Anda di halaman 1dari 19

Skip to main content

asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan pada pasien dengan kusta atau penyakit lepra

on July 08, 2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirar Allah SWT karena hanya dengan limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-
pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah kami dapat membuat makalah presentasi PKL Kebutuhan Dasar Manusia
di RSUD Sunan Kalijaga Demak yang sederhana ini. Dengan tujuan memenuhi tugas dari
pembimbing kami yaitu Ibu Ns. Wahyuningsih, S. Kep selaku dosen mata kuliah Kebutuhan
Dasar Manusia II di STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG dan sebagai bahan pembelajaran
kami. Penyusunan makalah ini dibuat Penulis dalam rangka memenuhi tugas Kebutuhan Dasar
Manusia .
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Semarang, 15 September 2013


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India kustha, dikenal sejak
1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta disebut dalam kitab injil, terjemahan dari bahasa Hebrew
zaraath yang sebenarnya mencakup beberpa penyakit kulit lainya. Ternyata bahwa berbagai
diskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur, apabila dibandingkan dengan kusta yang kita kenal
sekarang. (Kosasih dan Sri Linuwih, 2010. )
Nama lain kusta adalah ’the great imitor’[pemalsu yang ulung]karena manifestasi
penyakitnya menyerupai penyakit kulit atau penyakit saraf lain, misalnya penyakit jamur.
Dalam target global WHO pada eradikasi kusta tahun [EKT] 2000 diharapkan prevalensi
penyakit kusta kurang dari 1 per 10.000 penduduk.
(Widoyono. 2011)

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Kusta

2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Kusta


2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Etiologi
3. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Patofisiologi
4. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Pathways Keperawatan Pada Kusta
5. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Manifestasi Klinik

BAB II

KONSEP TEORI

A. Pengertian

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium
Leprae yang bersifat intraselular obligat. (Kosasih dan Sri Linuwih 2010).
Saraf parifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan ukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Amin dan Hardhi 2013).
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan Masalah yang
sangat kompleks.masalah yang ada bukan saja dari segi medisnya ,tetapi juga masalah sosial
,ekonomi,budaya ,serta keamanan dan ketahanan nasional . (Widoyono. 2011).
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
mycobacterium leprae (M. Leprae). (Mansjoer, Arif. Dkk. 2000)

B. Etiologi

Kuman penyebab adalah Myicobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. HANSEN
pada tahun 1874 di Nerwegia, yang sampe sekarang belum juga dapat dibiakan dalam media
artifisial. M. Leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3 – 8 µm x 0,5 µm, tahan asam dan
alkohol serta positif-Gram. (Kosasih dan Sri Linuwih 2010. )
Kusta tampil dalam dua jenis bentuk klinis utama, yaitu kusta bentuk kering atau
tuberkuloid, dan kusta bentuk basah, disebut juga kusta lepromatosa. Bentuk ketiga yaitu bentuk
peralihan (borederline). (Amin dan Hardhi 2013).
1. Kusta bentuk kering : tidak mnular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam
atau lebih besar, sering timbul dipipi, punggung, pantat, paha, atau lengan. Bercak tampak
kering, kulit kehilangan daya rasa sama sekali.
2. Kusta bentuk basah : bentuk menular karena kumamnya banyak terdapat diselaput lendir hidung,
kulit dan organ tubuh lainnya, dapat berupa bercak kemerahan, kecil – kecil tersebar diseluruh
tubuh atau berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilap dan
berminyak, dapat berupa benjolan merah sebesar biji jagung yang tersebar dibadan, muka dan
daun telingga. Disertai rontoknya alis mata, menebalnya daun telingga.
3. Kusta tipe peralihan : merupakan peralihan antara kedua ttipe utama. Pengobatan tipe ini
dimaksukkan kedalam jenis kusta basah. (Amin dan Hardhi, 2013)

C. Patofisiologi

M. Leprae adalah organisme tahan asam intrasel yang sangat sulit tumbuh dalam biakan,
tetapi dapat ditumbuhkan dalam almadilo (trenggileng), kuman ini tumbuh lebih lambat dari
pada mikobakterium lain dan tumbuh paling subur pada suhu 320C sampai 340C, yakni suhu
kulit manusia dan suhu tubuh inti armadilo, seperti M. Tuberkulosis M. Leprae tidak
mengeluarkan toksin, dan virulensinya didasarkan pada sifat dinding selnya. Dinding selnya
cukup mirip dengan dinding M. Tuberkulosis sehingga imunisasi dengan basil Calnette – guerin
sedikit banyak memberi perlindungan terhadap infeksi M. Leprae. Imunitas seluler tercermin
oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap penyuntikan ekstrak bakteri yang disebut
lepromin kedalam dermis.
Pada sebagian kasus, terbentuk antibodi terhadap respon antigen M. Leprae. Antibodi ini
biasanya tidak bersifat protektif, tetapi dapat membentuk kompleks imun dengan gen antigen
bebas yang dapat menyebabkan eritema nodosem, vaskulitis dan glomerulonefritis. (Robbins dan
Cotran. 2009).
Kusta tuberkuloid berawal dari lesi lokal yang mula – mula datar dan merah, tetapi
kemudian membesar dan membentuk ireguler disertai indurasi, peninggian, tepi hiperpigmentasi
dan bagian tengah yang pucat dan cekung (penyembuhan disentral). Kelainan saraf mendominasi
gambaran kusta tuberkuloid. Saraf terbungkus oleh reaksi peradangan granulomatosa dan, jika
cukup kecil (misalnya cabang perifer), akan mengalami kerusakan. Degenerasi saraf
menyebabkan anastesi kulit serta atrofi kulit dan otot menyebabkan pasien mudah mengalami
trauma di bagian yang terkena, disertai kulit pembentukan ulkus kulit indolen. Dapat terjadi
kontraktur, paralisis dan autoamputasi jari tangan atau kaki. Kelainan saraf wajah dapat
menyebabkan paralisis kelopak mata, disertai keratitis dan ulkus kornea. Pada pemeriksaan
mikroskopik, semua lesi memperlihatkan lesi granulotoma mirip dengan lesi yang ditemukan
pada tuberkulosis, dan basil hampir tidak pernah ditemukan. Adanya granuloma dan ketiadaan
bakteri mencerminkan imunitas sel T yang kuat. Karena kusta memperlihatkan perjalanan
penyakit yang sangat lambat, hingga berpuluh – puluh tahun, sebagian besar pasien meninggal
bersama kusta dan bukan disebabkan olehnya.
Kusta lepramatosa mengenai kulit, saraf perifer, kamera anterior mata, saluran napas atas
(hingga laring), testis, tangan dan kaki. Organ vital dan susunan saraf pusat jarang terkena,
mungkin karena suhu inti tubuh terlalu tinggi untuk tumbuhnya M.leprae. lesi lepramatosa
mengandung agregat magrofat penuh lemak (sel kusta), yang sering terisi oleh masa basil tahan
asam. Kegagalan menahan infeksi membentuk granuloma memcerminkan rendahnya respon
TH1. Terbentuk lesi makuler, papular, noduler diwajah, telingga, pergelangan tangan, siku dan
lutut. Seiring dengan perkembangan penyakit, lesi nodular menyatu untuk menimbulkan fasies
leonina (“muka singa”) yang khas.sebagian besar lesi kulit hipoestetik atau anestetik. Lesi
dihidung dapat menyebabkan peradangan persisten dan pembentukan duh yang penuh basil.
Saraf perifer, terutama nervus ulnaris dan pereneus dibagian yang dekat kulit, diserang
mikobakteri disertai reaksi peradangan minimal. Hilangnya sensibilitas dan kelainan – kelainan
trofik ditangan dan kaki mengikuti lesi saraf. Kelenjar limfe memperlihatkan agregat magrofag
berbusa didaerah parakorteks (sel T), disertai pembesaran sentrum germinativum, pada penyakit
tahap lanjut, agregat magrofag juga terbentuk di pulpa merah limpa dan hati. Testis biasanya
banyak mengandung basil, disertai dektruksi tubulus seminiferus dan sterilitas. (Robbins dan
Cotran. 2009).

D. Pathways Keperawatan

Bertempat di sel scwan


Microbacterium lepra masuk dalam tubuh

Kusta

Memproduksi lesi

Syaraf perifer

Kamera anterior mata

Agregat makrofag penuh lemak

Meluas ireguler disertai indurasi pada kulit

Penurunan sensitivitas

Paralisis kelopak mata

Saluran nafas atas

Produksi lesi sampai ke laring

Makrofag endoneuron dan preineuron

Berkembang biak di sel scwan

Keratitis dan ulkus kornea


G3 jalan nafas

Intoleransi aktivitas

Membentuk granuloma

Pada wajah,telinga,tangan,siku

Hiperfigmentasi,pucat,cekung

G3 intergitas kulit

G3 konsep diri (HDR)

Degenerasi syaraf

Atrofi kulit dan otot

Nyeri

G3 persepsi sensori penglihatan

(Robbins dan Cotran. 2009).

E. Manifestasi Klinik

Diagnosa penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis,


dan serologis.
Diantara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang paling terpenting dan paling
sederhana. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15 – 30 menit, sedangkan
histopatologik 10 – 14 hari. Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin (mitsuda) untuk
membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3 minggu. Penentuan tipe
kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila kuman M. Leprae untuk
kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.
Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita. Bila SIS baik akan
tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gamabaran
lepromatosa.
Tipe I (indeterminate ) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe tuberkuloid polar,
yaikni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi berarti tidak mungkin berubah tipe.
Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%, juga merupakan tipe
yang stabil yang tidak mungkin berubah lagi. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe
borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepramatosa. BB adalah tipe
campuran yang terdiri atas 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. Bi dan Ti lebih banyak
tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe – tipe campuran ini
adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik kearah TT maupun kearah LL.
Multibasiler berarti mengandung banyak kuman yaitu tipe LL,BL, dan BB. Sadangkan
pausibasiler berarti mengandung sedikit kuman, yakni tipe TT, BT, dan I.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Bakterioskopik (Kerokan Jaringan Kulit)

Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakan diagnosis dan


pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan
mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), antara lain
dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakteriokopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung kuman M. Leprae.
Pertama – tama harus ditentukan lesi dikulit yang diiharapkan paling padat oleh kuman,
setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tempat yang akan diambil. Mengenai jumlah lesi
yang ditentukan oleh tujuanya, yaitu untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin
sebaiknya minimal 4 – 6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 – 4 lesi lain
yang paling aktif, berarti yang paling eritematosa dan paling infiltratif. Pemilihan kedua cuping
telinga tersebut tanpa menghiraukan ada tidaknya lesi di tempat tersebut, oleh karena atas dasar
pengalaman tempat tersebut diharapkan mengandung kuman paling banyak. Perlu diingat bahwa
setiap tempat pengambilan harus dicatat, guna pengambilan ditempat yang sama pada
pengamatan mengobatan untuk diibandigkan hasilnya.
2. Pemeriksaan Histopatologik

Magrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit didalam darah ada yang mempunyai
nama khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, dan yang dari kulit disebut histiosit. Salah satu
tugas magrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M. Leprae) masuk, akibatnya
akan bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) orang itu. Apabila SIS- nya tinggi. Magrofag
akan mampu menfagosit M. Leprae. Dtangnya histiosit ketempat kuman disebabkan karena
proses imunologik dengan adanaya faktor kemotaktik. Kalau dattangnya berlebihan dan tidak
ada lagi yang harus difagosit, magrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak
dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia langhans. Adanya masa
epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab
utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS rendah atau runtuh, histiosid
tidak dapat menghancurkan M. Leprae yang sudah ada didalamnya, bahkan dijadikan tempat
berkembang biak dan disebut sel virchow atau sel lepra atau sel busa dan sebagai alat
pengangkut penyebarluasan.
Granuloma adalah akumulasi magrofag dan atau derivat – derivatnya. Gammbaran
histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada
kuman atau hanya sedikit dan non – solid.. pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi
subepidermal (subepuidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang
jaringanya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe borderline,
terdapat campuran unsur – unsur tersebut.

Gambar 1. komplikasi

3. Pemeriksaan Serologik

Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang
yang terinfeksi oleh M. Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.
Leprae, yaitu antibodi antiphenolic glycolipid – 1 (PGL – 1) dan antibodi 16 kD serta 35 kD.
Sedangkan antibod yang tidak spesifik antara lain antibodi anti – lipoarabinomanan (LAM), yan
juga dihasiilkan oleh kuman M.tuberculosis.
Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan,
karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat membantu menentukan
kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit, misalnya pada narakontak serumah. Macam –
macam pemeriksaan serologik kusta ialah :
 Uji MPLA ( mycobacterium leprae Particle Aglunation)
 Uji ELISA ( Emzyme Linked Immuno – sorbent Assay).
 ML dipstick test (mycobacterium leprae dipstick).
 ML flow test (Mycobacterium leprae Flow test).
(Kosasih dan Sri Linuwih, 2010)

G. Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan
fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta. Proses terjadinya cacat
kusta dapat dilihat dari gambar dibawah ini.

Gangguan Fungsi saraf Tepi

luka

Kulit kering atau pecah

infeksi

Gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak, aliran darah

Tangan kaki kurang rasa

luka

luka

buta
infeksi

infeksi

Tangan kaki lemah / lumpuh

Mata lagophthalmos

Mutilasi absorbsi tulang

Jari bengkak/ kaku

Sensorik

otonom

motorik

anestesi

Mutilasi Absorbsi tulang

kelemahann

Kornea mata anestesi reflekk kedip berkurang

buta

(Mansjoer Arif, 2000)

Gambar 2. penatalaksanaan

H. Pengkajian Fokus

1. Boidata

Kaji secara lengkap tentang umur, penyakit kusta dapat menyerang semua usia, jenis kelamin,
rasio, pria dan wanita 2,3 : 1,0, paling sering terjadi pada daerah dengan sosial ekonomi yang
rendah dan insidensi meningkat pada daerah tropis/ subtropics. Kaji pula secara lengkap jenis
pekerjaan klien untuk mengetahui tigkat sosial ekonomi, resiko trauma pekerjaan, dan
kemungkinan kontak penderita kusta.
2. Keluhan utama
Pasien sering dating ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya bercak putih
yang tidak terasa atau dating dengan keluhan kontraktur pada jari- jari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada melakukan anamnesa pada pasien, kaji kapan lesi atau kontraktur tersebut, sudah berapa
timbulnya dan bagaimana proses perubahannya, baik warna kulit maupun keluhan lainnya. Pada
beberapa kasus ditemukan keluhan, gatal, nyeri, panas, atau rasa tebal. Kaji juga apakah klien
pernah menjalani pemeriksaan laboratorium. Ini penting untuk mengetahui apakah klien pernah
menderita penyakit tertentu sebelumnya, pernahkan klien memakai obat kulit yang dioles atau
diminum ? pada beberapa kasus, reaksi beberapa obat juga dapat menimbulkan perubahanwarna
kulit dan reaksi elergi yang lain.perlu juga di tanyakan Apakah keluhan ini pertama kali di
rasakan. Jika sudah pernah,obat apa yang di minum? Teratur atau tidak.
4. Riwayat penyakt dahulu
Salah satu factor penyebab penyakit kusta adalah daya tahan tubuh yang menurun. Akibatnya
m.leprae dapat masuk ke dalam tubuh . oleh karena itu perlu di kaji adakah riwayat penyakit
kronis atau penyakit lain yang pernah di derita.
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit kusta bukan penyakit keturunan,tetapi jika anggota keluarga atau tetangga menderita
penyakit kusta, resiko tinggi tertular sangat tinggi terjadi. Perlu di kaji adakah anggota keluarga
lain yang menderita atau memiliki keluan yang sama, baik yang masi hidup maupun sudah
meninggal.
6. Riwayat psikososial
Kusta terkenal sebagai penyakit yang menakutkan dan menjijikan. Ini di sebabkan adanya
deformitas atau kecacatan yang di timbulkan. Oleh karena itu perlu di kaji bagaimna konsep
diri klaen dan respon masyarakat di sekitar klien.
7. Kebiasaan sehari- hari
Pada saat melakukan anamnesis tentang pola kebiasaan sehari-hari perawat perlu mengkaji
setatus gizi pola makan/ nutrisi nklien . hal ini sangat penting karena factor gizi berkaitan erat
dengan siste imun. Apa bila sudah ada deformitas atau kecacatan, maka aktifitas dan kemampuan
klien dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dapat terganggu. Di samping itu,perlu dikaji
aktivitas yang di lakukan klien sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
cidera akibat anestasia.
(Loelfia Dwi Rahariyani, 2009)

I. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan
fungsi tubuh

J. Intervensi Keperawatan

Tabel 1. intervensi
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Tujuan : 1.Kaji/catat warna lesi, 1. Memberikan inflamasi
Setelah dilakukan perhatikan jika ada dasar tentang terjadi
tindakan jaringan nekrotik dan proses inflamasi dan atau
keperawatan proses kondisi sekitar luka. mengenai sirkulasi daerah
inflamasi berhenti2.Berikan perawatan khusus yang terdapat lesi..
dan berangsur-
pada daerah yang terjadi 2. Menurunkan terjadinya
angsur sembuh. inflamasi. penyebaran inflamasi pada
Kriteria : 3.Evaluasi warna lesi dan jaringan sekitar.
o Menunjukkan jaringan yang terjadi 3. Mengevaluasi
regenerasi jaringaninflamasi perhatikan perkembangan lesi dan
o Mencapai adakah penyebaran pada inflamasi dan
penyembuhan tepat jaringan sekitar. mengidentifikasi
waktu pada lesi 4. Bersihkan lesi dengan terjadinya komplikasi.
sabun pada waktu 4. Kulit yang terjadi lesi
direndam. perlu perawatan khusus
5. Istirahatkan bagian yang untuk mempertahankan
terdapat lesi dari tekanan kebersihan lesi..
5. Tekanan pada lesi bisa
maenghambat proses
penyembuhan.
2. Tujuan : 1.Observasi lokasi, intensitas
1. Memberikan informasi
Setelah dilakukan dan penjalaran nyeri. untuk membantu dalam
tindakan 2. Observasi tanda-tanda memberikan intervensi.
keperawatan proses vital. 2. Untuk mengetahui
inflamasi berhenti3. Ajarkan dan anjurkan perkembangan atau
dan berangsur-melakukan tehnik distraksi keadaan pasien.
angsur hilang. dan relaksasi. 3. Dapat mengurangi rasa
Kriteria : 4. Atur posisi senyaman nyeri.
Setelah dilakukan mungkin. 4. Posisi yang nyaman dapat
tindakan 5. Kolaborasi untuk menurunkan rasa nyeri.
keperawatan proses pemberian analgesik sesuai 5. Menghilangkan rasa
inflamasi dapat indikasi. nyeri.

berkurang dan
nyeri berkurang
dan beraangsur-
angsur hilang.
3. Tujuan : 1. Pertahankan posisi tubuh1. Meningkatkan posisi
Setelah dilakukan yang nyaman. fungsional pada
tindakan 2. Perhatikan sirkulasi, ekstremitas.
keperawatan gerakan, kepekaan pada 2. Oedema dapat
kelemahan fisik kulit. mempengaruhi sirkulasi
dapat teratasi dan 3. Lakukan latihan rentang pada ekstremitas.
aktivitas dapat gerak secara konsisten, 3. Mencegah secara
dilakukan. diawali dengan pasif progresif mengencangkan
Kriteria : kemudian aktif, jaringan, meningkatkan
Ø Pasien dapat 4. Jadwalkan pengobatan dan pemeliharaan fungsi
melakukan aktifitas perawatan untuk otot/sendi.
aktivitas sehari-hari memberikan periode
4. Meningkatkan kekuatan
Ø Kekuatan otot istirahat. dan toleransi pasien
penuh 5. Dorong dukungan dan terhadap aktifitas.
bantuan keluaraga/orang 5. Menampilkan
yang terdekat pada latihan. keluarga/orang terdekat
untuk aktif dalam
perawatan pasien dan
memberikan terapi lebih
konstan.

K. Penatalaksanaan

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Program multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS
dimulai tahun 1981. Progrm ini bertujuan untuk mengatasi resistensi despon yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunn angka putus obat, dan mnegeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Kosasih. I made Wisnu. Emmy S Sjamsoe – Daili dan Sri Linuwih Menaldi. 2010. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin Ed. 6. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Media Aesculapius. Jakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Jil 2. Ed. Revisi. Media Action
Publishing. Yogyakarta.
Rahariyani, Loelfia Dwi. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. EGC. Jakarta.
Robbins dan Cotran. 2009. Dasar Patalogis Penyakit. Ed. 7. EGC. Jakarta.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi , Penularan , pencegahan, dan
Pemberantasannya. Ed. 2. Erlangga. Semarang.
Sekian dari saya ulil alj ™👶 tunggu artikel selanjutnya ya, minta doa nya semoga
sukses, sehat, panjang umur bisa menaikkan haji orang tua, semoga yang mendoakan
saya, kembali lagi doanya sendiri kepada yang mendoakan, terima kasih semoga bermanfaat.
Amiin
Jangan lupa share and ikuti blog yaa
👶👶👶

ASKEP pada Pasien Kusta

Comments

1.

Larasmiati Rasman28 April, 2016 08:28

boleh liat pathwaynya soalnya urutannya ancur

Reply

Load more...

Post a Comment

Popular Posts
Asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan

CARA MENYUSUI BAYI DENGAN BAIK DAN BENAR

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA


PERILAKU KEKERASAN DI RUANG RIPD RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang Di
Susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Baca juga askep kusta

Di Susun oleh :
1.Ahmad Muarif ( 1205004 ) 2.Fitri Wulansari ( 1105034 )
3.Ratna Sekar Sari ( 1205065 )

asuhan keperawatan dengan mioma uteri

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillaah, selamat pagi kakak cantik, 👶,kali ini says akan menulis artikel tentang asuhan
keperawatan dengan pasien mioma uteri, 👶, yuuk langsung cusss, 👶👶👶

Puji syukur Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan
rahmat, taufik dan hidayahNyalah Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-
pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah kami dapat membuat makalah presentasi
PKL Keperawatan Maternitas (Ginekologi) di RSUD Kota Ungaran yang sederhana ini. Dengan
tujuan memenuhi tugas dari pembimbing kami yaitu Ns Maulidta K W, M. Kep selaku dosen
pembimbing kami di AKADEMI WIDYA HUSADA SEMARANG dan sebagai bahan
pembelajaran kami. Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Namun, Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Penyusun pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalam…

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI R.


GERIATRI RSDK SEMARANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI R.


GERIATRI RSDK SEMARANG

A.IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S Alamat :


Bhayangkara Purwodadi RT 04 RW 09 Umur : 70 Tahun Jenis
Kelamin/status : Wanita/janda Pekerjaan : Pensiunan PNS Jumlah
anak : 5 orang; 3 orang laki-laki, 2 orang perempuan Jumlah cucu : 10
orang Masuk RS : 13 Juli 2005
B.RIWAYAT MEDIS EVALUASI FISIK I.Riwayat Medis1.Keluhan utama
pasienKeluarga/penunggu mengatakan “makan minum masih susah, ngobrok, alih baring harus
dibantu” 2.Riwayat pembedahan/operasiBelum pernah 3.Riwayat opname di Rumah SakitSudah
pernah mondok di RS Yakum Purwodadi, karena hipertensi dan asma 4.Riwayat kesehatan
lainSudah kurang lebih 5 tahunan menderita DM, HT 5.Riwayat alergiTidak ada
6.KebiasaanKeluarga mengatakan klien tidak pernah merokok, minum alkohol, ol…
Powered by Blogger

Anda mungkin juga menyukai