Anda di halaman 1dari 5

Idea Nursing Journal Vol. VII No.

2 2016
ISSN : 2087-2879

RESILIENSI PASIEN NAPZA SELAMA MASA REHABILITASI

Resilience Of Drug Patient During Mental Rehabilitation

Budi Satria1, Sazira2


1
Bagian Keilmuan Keperawatan Komunitas, Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
E-mail: Satria_kanai@yahoo.com

ABSTRAK
Banyak masyarakat mengalami gejala hilangnya kebermaknaan spiritualitas yang mengakibatkan terjadinya
penurunan kebahagiaan dan kesejahteraan psikologi. Akibatnya kekerasan banyak terjadi dan seolah menjadi
cara menyelesaikan masalah. Bahkan diantaranya melakukan perilaku merusak diri sendiri seperti
penyalahgunaan NAPZA. Salah satu cara yang digunakan untuk memulihkan pengguna NAPZA adalah dengan
rehabilitasi. Kemampuan pengguna NAPZA kembali normal disebut resiliensi. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gambaran tingkat resiliensi pasien NAPZA selama masa rehabilitasi. Jenis penelitian adalah
deskriptif korelatif dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 sampai dengan
17 Juni 2016. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 30 responden.
Teknik pengumpulan data dengan membagikan angket pada pasien NAPZA yang dibantu oleh perawat
pelaksana yang bertugas di ruang tersebut dalam bentuk skala Likert yang terdiri dari 13 pernyataan. Metode
analisis data menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat resiliensi
pasien NAPZA selama masa rehabilitasi terdapat 13 responden (43,3%) mengalami tingkat resiliensi rendah
dan sebanyak 17 responden (56,7%) mengalami tingkat resiliensi tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini,
penulis menyarankan kepada penyedia kesehatan, kelurga, serta masyarkat untuk selalu memberikan dukungan
baik secara intrernal diri pasien maupun eksternal pasien untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan
resiliensi pada pasien rehabilitasi NAPZA Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh di Banda Aceh.

Kata kunci: Resiliensi, Pasien Napza, Rehabilitasi.

ABSTRACT
Many people experience the symptoms of loss meanigfulness spiritualty which resulted the decreasing of
happiness and posperity pyschological. As a result, violence occurs substantialy and it considers as the way to
solve the problem for instance, doing self-destructive behavior, namely drug abuse. One way that can be used
to recover the drug user is by rehabilitation. The ability of drug user’s return to be normal is called resilience.
But it needs a good spirituality in order to mantain the resilience. The purpose of this study is to determine
level resilience of drug patients in rehabilitation room. This research was conducted on 10 until June 17,
2016. The method used for this research was a descriptive correlative research with a cross sectional study
design. The sample was selected by using a purposive sampling technique, and 30 respondents were selected.
Technique of data collection in this study was by distributing questionnaires to the drug patients that assisted
by a nurse who officiated in the room in the form of Likert scale, consisting of 13 statements. The data was
analyzed statistically by using a chi-square test. The result of this study shows that level resilience of the drug
patients in rehabilitation have 13 respondents (43,3%) experiencing low resilience and as much 17 respondents
(56,7%) experiencing high resilience. Based on this study, researchers suggested on healthcare provider,
family, and society can give support internal and eksternal in patients to retain and increase the resilience of
the drug patients resilience in psychriatric hospital Province Aceh in Banda Aceh.

Keywords: Resiliensce, Drug of Patients, Rehabilitation

PENDAHULUAN NAPZA yang dimaksudkan adalah


Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan
telah menjadi ancaman nasional yang semakin Zat Adiktif lainnya atau yang sering disebut
mengkhawatirkan dengan dampak buruk dengan narkoba merupakan obat, bahan, atau
ekonomi dan sosial yang besar. Permasalahan zat bukan makanan, yang jika diminum,
penyalahgunaan di Indonesia menunjukkan dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,
adanya kecenderungan yang terus meningkat, berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf
yang tidak saja dari jumlah pelaku tetapi juga pusat) yang menyebabkan korban tidak sadar
dari jumlah NAPZA yang disita. terhadap apa yang dilakukannya (Martono
66
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

