rusak yang
masih tertinggal, kemudian diserbukan dengan mesin mencacah dan diperoleh berat
C. Ekstrasi
memperoleh kandungan senyawa kimia yang larut pada pelarut. Etanol dipilih
36
sebagai pelarut karena etanol merupakan pelarut yang aman oleh BPOM (2006) dan
etanol memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang besar mulai dari
tahan panas. Metode ini dilakukan hanya dengan merendam sampel dalam suatu
pelarut dalam jangka waktu tertentu. Kelebihan metode ini diantaranya adalah tidak
komponen senyawa karena tidak menggunakan panas (Abadi, 2011). Simplisia yang
akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar bersama
larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian dikocok berulang-
Rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang
dikatalisis oleh cahaya atau perubahan warna). Proses maserasi berlangsung selama
3x24 jam, artinya setiap 1x24 jam residu dan filtrat harus dipisahkan dan diganti
dengan pelarut yang baru yang bertujuan memaksimalkan proses ekstraksi senyawa
kimia yang terkandung di dalam sampel. Diharapkan dari waktu maserasi tersebut
D. Skrining Fitokimia
dalam tanaman yang diteliti. Metode skrining fitokimia yang dilakukan dengan
37
sekunder yang diduga terkandung dalam tumbuhan Pluchea indica L. senyawa-
saphonin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode reaksi warna
dan pengendapan.
Terbentuknya Terbentuk
Alkaloid Dragendroff endapan jingga endapan jingga
(Minarno, 2015)
Positif
Menghasilkan Terpenoid
Liebermann- warna merah atau Perubahan warna
Terpenoid/
Burchard violet (Illingdkk., menjadi violet
steroid
2017).
38
Negatif
Hasil
positif ditunjukkan
Tidak terbentuk
Saponin Air Panas dengan
buih
terbentuknya buih
putih stabil (Dyah,
2017).
Menurut Kusumaningtyas dkk (2008), tannin akan berikatan dengan dinding sel
jamur yang akan menghambat aktivasi protease dan inaktivasi secara langsung.
Dinding sel jamur merupakan bagian pertama yang akan berinteraksi dengan sel
inang, oleh sebab itu ketika dinding sel dirusak oleh senyawa tannin maka proses
bersifat sebagai surfaktan yang berbentuk polar sehingga akan memecah lapisan
permeabilitas membran sel, hal tersebut mengakibatkan proses difusi bahan atau
zat-zat yang diperlukan oleh jamur dapat terganggu, akhirnya sel membengkak dan
39
antijamur karena sifat lipofilik yang dimiliki oleh steroid dapat menghambat
yaitu dengan cara menganggu pembentukan DNA dan RNA pada sel jamur
(Wahyuni, 2014). Rieska (201) juga menyatakan bahwa senyawa alkaloid dapat
utnuk melihat kemampuan daya hambat yang dihasilkan dari ekstrak etanol daun
hambat atau zona hambat merupakan daerah bening yang terdapat disekitaran
antijamur dilakukan dengan cara mengukur zona bening yang terbentuk disekitar
dengan metode difusi sumuran agar, metode ini cocok untuk menguji bahan yang
berupa cairan. Metode difusi merupakan metode umum yang praktis, cepat dalam
pembacaan hasil mudah dan murah, sehingga cocok untuk digunakan dalam
kemudian dimasukan kedalam media uji Sabourond Dextrose Agar (SDA) dan
diletakkan pencadang agar terbentuk sumuran pada media sebagai tempat dari
40
ekstrak daun beluntas . Setelah itu diinkubasi selama 3 x 24 jam untuk melihat zona
6
4,5
3 6 4,5
4,5 3
6
5
3
3
1,5 1,5
1,5
Tabel 3. Hasil uji aktivitas anti jamur ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea
indica L ).
Perlakuan Diameter zona hambat (mm)
Replikasi Replikasi Replikasi Rata- Interpretasi
3 rata
1 2
K (-) 0,00 0,00 0,00 0,00 -
K (+)
41
Table 3 menunjukan hasil pemgujian ekstrak etanol daun beluntas terhadap
jamur malassezia sp. Pada konsentrasi 1,5 menunjukan interprestasi lemah sedang
diameter zona hambat mengalami penurunan pada konsentrasi ekstrak 6%. Hal ini
mungkin disebabkan oleh daya difusi ekstrak ke dalam media yang berkurang.
salah satu faktor penentu besar kecilnya kemampuan antifungi tersebut dalam
Dimana pada uji tahap fitokimia sebelumnya, ekstrak etanol daun beluntas positif
terhambatnya pertumbuhan jamur adalah kerusakan membran sel oleh zat aktif
komponen seluler dan menyebabkan proses respirasi jamur tidak terjadi. Pada
akhirnya mengakibatkan tidak tercukupinya energi untuk transport aktif zat hara
memang dapat dilihat dengan mengetahui besar kecilnya diameter zona hambat
namun kekuatan aktifitas antijamur lebih ditentukan oleh nilai KHM, karena KHM
42
mikroba dalam konsentrasi minimalnya, sedangkan penilaian berdasarkan zona
hambat hanya menggambarkan kekuatan daya hambat suatu zat antijamur tanpa
antijamur.
terdapat didalam shampo yang kita pakai, terutama bagi orang yang berketombe.
terjadinya gangguan rambut dan kulit (Aryani, 2009). Pembuatan formula sediaan
gel shampoo dengan ekstrak daun beluntas dengan konsentrasi 1,5%, 3%, 4%, 6%,
dan tanpa ekstrak dilakukan dengan pencampuran semua komponen bahan secara
bertahap.
a b c d
Keterangan :
43
c. Gel shampo ekstrak daun beluntas konsentrasi 3%
Pada formulasi sediaan gel, komponen gelling agent merupakan faktor kritis
yang dapat mempengaruhi sifat fisik gel yang dihasilkan. Salah satu gelling agent
gelling agent yang lain, HPMC dapat memberikan stabilitas kekentala n yang baik
di suhu ruang walaupun disimpan pada jangka waktu yang lama. Selain itu, HPMC
merupakan bahan yang tidak beracun dan noniritatif (Rowe dkk., 2009). Gelling
agent HPMC memiliki kestabilan fisik paling optimal pada sediaan gel
dibandingkan dengan karbopol. HPMC sebagai basis yang bersifat hidrofilik juga
memiliki kelebihan di antaranya menghasilkan daya sebar pada kulit yang baik,
efeknya mendinginkan, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air,
dan pelepasan obatnya baik. Selain itu, HPMC juga mengembang terbatas dalam air
Bahan tambahan lain yang digunakan dalam formulasi sediaan gel shampo
yaitu sodium laurit sulfat (SLS) dimana, SLS ini berfungi sebagai surfaktan
merupakan garam yang bagus digunakan untuk menghasilkan busa yang mengkilap
dan volume busa yang besar. SLS berupa serbuk berwarna putih, atau sebagai pasta
di suhu sekitar 35-400C (Rieger, 2000). Pengawet yang digunakan pada sediaan
yaitu Metil paraben dimana metil paraben merupakan bentuk metil ester dari asam
44
para hidroksi benzoate, bersifat stabil dan tidak mudah menguap. Senyawa ini
efektif pada rentan pH luas dan memiliki spectrum antimikroba yang luas (BPOM
RI, 2010). Penggunaan metil paraben dalam sediaan topikal, dengan konsentrasi
mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas
glikol memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Oleh karena itu
propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan dalam sediaan gel shampo.
Sebagai penkelat yang digunakan yaitu EDTA yang berfungsi untuk mengkhelat
logam-logam yang terdapat dalam air atau bahan lain sehimgga dapat mencegah
45
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Elis Nina Herliyana, dan Eti Artiningsih Octaviani, 2013. Pengaruh pH,
Penggoyangan Media, Dan Penambahan Serbuk Gergaji Terhadap
Pertumbuhan Jamur Xylaria Sp. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 04
(02).
Anam,C., Tri, W.A., Romadhon 2014. Pengaruh Pelarut Yang Berbeda Pada
Ekstraksi Spirulina Platensis Serbuk Sebagai Antioksidan Dengan
Metode Soxhletasi. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil
Perikanan Vol. 3 (4), Hal. 106-112.
Allen, H.C 2011. Pharmaceutical Dosage From and Drug Delivery Systems. 9th Ed.
Wolters Kluwer.
Anisah, S., Sari P., 2017. Moh.Ikhsanudin Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Teh
(Camelliasinensisl.) Sebagai Pertumbuhan Rambut Pada Kelinci
(Lepusspp.) Dengan Metode Maserasi . Jurnalparapemikir Vol 6(2).
Ardana, mirhansyah, Vebry Aeyni, Arsyik Ibrahim, 2015. Formulasi Dan Optimasi
Basis Gel Hpmc (Hidroxy Propyl Methyl Cellulose) Dengan Berbagai
Variasi Konsentrasi. J. Trop. Pharm. Chem. 2015. Vol 3 (2).
Ariyanti, R.N., 2014, Uji Aktivitas dan Profil Fitokimia Beberapa Ekstrak Tanaman
Obat di Sulawesi Tenggara Yang Berpotensi Sebagai Antibakteri
Terhadap Salmonella typhi YCTC , Universitas Halu Oleo, Kendari,
Skripsi.
Badi, K.A., Shah A. Khan 2013 Formulation, evaluation and comparison of the
herbal shampoo with the commercial shampoo. Journal of basic and
applied sciences Vol.3 (2).
Budiman, A., Melina F., Anna Y., Anis K 2015. Uji Aktivitas Sediaan Gel Shampo
Minyak Atsiri Buah Lemon (Citrus Limon Burm.). IJPST Vol. 2 (2).
46
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Antiketombe. Jakarta: Naturkos. 2009.
Danby, F.W. (2005). Why we have sebaceous glands. Journal of the American
Academy of Dermatology, Vol. 52 (6).
Elvira, P.V., dkk, 2017. Isolasi dan karakterisasi jamur ligninolitik serta
perbandingan kemampuannya dalam biodelignifikasi. Scripta
Biologica Vol. (2).
Ginting, B., 2012, Antifungal Activity of Essential Oils Some Plants in Aceh
Province against Candida Albican,Jurnal Natural Vol. 12(2).
Istiqomah MI, Subchan P, S AW. Prevalensi dan faktor risiko terjadinya ketombe
pada polisi lalu lintas kota semarang. Jurnal unimus. Vol. 5(4).
Jawetz E., dkk., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Ed 16. Alih Bahasa
oleh Dr. H. Tonang, EGC, Jakarta.
Jusnita Nina, Riska Arguar Syah, 2017. Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan
Shampo Dari Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica Charantia Linn.)
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal Vol. 2 (1).
Maesaroh, I 2016. Formulasi Sediaan Sampo Jelly Anti Ketombe Dari Ekstrak
Kangkung (Ipomoea Aquatica Forssk) Jurnal Ilmiah KORPRI Kopertis
Wilayah IV, Vol. 1 (1).
47
Mukhriani , 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, Dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan Vol. 7 (2).
Nuri, P.A., Eko S, 2014. Malassezia spp. dan Peranannya sebagai Penyebab
Dermatitis pada Hewan Peliharaan. Jurnal Veteriner Vol. 15 (4).
Putri K.R., Inayati, H. 2007. Daya Antifungi Ekstrak Etanol Daun Beluntas
(Pluchea indica, L.) terhadap Malassezia Sp. secara in vitro. Mutiara
Medika Edisi Khusus Vol. 7 (1).
Potluri, A., Dkk, 2013. A Review On Herbs Used In Anti-Dandruff Shampoo And
Its Evaluation Parameters. Indo American Journal of Pharmaceutical
Research Vol. 3 (4).
Pradana, D., Dwi, S. Dan Yunasfi , 2015. Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Batang
Rhizophora Mucronata Erhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas
Hydrophila, Streptococcus Agalactiae Dan Jamur Saprolegnia Sp.
Secara In Vitro. Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas
Sumatera Utara, Medan, Indonesia.
Prawira, M., Sarwiyono dan Surjowardojo, P. 2013. Daya Hambat Dekok Daun
Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus Penyebab Penyakit Mastitis pada Sapi Perah.
Program Studi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang.
Rahmi, A.H., Tri, C., Toni S., Rahayu, I.R, 2015. Uji Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak
Daun Beluntas ( Pluchea Indica (L.) Less. ) Terhadap
Propionibacterium Acnes Penyebab Jerawat. ISSN 1979-8911 Vol. 11
(1).
Rowe, R.C., Sheskey P.J. dan Owen S.C., 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipient (6th ed.), American Pharmaceutical Association, London.
Sitompul, Mardinda Belia, Yamlean, Paulina V.Y., dan Kojong, Novel S. 2016.
Formulasi dan Uji Aktivitas Sediaan Sampo Anti Ketombe Ekstrak
Etanol Daun Alamanda (Allamanda cathartica L.) Terhadap
Pertumbuhan Jamur Candida albicans secara Invitro. Jurnal Ilmiah
Farmasi-UNSTRAT. Vol 5(3).
48
Setyaningsih, I., 2008, Ekstraksi SenyawaAntibakteri dari Diatom Chaetoceros
gracilis dengan Berbagai Metode, Jurnal Biologi Indonesia. Vol 5(1).
Septiana, A., Indrawati, Rustin, 2014. Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin
Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.) pada Lahan Salin di Desa
Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin di Desa Lambodijaya
Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara. Biowallacea Vol. 1 (2).
Shai, A., H. I. Maibach and R. Baran. 2009. Handbook of Cosmetic Skin Care
Second Edition. USA.
Suriyapan, O., 2014, Nutrition, Health Benefits and Applications of Pluchea indica
(L.) Less Leaves, Mahidol University Journal of Pharmaceutical
Sciences, Vol. 41 (4).
Sudirman,R.S., Usmar, Abdul, R., Dan Muhammad, A.B, 2017. Aktivitas Anti-
Inflamasi Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Pada
Model Inflamasi Terinduksi Cfa (Complete Freund's Adjuvant). Jurnal
Farmasi Galenika Vol. 3 (2).
Sonny J. R. Kalangi, 2013. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (Jbm), Vol. 5 (3).
Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Alih Bahaasa Drs. Soendani
Noerono Soewandhi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Widyasanti, A., Dkk, 2016. Aktivitas Antijamur Ekstrak Teh Putih (Camelia
Sinensis) Terhadap Jamur Candida Albicans (Antifungal Activity Of
White Tea Extract To Candida Albicans) Jurnal Teknotan Vol. 10 (2).
Weiss, R., P. Raabe, and P. Mayser (2000). Yeast of the genus Malassezia :
Taxonomic Classification and Significance in (Veterinary and)Clinical
Medicine [article], Mycoses.43, German.
49
50
LAMPIRAN
Daun beluntas
(Pluchea indica L.)
-Menggunakan pelarut
etanol 96%
- dikumpulkan -Dilakukan sebanyak 3x24
Preparasi jam
- disortasi basah
-Hasil filtrat diuapkan
- dicuci pelarutnya menggunakan
- dikeringkan evaporator dan dioven pada
- dibuat serbuk Daun beluntas
Ekstraksi suhu ±50oC
(Pluchea indica l.)
Preparasi
Delipidasi
-Menggunakan pelarut
- dikumpulkan etanol 96%
- disortasi basah -Dilakukan sebanyak 3x24
- dicuci Ekstraksi jam
Delipidasi
Ekstrak daun
- dikeringkan Daun beluntas -Hasil filtrat diuapkan
beluntas (Pluchea indica L.) pelarutnya menggunakan
- dibuat serbuk (Pluchea indica l.)
evaporator dan dioven pada
Preparasi
Delipidasi suhu ±50oC
Skrining fitokimia
Formulasi gel
shampo
- dikumpulkan Ekstraksi
Delipidasi
antiketombe
Ekstrak daun Skrining fitokimia pelarut
-Menggunakan
- disortasi basah beluntasDaun
(Pluchea indica l.) etanol 96%
beluntas
- dicuci -Dilakukan sebanyak 3x24
(Pluchea indica l.)
- dikeringkan Preparasi jam
Skrining fitokimia
-Hasil filtrat diuapkan
- dibuat serbuk Uji efektivitas anti fungi
pelarutnya menggunakan
Formulasi gel evaporator dan dioven pada
shampo
Ekstraksi suhu ±50oC
antiketombe Skrining fitokimia
Ekstrak daun
beluntas (Pluchea indica l.)
- dikumpulkan
- disortasi basah
Uji stabilitas fisik gel -Menggunakan pelarut
- dicuci
etanol 96%
- dikeringkan shampo antiketombe
Formulasi gel -Dilakukan sebanyak 3x24
- dibuat serbuk shampo jam
antiketombe -Hasil filtrat diuapkan
Ekstrak daun pelarutnya menggunakan
beluntas (Pluchea indica l.) evaporator dan dioven pada
suhu ±50oC
51
Ekstrak kental
52
d. Pembuatan sediaan gel shampo
Carbomer
- Ditimbang
- Dikembangkan dalam akuades
- Diaduk menggunakan stirrer dan ditambahkan
triethanolamin sedikit demi sedikit
Massa gel
53
Lampiran 3. Pengujian Antifungi
a. Sterilisasi Alat dan Bahan
b. Pembuatan Media
c. Pembuatan Media
PDA
54
d. Peremajaan jamur
Kultur Jamur
Suspensi mikroba
55
f. Pembuatan larutan Mc. Farland
BaCl2
Dilihat kekeruhannya
56
2. Efektivitas antifungi sediaan gel shampo
Diukur diameter
daerah hambat
57
Lampiran 4. Perhitungan ekstrak daun beluntas dan bahan formula
Formula gel shampo antiketombe dibuat sebanyak 100 mL, berikut adalah
1. HPMC
6
6% b/v = 100 mL x 100 mL = 6 g
3. Propilen glikol
5
5%b/v= 100 mL x 100 mL = 5 g
𝑚 𝑚 5g
𝜌= => 𝑣 = = = 4,80 mL
𝑣 𝜌 1,04 g/mL
4. Tietanolamin
2
2%b/v = 100 mL x 100 mL = 2 g
5. EDTA
0,3
0,3%b/v = 100 mL x 100 mL = 0,3 g
6. Metil paraben
0,02
0,02% b/v = 100 mL x 100 mL = 0,02 g
7. Mentol q.s
58
b. Perhitungan untuk pembuatan media dasar
Jadi, untuk media dasar ditimbang sebanyak 3,9 gram dan dilarutkan dengan
59