Anda di halaman 1dari 11

ESTIMASI TANGKAPAN LESTARI (MSY) PENANGKAPAN

CUMI-CUMI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA


TANJUNGPANDAN - BELITUNG

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
Cecep Wahyudin
2021511007

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah Kepulauan dengan luas
wilayah perairan (65.301 km2 ) mencapai 4 kali dari seluruh luas wilayah daratannya
(16.281 km2 ) (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, 2005). Luas wilayah perairan ini
tentunya menjadi potensi yang sangat besar terutama dalam pemanfaatan sumberdaya
hayati laut yang ada di dalamnya.
Pulau Belitung merupakan pulau terbesar kedua dalam Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Terdapat 2 kabupaten di Pulau ini yaitu Kabupaten Belitung dan
Kabupaten Belitung Timur. Secara geografis Kabupaten Belitung terletak antara
107°08' BT sampai 107°58' BT dan 02°30' LS sampai 03°15' LS dengan luas
seluruhnya 229.369 ha atau kurang lebih 2.293,69 km2 (PEMKAB Belitung, 2013).
Sumberdaya hayati laut di Perairan Belitung yang mempunyai potensi dan nilai
ekonomis yang tinggi salah satunya ialah cumi-cumi. Pemanfaatan cumi-cumi di
Kabupaten Belitung biasanya dimanfaatkan masyarakat untuk diperdagangkan dalam
bentuk segar maupun olahan.
Pemanfaatan sumberdaya hayati laut erat kaitannya dengan permasalahan dalam
perikanan tangkap, yang sering terjadi adalah tingkat penangkapan sumberdaya hayati
laut yang tidak terbatas. Hal ini akan menyebabkan dampak negatif terhadap
ketersediaan sumberdaya hayati laut sehingga berakibat pada penurunan hasil tangkapan
yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan pendapatan nelayan. Apabila hasil
tangkapan telah menurun dapat berarti bahwa stok telah mengalami penangkapan yang
berlebih (Sparre dan Venema, 1999). Kondisi penangkapan yang berlebih menjadikan
sektor perikanan tangkap harus dikelola dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi terhadap potensi dan tingkat pemanfaatan dari sumberdaya hayati laut
khususnya cumi-cumi. Salah satu teknik evaluasi yang menunjang pengelolaan
sumberdaya tersebut adalah mengetahui tingkat upaya penangkapan optimum yang
berkaitan dengan hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield,
MSY). Minimnya penelitian terhadap estimasi tangkapan lestari (MSY) penangkapan
cumi-cumi di perairan Belitung menjadi dasar yang tepat terhadap pelaksanaan
penelitian ini.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah menganalisis hasil tangkapan maksimum
lestari atau maximum sustainable yield (MSY) dengan menggunakan metode produksi
surplus dari penangkapan cumi-cumi di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Tanjungpandan, Belitung.

1.3.Manfaat
Menjadi informasi bagi nelayan dan institusi terkait mengenai hasil tangkapan
maksimum lestari cumi-cumi di PPN Tanjungpandan, Belitung. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.Bagan Alur Penelitian


Adapun bagan alur penelitian ini adalah sebagai berikut pada Gambar 1.

DATA HASIL TANGKAPAN DAN UPAYA


(Diperoleh dari PPN - Belitung)

Analisis Data Historis


(Model Produksi Surplus)

Dugaan Parameter Pertumbuhan dan Mortalitas

Peramalan hasil tangkapan untuk suatu kisaran


alternatif tingkat eksploitasi

TINGKAT PENANGKAPAN OPTIMUM


“MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD”

Gambar 1. Bagan alur penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Perikanan Laut


Ikan merupakan salah satu komoditi yang berperan penting dalam kehidupan
manusia. Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Peru
memiliki produksi perikanan selain bisa digunakan untuk konsumsi pemenuhan
kebutuhan protein hewani, juga merupakan sumber penghasilan negara (devisa) berupa
ekspor (Fauzi, 2006).

Sumberdaya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem


perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu
output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa mendatang. Sumberdaya
perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi manusia. Sebagai
ilustrasi pada sumberdaya perikanan tangkap, secara sederhana dinamika stok ikan
ditunjukkan oleh keseimbangan yang disebabkan oleh pertumbuhan stok, baik sebagai
akibat dari pertumbuhan individu (indivisu growth) maupun oleh perkembangbiakan
stok itu sendiri. Berdasarkan keterbatasan daya dukung lingkungan sumberdaya di suatu
lokasi, maka stok ikan akan mengalami pengurangan sebagai akibat dari kematian alami
(natural mortality) sampai keseimbangan stok ikan sesuai daya dukung tercapai.
Hakikatnya penangkapan yang dilakukan dapat dikendalikan sampai batas kemampuan
pemulihan stok ikan secara alami (Indrawasih, 2004).

Menurut Widodo & Suadi (2008), sumnberdaya ikan umumnya bersifat “open
accessi” dan “common prooperty” yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa
saja dan kepemilikannya bersifat umum. Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan
beberapa konsekuensi, antara lain :

1. Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi belebih (over


exploitation), investasi berlebih (over investment) dan tenaga kerja berlebih (over
employment).
2. Perlu adanya hak kepemilikan (property rights), misalnya oleh negara (state
property rights), oleh masyarakat (community property rights) atau swasta/
perorangan (private property rights).
2.2. Cumi-cumi
Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang
hidup di laut, termasuk salah satu hewan dalam golongan invertebrata (tidak bertulang
belakang). Nama Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti kaki kepala, hal ini
karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala. Semua
jenis cephalopoda termasuk cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang
berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak
digunakan sebagai makanan (Anonim, 2010).
Salah satu jenis cumi-cumi laut dalam, “Heteroteuthis”, adalah yang memiliki
kemampuan memancarkan cahaya. Organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak pada
ujung suatu juluran panjang yang mnonjol di depan. Hal ini dikarenakan peristiwa
luminasi yang terjadi pada cumi-cumi jenis Heteroteuthis menyemprotkan sejumlah
besar cairan bercahaya apabila dirinya merasa terganggu, proses ini sama seperti pada
halnya cumi-cumi biasa yang menyemprotkan tinta (Anonim, 2010).

2.2.1. Cumi-cumi sebagai komoditas komersial


Cumi-cumi merupakan produk laut yang cukup melimpah di perairan Indonesia
dan sangat diminati masyarakat terutama penggemar seafood dan chinese food.
Menurut data statistik kementrian kelautan dan perikanan, hasil ekspor cumi-cumi
pada tahun 2011 mencapai 48.803.318 kg, kemudian menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan pada tahun 2012 sebesar 58.145.503kg. Produksi cumi-cumi
di Indonesia diperkirakan mencapai 28,25 ribu ton per tahun (KKP, 2013).
Cumi-cumi memiliki daging yang bersih, licin dan memiliki aroma yang khas

serta mengandung nilai gizi yang cukup baik (Kreuzer, 1986). Selain itu cumi-cumi

juga memiliki kandungan mineral seperti fosfor dan kalsium yang berguna untuk

pertumbuhan tulang bagi anak-anak. Cumi-cumi juga mengandung berbagai macam

vitamin antara lain vitamin B1, B2, B6 , C, A, D, E dan K (Agusandi, dkk., 2013).

2.2.2. Deskripsi Alat Penangkap Cumi-cumi


Umumnya alat penangkap cumi-cumi di perairan Bangka Belitung adalah pancing
cumi-cumi. Pancing cumi-cumi adalah pancing yang mempunyai bentuk atau
kontruksi yang khusus yang berlainan dengan bentuk-bentuk pancing lainnya. Bentuk
pancing cumi-cumi ini seperti cakar keliling dan bertingkat-tingkat. Pada bagian atas
pancing dan demikian juga di bagian bawahnya di beri lubang (mata) yang gunanya
untuk mengikatkan tali pancing. Pancing cumi-cumi ini diikat secara berantai dalam
satu utas tali yang di hubungkan melalui lubang bagian atas dan bawah pancing.
Pancing cumi-cumi ini biasanya digulung pada suatu gelok atau gulungan yang di
pasang pada pinggir lambung kapal dan di depannya di beri kawat anyaman yang di
beri bingkai dari besi atau pipa dan berada pada bagian sisi luar kapal yang berfungsi
sebagai penampung atau penadah cumi-cumi bila ada yang terlepas dari pancing. Pada
tepi bingkai anyaman kawat bagian luar do beri roda atau gelok yang fungsinya sebagi
alur jalannya pancing baik pada waktu menurunkan maupun pada waktu menarik ke
atas kapal sehingga pancing tidak tersangkut-sangkut.

Gambar 2. Pancing Cumi-cumi

2.3. Model Produksi Surplus


Model produksi digunakan untuk menentukan tingkat upaya optimum (effort
optimum), yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu tangkapan maksimum
lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang yang disebut
dengan hasil tangkapan maksimum lestari. Model produksi surplus bisa diterapkan
bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total (berdasarkan
spesies) hasil tangkapan per unit upaya per spesies berdasarkan spesies dan upaya
penangkapannya dalam beberapa tahun (Sparre & Vanema, 1999).
Pemanfaatan sumberdaya ikan umumnya didasarkan pada konsep hasil maksimum
yang lestari (maximum sustainable yield), yaitu hasil tangkapan terbesar yang dapat
dihasilkan dari tahun ke tahun oleh suatu usaha bidang perikanan tangkap. Konsep
MSY didasarkan atas suatu model yang sangat sederhana dari suatu populasi ikan yang
dianggap sebagai unit tunggal. Konsep ini dikembangkan dari kurva biologi yang
menggambarkan yield sebagai fungsi dari effort dengan suatu nilai maksimum yang
jelas, terutama bentuk parabola dari Schaefer yang paling sederhana (Widodo &
Suadi, 2008).
Model produksi surplus merupakan model yang sangat sederhana dan murah
biayanya. Model ini dikatakan sederhana karena data yang diperlukan sangat sedikit,
sebagai contoh tidak perlu menentukan kelas umur sehingga dengan demikian tidak
perlu penentuan umur dan hanya memerlukan data tentang hasil tangkapan atau hasil
tangkapan yang biasanya tersedia di setiap tempat pendaratan ikan, dan upaya
penangkapan. Selain itu, model ini dikatakan murah biayanya karena dalam
penggunaan model ini biaya yang dikeluarkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan
model lain seperti dengan menggunakan trawl dan echosounder yang tergolong sangat
mahal karena pelaksanaan kegiatan tersebut harus menggunakan kapal riset khusus,
sehingga jumlah dana yang harus dikeluarkan untuk mengkaji seluruh perairan sangat
besar. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model produksi surplus banyak
digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan tropis (Sparre & Vanema, 1999).

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2017. Lokasi penelitian
di Pelabuhan Perikanan Nusantara Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian serta Kegunaannya
No Nama Kegunaan
Alat
1 Alat tulis Mencatat data yang diperoleh di lapangan
2 Kamera Dokumentasi hasil penelitian
3 Microsoft office 2007 (excel) Sebagai alat untuk mengolah data
4 Program Maple 9.5 Membuat grafik fungsi parabola MSY
Bahan
1 Data dari instansi terkait Sumber data analisis
seperti dari PPN
Tanjungpandan, Belitung

3.3. Metode Penelitian


Metode penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder. Analisis
data sekunder adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut data
yang sudah tersedia agar diperoleh sesuatu yang berguna (Singarimbun M dan S
Effendi, 1998). Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data statistik perikanan
tahun 2013-2017. Data tersebut diperoleh dari DKP Kabupaten Belitung yang
digunakan sebagai data pendukung, dan data dari Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN) Tanjungpandan sebagai data yang akan dianalisis.

3.4. Analisis Data


3.4.1. Metode Surplus Produksi
Data produksi pertahun untuk menghasilkan CPUE menggunakan rumus
(Sparre dan Vanema, 1999) :

CPUE = Y(i)
f (i)

Keterangan :

Catch atau Y(i) : total hasil tangkapan (kg)


Effort atau f(i) : total upaya penangkapan (trip)
CPUE : hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/ trip)
Salah satu metode pendugaan stok ikan adalah metode surplus produksi.
Metode ini digunakan dalam perhitungan potensi lestari maksimum (MSY) dan
upaya penangkapan optimum dengan cara menganalisis hubungan upaya
penangkapan dengan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE). Metode ini dapat
menggambarkan keadaan stok ikan sebelumnya dan dapat juga meramalkan stok
ikan yang akan datang berdasarkan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan.
Suatu stok dianggap sebuah kumpulan besar biomassa dan sama sekali tidak
berpedoman atas umur dan ukuran panjang ikan dengan pertimbangan bahwa
jumlah biomassa stok tetap dan adanya aktivitas usaha perikanan tangkap, maka
diduga bahwa semakin banyak jumlah kapal (effort), akan semakin kecil bagian
masing-masing kapal (Gulland, 1983 dalam Taeran, 2007).
Ada beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan dalam penggunaan
metode surplus produksi :

1. Stok cumi-cumi dianggap sebagai unit tunggal tanpa memperhatikan struktur


populasinya.
2. Penyebaran cumi-cumi pada setiap periode dalam wilayah perairan dianggap
merata.
3. Stok cumi-cumi dalam keadaan seimbang.
4. Unit penangkapan cumi-cumi hanya pancing.

Metode surplus produksi terdiri dari model Scaefer dan model Fox. Tidak
dapat dibuktikan bahwa salah satu model tersebut lebih baik dari model yang lain.
Pemilihan salah satu model didasarkan pada kepercayaan bahwa salah satu model
tersebut paling rasional dan mendekati keadaan sebenarnya atau paling sesuai
dengan data yang ada (Sparre dan Vanema, 1999). Hal tersebut ditunjukkan oleh
nilai koefisien determinasi (R²).

1. Tangkapan Lestari (MSY) dan Upaya Lestari (f MSY) Model Schaefer


Penetuan nilai MSY serta effort optimum dilakukan dengan menggunakan
model Schaefer (Sparre dan Vanema, 1999), adalah sebagai berikut :

MSY = -0,25 (a²)/b ; fMSY = -0,5 a/b

2. Tangkapan Lestari (MSY) dan Upaya Lestari (f MSY) Model Schaefer


Penetuan MSY serta effort optimum dilakukan dengan menggunakan model Fox
(Sparre dan Vanema, 1999), adalah sebagai berikut :

MSY = -(1/d)*exp (c-1) ; fMSY = - (1/d)

3. Koefisien Determinasi (R²)

R² = n ∑(𝑥𝑖𝑦𝑖) − ∑ 𝑥𝑖 . ∑ 𝑦𝑖
√𝑛. ∑ (𝑥𝑖 ) – (∑ 𝑥𝑖)² . √𝑛. ∑ (𝑦𝑖 2 ) – (∑ 𝑦𝑖)²
2

Keterangan :

MSY : hasil tangkapan lestari

fMSY : upaya optimum

a : intercept model Schaefer

b : slope model Schaefer

c : intercept model Fox

d : model Fox

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. 2006. Laporan Tahunan 2005. Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pangkalpinang, 32 hlm.

Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Indrawasih, R. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Laut Secara Terpadu. Jakarta :


Gramedia

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik Kelautan dan


Perikanan 2013. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.

PEMKAB BELITUNG. 2013. Kondisi Geografis Belitung.


http://portal.belitungkab.go.id/kondisi-geografis [10 Desember 2017]

Sparre, P and S.C. Vanema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Jakarta
: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan
Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1998. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES

Taeran, I. 2007. Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa


Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting Di Provinsi Maluku Utara. [Tesis].
Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Widodo, J & Suadi. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta


: Gajah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai