Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya
4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50%
diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung
untuk menjadi krisis hipertensi karena tidak menghindari dan tidak mengetahui factor
risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini penyakit degeneratif dan
kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992
menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai
penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor satu.
Penyakit tersebut timbul karena berbagai factor risiko seperti kebiasaan merokok,
hipertensi, disiplidemia, diabetes melitus, obesitas, usia lanjut dan riwayat keluarga. Dari
factor risiko diatas yang sangat erat kaitannya dengan gizi adalah hipertensi, obesitas,
displidemia, dan diabetes mellitus.
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti strok untuk otak, penyakit jantung koroner
untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi
masalah utama dalam kesehatan mesyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama
di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.
Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok
tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu yang relatif
pendek. Selain itu, dalam penatalaksanaan, yang lebih penting daripada tingginya tekanan
darah adalah adanya tanda kerusakan akut organ target.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan krisis hipertensi
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui defenisi krisis hipertensi
b. Mengetahui etiologi krisis hipertensi
c. Mengetahui manifestasi klinik krisis hipertensi
d. Mengetahui patofisiologi krisis hipertensi
e. Mengetahui pemeriksaan klinis krisis hipertensi
f. Mengetahui komplikasi krisis hipertensi
g. Mengetahui penatalaksanaan krisis hipertensi
h. Mengetahui asuhan keperawatan krisis hipertensi
3. Manfaat
a. Manfaat teoritis
Dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan terkait
dengan penyakit krisis hipertensi
b. Manfaat aplikatif
Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan proses keperawatan pada
penderita krisis hipertensi dirumah sakit

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Defenisi
Krisis hipertensi merupakan sebuah kegawatdaruratan yang memerlukan penurunan
tekanan darah segera (Tanto, 2014)
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang
sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan
tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa (Devicaesaria, 2014)
2. Etiologi
Krisis hipertensi dibagi menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu :
a. Hipertensi urgensi, apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic
>120 mmHg tanpa disertai jejas organ target
b. Hipertensi emergensi, apabila tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau
diastolic >120 mmHg disertai jejas organ target yang progresif. Beberapa organ target
pada hipertensi krisis yang harus diwaspadai, antara lain :
 Neurologi : ensefalopati hipertensi, stroke iskemik/hemoragik, papil edema,
perdarahan intracranial
 Jantung, syndrome koroner akut, edema paru, diseksi aorta, gagal jantung akut
 Ginjal : proteinuria, hamaturia, gangguan ginjal akut
 Preeclampsia/eklampsia, anemia hemolitik, dan lain-lain
3. Klasifikasi
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan
tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi
autoregulasi(Devicaesaria, 2014)
4. Patofisiologi
Patofisiologi krisis hipertensi hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Diperkirakan, krisis hipertensi diakibatkan kegagalan fungsi autoregulasi dan
peningkatan resistensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan tekanan
darah menyebabkan stress mekanik dan jejas endotel sehingga permeabilitas pembuluh
darah meningkat. Hal tersebut juga memicu kaskade koagulasi dan deposisi fibrin. Hal
tersebut menyebabkan iskemia serta hipoperfusi organ yang menyebabkan gangguan
fungsi. Siklus tersebut berlangsung dalam sebuah lingkaran (Tanto, 2014).

Pathway
5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang
ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan
hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala,
penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis
nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau
defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati
dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian
pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti;
angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang
lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi (Devicaesaria,
2014)

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan tekanan darah : tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau
diastolic >120 mmHg
b. Funduskopi : spasme arteri segmental atau difus, edema retina, perdarahan retina,
eksudat retina, papil edema, vena membesar
c. Pemeriksaan neurologis : sakit kepala, bingung, kehilangan penglihatan, deficit fokal
neurologis, kejang, koma
d. Status kardiopulmoner
e. Pemeriksaan cairan tubuh : oliguria pada gagal ginjal akut
f. Pemeriksaan denyut nadi perifer
g. Pemeriksaan darah : hematokrit dan apusan darah
h. Urinalisis : proteinuria, eritrosit pada urine
i. Kimia darah : peningkatan kreatinin, azotemia (ureum > 200 mg/dl), glukosa,
elektrolit
j. Pemeriksaan EKG : adanya iskemia, hipertropi ventrikel kiri
k. Foto thoraks (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta
(Tanto, 2014)
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada
kegawatan hipertensi tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat, sekitar 25%
dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam.
Penurunan tekanan darah selanjutnya dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya
penurunan tekanan darah secara cepat tersebut dicapai dalam 1- 4 jam, dilanjutkan
dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya secara lebih perlahan sehingga
tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg.
Seperti sudah disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat
antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan respons
klinik. Setelah penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan pemberian obat
antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat antihipertensi oral.
Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat antihipertensi oral
tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral sampai
dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik otomatik.
Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi, kecuali
pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi organ target.
Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat pasien berobat
jalan.
Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah :
1) Natrium Nitropusida
2) Nikardipin hidroklorida
3) Nitrogliserin
4) Enaraplirat
5) Hidralazin Hidroklorida
6) Diazoksid
7) Labatalol Hidroklorida
8) Fentolamin
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.
Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang femoral intra arterial
line dan pulmonari arterial catether (bila ada indikasi). Untuk menentukan fungsi
kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan
fisik. Tentukan penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai
krisis hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan
didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan
hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
1) Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari
160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali
pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak
lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
2) Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat
menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus
dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting
anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua
minggu.
c. Diet sehat penderita krisis hipertensi
1) Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan empat cara,
yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah serat,dan
diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
2) Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary Approach to Stop
Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu yang lengkap. Prinsip utama
dari diet DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang terdiri atas
buah-buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging
unggas, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori
yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori tergantung pada usia dan
aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet DASH untuk yang berat badannya normal
mengandung 2.000 kalori yang dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam).
BAHAN
PORSI SEHARI UKURAN PORSI
MAKANAN
Karbohidrat 3 – 5 piring Kecil
Lauk hewani 1 – 2 potong Sedang
Lauk nabati 2 – 3 potong Sedang
Sayuran 4 – 5 mangkuk
Buah – buahan 4 – 5 buah/potong Sedang
Susu / yoghurt 2 – 3 gelas

3) Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah lemak
secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6 – 11 mmHg.
Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah
pisang. Sementara dari golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih.
Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita hipertensi adalah
daging kambing dan durian.
d. Terapi
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110
mmHg atau berkurangnya sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau
berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial blood pressure25 %( pada strok
penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru
diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam.
Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam
12 – 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah hipertensi
urgency dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.
8. Komplikasi
a. Iskemia atau Infark Miokard
Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi
berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau sampai
tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang diberikan secara
intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki perfusi
koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol.
b. Gagal Jantung Kongestif
Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan gagal
jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen, morfin,
dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan afterload.
Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan obat pilihan
yang lain.
c. Diseksi Aorta Akut
Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang
mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk menghentikan
perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan darah diastolik harus
segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan
hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator seperti nitroprusid yang
diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat pilihan yang lain.
d. Insufisiensi Ginjal
Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan darah
yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat disebabkan
stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi renin yang
tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan resistensi
vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti
nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
e. Krisis Katekolamin
Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada
intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard. Fentolamin
adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
1) Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
2) Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama,
Bangsa dan hubungan dengan pasien.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
 Bersihan jalan nafas
 Adanya/ tidaknya jalan nafas
 Distres pernafasan
 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
 Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
 Suara nafas melalui hidung atau mulut
 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji :
 Denyut nadi karotis
 Tekanan darah
 Warna kulit, kelembapan kulit
 Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji :
 Tingkat kesadaran
 Gerakan ekstremitas
 GCS ( Glasgow Coma Scale )
 Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada.
c. Dasar Data Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress
multiple
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6) Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen
8) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan,
sianosis
9) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10) Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone. (Dongoes
Marilynn E, 2000)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
c. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan Otak berhubungan dengan suplai O2 ke otak
menurun karena hipertensi
d. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
e. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
f. Resiko injury berhubungan dengan profile darah yang abnormal.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru

a. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 30 menit,pola

napas kembali efektif.

b. Kriteria hasil : Respirasi normal

c. Intervensi :

 NOC 1: Status pernapasan, status pernapasan kembali normal

dibuktikan dengan:

- Frekwensi pernapasan normal.

- Irama pernapasan normal.

- Kedalaman inspirasi normal.

- Kepatenan jalan napas normal.

 NOC II: Status pernapasan : Kepatenan jalan napas,Kepatenan

jalan napas terpenuhi dibuktikan dengan:

- Frekwensi pernapasan normal.

- Tersedak tidak ada.

- Pernapasan cuping hidung tidak ada.

- Batuk tidak ada.


NIC: Manajemen jalan napas
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
2. Pantau adanya pucat dan sianosis
3. Monitor status pernapasan danoksigenasi, sebagaimanamestinya.
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki
pola pernafasan.
5. Kolaborasikan pemberian bronkodilator dan oksigen sesuai dengan program
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
MenunjukkaPerfusi jaringan perifer akan efektif setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :

NOC 1 : Perfusi jaringan perifer akan terpenuhi dibuktikan dengan :


 Pengisian kapiler jari normal
 Nilai rata-rata tekanan darah normal
 Edema perifer tidak ada
 Kerusakan kulit tidak ada.
 Pucat pada ujung-ujung ekstremitastidak ditemukan.
NOC 2 : Status sirkulasi akan terpenuhi dibuktikan dengan :
 Saturasi oksigen normal.
 Capillary refill normal.
 Kelelahan tidak ada.
 Wajah pucat berkurang.
 Tekanan darah normal

NIC: Perawatan jantung :Akut


1. Evaluasi nyeri dada ( intensitas,radiasi,durasi,factor pemicu dan yang mengurangi ).
2. Rekam EKG 12 lead, sebagaimana mestinya.
3. Monitor ektivitas terapi oksigen,sebagaimana mestinya.
4. Monitor penentu pengantaran oksigen (PaO2, kadar HB, dan curah jantung )
sebagaimana mestinya.
5. Intruksikan pasien akan pentingnya melaporkan segera jika merasakan
ketidaknyamanan dibagian dada.
6. Auskultasi suara jantung.
c. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai O2 ke otak
menurun karena hipertensi.
MenunjukkaPerfusi jaringan cerebral akan efektif setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :

NI NOC 1 : Perfusi jaringan cerebral akan terpenuhi dibuktikan dengan :


 Tekananintrakranial normal.
 Sakit kepala tidak ada.
 Penurunan tingkat kesadaran tidak ada.
 Tekanan darah sistolik normal.
 Tekanan darah diastol normal.
NOC 2 : Status sirkulasi akan terpenuhi dibuktikan dengan :
 Saturasi oksigen normal.
 Capillary refill normal.
 Kelelahan tidak ada.
 Wajah pucat berkurang.
 Tekanan darah normal

NIC: Monitor tekanan intra kranial


1. Monitor status neurologist.
2. Monitor intake danoutput.
3. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan tertentu.
4. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk.
5. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral.
d.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
Menunjukkan toleransi aktivitas terpenuhi setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
NOC 1 : Toleransi aktivitas akan terpenuhi dibuktikan dengan :
 Saturasi oksigen ketika beraktivitas tidak terganggu.
 Temuan EKG normal.
 ADL tidak terganggu.
 Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas tidak terganggu.
NOC 2 : Tingkat kelelahan akan terkontrol dibuktikan dengan :
 Kelelahan tidak ada.
 Keseimbangan antara kegiatan dan istirahat.
 Fungsi neorologistidak terganggu.
 Gangguan konsentrasi tidak terganggu.
 Metabolisme tidak terganggu.

NIC: Managemen energi


1. Kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia
dan pengembangan.
2. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.
3. Bantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat.
4. Monitor respon oksigen pasien saatperawatan maupun saat melakukan aktivitas
sendiri.
5. Evaluasi secara bertahap kenaikan level aktivitas pasien.
6. Monitor tanda- tanda vital sebelum dan setelah beraktivitas.
e. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
nyeri dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan
kriteria hasil :
NOC 1 : Tingkat nyeri menurun dibuktikan dengan
Mengatakan nyeri ( pusing ) berkurang skala nyeri 1-3.
 Pasien mengatakan nyeri tidak berdenyut denyut.
 tekanan darah normal 120-130/80-90mmhg.
 Rr:12-20x/menit.
 Nadi 60-100x/menit.
NOC 2 : Tingkat ketidaknyamanan pasien menurun dibuktikan dengan :
 Pasien tidak meringis kesakitan
 Ekspresi wajah tampak rileks
 Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang
 Pasien bisa beristirahat
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
 pasien mengatakan tidak lemas.
 Pasien mengatakan tidak sesak.

NIC: Managemen nyeri


1. Lakukan penkgajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi,karakteristik,durasi,frekwensi,kualitas dan intensitas beratnya nyeri dan factor
pencetus.
2. Ajarkan metode non farmakologi untuk menurunkan nyeri.
3. Kolaborasi pemberian analgetik.
4. Tingkatkan istrahat
5. Dukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.
f. Resiko injury berhubungan dengan Profile darah yang abnormal.
Injury tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan
kriteria hasil :
NOC 1 : Kontrol resiko injury terpenuhi dibuktikan dengan
 Mengenali faktor resiko individu.
 Memonitor status perubahan kesehatan.
 Menyesuaikan strategi kontrol resiko.
 Menghindari paparan ancaman kesehatan.
NOC 2 : Keseimbangan terpenuhi dibuktikan dengan :
 Pusing tidak ada.
 Goyah tidak ada.
 Postur tidak terganggu.
 Mempertahankan keseimbangan ketika berjalan.
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
 pasien mengatakan tidak lemas.
NIC: Managemen lingkungan : keselamatan
1. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan.
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan beresiko.
3. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidakseimbangan.
4. Sediakan area penyimpanan dengan jangkauan yang mudah.
5. Sarankan menggunakan alas kakiyang aman.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang
sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan
tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah
komplikasi yang mengancam jiwa(Devicaesaria, 2014)
B. Saran
Bagi pembaca khususnya penderita hipertensi diharapkan agar selalu menjaga pola
hidup, berat badan, asupan garam dan lemak, menghindari stress dan menjaga kepatuhan
dalam mengonsumsi obat penurun tekanan darah sehingga terhindar dari krisis hipertensi
yang akan berdampak pada jantung dan otak.

DAFTAR PUSTAKA

Devicaesaria, A. (2014). Hipertensi Krisis. Leading Jurnal Medicinus , 9-17.

DiGiulio, M. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing


Herdman, T. H. (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: MediAction.

Paramita. (2011). Nursing : Understanding Disease. Jakarta: PT. Indeks.

Tanto, C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Essensial Of Medicine. Jakarta: Media Aesculapius.

Wilkinson, Judith. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai