Anda di halaman 1dari 4

Pertussis

Dikenal juga sebagai penyakit batuk rejan atau batuk 100 hari, karena sifat penyakitnya.
Penyakit ini merupakan infeksi saluran nafas atas yang disebabkan oleh bakteri genus bordetella.
Penyakit ini sudah jarang terjadi karena penggunaan vaksin telah mengurangi insidens penyakit
ini. Penyakit ini sering terjadi terutama pada mereka yang belum mendapatkan vaksinasi
lengkap. Ciri khas dari penyakit ini adalah batuk yang tidak terkontrol hingga terkadang pasien
sulit batuk.

Di Amerika serikat, pada tahun 2010, insiden kasus pertusis mencapai 27.550 kasus dengan 27
kematian. Secara global insiden pertussis diperkirakan 48.5 juta kasus dengan mortalitas
emncapai 295.000 kematian tiap tahunnya. Case Fatality Rate pada anak-anak di negara dengan
pendapatan per kapita yang rendah mencapai 4%.

Etiologi
Bordetella pertussis. Merupakan bakteri kokobasil gram negatif, tidak motil, tumbuh baik pada
kultur bordet genggou dan regan lowe, memiliki enzim oksidase dan katalase. Bordetella
parapertussis juga dapat menyebabkan kasus pertussis dengan penyakit yang lebih ringan

Ciri-ciri Bordetella pertussis :


a.Gram negatif cocobacil
b. bipolar metachromatic granule
c. kultur : Bordet gengou (Potato-blood-glycerol agar) yang mengandung penicilin dan Charcoal
containing medium (Regan Lowe)

Transmisi
Droplet pernafasan (batuk, bersin). Penularan sering terjadi di dalam keluarga.

Patologi dan patogenesis


a. Diawali dengan perlekatan bakteri terhadap sel epitel nasofaring, perlekatan ini dimediasi oleh
pertactin dan Filamentous hemagglutininmilik Bordetella pertussis. Ditempat ini bakteir
mengalami multiplikasi dan memproduksi toksin (Tracheal cytotoxin dan dermonecrotic toxin)
b. Toksin pertussis merupakan toksin tipe AB (Mirip toksin cholera dan pseudomonas). Toksin B
berikatan dengan sel epitel nasofaring lalu menginjeksikan toksin A kedalam sel-sel tersebut.
Toksin merupakan sebuah ADP-Ribosyl transferase yang menginaktivasi Gi Protein, hal ini
menyebabkan peningkatan kadar adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan cAMP.
c. Manifestasinya adalah peningkatan produksi mukus, kerusakan silia, disertai dengan infiltasi
sel polimorfonuklear. Proses ini menciptakan batuk berkepanjangan pada pasien. Mukus akan
merangsang respon batuk, kerusakan silia menyebabkan stasis mukus di dalam saluran nafas
d. Ciri khas dari infeksi pertussis adalah limfositosis dan leukositosis, hal ini disebabkan karena
kerusakan terlokalisir pada saluran nafas atas sedangkan limfosit dan leukosit tidak dapat
mencapai daerah tersebut sehingga terakumulasi di dalam darah

nb.
Kerusakan terutama disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri, dan bukan oleh bakteri
itu sendiri. Bakteri cenderung sudah menghilang dari tubuh pada fase paroksismal (lihat bagian
tanda dan gejala)

Tanda dan gejala


Gejala pertussis dibagi menjadi 3 periode :
a. Periode katarrhal : Batuk kering, bersin, pilek, dengan atau tanpa demam, radang tenggorokan
-> Periode ini berlangsung selama 1-2 minggu
b. Periode paroksismal : Batuk rejan (whooping cough), setelah batuk ingin muntah (post-tussive
vomiting, dapat disertai dengan kejang, muka merah, maupun sianosis
.c. Periode konvalensens (penyembuhan) : Gejala akan berkurang dalam beberapa minggu
hingga beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan batuk, petekia pada kepala/leher, pendarahan
pada konjungtiva dan terdengar ronki pada paru.

d. Pemeriksaan laboratorium yang khas :

 Limfositosis absolut (dapat mencapai >9000)


 Leukositosis (dapat mencapai > 25.000 sel/µl)

Diagnosis
a. Diagnosis sering ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan anamnesis, riwayat vaksinasi
dan gejala batuk yang khas
b. Darah lengkap menunjukkan limfositosis dan leukositosis
c. Kultur bakteri, spesimen diambil dari nasofaring
d. PCR (Polymerase Chain Reaction), spesimen diambil dari aspirasi nasofaring
e. Serologi

Treatment and management


a. Eritromisin
b. Azitromisin
c. Claritromisin

Pencegahan
Vaskin DPT (2,4,6 bulan , 15-18 bulan , 4-6 tahun)

*Orang yang kena pertussis harus gak masuk sekolah selama 5 hari setelah pemberian antibiotik
*Orang yang belum diimunisasi (saudara kandung) dan close contact (anak2) harus gak masuk
sekolah dulu selama 14 hari dari pajanan terakhir. Or until the have take five days of a ten day
course of antibiotics

Penjelasan : karena penularan dari b.pertussis hanya terjadi pada fase catarhal dan fase awal
paroxysmal. Dan dengan antibiotic periode penularan biasanya hanya 5 hari / kurang setelah
pemberian antibiotik

Komplikasi
a. Pneumonia karena secondary bacterial infection
b. Neurologic manifestation (seizure dan encephalopathy) karena hypoxia
c. Bisa juga terjadi pneumothorax, subdural hematoma, epistaxis , subconjunctival hematoma,
hernia, rectal prolapse, urinary incontinence, rib fx
d. Apnea

Sumber
a. Kuliah blok Mikrobiologi FKUB 2014
b. Brooks GF. Carroll KC. Butel JS. Morse SA. Mietzner TA. 2013. Jawetz, Melnick &
Adelberg’s Medical Microbiology 26th edition. New York : McGrawHill
c. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, Yuliarti K.
Penyunting. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Badan
penerbit IDAI
d. Top KA. Halperin SA. Pertussisn and Other Bordetella Infection. Dalam : Kasper DL. Hauser
SL. Jameson JL. Fauci AS. Longo DL. Loscalzo J. Penyunting. 2015. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 19th edition. NewYork : McGrawHill
e. CDC. Pertussis. 2013. [Online] Diakses 18 Januari 2016 [Dari : http://www.cdc.gov/pertussis/]
f.Bocka JJ. Pertussis. 2015. [Online] Diakses 18 Januari 2016 [Dari :
http://emedicine.medscape.com/article/967268

Anda mungkin juga menyukai