Anda di halaman 1dari 14

PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI BADAN

PEMUSYAWARATAN DESA DALAM PROSES PEMBUATAN


KEPUTUSAN DI DESA ENAKOM KECAMATAN PIRIME
KABUPATEN LANNY JAYA

Ben Wakerkwa, Program Studi Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sam Ratulangi

Abstrak

Partisipasi masyarakat di masa reformasi menjadi tutuntan yang mutlak


diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, hal ini
menjadi ciri khusus bagi masyarakat desa karena keanekaragaman masyarakat
desa menjadi cirikhas tersendiri dalam kehidupan masyarakat desa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi masyarakat melalui
Badan Permusyawaratan Desa dalam proses pembuatan keputusan di desa
Enakom Kecamatan Pirime Kabupaten Lanny Jaya, dengan menggunakan desain
penelitian deskriptif kualitatif, informan yang ditentukan adalah kepala desa,
anggota Badan Permusyawaratan Desa, dan masyarakat desa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat melalui Badan
Permuyawaratan Desa masih kurang optimal, hal ini lebih disebabkan karena
kekurang pahaman masyarakat desa untuk menyalurkan aspirasinya melalui Bdan
Permusyawaratan Desa, begitu pula dengan anggota Badan Permuyawaratan desa
itu sendiri yang belum terlalu memahami akan tugas dan fungsinya, sehingga hal
ini menghambat dalam pembuatan keputusan desa.

Kata Kunci: Partisipasi Masyarakat, Badan Permuyawaratan Desa, Keputusan.


Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, merujuk pada
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, disebutkan bahwa
pengaturan desa bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi
masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan
bersama. Di jelaskan pula dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014, bahwa aturan yang baru tentang desa ini bertujuan untuk kedudukan
masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat,
serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan
kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat
mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menilik dari adanya ketentuan peraturan tersebut, partisipasi masyarakat
merupakan salah satu kunci sukses dari penyelenggaraan pemerintahan di desa,
otonomi daerah telah memberikan ruang gerak bagi partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, yang menyadikan masyarakat tidak hanya sebagai subjek
pembangunan dan dengan tingkat partisipasi tersebut diharapkan akselarasi hasil-
hasil pembangunan dapat segera diwujudkan dan berdayaguna dalam peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat.
Dalam sistem penyelenggaran pemerintahan di tingkat desa, disebutkan
bahwa tadanya wadah partisipasi masyarakat melalui badan permusyawaratan
desa (BPD), dimana Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis. Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan
permusyawaratan di tingkat Desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai
kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam upaya
meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Desa, memperkuat kebersamaan,
serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa
dan/atau Badan Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyelenggaraan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan
unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk
kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar
oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan
kebijakan Pemerintahan Desa (Penjelasan undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014).
Dalam realitanya, masyarakat berpartisipasi dalam bentuk ide-ide, saran
kepada Badan Permusyawaratan desa, dalam suatu bentuk kegiatan musyawarah
rencana pembangunan desa (musrembangdes), dari hasil musyawarah ini
dijadikan prioritas utama program kerja pemerintah desa, yang dituangkan dalam
bentuk peraturan desa, dimana mekanisme pembuatan peraturan desa tersebut
diputuskan bersama antara BPD dengan kepala desa.
Fenomena yang terjadi di lokasi penelitian, yaitu desa ekanom kecamatan
pirime, berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, ditemui bahwa
selang, masyarakat terkesen enggan berpartisipasi aktif dalam memberikan ide-
ide, gagasan pemikiran kepada badan permusyawaratan desa, berdasarkan
observasi yang dilakukan oleh peneliti, bahwa berselang pada awal tahun 2013
dilaksanakan musyawarah rencana pembangunan desa, dimana pada saat itu
diputuskan membuat irigasi untuk mengairi lahan pertanian warga, yang akan
dilakukan secara gotong royong, namun sampai selesainya tahun 2013 hasil
musyawarah ini tidak pernah dilaksanakan, bahkan tidak diagendakan dalam
program kerja pemerintah desa ekanom sendiri. Bagitu pula halnya yang terjadi
pada pertengahan tahun 2014, ada sebagian masyarakat desa ekanom yang berasal
dari dusun 3 mendatangi badan permusyawaratan kampung, menyampaikan
aspirasinya mengenai perlunya dilakukan penataan saluran air limbah
pembuangan, karena disetiap musim penghujan dusun 3 tersebut terkena banjir,
dalam penyampaian aspirasinya, badan permusyawaratan desa menyatakan siap
dan menampung untuk nantinya ditindaklanjuti kepada pemerintah desa, namun
sampai dengan saat ini, usulan yang disampaikan oleh masyarakat desa dusun 3
tersebut tidak pernah ditindak lanjuti.
Selain peristiwa yang diuraikan diatas, masih ada beberapa kasus
penyampaian aspirasi masyarakat yang tidak ada tindak lanjutnya oleh BPD itu
sndiri maupun pemerintah desa, sehingga pada tahun 2015 partisipasi masyarakat
dalam menyampaikan aspirasinya mengalami penurunan yang cukup drastis,
penulis menemukan adanya kesan apatis dari masyarakat dalam berpartisipasi,
masyarakat juga lebih cenderung berpartisipasi dalam kelompok masing-masing,
dibandingkan dalam suatu wadah masyarakat desa, disisi lain dapat diungkapkan
pula bahwa keputusan-keputusan konkrit yang seharusnya dibuat oleh pemerintah
desa seperti peraturan kepala desa tentang penetapan anggaran pendapatan dan
belanja desa yang terkadang terlambat, di indikasikan lebih memperburuk
partisipasi masyarakat desa. Masyarakat desa lebih sering bertanya-tanya apa
yang menyebabkan keterlambatan penetapan anggaran pendapatan dan belanja
desa tersebut, tidak pernah terjawab atau ada keterangan yang resmi disampaikan
oleh pemerintah.
Keputusan yang berhasil dibuat oleh pemerintah desa dari tahun 2013
samapai dengan tahun 2015 hanyalah sebatas pada peraturan kepala kampung
tentang pelakasanaan pembelanjaan desa pada tahun 2014, itupun di buat pada
pertengahan tahun, sehingga terkesan kurang efektif, sesuai dengan laporan
keuangan desa yang peneliti peroleh, ditemukan adanya dana yang tidak berhasil
digunakan pencapaiannya karena keterlambatan keputusan pelaksanaannya oleh
pemerintah desa.
Sampai dengan penelitian ini dibuat, penulis belum menemukan adanya
referensi dari penelitian terdahulu yang membahas tentang topik yang sedang
diangkat, sehingga penelitian ini merupakan penelitian awal khusus untuk desa
ekanom kecamatan pirime, khususnya tentang partisipasi masyarakat dalam
proses pembuatan keputusan desa.
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: bagaimana partisipasi masyarakat melalui badan
permusyawaratan desa dalam proses Pembuatan Keputusan di Desa Ekanom?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi masyarakat melalui
Badan permusyawaratan desa dalam Proses Pembuatan Keputusan Di Desa
Ekanom Kecamatan Pirime Kabupaten Lani Jaya.
Konsep Partisipasi Masyarakat
Menurut Andisasmiita (2006:34) Partisipasi aggota masyarakat adalah
keterlibatan anggota masyarakat dalam pembagunan, meliputi kegiatan dalam
perencanaan dan pelaksanaan (inpelementasi) program/proyek pembangunan yang
dikerjakan di dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Slamet sebagaimana dikutip oleh Suryono (2001:124)
partisipasi masyarakat dalam pembangunan diartikan sebagai ikut serta
masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan dan ikut serta
pemanfaatan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.
Berdasarkan hal tersebut maka partisipasi masyarakat adalah suatu
aktivitas yang mengikutsertaan perasaan dan emosional seseorang dalam proses
pembuatan keputusan dan melaksanakan tagung jawab dalam swatu organisasi
atau kelompok dalam mencapai tujuan bersama yang telah di tentukan.
Selanjutnya menurut Adisasmita (2006:41) Partisipasi masyarakat adalah
pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan
perencanaan inpelementasi program/projek pembangunan, dan merupakan
aktualisasi dan kesedian dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan
berkontribusi terhadap implementasi program pembangunan.
Dapat disimbulkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan “proses
ketika warga, sebagai indivindu maupun kelompok sosial dan warga, mengabil
peran, serta ikut mempengaruhi proses perencanaan plaksanaan dan pemantauan
kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka”.
Menurut Suharto (2005:26) Masyarakat adalah sekelompok orang yang
memiliki perasaan sama, menyatu satu sama lain karena mereka saling berbagi
indentitas, kepentingan-kepentingan yang sama, perasaan memiliki dan biasanya
satu tempat yang sama.
Mac Iver dan page dalam bukunya Soekanto (1999:26) masyarakat adalah
suatu system dari kebiasaan dan data cara dari wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok dan pengolaan dari pengawasan tingka laku serta kebebasan
manusia. Kemudian menurut soekato (2006:26) masyarakat merupakan setiap
kelompok manusia yang telah hidup dan berkerja cukup lama sehingga mereka
dapat mengatur diri mereka dan mengaggap diri mereka suatu kesatuan social
dengan batasan-batasan yang dirumuskan.
Dari pendapat di atas, maka dapat di simpulkan partisipasi masyarakat itu
adalah suatu sistem, kesatuan manusia yang memiliki suatu intraksi, kebiasaan
(adat-istiadat), tata cara hidup bersama yang hidup dengan batasan-batasan
(aturan-aturan dan mengangap diri mereka suatu kesatuan social yang bersifat
kontinya dan terikat. Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007:26) adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi
yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengabilan keputusan tentang alternatif
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaloasi perubahan yang teryadi.
Partisipasi sesuai dengan undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang
system perencanaan pembangunan Nasional (sebagai salah satu tujuan SPPN
Pasal 2 ayat 4 huruf d) memaknai “partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan
masyarakat untuk mengakomodasikan mereka dalam proses penyusunan rencana
pembangunan”.
Oakley (1991:9) memberi pemahaman tentang konsep partisipasi, dengan
mengelompokkan ke dalam tiga pengertian pokok, yaitu Partisipasi sebagai
kontribusi; Partisipasi sebagai organisasi; dan Partisipasi sebagai pemberdayaan.
Dengan landasan teori dari Oakley, disusun definisi konseptual variabel
Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan langsung masyarakat dalam
penanganan masalah desa yang meliputi kontribusi masyarakat, pengorganisasian
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat
Dari definisi konseptual tersebut diperoleh 3 (tiga) dimensi kajian, yakni
Dimensi Kontribusi Masyarakat, Dimensi Pengorganisasian Masyarakat, dan
Dimensi Pemberdayaan Masyarakat.
Dimensi Kontribusi Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-indikator :
(1) Kontribusi Pemikiran, (2) Kontribusi Dana, (3) Kontribusi Tenaga, dan (4)
Kontribusi Sarana.
Dimensi Pengorganisasian Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-
indikator : (5) Model Pengorganisasian, (6) Struktur Pengorganisasian, (7) Unsur-
unsur Pengorganisasian, dan (8) Fungsi Pengorganisasian.
Dimensi Pemberdayaan Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-
indikator : (9) Peran Masyarakat, (10) Aksi Masyarakat, (11) Motivasi
Masyarakat, dan (12) Tanggungjawab Masyarakat.

Konsep Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


Badan Permusyawaratan desa adalah merupakan perwujudtan demokrasi
dalam penyelegaraan pemerintahan desa. BPD dapat diangkap sebagai
“parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembanga baru di desa pada era otonomi
daera di Indonesia. Sedangkan pengunaan nama atau istilah BPD tidak harus
serangan pada seluru desa di Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan
keperwakilan wilaya yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Anggota BPD terdiri dari ketua Rukun Warga, pemamku adat, golongan perofesi,
pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya masa jabatan anggota
BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat /diusulkan kembali untuk 1 kali masa
jabatan berikut nya. Pinpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap
jabatan sebagai kepala desa dan perangkat desa.
Badan Permusyawaratan Desa adalah nama lain dari Badan Perwakilan
Desa seperti yang tercatum pada peraturan yang lama yaitu UU No. 22 tahun 1999
tentang pemerintahan Daerah. Sesuai dengan pasal 209 Udang-Udang
pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 “Badan Permusyawaratan Desa
berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,menyapung dan
menyelurkan aspirasi masyarakat”. Menurut pasal 13 UU No.10 Tahun 2004
tentang pembentukan peraturan perudang-Undangan, materi muatan peraturan
desa/yang setingkat adalah seluru materi dalam rangka penyeleggaraan urusan
desa atau yang setingkat serta penjabarannya lebih lanjut peraturan perudang-
udangan yang lebih tinggi.Peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan desa lain, dan peraturan perudang-undangan yang
lebih tinggi.
Badan Permusyawaratan Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial
budaya masyarakat Desa setempat. Pembentukan pemerintah desa dan badan
permusyawaratan desa dilakukan oleh masyarakat desa. Dengan demikian istilah
BPD atau dengan kata lain sebutan bagi BPD akan berbeda antara satu Desa
dengan Desa lainnya, hal tersebut tergantung atau sesuai aspirasi dan kebutuhan
serta keadaan sosial budaya masyarakat setempat.
Badan permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di Desa.
Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat
sebagai contoh demokratisasi dari masyarakat, yang diartikulasikan oleh BPD dan
lembaga masyarakat lainnya. Badan ini merupakan lembaga legislatif tingkat
Desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan nama dari Badan Perwakilan
Desa yang ada selama ini. Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa
budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”.
Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil.
Hasil yang diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat,
berbagai konflik elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak
sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan Peraturan
Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
(UU Nomor 6 Tahun 2014). Oleh karenanya BPD sebagai badan
permusyawaratan yang berasal dari masyarakat Desa, disamping menjalankan
fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat
Desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi
dari masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lanny Jaya Nomor 6 Tahun
2011 tentang tentang Badan Permusyawaratan Desa, persyaratan menjadi anggota
BPD adalah penduduk Desa warga Negara Republik Indonesia dengan beberapa
persyaratan mengikat. Pencalonan anggota BPD diatur dalam pasal 9 Peraturan
Daerah Kabupaten Lanny Jaya No. 6 Tahun 2006, terdiri dari Ketua, Rukun
Warga, Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan Tokoh atau
Pemuka Masyarakat lainnya, dan merupakan wakil dari penduduk Desa
berdasarkan keterwakilan wilayah, serta beberapa persyaratan lainnya yang
mengikat.

Konsep Pemerintah Desa


Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
desa atau desa adat yang disebut dengan nama lain,selanjudnya disebut desa,
adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas–batas wilayah yuridiksi,
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk
dalam system pemerintahan Nasional dan barada di kabupaten atau kota.
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan
sambutan lain nya dan kepala desa melalui pemerintahan desa dapat diberikan
penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah
untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedangkan desa diluar desa
geneologis yaitu desa yang bersivat adminitratif seperti desa yang dibentuk karena
pemakaran desa ataupun karena trasmigrasi ataupun Karena alasan lain yang
warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan
diberikan kesempatan untuk tubuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan
desa itu sendiri.
Desa dapat melakukan perbuatan hokum, baik hokum puplik maupun
hokum perdata, memiliki kekayaan, harta beda dan bangunan serta dapat dituntut
dan menuntut di pengadilan.untuk itu kepala desa dengan persetujuan BPD
mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hokum dan mengadakan
perjajian yang saling menguntungkan.
Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan
pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan
pihak ketiga dan pinjaman desa. Berdasarkan asal-usul desa yang bersangkutan,
kepala desa mempunyai wewenag mendamaikan perkara atau sengketa dari para
warga nya. Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada
masyarakat yang bercirikan perkotaan di bentuk kelurahan sebagai unit
pemerintahan kelurahan yang berada didalam daera kabupaten dan/atau daera
kota.
Dalam penyelegaraan pemerintahan desa dibentuk badan
permusyawaratan desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuwai dengan budaya yang
berkembang di desa bersangkutan, yang berfunsi sebagai lembaga pengaturan dan
pengawasan penyelegaraan pemerintahan desa , seperti dalam pembuatan dan
pelaksanaan peraturan Desa, Angaran pendapatan dan Belanya desa dan
keputusan kepala desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang
berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat (Riyadi,2004).
Kepala desa pada dasarnya bertangungjawab kepada rakyat desa yang
dalam tata cara dan prosedur pertangungyawaban nya di sampaikan kepada bupati
atau walikota melalui camat. Kepada badan permusyawaratan desa, kepala desa
wajib memberikan keterangan laporan pertangugyawabannya dan kepada rakyat
menyampaikan inpormasi pokok-pokok pertangungyawabannya namun tetap
harus member peluang kepada masyarakat melalui badan permusyawaratan desa
untuk menayangkan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan pertagungyawaban tersebut.
Desa tidak lagi merupakan level adminitrasi, tidak lagi menyadi bahwaan
daera tetapi menyadi indepent community, sehinga setiap warga desa dan
masyarakat desanya berhak berbicara atas kebawaan seperti selama ini
terjadi.Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabungkan dengan
memperhatikan asal-usulnya atas prakarasa masyarakat dengan persetujuan
pemerintahan kabupaten dan DPRD.

Metode Penelitian
Jenis Penelitan ini adalah penelitian deskriptif dalam arti mendeskripsikan
kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang tumbuh dan proses yang sedang
berkembang. Metotode penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masala
yang disediliki dengan mengabarkan atau melukiskan subjek /objek penelitian
(seseorang, lembaga masyarakat). Berdasrkan fakta-fakta yang tampil
sebagaimana adanya (Nawawiha, 1983:63) sedangkan bongda dan toylor
mendefisinikan Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat di amati (Moleong Lexy, 2003).
Fokus penelitian ini adalah partisipasi masyarakat melalui BPD dalam
proses pembuatan keputusan, sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Oakley
(1991:9), yaitu:
1. Dimensi Kontribusi Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-indikator:
(1) Kontribusi Pemikiran
(2) Kontribusi Dana
(3) Kontribusi Tenaga
(4) Kontribusi Sarana.
2. Dimensi Pemberdayaan Masyarakat dijabarkan menjadi indikator-
indikator:
(1) Peran Masyarakat
(2) Aksi Masyarakat
(3) Motivasi Masyarakat
(4) Tanggungjawab Masyarakat

Informasi yang akurat dan komprehensif diperoleh penelitian dengan


mencari data dari informan. Informasi berkaitan dengan pihak ketiga melalui
argument bahwa mereka lebih mengetahui secara spesifik mengenai fenomena
yang terjadi di lapangan sesuwai dengan focus penelitian. Informan penelitian ini
yaitu: Kepala desa, Ketua dan Anggota BPD, dan Masyarakat Desa

