NIM : 1710912120013 Dosen Pengajar : Musafaah, SKM., MPH Materi : Kuantitas dan Kualitas Penduduk
1. Kuantitas berfokus pada jumlah penduduk yang diakibatkan oleh perbedaan
antara jumlah penduduk yang lahir, mati dan pindah tempat tinggal sedangkan kualitas berfokus pada kondisi penduduk baik dalam aspek fisik dan non fisik untuk dapat menikmati kehidupan sebagai manusia yang berbudaya, berkepribadian dan layak. 2. Bonus demografi merupakan peningkatan jumlah penduduk usia produktif secara signifikan. Hal ini juga menggambarkan keberhasilan program KB. Keberhasilan program ini ditandai oleh menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk usia non produktif (0 – 14 tahun dan > 65 tahun) terhadap penduduk dengan usia produktif (15 – 64 tahun). 3. Indikator kualitas penduduk digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu masyarakat atau bangsa. 3 indikator utama kualitas penduduk, yaitu; indeks harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks pendapatan. 4. Terdapat beberapa penyebab dari kualitas penduduk rendah, yaitu; masalah pendidikan, masalah kesehatan, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Masalah pendidikan, tingkat pendidikan di Indonesia rata – rata adalah SMA. Masalah kesehatan di Indonesia ini bergantung pada tingkat kematian bayi, angka kematian ibu kelahiran, ketercukupan gizi makanan dan usia harapan hidup. Sedangkan pendapatan perkapita dijadikan tolak ukur untuk mengukur kemakmuran suatu Negara. IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) adalah indikator komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan, dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu: 1. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2. Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 3. Survei Podes (Potensi Desa) IPKM merupakan indeks komposit yang dirumuskan dari 24 indikator kesehatan. Ada 24 indikator kesehatan yang digunakan dalam IPKM dengan nilai korelasi UHH yang tertinggi. Indikator kesehatan tersebut adalah prevalensi balita gizi buruk dan kurang, prevalensi balita sangat pendek dan pendek, prevalensi balita sangat kurus dan kurus, prevalensi balita gemuk, prevalensi diare, prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi, prevalensi gangguan mental, prevalensi asma, prevalensi penyakit gigi dan mulut, prevalensi disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan persalinan oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi lengkap, cakupan penimbangan balita, ratio Dokter/Puskesmas, dan ratio bidan/desa. Selain menentukan peringkat pembangunan kesehatan kab/kota, IPKM dapat menjadi acuan pemerintah daerah (Pemda) membuat program intervensi yang lebih tepat, bahan advokasi ke Pemda agar terpacu menaikkan peringkat kesehatannya, perumusan daerah bermasalah kesehatan berat/khusus (DBKBK), dasar penentuan alokasi dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah, dan membantu Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KMPDT) dalam membangun kab/kota. Perbandingan IPKM Tahun 2007 dengan Pengembangan IPKM Tahun 2013 di Kalimantan Selatan