Modifikasi Tepung Dan Pati
Modifikasi Tepung Dan Pati
240210160076
60 𝑔 L* = 8,01
𝑥100 a* = 4,38
Pati 100 𝑔
Singkong = 60% b* = 22,78 9,2 %
HMT
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
Tepung
Singkong
Annealing
Annealing 2
L*= 95,36
a*= -0,60
b*= 6,06
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
Rata-rata:
L*= 96,29
a*= -0,69
b*= 6,27
Pati singkong <10%
Rendemen: anealling 1
92 𝑔 Putih ++
x100%
100 𝑔
L* = 95.45
=92% a* = 0,03
Berat b* = 3,01
Akhir:0,092kg
Berat
Kemasan:0,002kg
Rata-rata:
L* = 96,28
a* = -0,08
b* = 3,205
Tepung 96 % L : 93,16 8,1 %
Beras a : -0,09
MHT b : 7,59
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
maka semakin cepat rusaknya, baik akibat adanya aktivitas biologis internal maupun
masuknya mikroba perusak. Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakannya. Maka dengan alasan tersebut digunakan kadar air
maksimal 30%.
tepung atau pati. Setelah kadar air awal pati diketahui, pati diberi akuades dengan cara
disemprot sambil diaduk dengan menggunakan sendok sebagai pengaduk tujuannya
agar menaikan kadar air. Setelah penambahan akuades, dilakukan pengukuran kadar
air menggunakan Grain Moisture Meter untuk memastikan kadar air pati yang
diinginkan tercapai. Lalu Pati dibungkus dalam alumunium foil kemudian ditempatkan
dalam loyang. Pati didinginkan dalam refrigerator pada suhu 4-50C selama semalam
untuk penyeimbangan kadar air karena jika tidak maka kandungan pati memiliki kadar
air yang tidak seragam. Setelah itu saat pemanasan pati dikemas dengan alumunium
foil tertutup rapat yang bertujuan untuk menjaga kadar air. Pemanasan dilakukan pada
suhu 110˚C selama 16 jam untuk proses modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT).
Pemanasan dilakukan dengan menggunakan oven cabinet dan menggunakan loyang
yang ditutup dengan alumunium foil agar menjaga kandungan air yang ada didalam.
Tujuan digunakannya oven tersebut adalah oven tersebut memiliki system
komputerisasi dimana mempermudah penggunaan serta konsistensi suhu yang ada agar
produk menjadi seragam (Marsetio, 2016).
Pemanasan dan pengeringan adalah metode yang berbeda dalam modifikasi
dimana Pengeringan menggunakan suhu sekitar 40oC – 60oC dengan alas alumunium
sebagai konduktor dalam proses pengeringan dimana penggunaan suhu tinggi
mengakibatkan tepung akan menjendal dan mengeras sehingga hasil akhir tidak dapat
memuaskan (Hendrasty, 2003). Menurut Santoso et al. (1997), proses pengeringan
dengan suhu tinggi dapat mengubah bentuk pati menjadi pati tergelatinisasi sehingga
granula pati yang rusak akan lebih banyak. Dengan semakin banyak nya molekul pati
yang rusak maka kadar asam total akan semakin meningkat pula, hal ini disebabkan
molekul pati akan berubah menjadi gula-gula yang sederhana. Sedangkan pemanasan
adalah pemberian panas dalam tepung atau pati agar terjadi perubahan yang nantinya
berfungsi sebagai mediator modifikasi. Penggunaan alatnya memiliki perbedaan
dimana pengeringan membutuhkan aliran udara panas dan kering sehingga digunakan
oven cabinet. Sedangkan pemanasan membutuhkan panas maka bisa menggunakan
oven dan microwave untuk MHT.
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
seperti yang tertera pada tabel. Pada Tepung singkong Annealing didapatkan rendemen
sebesar 80% , kadar air sebesar 8,8% dan warna seperti yang tertera pada tabel. pada
Pati singkong annealing didapatkan rendemen sebesar 92% , kadar air sebesar <10%
dan warna seperti yang tertera pada tabel.
Tepung beras HMT didapatkan rendemen sebesar 44% , kadar air sebesar <10%
dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pada Pati beras HMT didapatkan rendemen
sebesar 88% , kadar air sebesar 8,6% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pada
tepung beras MHT didapatkan rendemen sebesar 96% , kadar air sebesar 8,1% dan
warna seperti yang tertera pada tabel. pada Pati Beras MHT didapatkan rendemen
sebesar 88% , kadar air sebesar 8,6% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pada
tepung beras annealing didapatkan rendemen sebesar 72% , kadar air sebesar 9,8% dan
warna seperti yang tertera pada tabel pada Pati Beras Annealing didapatkan rendemen
sebesar 87% , kadar air sebesar <10% dan warna seperti yang tertera pada tabel.
Menurut Fauzi, et al (2012), rendemen tepung singkong atau tapioka berkisar
antara 19-24%, melihat dari hasil ini maka rendemen tepung singkong yang dihasilkan
dari modifikasi tepung dengan metode HMT, MHT, dan Annealing memiliki nilai
rendemen yang jauh lebih tinggi dari rendemen tepung singkong biasanya. Dapat
disimpulkan pula bahwa metode HMT, MHT, dan Anneling dapat menjadi pilihan
yang baik untuk digunakan dalam modifikasi tepung singkong. Melihat dari hasil
rendemen dari setiap metode HMT, MHT, Annealing yang secara berturut-turut
sebesar 68%, 104%, dan 80% maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode MHT
adalah yang terbaik karena menghasil kadar rendemen sebesar 104%, namun hasil ini
pula dapat dibilang tidak normal karena kadar yang dihasilkan diatas 100%. Hal ini
dapat disebabkan karena adanya komponen lain yang ikut tercampur. Semakin tinggi
nilai rendemen maka semakin efisien pembuatan tepung tersebut, karena semakin
sedikit kandungan yang terbuang dari bahan pembuat tepung
Menurut Apriyadi (2009), rendemen pati singkong yang didapat dengan
pengeringan menggunakan oven berkisar antara 22-54%. Kadar rendemen pati
singkong yang didapatkan dari metode HMT, MHT, dan Annealing secara berturut-
turut sebesar 60%, 94%, 92%, maka hasil ini diatas rendemen pati singkong yang
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
biasanya seperti menurut Apriyadi (2009). Seperti hal nya pada pembuatan tepung,
semakin tinggi nilai rendemen maka semakin efisien proses pembuatan itu
berlangsung. Melihat dari hasil itu, maka dapat disimpulkan bahwa metode MHT
adalah yang terbaik dalam modifikasi pati singkong karena memiliki nilai rendemen
tertinggi yaitu sebesar 94%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor tahun 2016,
didapatkan data rendemen tepung beras sebesar 73,84%. Mengacu dari hasil ini, maka
hasil dari data tabel diatas ada yang berada dibawah dan juga ada yang berada diatas
nilai rendemen 73,84% ini. Untuk tepung yang dihasilkan dari metode HMT memiliki
nilai rendemen sebesar 44%, hasil ini berada dibawah dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh IPB. Tepung beras yang dihasilkan dari metode MHT memiliki nilai
rendemen sebesar 96%, hasil ini berada diatas hasil penelitian oleh IPB dan cukup jauh
perbedaannya. Terakhir adalah tepung beras hasil metode Annealing yang memiliki
nilai rendemen sebesar 72%, hasil ini sedikit berada dibawah penelitian oleh IPB
sebesar 1,84%. Dari ketiga hasil tepung dari tiga macam metode, disimpulkan bahwa
metode terbaik untuk memodifikasi tepung beras adalah metode MHT karena memiliki
nilai rendemen terbesar yaitu 96%.
Pati beras yang dihasilkan dari metode HMT memiliki nilai rendemen sebesar
44%, lalu nilai rendemen pati beras dari hasil metode MHT didapatkan nilai sebesar
88%, sedangkan pati beras hasil metode Annealing memiliki nilai rendemen sebesar
87%. Dari ketiga hasil ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode MHT dan
Annealing memiliki nilai rendemen yg hampir sama tinggi dan menunjukan bahwa
kedua metode ini dapat menjadi pilihan yang baik untuk memodifikasi pati beras.
Implementasi dari modifikasi tepung dan pati salah satunya adalah pati sagu. Pati
sagu termodifikasi HMT dapat dimanfaatkan salah satunya sebagai pengenyal dalam
pembuatan bakso daging sapi. Pati sagu termodifikasi HMT dapat dimanfaatkan juga
dalam pembuatan bihun instan (Ramadhan, 2009).
Pada praktikum ini jg dilakukan pengukuran dengan Kromatografi dimana
tujuannya adalah untuk mengetahui kecenderungan warna dari sampel. Tidak
digunakan spektofotometri adalah karena dalam praktikum ini tidak mencari kadar
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
antosianin karena spektofotometri merupakan salah satu alat untuk mencari kadar
antosianin dengan metode spektofotografi. Warna memegang peranan penting terhadap
karakteristik bahan maupun produk pangan. Warna menjadi salah satu perameter mutu
suatu produk pangan dan juga bahan bakunya. Warna dapat ditentukan dengan
instrument maupun uji sensoris. Instrumen yang umumnya digunakan ialah
chromameter. Parameter yang dapat diamati diantaranya nilai chroma, derajat hue, nilai
a*, b* dan kecerahan (McGuire, 1992). Pada alat chromameter menghasilkan nilai L,
a*(+), dan b*(+). Nilai L menunjukkan kecerahan warna, a*(+) ; merah, b*(+) ; kuning,
semakin tinggi nilai L (Lightning) menunjukkan semakin cerah, semakin tinggi nilai
b*(+) warna tepung semakin kuning, semakin tinggi nilai a*(+) warna tepung semakin
merah.(Nurali dkk, 2012).
Dijelaskan pula oleh Putri dan Oktaviani (2015) bahwa nilai L tingkat kecerahan
yang semakin besar angka maka akan semakin cerah warna dari sampel. Nilai a adalah
tingkat kemerahan dengan skala 0-100 untuk warna sampel dengan kecenderungan
warna merah, jika memiliki angka dibawah 0 atau negative maka menandakan sampel
memiliki kecenderungan berwarna hijau. Nilai b tingkat kekuningan dimana nilai
tersebut memiliki paramaeter angka 0-70 maka kecenderungan warna adalah kuning,
jika negative maka kecenderungan warna adalah biru.
2. Metode MHT juga menjadi metode terbaik untuk modifikasi pati singkong,
dengan nilai rendemen sebesar 94%.
3. Untuk modifikasi tepung beras, Mmetode MHT menjadi metode terbaik untuk
modifikasi tepung beras dengan nilai rendemen sebesar 96%.
4. Semakin tinggi nilai rendemen maka semakin efisien pembuatan tepung
tersebut, karena semakin sedikit kandungan yang terbuang dari bahan
pembuat tepung
5. Nilai L adalah tingkat kecerahan, yang semakin besar angka maka akan
semakin cerah warna dari sampel.
6. Nilai a adalah tingkat kemerahan dengan skala 0-100 untuk warna sampel
dengan kecenderungan warna merah.
7. Nilai b tingkat kekuningan dimana nilai tersebut memiliki paramaeter angka
0-70 maka kecenderungan warna adalah kuning
6.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah:
1. Dalam pengujian MHT sampel sepung singkong, sebaiknya dilakukan dengan
lebih teliti lagi, karena hasil yang didapat tidak normal dan melebihi 100%.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyadi MS. 2009. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinaceae L.) dengan
Perlakuan Hidrolisis Asam dan Siklus Pemanasan-Pendinginan untuk
Menghasilkan Pati Resisten Tipe III [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gafar, A.P. 1991. Pengaruh Jenis dan Tingkat Kesegaran Ubi Kayu (Manihot
asculenta CRANTZ) terhadap Kualitas Tepung yang Dihasilkan. Jurnal Dinamika
Penelitian BIPA Volume 2 No 2 Tahun 1991.
Institut Pertanian Bogor. 2016. Karakterisasi Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan.
Bogor
Marta, H., Marsetio, M., Cahyana, Y., & Pertiwi, A. G. (2016). Sifat Fungsional dan
Amilografi Pati Millet Putih (Pennisetum glaucum) Termodifikasi secara Heat
Moisture Treatment dan Annealing. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5(3).
Pudiastuti, L., Pratiwi, T., & Santosa, H. (2013). Pembuatan Dekstrin Dari Tepung
Tapioka Secara Enzimatik Dengan Pemanas Microwave. Jurnal Teknologi Kimia
dan Industri, 169-176.
Purwani, EY., Widaningrum., Thahir R, dan Muslich. 2006. Effect Of Heat Moisture
Treatment Of Sago Starch On Its Noodle Quality. Indonesian J. of Agric.
Scienannawce 7(1): 8–14
Putri, W. D. R., & Zubaidah, E. 2015. Karakteristik Fungsional Tepung Sukun Hasil
Modifikasi Annealing. In Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya
Nasional FKPT-TPI (pp. 2-3).
Siwi, Kharinda Septyaning. 2013. Studi Perubahan Sifat Fisik Kimia Tepung Ubi Jalar
Putih (Ipoema batatas Var. Sukuh) sebagai Efek Modifikasi Menggunakan Metode
Heat Moisture Treatment. Universitas Brawijaya, Malang.
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
Syamsir, Elvaria. 2012. Pengaruh Proses Heat Moisture Treatment (HMT) Terhadap
Karakteristik Fisikokimia Pati. Institut Pertanian Bogor. J.teknologi dan Industri
Pangan Vol. XXIII No. 1.
JAWABAN PERTANYAAN
Jawaban:
Fajar Abhirama A. I.
240210160076
Tujuan dilakukannya modifikasi fisik pada pati dan tepung adalah untuk
meningkatkan mutu dan kemampuan karena pati alami memiliki kekurangan
yaitu tidak tahan terhadap perlakuan panas.
Jawaban:
Penyeimbangan kadar air pada modifikasi fisik pati dan tepung dilakukan agar
kadar air seragam sehingga tidak terjadi proses gelatinisasi.
3) Apa yang menyebabkan perbedaan warna pada pati modifikasi yang anda
lakukan?
Jawaban:
Penyebab perbedaan warna pada pati dan tepung modifikasi adalah karena
adanya proses panas yang menyebabkan reaksi Maillard sehingga pada sampel
pati dan tepung akan terjadi perubahan warna. Penggunaan suhu yang tinggi
dan waktu yang lama pada proses pengeringan juga berpengaruh terhadap
perubahan warna.