Hasil Penelitian
Partisipasi masyarakat secara langsung dalam setiap proses pembangunan
suatu masyarakat mutlak bagi tercapainya tujuan pembangunan. Idealnya suatu
merupakan luaran dan partisipasi mesyarakat yaitu usaha untuk menumbuhkan
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, sehingga proses pembangunan dapat
meringangkan beban dan akhirnya pembangunan itu dapat dirasakan secara adil
dan sejahtera, demikian pula secara sederhana dapat diketahui bahwa masyarakat
hanya akan terlihat dalam aktifitas selanjutnya apabila mereka merasa ikut ambil
dalam menentukan apa yang akan dilaksanakan.
Hal penting yang perlu di perhatikan adalah kesediaan untuk membantu
berhasilnya setiap program sesuai kemampuan yang dimiliki setiap orang tanpa
berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri sudah di kategorikan ke dalam
pengertian partisipasi. Oleh sebab itu dalam partisipasi Non Fisik masyarakat
sangat mendasar sekali, terutama dalam tahap perencanaan dan pengambilan
keputusan. Karena keikut sertaan ini adalah ukuran tingkat partisipasi masyarakat.
Semakin besar kemampuan untuk menentukan nasib sendiri semakin besar
partisipasi dalam pembangunan. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Kepala
Desa yang mengemukakan bahwa:
”…pembangunan yang ada di desa Ekanom sebagian besar adalah hasil
musrembang yang telah di laksanakan bersama masyarakat. Secara tidak
langsung ide dan gagasan pembangunan awalnya merupakan bagian dari
partisipasi masyarakat, jadi masyarakat memang sudah berpartisipasi,
hasil keputusan itulah yang akan ditindaklanjuti oleh pemerintah desa
dengan BPD yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan
program pembangunan desa…”.
Keberhasilan suatu pembangunan, bagaimana bentuk dan hasilnya tidak
dapat dilepaskan oleh adanya putusan-putusan yaitu melalui tahapan-tahapan
pengambilan keputusan. Pada tahap-tahap tertentu keterlibatan masyarakat
sangatlah di butuhkan mengingat ide-ide atau pemikiran dapat menjadi bahan
pertimbangan. Partisipasi masyarakat dalam bentuk non fisik adalah bagaimana
masyarakat terlibat dalam memberikan buah pikirannya dalam proses
pembangunan. Partisipasi dapat di wujudkan pada berbagai macam kesempatan,
seperti melalui pertemuan/rapat, melalui surat/saran dan tanggapan terhadap
proses pembangunan.
Berdasarkan wawancara kepada beberapa informan mayarakat dapat
diperoleh informasi bahwa masyarakat menyatakan sangat aktif mengikuti rapat
dan memberikan pendapat dan sarannya karena mereka selalu di undang oleh
pemerintah desa. Selain itu karena adanya kesadaran pribadi untuk membantu
terlaksananya pembangunan, namun ada juga informan yang peneliti temui
menyatakan kurang aktif karena mereka tidak pernah diundang di samping itu ada
juga masyarakat yang pasif mengikuti rapat karena tidak mempunyai kemampuan
berbicara di depan umum. Hal ini sesuai dengan apa yang di jelaskan oleh
sekertaris Desa Ekanom, yang mengatakan bahwa:
“…sebagai pemerintah tentunya kami sering mengundang masyarakat
jika ada pembangunan yang akan di laksanakan, harus disadari bahwa
tidak semua masyarakat desa harus kami undang, tetapi dalam rapat
tersebut hanyalah mereka yang dianggap tokoh-tokoh dan juga orang
yang mempunyai kemampuan”.
Walaupun tingkat partisipasi non fisik masyarakat dalam kategori yang
biasa-biasa saja, tidak berarti dalam pemikiran yang bersumber dari masyarakat
tidak diakomodasi secara proporsional.
Wawancara yang berhasil peneliti lakukan adalah dengan tokoh
masyarakat desa Ekanom, yang mengatakan bahwa:
“rapat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa, biasanya
mengundang para tokoh yang ada, hasil rapat biasanya didasarkan pada
saran yang disampaikan oleh peserta rapat, tetapi yang paling aktif
mencatat itu adalah pihak perangkat desa, sedangkan dari BPD hanya
mendengar, yang seharusnya BPD harus mencatat karena aspirasi dari
masyarakat itu seharusnya diperjuangkan oleh BPD”.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa peran BPD dalam
menampung aspirasi yang diberikan oleh masyarakat desa dalam suatu wadah
pertemuan umum antara masyarakat dan pemerintah desa, belumlah seperti yang
diharapkan oleh masyarakat desa, peneliti melakukan wawancara dengan ketua
BPD beliau mengungkapkan bahwa:
“rapat itu yang melaksanakan adalah pemerintah desa, sehingga itu
adalah kewenangan desa sebenarnya ide yang disampaikan oleh
masyarakat itu menjadi masukan bagi pemerintah desa hal itu menjadi
usulan program yang berasal dari pemerintah desa, dalam hal ini BPD
hanyalah sebagai pihak yang terundang”.
Lebih jauh lagi peneliti mendalami peran BPD tersebut, khususnya dalam
melakukan rapat atau pertemuan dengan masyarakat yang dilakukan oleh BPD,
ketua BPD mengatakan bahwa:
Sampai sejauh ini, BPD belum pernah melakukan rapat dengan
masyarakat, biasanya saran itu langsung disampaikan kepada personil
BPD secara langsung, jadi aspirasi itu kami tampung dan nantinya akan
diteruskan kepada kepala desa”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua BPD tersebut nampak jelas
bahwa pengambilan keputusan oleh BPD tidak menitikberatkan pada partisipasi
ide atau pemikiran yang disampaikan oleh masyarakat, hal ini tentunya
menghambat dalam penyaluran aspirasi masyarakat desa, karena seharusnya BPD
sebagai lembaga perwakilan yang ada di desa dengan salah satu fungsinya adalah
penyaluran aspirasi masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pembangunan yang dilaksanakan
menelan biaya yang cukup besar dan dana yang digunakan lebih banyak dari
swadaya masyarakat dibandingkan dengan dana yang berasal dari bantuan
pemerintah. Sesuai dengan wawancara dengan kepala desa, yakni:
“…pelaksanaan pembangunan biasanya pemerintah menyampaikan
kepada masyarakat bahwa bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi
untuk pembangunan dapat membantu dalam bentuk uang dalam bentuk
swadaya masyarakat, tetapi hal ini tidak dipaksakan, karena pemerintah
tidak bisa mengharap sepenuhya terhadap dana yang ada dari pemerintah
kabupaten, sampai sejauh ini respon masyarakat cukup baik”.
Berdasarkan data yang diperoleh serta pengalaman langsung peneliti,
diketahui bahwa partisipasi dalam bentuk uang dalam kategori yang biasa saja,
karena untuk menyumbang dalam bentuk uang sangat mudah prosedurnya dan
tidak banyak menyita waktu maupun tenaga. Kenyataan seperti itu memberikan
indikasi bahwa partisipasi masyarakat dalam bentuk uang sebagai suatu bagian
partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan menunjukkan bahwa kesadaran
akan pembangunan membutuhkan dana yang cukup.
Dalam setiap bulannya biasanya masyarakat memberikan sumbangan
untuk kegiatan pembangunan terutama dalam hal pembangunan fisik, dan
masyarakat dalam memberikan sumbangan bukan karena adanya paksaan dari
pemerintah atau dari pihak lain tetapi karena adanya kesadaran untuk membangun
daerahnya. Salah satu contohnya yaitu tentang swadaya masyarakat dalam bentuk
uang pembangunan gereja selama tahun 2014. Sumbangan masyarakat tersebut
memang cukup besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena
pada saat itu pendapatan dari hasil perkebunan dan pertanian masyarakat juga
meningkat. Jadi sumbangan yang diberikan masyarakat dalam bentuk uang
tergantung dari pendapatan masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan salah satu masyarakat yakni:
“… dilihat dalam laporan keuangan paling banyak sumbangan dari
masyarakat, karena jumlah pemasukan untuk pembangunan yakni palinng
banyak dari swadaya masyarakatsedangkan dari pemerintah tidak ada”.
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di
desa Enakom senantiasa tidak terlepas dari peranan pemerintah desa sebagai
motivator dalam menyampaikan setiap program-program pembangunan
kepada masyarakat baik perencanaan, pelaksanaan maupun komunikasi di dalam
memelihara hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan.
Dalam hal ini pemerintah desa berfungsi sebagai komunikator
yang menentukan program apa yang akan dilakukan di desa,
bagaimana cara pelaksanaannya supaya keputusan dapat dilaksanakan dengan
baik dan efektif. Sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti menanyakan
kepada Kepala Desa mengenai fungsi kepemimpinan dalam pemberian instruksi
sebagai administrator pembangunan dengan pertanyaan „apakah ada intsruksi Bapak
dalam pelaksanaan pembangunan, beliau menjawab:
“Ada, kalau tidak ada intrusksi dari saya bagaimana pelaksanaan
pembangunan ini berjalan dengan baik. Saya selaku kepala desa
sudah seharusnya melakukan intruksi kepada aparat desa maupun
kepada masyarakat yang terlibat didalamnya bagaimana pembangunan
yang ada didesa ini supaya berjalan dengan lancar dan harus menunggu
intruksi dari saya”.

Pembahasan
Pada dasarnya pembangunan desa adalah pembangunan yang melibatkan
seluruh lapisan masyarakat. Semakin tinggi peran serta masyarakat desa tersebut,
maka semakin cepat pula pembangunan desa yang bersangkutan dapat terealisasi,
terutama dalam otonomi daerah sekarang ini. Dengan keberadaan delegasi
masyarakat desa dalam pembangunan sangatlah penting, dimana terbukanya kran
partisipasi masyarakat untuk ikut menentukan dan mengawasi penentuan
kebijakan pembangunan daerahnya.
Adapun bentuk- bentuk partisipasi yang diberikan oleh masyarakat desa
Enakom adalah sebagai berikut :
a) Partisipasi dalam bentuk uang atau benda
Salah satu dari bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung program-
program pembangunan di desa Enakom adalah dalam bentuk uang atau benda,
yaitu merupakan bantuan dana yang sifatnya menunjang kelancaran pelaksanaan
dari program-program pembangunan yang akan dilaksanakan.
Partisipasi masyarakat dalam bentuk uang atau benda ini tentunya akan sangat
mendukung pelaksanaan program pembangunan desa. Dimana bahwa partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan yang didukung berupa uang atau
benda adalah merupakan suatu upaya yang sangat nyata, maka untuk itu
pemerintah desa harus bijak dalam mempergunakan anggaran-anggaran bantuan
dana pembangunan, dengan demikian pembangunan akan berjalan dengan baik
dan lancar.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa partisipasi masyarakat desa
dalam bentuk uang dan benda kurang berpartisipasi, dimana rata-rata masyarakat
desa Enakom tergolong masyarakat yang berpendapatan rendah, sehinggga
masyarakat merasa berat atau terbeban untuk turut serta memberikan partisipasi
dalam bantun uang atau dana.
b) Partisipasi dalam bentuk pikiran atau ide
Gagasan atau ide yang cemerlang dapat menunjang keberhasilan suatu
rencana yang telah ditetapkan dan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu,
sumbangan pikiran berupa saran ataupun ide-ide sangat diharapkan dapat
membantu dalam upaya pencapaian dan perbaikan program-program
pembangunan yang akan dan telah dilakukan supaya mencapai hasil yang
maksimal.
Partisipasi masyarakat dalam bentuk pikiran atau ide adalah bentuk
partisipasi yang tidak kalah pentingnya dari partisipasi masyarakat dalam bentuk
uang atau benda yang biasanya disampaikan dalam musyawarah atau
penyampaian program-program pembangunan desa.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, partisipasi
masyarakat desa Enakom dalam bentuk pikiran dan ide masih sangat kurang,
dimana masih ada masyarakat yang tidak ikut serta menyumbangkan pikiran dan
ide yang cemerlang atau kreatif untuk keberhasilan pembangunan yang akan
dilaksanakan. Adapun yang menjadi faktor penyebab masih kurangnya partisipasi
masyarakat desa Enakom dalam bentuk pikiran dan ide adalah masih rendahnya
tingkat pendidikan rata-rata penduduk (masyarakat), sehingga kurang mampu
dalam mencetuskan ide-ide atau pikiran yang kreatif guna mensukseskan
program-program pembangunan di desa Enakom.
c) Partisipasi dalam bentuk tenaga
Tingkat partisipasi masyarakat yang paling sederhana dan lazim diberikan
oleh anggota masyarakat dalam membantu mensukseskan pelaksanaan suatu
program pembangunan adalah berupa tenaga atau dapat disebut dengan gotong
royong. Gotong royong menurut Kuncara Ningrat adalah adalah pengerahan
tenaga kerja tanpa bayaran untuk suatu proyek yang bermanfaat untuk umum atau
yang berguna untuk pemerintah (1990:60 ). Dari uraian yang dipaparkan oleh
Kuncara Ningrat tersebut di atas bahwa aktifitas gotong-royong selalu diiringi
dengan pengerahan tenaga tanpa pamrih untuk kepentingan umum atau bersama.
Demikian pula halnya dengan pelaksanaan program-program pembangunan di
Desa Enakom, kegiatan gotong royong selalu dilaksanakan untuk meringankan
pelaksanaan program-program pembangunan. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, bahwa partisipasi masyarakat desa Enakom dalam bentuk tenaga
(Gotong-Royong) masih kurang.
Untuk melaksanakan suatu pembangunan partisipasi masyarakat sangatlah
diperlukan. Partisipasi masyarakat tersebut dapat berupa partisipasi dalam
kegiatan perencanaan, partisipasi ikut serta dalam kegiatan pembangunan yang
dilakukan di desa. Namun, tidak hal yang mudah dalam membangun partisipasi
masyarakat dalam suatu pembangunan. Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha
yang dapat membangun dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Adapun hal yang dapat dilakukan adalah dengan pemberdayaan
masyarakat oleh perangkat desa. Diharapkan dengan adanya pemberdayaan
masyarakat, pembangunan desa dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang
dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi dan
kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan ini
tidak lain karena masyarakat tidak puas dengan keadaan saat ini yang dirasakan
oleh masyarakat kurang ideal. Namun demikian, perlu disadari bahwa
pembangunan adalah sebuah proses evolusi, sehingga masyarakat yang perlu
melakukan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan masalah
yang sedang dihadapi. Pembangunan desa hendaknya mempunyai sasaran yang
tepat, sehingga sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan
efisien.
Pembangunan dapat dikatakan berhasil apabila desa tersebut memiliki
sarana dan prasarana yang lengkap atau paling tidak pembangunan yang
dilakukan dapat mendukung kemajuan masyarakat, baik dalam kemajuan di
bidang ekonomi, sosial dan pendidikan masyarakat. Namun pembangunan yang
dilakukan khususnya pembangunan desa tersebut tidak akan dapat tercapai apabila
masyarakat dan pemerintah tidak saling bekerjasama untuk kemajuan desa.
Adanya kerjasama antara pemerintah desa dengan masyarakat tergantung kepada
pemerintah desa yaitu kepala desa dan aparat desa, karena merekalah pemimpin
atau aktor dalam terlaksananya pembangunaan desa yang dilakukan, dimana
pemerintah desa berperan dalam menumbuhkan kesadaran warga desa untuk
berperan serta dalam pembangunan yaitu berpartisipasi untuk keberhasilan
pembangunan. Di desa Enakom pembangunan yang dilakukan masih relatif
rendah, bahkan bisa dikatakan minim. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas untuk
mengadakan rapat tidak ada, sehingga rapat atau pertemuaan-pertemuan seringkali
dilakukan di rumah kepala desa.
Suatu pembangunan dikatakan berhasil apabila pembangunan yang
dilakukan tersebut dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, tanpa ada yang
merasa dirugikan. Namun pembangunan di desa Enakom ada yang sudah dapat
dinikmati oleh masyarakat. Adapun pembangunan yang dapat dirasakan oleh
masyarakat adalah pembangunan rumah layak huni, dimana sudah lumayan
banyak dan layak dihuni atau ditempati oleh masyarakat. Disamping
pembangunan yang sudah dapat dinikmati oleh masyarakat, masih adanya
pembangunan yang telah dilakukan di desa Enakom yang tidak dapat dinikmati,
yaitu pembangunan sumur bor. Pembangunan sumur bor ini dirasakan oleh
masyarakat tidak bermanfaat, dimana air yang dihasilkan dari pengeboran sumur
ini tidak layak untuk dikonsumsi. Air yang dihasilkan adalah air yang keruh dan
berbau, sehingga sangat tidak mungkin lagi masyarakat meminumnya.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang partisipasi masyarakat melalui BPD
dalam pembuatan keputusan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Partisipasi masyarakat melalui penyampaian aspirasi kepada BPD belum
sepenuhnya diperjuangkan oleh BPD, terutama hal-hal yang berkaitan dengan
program pelaksanaan pembangunan fisik, hal ini ditunjukan dengan masih
rendahnya antusias masyarakat untuk menghadiri rapat-rapat dalam
perencanaan pembangunan, masih rendahnya masyarakat dalam
menyampaiakan ide dan gagasan dalam pelaksanaan pembangunan, masih
kurangnya partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan barang atau
peralatan serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam bentuk bahan-bahan
bangunan, rendahnya partisipasi masyarakat terjadi karena adanya sikap apatis
karena BPD kurang memperjuangkan aspirasi masyarakat desa.
2. Berdasarkan hasil penelitian peran Pemerintah Desa untuk
meningkatkan partispasi masyarakat dalam pembangunan bahwa
pemerintah desa telah melakukan upaya dan peran, seperti mengajak
masyarakat untuk ikut dalam berbagai kegiatan desa dengan
tujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
sesuai dengan isi, tujuan, dan maksud dari setiap program-program
pembangunan yang ingin dilaksanakan sesuai dengan tanggung
jawabnya dan masyarakat sebagai faktor pendukungnya dinyatakan
kurang baik bila dilihat dari rendahnya partisipasi masyarakat desa.
Saran
1. Perlu dilakukan pembenahan kepada BPD dalam hal melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai lembaga desa yang menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat, sebaiknya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan harus lebih dioptimalkan dengan mengupayakan
berbagai cara untuk merangsang masyarakat untuk berpartisipasi seperti
melakukan sosialisasi lebih giat lagi kepada masyarakat pada setiap
pembangunan yang akan dilaksanakan, dan pemberian motivasi kepada
masyarakat.
2. Agar pemerintah desa sebagai penggerak dan motivator dalam pembangunan
desa lebih baik, maka pemerintah desa hendaknya mencari alternatif-alternatif
lain yang dapat digunakan sebagai wadah atau saluran untuk menyampaikan
informasi dari setiap program pembangunan, pemerintah desa harus lagi
meningkatkan intensitas pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan dengan
masyarakat

DAFAR PUSTAKA

Adisasmita, Raharjo, 2006, Membagun Desa Partisipatif, Graham Ilmu


Yongyakarta
Anonym, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), Balai
Pustaka, Jakarta
Grafindo Persada. Suprato, J. 2005 Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Isbandi Rukminto Adi.(2007),Perencanaan Partisipattoris Berbasis Asset
Komunitas:Dari Pemikiran Menuju Penerapan, Depok Fisip Ui Press.
Moleong. L.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Badung :Pt. Remaja
Rosdakarya, 2004, Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintah Daerah
Riyadi ,2004, Perencanaan Pembangunan Daera: Sterategi Menggali Potensi
Dalam Mewujutkan Otonomi Daera Pt. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta Supriatna, Tjahyu.S.U, Sterategi Pembangunan Dan Kemiskinan, Pt.
Rineka Cipta Jakarta: 2000
Suprannto, 2005. Teknik Pengambilan Keputusan Jakarta:Pt Rineka Cipta.
Suryono, Agus, 2001, Teori Dan Isu Pembangunan, Um. Pren, Jakarta.
Soekanto, Sekarjo, 2005, Sosiologi Suatu Pengantar, Pt Raja Gerafinda, Persada
Jakarta
Sumintersih. Et Al. 1992 Sistem Kepemimpinan Di Dalam Masyarakat Pedesaan
Daera Istimewa
Supranto, J. 2005. Teknik Pengabilan Keputusan Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syaflie, Inu Kencana Dkk, 1999, Teori Dan Isu Pembangunan, Rineka Cipta,
Jakarta.Yuwono, Teguh, 2001, Manajemen Otonomi Daerah: Berdasarkan
Prandingma, Baru, Clogapps Diponogoro University, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai