Disusun Oleh :
AYUROSITA
N 111 17 156
Pembimbing Klinik :
dr. Bastiana, M.Kes., Sp.THT-KL
Nama : AYUROSITA
No. Stambuk : N 111 17 156
Fakultas : Kedokteran
Judul Referat : ANALOGY, DIGITAL AND HYBRID HEARING
AID
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako.
Pembimbing Co-Assisten
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESEHAN ii
I. PENDAHULUAN 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 2
BAB I
PENDAHULUAN
Hearing aid atau alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang
dirancang untuk membantu orang yang kehilangan pendengarannya. Kebanyakan
kehilangan pendengaran pada orang dewasa secara permanen (tidak dapat diobati
secara medis ataupun dengan pembedahan). Tetapi dalam banyak kasus sebuah
alat bantu pendengaran dapat membantu. Seberapa besar alat bantu pendengaran
membantu, bervariasi tergantung individunya, tingkat kehilangan pendengaran,
keadaan lingkungannya.
Salah satu kelemahan alat bantu dengar (hearing aid) adalah menguatkan
semua gelombang suara yang diterima, termasuk suara yang tidak diinginkan
(back-ground noise). Bahkan tidak jarang dalam situasi ramai, suara bising dari
latar belakang ini justru dominan sehingga menutup suara yang diinginkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Mastoid
a. Topografi Mastoid
Dinding anterior mastoid merupakan dinding posterior kavum
timpani dan meatus akustikus eksterna. Antrum mastoid dan
kavum timpani dihubungkan lewat aditus ad amtrum. Dinding atas
antrum mastoid disebut tegmen antri, merupakan dinding tipis
seperti juga pada tegmen timpani dan merupakan dinding tulang
tipis membatasi mastoid dengan sinus sigmoid.
Keadaan ini menyebabkan suatu keradangan dalam mastoid
dapat meluas ke endokranium dan ke sinus sigmoid sehingga
dapat menimbulkan keradangan di otak maupun tromboplebitis.
b. Penumatisasi Mastoid
Proses pneumatisasi ,astoid di dalam prosesus mastoid
terjadi setelah bayi lahir. Peetumbuhan dan bentuknya dikenal 4
jenis :
1. Infantil, selula yang terjadi akbibat proses penumatisasi sangat
sedikit jumlahnya. Akibatnya bagian korteks di prosesus
mastoid sangat tebal sehingga jika terjadi perluasan abses
lebih mudah ke arah endokranium.
2. Normal, selula yang terjadi meluas sedemikian rupa sehingga
hampir meliputi seluruh prosesus mastoid. Akibatnya bagian
korteks diprosesus mastoid menjadi sangat tipis dan abses
mudah pecah keluar sehingga timbul fistel retroaurikuler.
3. Hiperpneumatisasi, selula yang terjadi tidak hanya terbatas
pada prosesus mastoid saja, akan tetapi juga meluas sampai os
zigomatikum dan bahkan sampai pada apeks piramidalis.
Akibatnya, keradangan pada mastoid dapat meluas sampai
menimbulkan abses preaurikularis dan bahkan sampai abses
supraaurikularis.
4. Sklerotik, berbentuk seperti pneumatisasi tipe infantil. Tipe
sklerotik ini terjadi akibat adanya keradangan kronik dalam
kavum timpani dan kavum mastoid (otitis media kronika dan
mastoiditis). Akibatnya keradangan lebih mudah meluas ke
arah tegmen antri, masuk ke fosa kranii media dan timbul
meningitis atau abses otak.
Auris interna disebut juga labirin. Di dalamnya terdapat dua alat yang
saling berdekatan yaitu organ status (alat Imbang) dan organ auditus (Alat
dengar ). Keduanya berbentuk tabung yang masing-masing berisi
endolimf dan perilimf. Cairan endolimf keluar melalui duktus
endolimfatikus sedangkan cairan perilimf berhubungan dengan likuo
serebrospinalis melalui duktus perilimfatikus. Hal ini berakibat bahwa
melalui jalur tersebut, keradangan dalam kavum timpani dapat menjalar
ke dalam endokranium.
Organ Status
Terdiri atas 3 kanalis semisirkularis yaitu kanalis semisurkularis
horizontal, kanalis semisirkularis vertikal posterior (Inferior) dan kanalis
semisirkularis vertikal anterior (Superior). Alat keseimbangan inilah yang
membuat seseorang menjadi sadar akan posisi tubuhnya dalam suatu
ruangan. Jika alat ini terganggu akan timbul keluhan pusing atau vertigo.
Organ auditus
Alat pendengaran terdiri dari koklea yang berbentuk rumah siput dengan
dua setengah lingkaran yang akan mengubah getaran suara dari sistem
konduksi menjadi sistem saraf. Jika alat ini terganggu akan timbul
keluhan kurang pendengaran atau tuli.
2.2 Fisiologi Pendengaran
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campur
(mixed deafness). Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat
menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam
menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli
retrokoklea.3
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit ditelinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli
sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam),
nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur, disebabkan
oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineurineural. Tuli campur dapat
merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi
ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya
tumor nervus VIII (Tuli saraf) dengan radang telingah (Tuli konduktif) 3.
b. Digital
Alat bantu digital mengubah gelombang suara menjadi kode
numerik, mirip dengan kode biner komputer, sebelum memperkuatnya.
Karena kode ini juga mencakup informasi tentang nada atau kenyaringan
suara, bantuan dapat diprogram secara khusus untuk memperkuat
beberapa frekuensi lebih banyak daripada yang lain. Sirkuit digital
memberi fleksibilitas lebih pada audiolog dalam menyesuaikan bantuan
dengan kebutuhan pengguna dan lingkungan mendengarkan tertentu.
Bantuan ini juga dapat diprogram untuk fokus pada suara yang datang
dari arah tertentu. Sirkuit digital dapat digunakan di semua jenis alat
bantu dengar.5
2.7
2.8