dan Joewan, 2006). NAPZA ini juga jika dilihat pada saat penghentian narkoba yang
dikonsumsi terus menerus akan akan menimbulkan gejala abstinensi (gejala
mempengaruhi tubuh sehingga menyebabkan hebat akibat penggunaan obat dihentikan)
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sehingga membuat pengguna yang berniat
sosialnya akibat kebiasaan, ketagihan serta berhenti kembali menggunakannya serta
ketergantungan (dependensi) terhadap ketergantungan psikologis yang terjadi ketika
NAPZA. Istilah NAPZA ini umumnya pengguna narkoba ingin menghindari
digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan persoalan hidup yang dihadapi dan
yang menitikberatkan pada upaya melepaskan diri dari kesullitan hidup berupa
penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, tekanan ekonomi, konflik dalam keluarga,
psikis, dan sosial sebagai zat psikoaktif, yaitu masalah pekerjaan atau masalah-masalah
zat yang bekerja pada otak, sehingga lainnya yang dapat menimbulkan stress dan
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, mendorong seseorang untuk menggunakan
dan pikiran (Anggraini, 2015, p.2). NAPZA (Sasangka, 2003)
Dikarenakan banyaknya pengaruh Persoalan ini juga disebabkan oleh
buruk yang diakibatkan oleh NAPZA, Badan yang pada awal mulanya coba-coba,
Narkotika Nasional (BNN, 2012) menyatakan berkelanjutan sehingga menyebabkan adiksi
bahwa dalam kurun waktu 2008-2014, jumlah yaitu ketagihan pada pemakai dan membuat
penggunaan narkoba, psikotropika dan bahan pemakai harus mengkonsumsi obat tersebut
adiktif di Indonesia mencapai 11.659.486 dan terus mendorong meningkatkan dosis
orang, sedangkan kasus jumlah penggunaan obat yang digunakan dan kejadian ini akan
NAPZA di Aceh mencapai 190.887 orang membuat semakin sulit untuk menghentikan
yang dirilis dalam BNN setahun terakhir pemakaian dan jika hal ini terus berlanjut dan
jumlah penggunaan NAPZA pemakai narkoba tidak ditangani segera maka akan
mencapai 48.300 orang, angka tersebut menyebabkan overdosis pada pemakai yang
dilansir berdasarkan data pengguna yang berakhir dengan kematian (Hawari, 2007).
dilapor BNN Aceh atau yang tercatat oleh Pemberhentian penggunaan NAPZA
BNN berdasarkan kasus-kasus yang ditangani memang sulit untuk dilakukan namun ada
polisi, jaksa bahkan sampai ke pengadilan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
(BNN, 2014, p.91-108). mengatasinya yaitu dengan terapi dalam masa
Prevalensi tingkatan trend jumlah rehabilitasi, namun terapi ini sering tidak
barang bukti sitaan NAPZA di Indonesia membawa hasil yang baik bagi pengguna
didapatkan sebanyak 44.904.13 sedangkan di NAPZA bahkan banyaknya pasien yang telah
Aceh terutama Banda Aceh didapatkan diterapi dapat kembali kepanti rehabilitasi
sebanyak 1.690.93 sitaan (BNN, 2015, p.188). dalam keadaan lebih parah. Hal ini
Sedangkan jumlah narapidana ataupun disebabkan karena kesembuhan pengguna
tahanan kasus narkoba berdasarkan jumlah NAPZA tidak hanya bergantung hal eksternal
pengguna dan pengedar di Indonesia seperti yang diberikan di panti rehabilitasi
mencapai 61.819 orang dan di Aceh mencapi akan tetapi ada hal internal yang harus
sebanyak 1.654 orang (BNN, 2015, p.188). dimiliki oleh pengguna NAPZA dalam masa
Selain ditemukan banyaknya kasus rehabilitasi yaitu resiliensi. Resiliensi
dalam hal pengguna, pengedar disisi lain merupakan suatu kemampuan dalam diri
BNN juga menyatakan bahwa banyaknya untuk bertahan mengatasi rasa frustasi dan
pasien yang di rehabilitasi baik di ruang permasalahan yang dialami oleh individu.
rehabilitasi rumah sakit jiwa maupun pusat Individu yang resilien akan lebih tahan
rehabilitasi. Berdasarkan hasil pengambilan terhadap stres dan lebih sedikit mengalami
data awal didapatkan data pasien rehabilitasi gangguan emosi dan perilaku sehingga lebih
NAPZA ruang rehabilitasi rumah sakit jiwa memudahkan pasien untuk sembuh selama
Aceh 2016 sebanyak 79 orang dalam kurun masa rehabilitasi atau setelahnya serta tidak
waktu 5 bulan dan terjadinya peningkatan kembali relapse (Aisha, D. L, 2014).
pasien rehabilitasi setiap tahunnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
Penyebab tingginya angka dijelaskan diatas, peneliti bertujuan untuk
penyalahgunaan NAPZA baik secara mengidentifikasi resiliensi pasien NAPZA
nasional, regional, maupun daerah disebabkan selama masa rehabilitasi.
karena adanya ketergantungan fisik dapat
67
Idea Nursing Journal Budi Satria,dkk

METODE tahun)
Penelitian ini merupakan penelitian d. Lansia Awal 30 100
deskriptif yang menggunakan pendekatan (46-55 tahun)
Cross Sectional Study dan dilakukan di ruang e. Lansia Akhir
rehabilitasi. Pengambilan sampel dilakukan (56-65 tahun)
dengan menggunakan teknik purposive f. Manula (> 65
sampling terhadap 30 responden. tahun)
Pengumpulan data dilakukan pada 2. Status
tanggal 10-17 Juni 2016 dengan a. Belum 21 70,0
menggunakan alat pengumpulan data berupa Menikah 9 30,0
kuesioner sebagai alat ukur untuk mengukur b. Menikah
setiap variabel, yang terdiri atas 13 3 Pendidikan
pernyataan dengan rentang skor untuk setiap Terakhir 2 6,7
jawaban responden adalah 3 (untuk jawaban a. Dasar 17 56,7
selalu), 2 (untuk jarang), dan 1 (untuk tidak b. Menengah 11 36,7
pernah). Analisa data dilakukan dengan c. Tinggi
menggunakan program SPSS versi 16 dengan Pekerjaan
4
hasil 56,7%
a. Petani/Buruh 1 3,3
b. Wiraswasta 17 56,7
HASIL PENELITIAN
c. PNS 6 20,0
Karakteristik demografi responden
Karakteristik responden pada penelitian d. Tidak 6 20,0
ini berupa data demografi diantaranya: usia, Bekerja
status, pendidikan, pekerjaan, dan lama 30
rehabilitasi. Data demografi yang didapatkan 5. Lama
bedasarkan hasil yang diperoleh pada 30 Rehabilitasi 7 23,3
responden dapat dilihat pada tabel 1. a. 1-3 bulan 23 76,7
b. 4-6 bulan
Berdasarkan tabel 1 dibawah ini dapat
Total 30 100
dilihat bahwa responden berada pada 17-35
tahun dengan jumlah responden terbanyak 17 Sumber : Data Primer (Diolah 2016
atau 56,7%, tabel diatas juga Resiliensi Pasien NAPZA Di Ruang
menginformasikan bahwa responden Rehabilitasi
terbanyak dengan status belum menikah Berdasarkan hasil pengolahan data
sebanyak 21 atau 70,0%. Sebagian besar variabel resiliensi pasien rehabilitasi NAPZA
responden dengan pendidikan terakhir SMA diperoleh nilai total 3450 dan nilai rata-rata =
yaitu 17 atau 56,7%. Kemudian dilihat dari 34,5, maka hasil dikatakan tinggi x ≥ 34,5
segi pekerjaan, sebagian besar responden dan dikatakann belum rendah x < 34,5. Hasil
bekerja swasta 17 atau 56,7% dan dilihat juga pengumpulan data yang juga dapat diperoleh
dari segi lama rehabilitasi responden pada 30 responden yang secara umum
terbanyak terdapat pada 4-6 bulan yaitu 23 disajikan dalam tabel berikut:
orang atau 76,7%.
Tabel 5.2. Resiliensi Pasien NAPZA Di
Tabel 5.1. Distribusi Data Demografi
Ruang Rehabilitasi (n=30)
Pasien NAPZA di Ruang Rehabilitasi No Kategori Frekuensi Persentase
(n=30) 1 Tinggi 17 56,7
No Data Demografi Frekuen Presenta
2 Rendah 13 43,3
si se
1 Usia Total 30 100
a. Remaja (17- 2 6,7 Sumber: Data Primer (Diolah 2016)
25 tahun) 17 56,7 Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat
b. Dewasa Awal 5 16,7 diketahui bahwa resiliensi pasien rehabilitasi
(26-35 tahun) 3 10,0 NAPZA terbanyak berada dalam kategori
c. Dewasa 2 6,7 tinggi 56.7%.
Akhir (36-45 1 3,3

68
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

PEMBAHASAN melewatinya secara efektif, mampu menjaga


Hasil penelitian ini mendukung kesinambungan hidup yang optimal.
beberapa kesimpulan penelitian sejenis Penelitian serupa juga pernah dilakukan
lainnya yang telah ada. Suryaman, Sugiarta, oleh Nurseha dan Nita (2013) menyebutkan
dan Iqbal (2013) melakukan penelitian pada bahwa ada hubungan yang signifikan antara
33 pasien rehabilitasi Yayasan Rumah Damai spiritualitas dengan resiliensi pada janda di
Semarang dan menemukan bahwa resiliensi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terbukti
pada pasien rehabilitasi narkoba Yayasan dengan p-value 0,000 < 0,01 sehingga
Rumah Damai Semarang memiliki pengaruh hipotesa nol (Ho) ditolak. Semakin tinggi
tinggi untuk meningkatkan kesembuhan pada spiritualitas dalam hal ekternal diri maka
pasien. Resiliensi pada pasien rehabilitasi resiliensi pun bagian internal individu
narkoba Yayasan Rumah Damai Semarang seseorang juga semakin meningkat.
menjadikan individu mampu untuk bertahan, Secara umum, resiliensi menurut Uyun
bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi (2012) bermakna kemampuan seseorang
yang sulit agar terbebas dari jeratan narkoba untuk bangkit dari keterpurukan yang terjadi
sehingga individu dapat terlindungi dari efek dalam kehidupannya. Orang-orang dengan
negatif resiko kambuh (relaps). resiliensi yang positif akan mudah untuk
Menurut Pandanwati dan Veronika kembali ke keadaan normal. Selain itu orang
(2012) resiliensi adalah suatu kondisi dimana dengan resiliensi positif mampu mengelola
seseorang mampu beradaptasi dan berhasil emosi secara sehat. Individu mempunyai hak
melalui stress baik di sekarang maupun dan berhak untuk merasa sedih, marah,
waktu-wakyu berikutnya. merasa kehilangan, sakit hati dan tertekan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Bedanya, individu tidak membiarkan perasaan
Aisha (2014) penghuni Panti Asuhan semacam itu menetap dalam waktu lama.
Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta Individu cepat memutus perasaan yang tidak
yang berjumlah 50 orang menunujukkan nyaman dan tidak sehat, kemudian justru
bahwa ada hubungan positif yang sangat membantunya bertumbuh menjadi orang yang
signifikan antara religiuisitas dengan lebih kuat. Pribadi dengan resiliensi tinggi ini
resiliensi pada remaja, ditunjukkan dengan akan mampu keluar dari masalah dengan
nilai (r) sebesar 0,752 dan p = 0,000 (p < cepat dan tidak terbenam dengan perasaan
0,01), tingkat religiusitas pada remaja sebagai korban lingkungan atau keadaan dan
PAKYM tergolong tinggi, tingkat resiliensi mampu mengambil keputusan saat berada
pada remaja tergolong tinggi, dan hal ini dalam situasi sulit.
menjelaskan bahwa individu yang memiliki Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
religiusitas dan resiliensi yang tinggi akan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2015)
memiliki pedoman dan daya tahan yang lebih yang menyebutkan terdapat hubungan yang
baik dalam menghadapi masalah. signifikan antara religiusitas dengan resiliensi
Dinyatakan dalam uyun (2012) remaja pada keluarga orang tua tunggal. Hal
menyatakan bahwa resiliensi merupakan ini terbukti dengan p-value 0,000 < 0,01
ketrampilan yang penting untuk sehingga hipotesa nol (Ho) ditolak. Hal ini
dikembangkan di segala sektor kehidupan. menunjukkan bahwa religiusitas juga
Individu juga memiliki kemampuan mempengaruhi resiliensi semakin baik
memecahkan masalah yang baik, religiusitasnya maka akan baik pula
berkembangnya harga diri, konsep diri dan resiliensinya.
kepercayaan diri secara optimal. Kemampuan Beberapa faktor lain yang mempunyai
untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa peranan dalam mempengaruhi resiliensi
kemalangan atau setelah mengalami tekanan remaja menurut (Aisha, 2014) yang bertempat
yang berat bukanlah sebuah keberuntungan, tinggal di panti antara lain : a. Individual,
tetapi hal tersebut menggambarkan adanya faktor ini meliputi konsep diri, kemampuan
kemampuan tertentu pada individu. Resiliensi kognitif, harga diri dan kompetensi sosial
merupakan faktor penting dalam kehidupan, (Everall, 2006). Selain itu berdasarkan
ketika perubahan dan tekanan hidup pendapat Grotberg (dalam Desmita, 2012)
berlangsung begitu intens dan cepat, maka faktor dalam diri individu yang
individu perlu mengembangkan kemampuan mempengaruhi resiliensi meliputi
dirinya sedemikian rupa untuk mampu kepercayaan diri, sikap, self-esteem, serta
69
Idea Nursing Journal Budi Satria,dkk

kemampuan sosial dan interpersonal. b. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan


Komunitas, komunitas berkenaan dengan Zat Adiktif lain), Edisi 7. Jakarta : UI
aspek lingkungan yang dapat menjadi Pres.
pendukung bagi individu kettika menghadapi
masalah. c. Keluarga, faktor ini terkait dengan Nurseha, Sofa, dan Nita. (2011). Hubungan
dukungan keluarga yang diberikan ketika Antara Spiritualitas Dengan Resiliensi
seseorang menghadapi tekanan (Everall, Pada Janda Di Yogyakarta. Universitas
2006). Islam Indonesia : Program Studi
Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu
KESIMPULAN Sosial Budaya.
Resiliensi yang dimiliki individu dapat
mempengaruhi keberhasilannya dalam Sasangka, H. (2003). Narkotika dan
beradaptasi pada situasi yang penuh tekanan Psikotropika dalam Hukum Pidana.
dengan berbagai resiko dan tantangannya Bandung : Mandar Maju.
serta membantu indivisu dalam memecahkan
masalah dan mencegah kerentanan pada Suryaman, A., S, dan Sugiarta., Mabruri, I.
faktor-faktor yang sama pada masa yang akan (2013).Pengaruh Spiritualitas
datang. Untuk itu disarankan kepada perawat Terhadap Resiliensi Pada Pasien
komunitas dan jiwa agar dapat meningkatkan Rehabilitasi Narkoba Yayasan Rumah
upaya penyuluhan kesehatan tentang Damai Semarang . Universitas Negeri
pentingnya resiliensi bagi internal individu Semarang : Psikologi dikutip dari
dan agar dapat mendukung dan http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/
menumbuhkan sikap positif pasien guna dcp 2 (1).
untuk meningkatkan resiliensi sehingga akan
mempercepat proses penyembuhan pasien. Uyun, Z. (2012). Resiliensi dalam Pendidikan
Karakter. Surakarta : Fakultas
KEPUSTAKAAN Psikologi Universitas Muhammadiyah
Aisha, D. L. (2014). Hubungan antara Surakarta
spiritualitas dengan resiliensi pada
remaja di panti asuhan keluarga yatim Pandanwati, K., I, dan Veronica, S (20 )
muhammadiyah Surakarta. Resiliensi Keluarga Pada Pasangan
Universitas Muhammadiyah Surakarta Dewasa Madya yang Tidak Memiliki
: Fakultas Psikologi. Anak. Universitas Airlangga : Fakultas
Psikologi.
Amalia. (2015). Hubungan antara konsep diri
dengan resiliensi remaja pada keluarga
orang tua tunggal. Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Fakultas
Psikologi dan Fakultas Agama Islam.

Anggraini, Erlina. (2015). Strategi regulasi


emosi dan perilaku koping religius
narapidana wanita dalam masa
pembinaan. Universitan Islam Negeri
Walisongo : Jurusan Tasawuf dan
Psikoterapi.

BNN. (2012). Data tindak pidana narkoba


tahun 2007-2011. Dari http
://www.bnn.go.id. Diakses pada 20
Desember 2015.

Hawari, D. (2004). Metode Terapi


(detoksifikasi) Rehabilitasi (pesantren)
Mutakhir (sistem terpadu) Pasien
70

Anda mungkin juga menyukai