Anda di halaman 1dari 13

Fajar Abhirama

240210160076
Kelompok 3B
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Tepung dan pati merupakan dua produk yang berbeda cara pengolahan dan
pemanfaatannya. Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di
dalamnya dipertahankan keberadaannya, kecuali air sehingga tepung bisa jadi
tidak murni hanya mengandung pati, karena tercampur dengan serat, protein dan
sebagainya, sedangkan pati pada prinsipnya hanya mengekstrak kandungan
patinya saja (Muchtadi & Sugiyono, 1989).

Pati tersusun atas rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi
bercabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah amilopektin dengan
ikatan 1,4-D-glukopiranosa dengan rantai cabang pada 1,6-D-glukopiranosa,
sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa
(Muchtadi & Sugiyono, 1989).

Sifat amilografi diartikan sebagai sifat-sifat pati ataupun tepung yang


diidentifikasi dengan menggunakan Brabender Amilograph. Sifat amilografi ini
meliputi suhu awal gelatinisasi, suhu gelatinisasi maksimum, viskositas
maksimum, viskositas balik dan viskositas dingin (pada suhu 50oC) (Muhandri,
2007). Suhu awal gelatinisasi ialah suhu dimana terjadinya gelatinisasi pada saat
pertama kali. Peningkatan viskositas disebabkan terjadi penyerapan air dan
membengkaknya granula pati, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih
kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula. Saat suspensi pati
mencapai viskositas maksimum yaitu pada waktu granula pati mencapai
pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah, saat itu dicapai suhu puncak
gelatinisasi. Granula pati mengalami pengembangan dan semakin lama
perendaman bagian yang amorf, terutama amilosa dapat mengalami leaching
(Aini et al., 2016).

Pati dengan kandungan amilosa rendah (amilopektin tinggi) akan mengalami


pengembangan yang tinggi saat tergelatinisasi yang ditandai dengan tingginya
viskositas pasta. Adapun apabila pemanasan dilanjutkan, viskositas pasta akan
menurun tajam. Menurut Wattanachant et al. (2002) bahwa, pati dengan
kandungan amilosa tinggi akan mengalami pengembangan terbatas karena
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
keberadaan amilosa akan mencegah pengembangan granula pati selama
pemanasan. Hal ini ditandai dengan viskositas pasta pati yang cenderung rendah.
Viskositas pasta pati cendrung mengalami peningkatan, pada pemnasan lebih
lanjut, maka pati tersebut dapat digolongkan dengan profil gelatinisasi C (Collado
et al., 2001). Pati yang memiliki profil gelatinisasi tipe C adalah kacang hijau,
navy bean, dan pinto bean (Kim dan Wiesenburn, 1996).

Dalam praktikum ini digunakan sampel Tepung dan Pati Singkong alami dan
Tepung dan Pati Singkong yang dimodifikasi dengan perlakuan HMT, MHT dan
Annealing. Dimana ketiganya adalah metode dari modifikasi tepung yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kemampuan, dimana menruut Felicia
(2010) Pati alami atau pati yang belum termodifikasi (native starch) mempunyai
beberapa kekurangan yaitu diantaranya tidak tahan terhadap perlakuan panas dan
mekanis sehingga dibutuhkan modifikasi secara fisik. Berikut adalah hasil
pengamatan dari pengujian karakteristik fungsional dari pati singkong alami dan
termodifikasi.

4.1 RVA (Rapid Visco Analyzer)

Tabel 1. Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami dan


Termodifikasi
Karakteristik Pasta Pati
Tgel
Sampel VP VPP VPD
(°C) VB (cP) VS (cP)
(cP) (cP) (cP)
Pati Singkong
72.26 3353 2784 2975 595 191
Alami
Pati Singkong
78.23 366 318 467 48 139
HMT
Pati Singkong
72.93 2913 2623 3404 290 781
ANN
Pati Singkong
68.47 1767 1096 1995 671 899
MHT
* Keterangan: Tgel = suhu gelatinisasi; VP = viskositas puncak (peak viscosity); VPP
= viskositas pasta panas (hold viscosity); VPD = viskositas pasta dingin (final
viscosity); VB = viskositas breakdown; VS = viskositas setback
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Viskositas ditentukan dengan menggunakan RVA (Rapid Visco Analyzer)


(Almeida-Dominguez et al., 1997). Alat ini digunakan untuk mengukur suhu
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
gelatinisasi dan perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan.
Pertama-tama atur alat supaya siap digunakan. Alat yang telah siap kemudian
dilanjutkan dengan masuk ke program perhitungan dengan memasukkan nilai
kadar air tepung maka akan diketahui berat sampel dan berat aquades yang
dibutuhkan, setelah sampel dan aquades ditimbang di wadah terpisah, campurkan
keduanya ke dalam canister. Masukkan paddle ke dalam canister lalu dorong
bagian atas paddle ke dalam coupling. Tekan motor tower dan proses pengujian
segera berjalan.

Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan


pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase pemanasan, suspensi tepung
dipanaskan dari suhu 50ºC hingga 95ºC dengan kecepatan 6ºC/menit, lalu
dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah fase
pemanasan selesai, pasta dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan
dari 95ºC menjadi 50ºC dengan kecepatan 6ºC/menit, kemudian dipertahankan
pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil
gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan
perubahan suhu (ºC) selama fase pemanasan dan pendinginan pada sumbu x.

Berdasarkan tabel hasil diatas didapatkan hasil yang menunjukan bahwa dari
setiap sampel pati singkong yang termodifikasi, tidak ada yang memiliki hasil
sama baik dalam parameter Viskositas Puncak, Viskositas Pasta Panas, Viskositas
Pasta Dingin, Breakdown, dan Setback.

Berdasarkan profil yang terbentuk. tipe gelatinisasi pati menurut Collado et al.
(2001) dapat digolongkan menjadi empat tipe yaitu A, B, C, dan D. Tipe A
memiliki ciri kemampuan pengembangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan
tingginya viskositas puncak. namun akan mengalami penurunan viskositas yang
tajam selama pemanasan. Tipe B memiliki kemampuan pengembangan sedang
yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak dan viskositas
mengalami penurunan yang tidak terlalu tajam selama pemanasan. Tipe C
memiliki kemampuan pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan tidak
adanya viskositas puncak dan viskositas mengalami penurunan bahkan dapat
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
meningkat selama pemanasan. Tipe D cenderung tidak memiliki kemampuan
untuk mengembang sehingga tidak dapat membentuk pasta apabila dipanaskan.
Pati dengan profil gelatinisasi tipe A sebagaimana yang dinyatakan oleh Herawati
(2009) umumnya mempunyai kandungan amilosa yang rendah. Hasil data dari
tabel di atas selanjutnya hasil tersebut di plot kan dalam grafik amilografi berikut.

Pati Singkong Alami

Gambar 1. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Alami Tanpa
Modifikasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Untuk hasil grafik pati singkong alami yang belum melewati proses
modifasik apapun, didapatkan data seperti pada gambar diatas. Untuk nilai VP
pati singkong alami sebesar 3353 cP, lalu nilai VPP sebesar 2784 cP, VPD
sebesar 2975 cP, Breakdown sebesar 595 cP, dan Setback sebesar 191 cP.
Berdasarkan bentuk grafiknya, pati alami masuk ke dalam tipe A karena
mengalami penurunan yang tajam ketika pemanasan.

Pati Singkong HMT


Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B

Gambar 2. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Modifikasi


HMT
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Untuk hasil grafik pati singkong alami yang belum melewati proses
modifasik apapun, didapatkan data seperti pada gambar diatas. Untuk nilai VP
pati singkong alami sebesar 366 cP, lalu nilai VPP sebesar 318 cP, VPD sebesar
467 cP, Breakdown sebesar 48 cP, dan Setback sebesar 139 cP. Melihat dari
bentuk grafiknya, pati HMT termasuk ke dalam tipe B karena penurunan yang
terjadi selama pemanasan tidak terlalu tajam.

Pati Singkong Annealing

Gambar 3. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Modifikasi


Annealing
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
Untuk hasil grafik pati singkong alami yang belum melewati proses
modifasik apapun, didapatkan data seperti pada gambar diatas. Untuk nilai VP
pati singkong alami sebesar 2913 cP, lalu nilai VPP sebesar 2623 cP, VPD
sebesar 3404 cP, Breakdown sebesar 290 cP, dan Setback sebesar 781 cP. Dari
bentuk grafik diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pati singkong annealing
bersifat tipe B karena tidak terjadi penurunan tajam ketika pemanasan
berlangsung.

Pati Singkong MHT

Gambar 4. Grafik Karakteristik Pasta Pati pada Pati Singkong Modifikasi


MHT
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Untuk hasil grafik pati singkong alami yang belum melewati proses
modifasik apapun, didapatkan data seperti pada gambar diatas. Untuk nilai VP
pati singkong alami sebesar 1767 cP, lalu nilai VPP sebesar 1096 cP, VPD
sebesar 1995 cP, Breakdown sebesar 671 cP, dan Setback sebesar 899 cP. Melihat
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
bentuk grafiknya, pati singkong MHT termasuk ke dalam jenis tipe A karena
tajamnya penurunan yang terjadi ketika proses pemanasan.

Viskositas maksimum merupakan viskositas pasta yang dihasilkan selama


pemanasan. Selama gelatinisasi, amilosa mengalami leaching dari granula pati
dan bersama dengan amilopektin menjadi sangat terhidrasi. Akibatnya suspensi
menjadi lebih jernih dan viskositasnya meningkat terus sampai mencapai puncak
dimana granula mengalami hidrasi maksimum (Aini, 2009). Peningkatan
penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan meningkatkan viskositas
pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat pengembangan maksimum atau
viskositas maksimum (VM) yaitu viskositas puncak pada saat terjadi gelatinisasi
sempurna. Semakin besar kemampuan mengembang granula pati maka viskositas
pasta semakin tinggi dan akhirnya akan menurun kembali setelah pecahnya
granula pati (Sandhu dan Singh, 2007).

Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam RVA


di lanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi lebih rapuh, pecah
dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya menurun
akibat terjadinya amylose leaching (Ross et al., 1987). Penurunan tersebut terjadi
pada pemanasan suhu suspensi 95oC yang di pertahankan selama 10 menit. Nilai
penuruna viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas
terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit disebut
dengan breakdown viscosity (Almeida-Dominguez et al., 1997).

Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukan


kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka
pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas. Menurut Beta dan Corke
(2001), dan Panikulata (2008) breakdown viscosity berhubungan dengan
kestabilan pasta pati selama proses pemanasan. Breakdown viscosity merupakan
ukuran kemudahan pati yang di masak untuk mengalami disintegrasi. Besarnya
breakdown viscosity menunjukan bahwa granula-granula tepung yang telah
membengkak secara keselurahan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
pemansan. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati semakin stabil pada
kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear).

Menurut Pukkahuta et al. (2007) bahwa penurunan viskositas puncak dan


viskositas breakdown di duga karena meningkatnya keteraturan matrik kristalin
dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang menurunkan kapasitas
pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta selama pemanasan. Nilai
kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan di sebut setback viscosity. Nilai
setback viscosity di peroleh dengan menghitung selisih antara viskositas pasta
dingin dengan viskositas pasta panas. Kenaikan viskositas pati yang terjadi
disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa
yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolkuler. Beta dan Corke (2001)
menyatakan bahwa setback viscosity merupakan ukuran dari rekristalisasi pati
tergelatinisasi selama pendinginan. Laju kristalisasi tergantung dari beberapa
variabel yaitu rasio amilosa dan amilopektin suhu, konsentrasi pati, dan
keberadaan dari bahan organik dan anorganik.

4.2 Swelling Volume

Tabel 2. Swelling Volume dan Kelarutan Pati Singkong Alami dan


Termodifikasi
Swelling Volume
Sampel Kelarutan (%)
(mL/g)
Pati Singkong Alami 11,429 2,571
Pati Singkong HMT 10,00 25,46
Pati Singkong ANN 27,17 12,11
Pati Singkong MHT 8,571 11,2
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati
secara alami. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara pemotongan struktur
molekul, penyusunan kembali struktur molekul, oksidasi atau dengan cara
substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989).

Swelling power didefinisikan sebagai pertambahan volume dan berat


maksimum yang dialami pati dalam air. Faktor yang mempengaruhi swelling
power adalah lama perendaman pada perlakuan. Karena selama perendaman
molekul amilosa keluar, sehingga amilopektin meningkat sehingga swelling
power meningkat (Triyani dkk, 2013).
Swelling power ditentukan dengan perbandingan rasio berat basah dan berat
awal dari berat sampel. Semakin tinggi suhu, swelling power akan semakin tinggi.
Hal tersebut karena pada temperature tinggi, granula pati mengeluarkan semua
amilosa dari jaringan amilopektin sehingga swelling power meningkat. Swelling
power merupakan parameter yang penting, terutama dalam karakteristik pati dari
berbegai varietas bahan baku tepung. Tingginya swelling power menunjukkan
semakin tingginya seuatu bahan makanan yang dapat dicerna dan dapat digunakan
pati sebagai solusi untuk makanan diet dan aplikasi dari makanan diet
(Nuwamanya et al, 2010).
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil Swelling Volume dan
kelarutan pati singkong dengan perlakuan alami, HMT, ANN dan MHT dengan
hasil swelling volume berturut-turut 11,429 mL/g, 10 mL/g, 27,17 mL/g, dan
8,571 mL/g, lalu hasil kelarutan secara berturut-turut untuk perlakuan alami,
HMT, ANN, MHT sebesar 2,571%, 25,46%, 12,11%, dan 11,2%.

Dalam modifikasi pati, seharusnya metode Annealing memiliki angka paling


tinggi dimana menurut Hormdok dan Noomhorm (2007), perlakuan hidrotermal
dapat menyebabkan pengaturan kembali molekul pati yang berakibat pada
menurunnya kemampuan pengembangan granula pati (swelling volume). Interaksi
amilosa-amilosa dan amilosaamilopektin yang terbentuk selama annealing dapat
membatasi penetrasi air ke dalam granula pati sehingga kemampuan
pengembangan pati menurun.
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
Penurunan swelling volume pada HMT disebabkan karena pada kondisi
termodifikasi HMT, granula pati mengalami perubahan susunan struktur dan
kristalisasi. Perubahan tersebut kemungkinan menyebabkan pembentukan ikatan
hidrogen antara air yang berada di luar granula dengan molekul pati baik amilosa
maupun amilopektin menjadi lebih sulit, sehingga kemampuan granula untuk
membengkak menjadi terbatas (Collado and Corke, 1999). MHT pun memiliki
penurunan angka yang drastis dimana pada prinsipnya sama dengan HMT hanya
saja metode pemberian panasnya berbeda, yakni dengna gelombang
elektromagnetik.
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:


1. Sifat amilografi ini meliputi suhu awal gelatinisasi, suhu gelatinisasi
maksimum, viskositas maksimum, viskositas balik dan viskositas dingin

2. Berdasarkan bentuk grafiknya, pati alami masuk ke dalam tipe A karena


mengalami penurunan yang tajam ketika pemanasan.

3. Berdasarkan bentuk grafiknyapati HMT termasuk ke dalam tipe B karena


penurunan yang terjadi selama pemanasan tidak terlalu tajam.

4. Berdasarkan bentuk grafiknya pati singkong annealing bersifat tipe B


karena tidak terjadi penurunan tajam ketika pemanasan berlangsung.

5. Berdasarkan bentuk grafiknya pati singkong MHT termasuk ke dalam


jenis tipe A karena tajamnya penurunan yang terjadi ketika proses
pemanasan.

5.2 Saran

Dalam setiap metode pengujian, diharapkan praktikan sudah memahami


setiap prosedur agar mempercepat proses pengujian khususnya pengoperasian alat
RVA.
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., G. Wijonarko, & B. Sustriawan. 2016. Sifat Fisik, Kimia, dan
Fungsional Tepung Jagung yang Diproses Melalui Fermentasi. Agritech.
36(2) : 160-169.

Almeida-Dominguez, H.D., E.L. Suhendro, & L.W. Rooney. 1997. Factors


Affecting Rapid Visco-Analyser Curves for the Determination of Maize
Kernel Hardness. Journal of Cereal Science 25(1) : 93-102.

Beta, T., & H. Corke. 2001. Noodle Quality as Related to Sorghum Starch
Properties. J. Cereal Chem. 78 : 417-420.

Collado, L. S. and H. Corke. 1999. Heat Moisture Treatment Effect On Sweet


Potato Starches Differing In Amylosa Content. Food Cherm 65 (3): 339-346.

Collado, L.S., L.B. Mabesa, C.G. Oates, & H. Corke. 2001. Bihon-Type
Noodles from Heat-Moisture Treated Sweet Potato Starch. J. Food Sci. 66 :
604-609.

Felicia. 2010. Penggunaan Pati Sagu Termodifikasi dengan Heat


Moisture-Treatment (HMT) untuk Meningkatkan Kualitas Tekstur Bakso
Daging Sapi. Skripsi Sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian
Bogor.

Herawati, D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment
(HMT) dan Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fajar Abhirama
240210160076
Kelompok 3B
Hormdok, R, and A. Noomhorm. 2007. Hydro-thermal treatments of Rice Starch
for Improvement of Rice Noodle Quality. LWT-Food Sci and Tech 40:
1723-1731.

Kim, Y.S., & D.D. Wiesenburn. 1996. Starch Noodle Quality as Related to Potato
Genotypes. Journal of Food Science 61(1) : 248 – 252.

Muhandri, T. 2007. Pengaruh Ukuran Partikel, Kadar Padatan NaCl dan Na2CO3
terhadap Sifat Amilografi Tepung dan Pati Jagung. J. Teknol. dan Ind.
Pangan 18(2) : 109-117.

Muchtadi, T.R., & Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB Press,
Bogor.

Murillo, C.E.C., Wang, Y.i., dan Perez, L.A.B., 2008, Morphological,


Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn
Starches, Starch/ Starke Vol 60, 634-645.

Nuwamanya, Ephraim., Baguma, Yona., Emmambux, Naushad, Taylor, John dan


Patrick, Rubaihayo. 2010. Physicochemical and Functional Characteristics of
Cassava Starch in Ugandan Varieties and Their Progenies. Journal of Plant
Breeding and Crop Science vol, 2(1): 001-011.

Panikulata, G. 2008. Potensi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai


Substituen Tepung Terigu Pada Produk Kacang Telur. Skripsi. Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Pukkahuta, C., S. Shobsngob, & S. Varavinit. 2007. Effect of Osmotic Pressure on


Starch: New Method of Physical Modification of Starch. Starch 58 : 78-90.

Ross, A. et al. 1987. The Rapid Visco Analyzer : A New Technique for
Estimation of Sprout Damage. Cereal Foods World 32(11) : 827-829.

Sandhu, K.S., & N. Singh. 2007. Some Properties of Corn Starches


Physicochemical, Gelatinization, Retrogradation, Pasting and Gel Textural
Properties. Food Chem. 101(4) : 1499-507.

Triyani, Anjar., Ishartani, Dwi dan Rahadian, Dimas. 2013. Kajian Karakteristik
Fisikokimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata)Termodifikasi dengan
Variasi Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Asetat. Jurnal Teknosains
Pangan vol. 2, no. 2: 29-38.

Wattanachant, S., K. Muhammad, D.M. Hasyim, & R.A. Rahman. 2003. Effect of
Cross Linking Reagent and Hydroxypropilation Levels on Dual-Modified
Sago Starch Properties. Food Chem. 80 : 463-471.

Anda mungkin juga menyukai