Makalah Komunikasi Pada Anak
Makalah Komunikasi Pada Anak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan
anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang
terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau
tindakan keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak,
antara lain :
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga
2. Bercerita
3. Memfasilitasi
4. Biblioterapi
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan
6. Pilihan pro dan kontra
7. Penggunaan skala
8. Menulis
9. Menggambar
10. Bermain
Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah hilangnya fitrah
kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa dengan kekerasan, sejak kecil
sudah terlihat. Karena terbiasa dengan kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan
melakukan sesuatu. Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkan pendapatnya.
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak
2. Proses tumbuh kenbang anak berdasarkan usia
3. Menjelaskan kekerasan dampak pada anak
4. Menjelaskan tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
5. Mengatahui Program dan kebijakan pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan anak di Indonesia.
C. Tujuan
1. Mengatahui tentang komunikasi pada anak dan tumbuh kembang anak
2. Mengatahui tumbuh kenbang anak berdasarkan usia
3. Mengatahui kekerasan dampak pada anak
4. Mengatahui tata cara berkomunikasi dan komunikasi keluarga
5. Mengatahui Program dan kebijakan pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan anak di Indones
BAB II
PEMBAHASAN
9. Menggambar.
Seperti halnya menulis menggambar pun dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya,
perasaan jengkel, marah yang biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan
mengungkapkan perasaannya apabila perawat menanyakan maksud dari gambar yang ditulisnya.
10. Bermain.
Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi, melalui ini hubungan
interpersonal antara anak, perawat dan orang di sekitarnya dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat
disampaikan.
C.Tips Dasar Komunikasi pada Anak
Nilai altruistik perlu diwujudkan dengan kata-kata, seperti ucapan "terima kasih" atau "tolong"
saat meminta bantuan dan ini perlu ditanamkan pada anak. Menurut pakar perkembangan ini,
kata-kata tersebut lebih dari sekadar ungkapan sopan santun, namun merupakan awal
pemahaman tentang komunikasi.
Setiap orang tua pasti pernah mengalami kesulitan komunikasi dengan anak. Ada masanya
ketika anak anda tampak seperti mendengar perintah anda dengan penuh perhatian, tetapi
kemudian tidak ingat apa-apa mengenai percakapan itu. Ada masanya anak anda berbicara terus
menerus kemudian menuduh anda tidak mendengarkannya. Pada tahapan yang berbeda, anak-
anak berkomunikasi dengan cara yang berbeda.
Anak anda yang berusia lima tahun, dapat berubah seolah menjadi anak yang berusia empat
belas tahun yang menjawab pertanyaan anda dengan hanya satu kata saja: anda bertanya ;
bagaimana kabarmu sayang? ‘Baik’ jawabnya singkat. “apa yang kamu kerjakan di rumah teman
kamu tadi?” ‘macam-macam’ jawabnya lagi.
Anak-anak mengalami masa-masa dimana mereka sangat terbuka mengenai perasaan mereka.
Dan ada kalanya, mereka lebih pendiam dan menyimpan sendiri pikiran-pikiran dan emosi
mereka sendiri. Akan tetapi berkomunikasi setiap waktu dengan anak-anak adalah penting.
Mempunyai hubungan baik yang terpelihara baik, tergantung pada komunikasi yang baik.
Anak-anak merupakan komunikator yang baik. Mereka akan berbicara, mendengarkan sehingga
mereka akan mendapatkan teman-teman,pendidikan,pekerjaan dan lain-lain. Cara anda berbicara
dan mendengarkan anak-anak anda sangat mempengaruhi bagaimana mereka berkomunikasi
dengan orang lain. Karena anak ini mengetahui hampir setiap naluri, bahwa komunikasi bukan
hanya sekedar kata-kata yang keluar dari mulut anda.
Komunikasi adalah juga bahasa tubuh yang menyertai kata-kata ini. Komunikasi yang baik
adalah mengetahui kapan berbicara dan kapan untuk diam. Sebagaimana ketrampilan
interpersonal, kemampuan untuk berkomunikasi dibentuk pertama kali oleh hubungan seorang
anak dengan orang tuanya. Ketrampilan komunikasi dipelajari dirumah yaitu di masa bayi
D.Perekat keluarga.
Menurut Ery Soekresno, Psi, Pengelola Sekolah Kebon Maen, Cilangkap-Cimanggis-Depok,
komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam keluarga. Menurutnya, komunikasi berfungsi
sebagai perekat keluarga. Ery mencontohkan, berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1996,
faktor penyebab tingginya angka perceraian di Amerika ternyata bukan disebabkan kehadiran
orang ketiga. Karena di mata masyarakat Amerika umumnya, perzinahan sudah dianggap halal.
Namun, penyebab yang tertinggi adalah faktor terhambatnya komunikasi suami istri.
Komunikasi yang tidak lancar antara suami istri akan berdampak pula terhadap kelancaran
komunikasi pada anak.
Komunikasi antara orang tua dan anak adalah sebuah proses pengiriman pesan dimana pesan
yang diterima sama dengan pesan yang dikirim. Komunikasi dengan kekerasan, menurut Ery
adalah, penyampaian pesan yang dilakukan secara negatif. Termasuk dalam komunikasi secara
negatif adalah saat orangtua menggunakan bahasa yang tidak indah. "Bahasa yang jelek tidak
menyenangkan anak, akibatnya anak tidak mau mendengarkan orangtua," tutur psikolog yang
aktif menyerukan kampanye komunikasi tanpa kekerasan ini.
Komunikasi dengan kekerasan tidak melulu berarti disampaikan dengan bahasa-bahasa yang
tidak baik, seperti penggunaan kata yang berasal dari ‘kebun binatang’ atau kata hinaan lainnya.
E.Verbal dan non verbal.
Ada dua bentuk komunikasi, yaitu verbal (bahasa) dan non-verbal (bahasa tubuh). Artinya, saat
orangtua berbicara kepada anak, bukan hanya kata-katanya saja yang ditangkap oleh anak.
Menurut Ery, di bawah usia satu tahun, mungkin mereka hanya menangkap 10% kata yang
diucapkan ibu. Sisanya lebih kepada bahasa non-verbal.
Ery mencontohkan, saat bayi berbicara dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas.
Misalnya bah, bah, bah. Kebetulan ibu ini membahasakan bapaknya itu abah. Ibu memberikan
respon sambil menunjuk pada suaminya atau menunjukkan fotonya, "Oh Abah ya, Abah. Ya, itu
Abah."Artinya, anak itu memahami sebuah kata itu kan dari bahasa non verbal karena setiap kali
dia ngomong bah, bah, bah kok yang ditunjuk orang itu. Akhirnya kata itu memiliki arti bagi
dirinya. Meskipun saat itu anak belum mengerti betul tentang siapa sebenarnya Abah.
Menurut Ery, orangtua perlu terus menyadari bahwa bahasa non-verbal yang dipakainya sangat
penting bagi anak. Meski bahasa yang digunakan orangtua positif, namun bilakomunikasi non-
verbalnya negatif, maka pesan yang diterima anak adalah seperti yang ia lihat. Misalnya,
seorang ibu mengatakan pada anaknya, "Ibu tuh sebenarnya sayang sama kamu,” tapi
intonasinya yang tinggi atau dilakukan sambil mencubit anak. Tak salah bila anak akan berpikir,
"Oh sayang itu artinya sama dengan mencubit ya." Akhirnya, saat bertemu dengan sepupu, adik
atau temannya atau dia dengan adiknya dia menyampaikan sayangnya dengan mencubit.
"Padahal seharusnya menyampaikan rasa sayang harus diiringi dengan pelukan dan suara yang
lembut agar anak mampu menangkap pesan yang disampaikan dengan benar," jelas istri dari
Irwan Rinaldi ini.
F.Dampak komunikasi dengan kekerasan.
Dampak dari komunikasi dengan kekerasan terhadap anak-anak adalah hilangnya fitrah
kelembutan. Berdasarkan pengalamannya, anak yang terbiasa dengan kekerasan, sejak kecil
sudah terlihat. Karena terbiasa dengan kekerasan, ia pun akan membutuhkannya setiap kali akan
melakukan sesuatu. Hal itu terjadi karena fitrah kelembutannya sudah melemah.
Komunikasi dengan kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkan pendapatnya. Ery mencontohkan adegan yang terjadi pada sebuah keluarga saat
mereka menanti datangnya waktu maghrib untuk berbuka puasa. Di hari pertama, ibu
menyediakan menu lengkap, ada kue, es kelapa, gorengan, disamping menu utama hari itu. Di
hari kedua, sang ibu tidak menyediakan gorengan dalam deretan menu berbuka. Namun, ia
menggantikannya dengan makanan kesukaan anak-anak yang lain, yaitu puding karamel.
Anaknya yang berusia 5 tahun berkomentar, "Mi, kok hari ini nggak ada gorengan?" Sang Ibu,
yang kebetulan masih sibuk dengan urusan dapur langsung bereaksi dengan melakukan
interpretasi dan evaluasi. " Kamu ini kok nggak bersyukur banget sih?" Anak yang semula
hanya sekedar berkomentar tentu menjadi takut untuk menyampaikan komentar pada kesepatan
lain. Apalagi bila hal seperti itu terjadi berulang kali.
Lebih berbahaya lagi, menurut Ery, bila anak menjadi terbiasa melakukan pekerjaan secara
sembunyi-sembunyi. Bila orangtua tidak segera mengubah cara berkomunikasinya, maka
dampak itu akan terpelihara sampai anak tumbuh dewasa.
Dampak lainnya adalah menjadi terbiasa berpikir negatif. Artinya, ketika ada orang bermaksud
baik terhadap anak, dia tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang baik. Sebaliknya, anak akan
berpikir, "Apa sih maksudnya kamu berbuat baik sama aku?" Menurut Ery, hal itu terjadi karena
orangtua terbiasa berpikir negatif terhadap dirinya yang terwujud dengan komunikasi yang
negatif. Akhirnya, yang terbangun dalam benakanak adalah apa pun yang dilakukannya tidak
ada yang benar.
Misalnya, saat seorang anak sedang duduk-duduk di dalam rumah sementara ibunya sedang
menyapu lantai. Sang Ibu mengatakan "Aduh Kakak, tidur-tiduran aja, enggak mau membantu
ibu nyapu," Sebaliknya, saat sang anak sedang menyapu lantai, Ibu berkomentar, "Wah tumben
nih anak ibu nyapu." Komentar seperti itu akan membuatanak menjadi tidak tahu apa yang
seharusnya dilakukan karena menjadi serba salah.
Komunikasi yang baik saat ibu sedang menyapu sementara anaknya sedang tidur-tiduran adalah
"Ibu seneng deh kalau kakak mau membantu Ibu nyapu. Kalau kakak membantu Ibu pekerjaan
rumah ibu cepat selesai. Habis itu kita bisa bermain dan cerita-cerita". Pesan akan sampai tanpa
perlu menyakiti perasaan anak. Anak pun menjadi lebih mudah diajak bekerjasama. Saat anak
sedang menyapu, seharusnya Ibu menyampaikan penghargaannya dengan pesan yang positif,
tanpa perlu menyindir anak.
Menurut Ery, faktor pembentuk utama dan pertama adalah keluarga. Bila rumah sudah berfungsi
sebagai tempat yang memberikan kesejukan untuk anak-anak, maka ke mana pun anak pergi,
rumah tetap menjadi referensi utama bagi anak. Kesejukan itulah yang perlu dibangun oleh
orangtua melalui komunikasi tanpa kekerasan. Saat anak memiliki masalah, mereka tahu
kemana harus berbicara. Saat yang paling berpengaruh bagi anak adalah sebelum anak mencapai
usia balighnya karena pada masa itu anak masih mudah untuk berubah. Namun, perubahan yang
paling utama dan pertama harus berawal dari para orangtua.
2. Menentukan tata cara berkomunikasi
Salah satu bagian dari keberhasialan dalam wawancara adalah tergantung pada keadaan fisik dan
psikologis si pewancara itu sendiri. Perkenalan yang tepat, penjelasan peranan, menerangkan
alasan wawancara serta menjamin kebebasan dan rahasia.
• Memecahkan Masalah.
Pemahaman dan pengenalan masalah harus disepakati oleh orang tua kemudian mulai
merencanakan pemecahannya.
Perawat harus mendiskusikan resikonya terhadap keluarga dan mencoba mencari pemecahan
masalah yang lebih efektif.
• Mengadaptasi Bimbingan.
Segera setelah masalah diidentifikasi & disetujui oleh perawat dan orang tua, maka dapat mulai
merencanakan pemecahannya. Orang tua yang dilibatkan dalam memecahkan masalah
berfartisipasi penuh selama perawatan berlangsung. Bila situasi memungkinkan, keputusan yang
diambil adalah berasal dari orang tua dan perawat berperan sebagai fasilitator dalam pemecahan
masalah.
• Menghindari hambatan-hambatan komunikasi
Hambatan yang mempengaruhi proses hubungan dalam berkomunikasi :
Sosialisasi
Memberi nasehat-nasehat yang tidak ada kaitannya dan yang tidak diperlukan
Memberikan dorongan sepintas
Melindungi suatu situasi/opini
Menawarkan keyakinan yang kurang sesuai
Memberikan pujian secara stereotipi
Menahan ekspresi emosi dengan pertanyaan tertutup
Menginterupsi & menyelesaikan kalimat seseorang
Lebih banyak bicara dari pada orang yang diintervien
Membuat konklusi yang menghakimi
Mengubah fokus pembicaraan dengan sengaja
• Isyarat.
Yaitu gerakan anggota badan tertentu yang berfungsi sebagai pengganti atau pelengkap bicara.
Contoh isyarat umum pada masa bayi :
• Mendorong putting susu dari mulut artinya kenyang/tidak lapar
• Tersenyum dan mengacungkan tangan artinya ingin digendong
• Mengeliat, meronta, menangis, selama berpakaian & mandi artinya tidak suka akan
pembatasan gerak.
Ungkapan emosional.
Adalah ungkapan emosional melalui perubahan tubuh & roman muka.
Contoh :
a. Mengendurkan badan, mengangkat tangan/kaki, tersenyum & ramah
b. Maneragangkan badan, gerakanmembanting tangan/kaki,roman muka tegang & menangis.
Dalam komunikasi biasanya orang menggunakan satu dari tiga sensorik seperti ;
- Penglihatan
- Pendengaran
- Kinesthetic.
Sensorik yang spesifik adalah mengidentifikasi melalui observasi tipe dari kata kerja, kata sifat
dan kata ketergantungan yang digunakan seseorang.dengan mengunakan sensori yang sama,
perawat dapat meningkatkan hubungan dan mengkomunikasikan informasi lebih efektif.
Orang tipe visual yang memanfaatkan alat bantu seperti diagram dan ilustrasi. Orang tipe
mendengar menggunakan kata-kata atau suara-suara. Anak-anak cendrung menggunakan
bantuk kinesthetic dan belajar dari manipulasi objek-objek
Contoh NLP
Cara Komunikasi Respon yang cocok
Cara Visual :
Saya dapat melihat bahwa saya tidak sehat.
Cara Auditory :
Dari apa yang saya dengar dimana dokter mengatakan, anak saya akan sembuh.
Cara Kinesthetic :
Saya merasa bahwa prognosa anak saya menurun. Ceritakan pada saya tentang apa yang kamu
lihat.
Apa yang kamu dengar yang membuat kamu melihat sesuatu seperti ini.
c. Facilitative Responding.
Facilitative Responding adalah mendengarkan secara seksama dan membayangkan kembali
perasaan-perasaan pasien dan isi pernyataan anak.
Seperti :
- Respon yang empati
- Tidak menghakimi dan mengesahkan perasaan-perasaan seseorang.
Rumus untuk fasilitative responding adalah ;
“Engkau merasa ------ karena ----“ (Henrich and Bernheim, 1981 ).
Contoh Bila seseorang anak mengatakan :
“ Saya benci ke RS dan mendapatkan suntikan,” dan fasilitatife respon adalah “ engkau merasa
tidak bahagia karena semua dilakukan padamu”.
d. Bercerita ( Story telling ).
Respon anak terhadap tehnik-tehnik bercerita bervariasi. Bercerita menggunakan bahasa anak,
dan menyelidiki perasaannya, sementara itu menghindarkan hambatan yang disengaja atau
hindarkan ketakutan-ketakutan yang paling sederhana adalah meminta anak menceritakan
tentang sesuatu kejadian / peristiwa sperifik “ Berada di Rumah Sakit”. Selain itu dapat
menggunakan gambaran dari suatu peristiwa dan meminta anak untuk menceritakannya.
Dongeng bersama lebih mengembangkan pendekatan terapiutik. Dongeng tidak saja membantu
membuka pikiran anak, juga mencoba merubah persepsi anak atau perasaan takutnya.
Kita mulai dengan meminta anak bercerita tentang sesuatu kejadian, diikuti oleh cerita lain oleh
perawat yang sebabnya sama dengan cerita anak hanya bedanya disini bertujuan membantu
anak masuk kedalam masalahnya.
Contohnya ; Anak bercerita tentang masuk Rumah sakit dan tidak dapat melihat orang
tuanya lagi.
Cerita perawat hampir sama dan mengunakan nama orang lain bercerita bahwa sewaktu anak
itu berada di Rumah sakit tetap dapat bertemu orang tuanya setiap hari setelah selesai bekerja .
Dengan cara ini dapat mengurangi perasaan takutnya akan terpisah dari orang tuanya.
e. Bibliotherapy
Bibliotherapy melibatkan penggunaan buku-buku dalam rangka proses therapiutik dan
supportive. Sasarannya adalah membantu anak mengungkapkan perasaan-perasaan dan
perhatiannya melalui aktivitas membaca, cara ini dapat memberi kesempatan pada anak untuk
menjelajahi suatu kejadian yang sama dengan keadaannya tetapi sedikit berbeda untuk
mengijinkan dia membatasinya dari kisah itu dan tetap dalam kontrol. Pada dasarnya buku
tidak mengancam karena anak dapat sewaktu-waktu menutup buku tersebut atau berhenti
membacanya.
Petunjuk umum dalam menggunakan Bibliotherapy :
Jajaki perkembangan emosi dan pengetahuan anak
Hayati isi buku dan sesuaikan isinya dengan tingkat usia anak.
Bersama-sama memakai buku itu seperti kita membaca untuknya.
Menyelidiki bersama anak akan arti dari isi buku dengan cara menceritakan kembali cerita itu,
baru kembali bagian-bagian khusus, gambar sesuatu yang berkaitan dengan cerita itu dan
diskusikan gambar tersebut , bicarakan tentang karakter atau simpulkan pengertian dari cerita
tersebut.
f. Fantasy.
Bentuk khusus dari Bibliotherapy adalah menggunakan dongeng fantasy atau dongeng yang
wajar seperti “ Bawang Putih dan Bawang Merah”, “Malin Kundang”, “ Sikancil mencuri
ketimun” , Abu Nawas”, dan lain-lain. Figur dan kejadian-kejadian pada dongeng
melambangkan dan mengilustrasikan adanya suatu konflik dalam suatu peristiwa seperti butuh
kasih sayang /dicintai , takut akan meninggal , takut akan tidak berharga, pentingnya kejujuran
dalam kehidupan dan lain-lain. Perlu penjelasan pada anak arti dari dongeng dalam
mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
g. Mimpi.
Mimpi sering diartikan sebagi ungkapan sesuatu sasaran tidak sadar dan akan menekan
kembali perasaan dan pikiran seseorang. Dipulau jawa kita kenal beberapa macam mimpi yang
dapat mengartikan sesuatu, seperti mimpi titiyoni, gondoyoni dan puspogeni.
Salah satu cara pada Psychoterapi dapat menggunakan interpretasi dari mimpi dengan
menanyakan pada anak dan orang tua tentang mimpi. Kemudian jelajahi perasaan bersalah yang
sangat mengganggi
h. Pertanyaan “Bagaimana Bila”.
Pertanyaan “ Bagaimana Bila” mendorong anak untuk menjelajahi situasi dan menentukan
berbagai pemecahan masalah.
Contoh :
Perawat dapat bertanya : “ bagaimana bila engkau sakit dan harus masuk Rumah Sakit.???”.
Anak akan mengatakan perasaan-perasaannya yang telah dia ketahui dan tentang apa yang dia
anggap aneh yang ingin dia ketahui.
Jenis komunikasi yang baik akan membantu anak mempelajari ketrampilah pertahanan diri ;
khususnya pada situasi-situasi yang berbahaya.
j. Ranting Game.
Permainan ini terutama membantu anak-anak yang lebih besar untuk berani berbicara. Dari ada
menanyakan padanya bagaimana perasaaannya, lebih baik perawat bertanya bagaimana
pengalaman dari hari ke hari dalam skala 1 sampai 10, dengan skor 10 yang menjadi paling
baik. Anak-anak pada tingkat usia sekolah dapat menggunakan cara ini yaitu dengan menulis
pengalaman/ perasaan mereka selama dirawat dalam buku hariannya.
k. Word Association Game
Pendekatan degan cara “permainan asosiasi kata” dapat dimulai dengan sejumlah kata-kata
kunci dan meminta anak untuk menyebut kata pertama yang dia kenal. Akan tetapi baik jika
dimulai dengan kata-kata netral seperti menggambar, menulis, berdo’a kemudian pada kata-kata
yang mengundang kecemasan seperti, penyakit, jarum suntik, rumah sakit, pembedahan dan
lain-lain.
Kunci kata-kata yang dipilih harus sesuai dengan situasi kehidupan anak.
l. Sentenoe Completion
Tanpa menanyakan langsung tentang keadaannya, tetapi menyadarkan pernyataan yang harus
dilengkapi oleh anak.
Cara pendekatan ini khususnya digunakan untuk anak-anak pra remaja dan remaja.
Contoh :
“ Sesuatu yang menyenangkan ( menjengkelkan) tentang sekolah anak ……………………”
“ Usia yang paling menarik (tidak menarik) adalah ………………..”
Pernyataan dimulai dengan yang netral kemudian diakhiri dengan pernyataan yang difokuskan
pada perasaan tentang dirinya.
d. Sosiogram
Menggambar tak perlu dibatasi bagi anak-anak, dan jenis gambar yang berguna bagi anak-anak
seusia 5 tahun adalah sosiogram (gambar ruang kehidupan) atau lingkaran keluarga.
Menggambar suatu lingkaran adalah untuk melambangkan orang-orang yang hampir mirip
dalam kehidupan anak, dan gambar bundaran-bundaran didekat lingkaran menunjukkan
keakraban / kedekatan.
e. Menggambar bersama dalam keluarga
Salah satu tehnik yang berguna dan dapat diterapkan pada anak-anak adalah menggambar
bersama dalam keluarga.
Menggambar bersama dalam keluarga merupakan satu alat yang berguna untuk
menggungkapkan dinamika dan hubungan keluarga.
f. Bermain.
Bermain adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan dapat menjadi tehnik
yang paling efektif untuk berhubungan dengan mereka. Dengan bermain dapat dikumpulkan
petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual dan sosial. Terapeutik play sering
digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit atau masuk rumah sakit atau untuk
mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur medis / perawatan.
3. Program dan kebijakan pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Departemen Kesehatan pada
periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama
dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatn, penanggulangan penyakit menular, gizi
buruk dan krisis kesehatan akibat bencana serta peningkatan pelayanan kesehatan daerah
terpencil, tertinggal, daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Visi dan Misi Departemen Kesehatan yaitu meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas, maka untuk mencapai upaya tersebut adalah :
1. Pelayanan Kesehatan Dasar yang terdiri dari:
a. Pelayanan Kesehatan ibu dan anak :
Kebijakan tentang KIA secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan,
nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua fasilitas kesehatan, dari posyandu
sampai rumah sakit pemerintah maupun fasilitas kesehatan swasta.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter
spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat
badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta
pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan
antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan
antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan ibu hamil K1 dan K4.
b. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi Kebidanan.
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa di
sekitar persalinan. Hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 70,62 % - 77,21 %.
c. Deteksi Resiko, Rujukan Kasus Resti dan Penanganan Komplikasi.
Kegiatan deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan perlu lebih
ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Deteksi risiko oleh tenaga
kesehatan pada tahun 2007 sebesar 46,17% sedangkan deteksi risiko oleh masyarakat (kader,
tokoh masyarakat,dll) sebesar 22,08%.
Resti komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung menyebabkan
kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Resti/komplikasi kebidanan meliputi Hb <> 140
mmHg, diastole > 90 mmHg). Oedeme nyata, ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban
pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada primigravida,
infeksi berat/sepsis, persalinan p````````rematur.
Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan
kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut
antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan
kesehatan pada neonatus (0-28hari) minimal dua kali, satu kali pada umur 0-7 hari (KN1) dan
satu lagi pada umur 8-28 hari (KN2).
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan pemeriksaan
kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi pada ibu. Pelayanan tersebut meliputi
pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI
dini dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian
imunisasi);pemberian vitamin K; manajemen terpadu balita muda (MTBM); penyuluhan
perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA. Cakupan kunjungan neonatal (KN2)
pada tahun 2007 sebesar 77,16%.
2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB).
Masa subur seorang wanita memiliki peranan penting bagi terjadinya kehamilan sehingga
peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil penelitian, usia subur seorang
wanita terjadi antara usia 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau
menjarangkan kelahiran, wanita/ pasangan lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara
KB.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007, persentase wanita berumur 10 tahun
keatas yang pernah kawin dengan jumlah anak yang dilahirkan hidup terbesar adalah 2 orang
(23,02%), 1orang (19,52%) dan 3 orang (17,11%). Sedangkan rata-rata jumlah anak lahir hidup
per wanita usia 15-19 tahun adalah 1,79 untuk daerah perkotaan dan 1,98 di pedesaan.
3. Pelayanan Imunisasi.
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi 0-1 tahun (BCG,DPT,
Campak, Polio, HB), imunisasi untuk wanita usia subur/ibu hamil TT dan imunisasi untuk anak
SD (kelas 1; DT dan kelas 2-3; TT), sedangkan kegiatan imunisasi tambahan dilakukan atas
dasar ditemukannya masalah seperti desa non UCI, potensial/resti KLB, ditemukan/diduga
adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis.
Pencapaian UCI pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara
lengkap pada kelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah
tertentu, berarti eilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi
(herd immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31).
Dalam hal ini pemerintah menargetkan pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa dan
kelurahan. Pencapaian UCI pada tahun 2007 sebesar 71,18 % dengan target nasional UCI 80%.
Program-program kebijakan pemerintah terhadap kesehatan ibu dan anak di Indonesia yang
sedang berlangsung diantara meliputi :
• Perawatan Penyakit Anak yang Terpadu (IMCI).
• Rencana Kesehatan Remaja Nasional.
• kebijakan dan rencana untuk mencegah malaria dalam kehamilan dan malaria bawaan,
penularan vertikal HIV dan syphilis dalam kehamilan.
• Making Pregnancy Safer.
• Peningkatan kesadaran akan HIV/AIDS.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam berkomunikasi secara nob –verbal , secara serentak menggunakan semua pancaindra kita
dalam proses menerima dan mengirim berita.
Bagaimana kita memakai panca indra tadi dan bagaimana penginterpretasi berita yang diterima
sangat menentukan observasi kita.
Orang tua merupakan fokus penting dalam komunikasi segi tiga walaupun tidak mengabaikan
saudara kandung, sanak saudara atau pembantunya. Dalam proses komunikasi dalam keluarga
kita dapat menggunakan langkah-langkah seperti : mendorong orang tua untuk berbicara ;
mengarahkan pada pokok permasalahan ; mendengar ; diam sejenak ; meyakinkan ; menentukan
masalah ; memecahkan masalah ; mengantisipasi bimbingan , dan menghindari hambatan-
hambatan komunikasi.
Walaupun tampaknya bayi tidak mampu berbicara, ternyata dia memilih bentuk komunikasi
prabicara seperti : tangisan, celoteh, isyarat dan ekspresi emosional. Kemudian bentuk
komunikasi prabicara ini berkembang menjadi peran bicara dalam berkomunikasi. Untuk
mencapai ini dibutuhkan : persiapan fisik; kesiapan mental; model yang baik untuk ditiru;
kesempatan untuk praktek; motipasi yang tinggi; bimbingan yang tepat.
Komunikasi yang berkaitan dengan proses berpikir harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak. Proses berpikir pada anak-anak dimulai dari yang kongkrit ke fungsional
dan akhirnya keabstrak.
Terdapat bermacam-macam tehnik berkomunikasi dengan anak seperti tehnik komunikasi non
verbal ; tehnik orang ketiga ; neurolinguistic programming (N. C. P ) ; facilitativa responding ;
bercerita ; bibliotherapy ; fantasy ; mimpi ; pertanyaan “ bagaimana bila tiga permintaan “,
rating game ; word association game ; melengkapi kalimat dan pro & kontra. Sedang
komunikasi verbal bagi kebanyakan anak & orang tua sering mendapat kesulitan karena harus
membicarakan perasaan-perasaannya. Komunikasi verbal dapat berupa : menulis ; menggambar
; gerakan gambar keluarga ; sociogram ; menggambar bersama dalam keluarga dan bermain.
B. Saran.
Makalah ini kami angkat berdasarkan dari sumber penerbit dan pengatahuan dan diskusi
kelompok kami.somoga pembaca dapat menambah wawasan dan pengatahuan tentang makala
ini.
Serta membawa manfaat bagi lingkungan,Dengan cara berkomunikasi seperti ini.Perawat dapat
lebih merencanakan bantuan dan bimbingan bagi pasien dan juga perawat akan
mengembangkan kepercayaan pada diri sendiri.Kami menerima saran anda agar makalah ini
lebih sepurnah.
Daftar Pustaka
Asuhan Keperawatan anak dan dalam kontek keluarga,usdiknakes Depkes RI Jakarta (1993)
Hubungan teraputik perawat – klien Budiana Keliat S.Kp
Elyshabet d.k.k , Asuhan Keperawatan anak.university Indonesia