Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas (Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya
dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah
laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah semua
pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya
(Smeltzer and Bare, 2002 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepalaringan,
cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala
atau askep cidera kepala baik cedera kepala ringan, cederakepala sedang dan
cedera kepala berat harus ditangani secara serius Cedera pada
otak dapat mengakibatkan gangguan pada system syaraf pusat sehingga dapat
terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk
mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi,
anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan
terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi
ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit(Sjahrir, 2004).
B. Tujuan
1. Menjelaskan konsep teori cedera kepa
2. Menjelaskan Asuhan keperawatan kegawatdaruratan pasien dengan cedera
kepala

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa
pendarahan insestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
dari otak (Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulitkepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secaralangsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).Menurut Brain Injury
Assosiation of America (2001), cedera kepalaadalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat congenital ataupundegeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yangdapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkankerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh
trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada
kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.

2
B. Klasifikasi

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya


cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan
persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas
yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan
berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai.
Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat pengobatan dan perawatan
penderita sangat dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan koma dan atau
penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam
perujukan dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan
menurunkan luaran cidera kepala.

Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat
kecelakaankendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan
saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakanmaupun
tusukan benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya CideraThe Traumatic Coma Data Bank
mengklasifisikan berdasarkanGlasgow Coma Scale ( Mansjoer, dkk,
2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu,GCS
14-15, pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran
atauamnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi alkohol atau
obatterlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing,
tidakterdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada
kriteriacedera sedang sampai berat.

3
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-
13(konfusi, letargi dan stupor), pasien tampak
kebingungan,mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah
sederhana, hilangkesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam,
konkusi,amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur
kranium(tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau
rinorheacairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8(koma),
penurunan derajat kesadaran secara progresif, kehilangankesadaran
atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis fokal, cederakepala penetrasi
atau teraba fraktur depresi cranium.
C. Patofisiologi

Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,misalnya


kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh
darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosistripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cederakepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakansuatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbenturdan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepalasekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat darihipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada


epiduralhematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan
durameter,subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara
durameterdengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya
darahdidalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala
terjadikarena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi

4
autoregulasimenimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia
jaringanotak (Tarwoto, 2007).

D. Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :

1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
5. Gangguan pergerakan
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran
7. Disfungsi sensori
8. Kejang otot
9. Sakit kepala
10. Vertigo
11. Kejang
12. Pucat
13. Mual dan muntah
14. Pusing kepala
15. Terdapat hematoma
16. Sukar untuk dibangunkan
17. bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

5
E. Patway

6
F. Terapi Farmakologi

Nama Kandung Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek


Dagang an Samping
Otsu- Manitol Dws 250 Memperln Kongesti/edema Gangguan
Maniol 20% ml – 1 L car paru, pendarahan keseimbanga
(Otsuka) dlm 24 diuresis, intrakranial n cairan tubh
jam megurangi kecuali selama dan elektrolit,
TIK, prosedur gangguan sal
massa pada kraniotomi, gagal cerna, nyeri
otak ginjal, gagal dada, sakit
jantung kongestif, kepala,
edema metabolik hipoermia,
dengan fragilitas takikardi,
kapiler abnormal. demam,
mengigil,
rasa haus
Selexon Deksameta Sehari 1 Edema Infeksi fungal Tidak
son ,5 Kapl, 2-4 serebral, sistemik penderita disebutkan.
mg/Kapl kali insufisiensi hypersensivitas
adrenokort obat tsb
ikkortikal
primer atau
sekunder
Furosem Furrosemi Sehari 1-2 Oedema Edema paru akut. Tidak
ide d 40 x 1-2 tab. karena disebutkan
(Indofar mg/tab Maks 5 gangguan
ma) tab/hari jantung,
gangguan

7
ginjal,
hipertensi
ringan dan
sedang
Cefotaxi Sefotaksi Dsw dan Infeksi sal Tidak disebutkan Tidak
me m1g anak >12 nafas disebutkan
(Hexphr thn 1-2 bawah, sal
am) g/hari, kemis,
maks 12 kulit,
g/hari tulang dan
rawan
sendi,
G. Diet
1. Makanan yang mengandung asam lemak omega 3

Makanan yang mengandung asam lemak omega 3 seperti makarel, salmon


dan sarden. Telah terbukti meningkatkan kognisi, kelenturan dan pemulihan
neuron otak.

2. Makanan yang mengandung vitamin E

Makanan yang mengandung vitamin E juga penting untuk pemulihan otak.


Contohnya seperti zaitun.

3. Kunyit
Kunyit mengandung antiinflamasi yang bersifat menyembuhkan.

4. Vitamin B12

Untuk penyembuhan cedera otak traumatis perlu juga mengonsumsi


vitamin B12. Nutrisi ini penting untuk melindungi sel-sel saraf

8
5. Makanan tinggi protein

Cedera membuat bagian tubuh yang terluka menjadi tidak aktif. Ini
menyebabkan penurunan kekuatan dan massa otot. Makanan kaya protein, khususnya
yang mengandung asam amino, dapat meminimalisir efek negatif tersebut dengan
mencegah peradangan agar tidak semakin memburuk. Asam amino memperbaiki
jaringan dan sel yang rusak pada luka. Untuk itu, meningkatkan asupan makanan
kaya protein akan mempercepat proses pemulihan dari cedera

6. Makanan kaya vitamin C

Vitamin C mengandung antioksidan yang membantu mengurangi peradangan


dalam tubuh agar cedera cepat sembuh. Vitamin ini juga diperlukan untuk
metabolisme protein dan pembentukan kolagen, yaitu jaringan ikat penting pada
tubuh yang membantu menjaga kesehatan tulang, otot, kulit, dan tendon.

Selain itu, asupan vitamin C juga terbukti dapat meningkatkan energi kekebalan
tubuh Anda dengan merangsang produksi sel darah putih. Vitamin C juga dibutuhkan
tubuh untuk membantu menyerap zat besi sehingga juga dapat membantu Anda
terhindar dari anemia. Dengan segala fungsinya tersebut, maka vitamin C dapat
membantu Anda meningkatkan daya tubuh dan mencegah Anda dari kelelahan.

Ada banyak pilihan makanan tinggi vitamin C yang bisa Anda konsumsi selama
masa pemulihan cedera. Mulai daripaprika, stroberi, brokoli, tomat, melon, kubis,
kiwi, mangga, hingga bayam.

7. Makanan kaya zinc

zinc berperan penting untuk membantu pembentukan DNA hingga pembelahan


sel dan sintesis protein, yang penting untuk penyembuhan cedera otot. Zinc biasanya
ditemukan pada makanan yang berprotein tinggi. Jadi, bila mengonsumsi makanan
berprotein tinggi berarti meningkatkan zinc di dalam tubuh.

8. Makanan lainnya

Selain protein, daging dan ikan mengandung kreatin yang dapat meningkatkan
massa dan kekuatan otot. Zat alami ini telah menjadi suplemen populer yang biasa
digunakan sebagai suplemen dan juga membantu mempercepat penyembuhan cedera

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CEDERA KEPALA

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
b. Breathing
1) Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2) Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
c. Circulation
1) Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis
pada kuku, bibir)
2) Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
3) Monitoring tanda – tanda vital
4) Pemberian cairan dan elektrolit
5) Monitoring intake dan output
d. Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
e. Exposure
Suhu, lokasi luka.

10
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa
penyebab nyeri/cedera: Peluru kecepatan tinggi? Objek yang membentuk
kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan kekuatan pukulan?

b. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau
kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan
pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah
mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika
pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.
c. Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit
sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.
d. Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan
(jenisnya), obat, dan lainnya.
e. Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan
pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan
terhadap penyakit tertentu?
f. Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien
menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit
tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?
g. Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir
sebelum cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk
mempermudah mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih
lanjut/operasi.
h. Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien
mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?

11
i. Kebutuhan sehari-hari dan data fokus :
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia
cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma)
ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastic
2) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi,
disritmia), perfusi jaringan.
3) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
inpulsif
4) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi
5) Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
6) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.
Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
7) Gangguan pengecapan dan juga penciuman.

12
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan pengindraan, spt: pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon
dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur
(dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan
posisi tubuh
8) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
9) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan
karena respirasi)
10) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
11) Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna, spt “raccoon eye”, tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).
12) Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.

13
13) Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang
ulang, disartris, anomia.
B. Analisa Data

Data Kemungkinan Penyebab Maslalah


DS : Trauma Kepala Perubahan pola nafas
-Nyeri Dada
-Rasa seperti”akan mati” Intrakranial
DO :
-Perubahan frekuensi dan Jaringan otak rusak
irama pernafasan (Kontusio, laserasi)
-CRT >3 Dtk
-Nafas cuping hidung Perubahan autoregulasi,
-Penggunaan otot bantu oedema serebral
nafas

DS : Trauma Kepala Gangguan Perfusi Jaringan


-Nyeri Dada
-Rasa seperti”akan mati” Ekstrakranial

DO : Terputusnya jaringan kulit,


-Perubahan frekuensi dan otot, dan vaskuler
irama pernafasan
-CRT >3 Dtk Gangguan Suplai Darah
-Nafas cuping hidung
-Penggunaan otot bantu Iskemia
nafas
Hipoksia

14
DS : Trauma Kepala Nyeri
-Klien mengatakan
merasakan rasa sakit di Kranial
kepala bagian belakang
-Keluarga mengatakan Terputsnya kontinuitas
anaknya baru saja tulang
mengalami laka lantas

DO :
-Klien Meringis kesakitan
-Klien memegang kepala
belakang ketika meringis

DS : Trauma Kepala Resiko kekurangan cairan


Haus
Lemas Ekstrakranial

DO : Terputusnya jaringan kulit,


-Penurunan turgor kulit otot, dan vaskuler
-penurunan haluaran urin
-kulit dan membran Pendarahan, hematoma
mukosa kering
-suhu tubuh meningkat Perubahan sirkulasi CSS
-pningkatan frekuensi
nadi, penurunan tekanan Peningkatan TIK
darah, penurunan volume
dan tekanan nadi Mual-Muntah

15
DS : Trauma Kepala Tidak dapat melakukan
- personal hygiene
DO : Ekstrakranial
-Kelemahan
-Immobilisasi fisik Terputusnya jaringan kulit,
-Ketidakmampuan untuk otot, dan vaskuler
melakukan personal
hygiene Pendarahan, hematoma

Perubahan sirkulasi CSS

Peningkatan TIK

Gangguan Kesadaran

Immobiliasasi
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


O Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau frekuensi, irama,
Pola Napas keperawatan selama 3 x 24 kedalaman pernapasan.
berhubungan jam diharapkan Catat ketidakteraturan
dengan ketidakefektifan pola napas pernapasan.
kerusakan teratasi dengan kriteria hasil, 2. Pantau dan catat
neurovaskuler tidak ada sesak atau kompetensi reflek
(cedera pada kesukaran bernafas, jalan gag/menelan dan
pusat nafas bersih, dan pernafasan kemampuan pasien untuk

16
pernapasan dalam batas normal. melindungi jalan napas
otak) sendiri. Pasang jalan
napas sesuai indikasi.
3. Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturannya,
posisi miirng sesuai
indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar.
5. Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang
tidak normal misal:
ronkhi, wheezing, krekel.
6. Berikan terapi Oksigen
2 Perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan faktor-faktor
perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 yang menyebabkan
serebral jam, diharapkan masalah koma/penurunan perfusi
berhubungan teratasi, dengan kriteria hasil jaringan otak dan
dengan tanda vital stabil dan tidak potensial peningkatan
penghentian ada tanda-tanda peningkatan TIK.
aliran darah TIK. 2. Pantau /catat status
(hemoragi, neurologis secara teratur
hematoma) dan bandingkan dengan
nilai standar GCS

17
3. Evaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara
kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
4. Pantau tanda-tanda vital:
TD, nadi, frekuensi
nafas, suhu.
5. Bantu pasien untuk
menghindari /membatasi
batuk, muntah,
mengejan.
6. Kolaborasikan pemberian
obat sesuai indikasi,
misal: diuretik, steroid,
antikonvulsan, analgetik,
sedatif, antipiretik
3 Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 dengan menggunakan
dengan adanya jam diharapkan nyeri skala nyeri, catat lokasi
trauma kepala. berkurang atau hilang nyeri, lamanya,
dengan criteria hasil klien serangannya,
merasa nyaman yang peningkatan nadi, nafas
ditandai dengan tidak cepat atau lambat,
mengeluh nyeri, dan tanda- berkeringat dingin.
tanda vital dalam batas 2. Atur posisi sesuai
normal. kebutuhan anak untuk
mengurangi nyeri.
3. Kurangi rangsangan yang

18
bisa memicu terjadinya
nyeri.
4. Berikan obat analgetik
sesuai dengan program.
5. Ciptakan lingkungan
yang nyaman termasuk
tempat tidur.
6. Berikan sentuhan
terapeutik, lakukan
distraksi dan relaksasi.
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status hidrasi
kekurangan keperawatan selama 3 x 24 seperti kelembaban
volume cairan jam diharapkan masalah mukosa dan turgor kulit
teratasi dengan criteria hasil 2. Monitor Vital Sign
hasil membran mukosa 3. Monitor intake dan
lembab, integritas kulit baik, output
dan nilai elektrolit dalam 4. Monitor status nutrisi
batas normal. 5. Dorong pasien untuk
menambah intake oral
6. Berikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan
output
7. Kolaborasikan pemberian
cairan IV
5 Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu klien dalam
perawatan diri keperawatan selama 3 x 24 memenuhi kebutuhan
berhubungan jam diharapkan terjadi aktivitas, makan –
dengan tirah peningkatan perawatan diri minum, mengenakan

19
baring dan dengan kriteria hasil tempat pakaian, BAK dan BAB,
menurunnya tidur bersih, tidak ada iritasi membersihkan tempat
kesadaran. pada kulit, buang air besar tidur, dan kebersihan
dan kecil tanpa dibantu. perseorangan.
2. Berikan makanan via
parenteral bila ada
indikasi.
3. Lakukan Perawatan
kateter bila terpasang.
4. Kaji adanya konstipasi,
bila perlu pemakaian
pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
5. Libatkan orang tua atau
orang terdekat dalam
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.

C. Implementasi dan Evaluasi

NO.D
Implementasi Evaluasi
X
1 1. Memantau frekuensi, irama,
S : Klien mengatakan sudah tidak sesak
kedalaman pernapasan. Catat lagi
ketidakteraturan pernapasan. O : Klien tampak bernafas dengan baik
2. Memantau dan catat A : Masalah teratasi
kompetensi reflek P : Hentikan Intervensi
gag/menelan dan kemampuan

20
pasien untuk melindungi jalan
napas sendiri. Pasang jalan
napas sesuai indikasi.
3. Mengangkat kepala tempat
tidur sesuai aturannya, posisi
miirng sesuai indikasi.
4. Menganjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam yang
efektif bila pasien sadar.
5. Mengauskultasi suara napas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak
normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
2 1. Menentukan faktor-faktor S : -
yang menyebabkan
O : Klien tampak mengalami perbaikan
koma/penurunan perfusi respon motorik
jaringan otak dan potensial
A : Masalah belum teratasi
peningkatan TIK. P : Lanjutkan Intervensi
2. Memantau /catat status
neurologis secara teratur dan
bandingkan dengan nilai
standar GCS
3. Mengevaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara kiri
dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.

21
4. Memantau tanda-tanda vital:
TD, nadi, frekuensi nafas,
suhu.
5. Membantu pasien untuk
menghindari /membatasi
batuk, muntah, mengejan.
6. Mengkolaborasikan
pemberian obat sesuai
indikasi, misal: diuretik,
steroid, antikonvulsan,
analgetik, sedatif, antipiretik
3 1. Mengkaji keluhan nyeriS : Klien mengatakan nyeri berkurang
dengan menggunakan skala O : Klien tampak sedikit lebih tenang
nyeri, catat lokasi nyeri, A : Masalah belum teratasi
lamanya, serangannya, P : Lanjutkan Intervensi
peningkatan nadi, nafas cepat
atau lambat, berkeringat
dingin.
2. Mengatur posisi sesuai
kebutuhan anak untuk
mengurangi nyeri.
3. Mengurangi rangsangan yang
bisa memicu terjadinya nyeri.
4. Memberikan obat analgetik
sesuai dengan program.
5. Menciptakan lingkungan
yang nyaman termasuk
tempat tidur.

22
6. Memberikan sentuhan
terapeutik, lakukan distraksi
dan relaksasi.
4 1. Memonitor status hidrasi S : -
seperti kelembaban mukosa O : Status hidrasi klien normal
dan turgor kulit A : Masalah teratasi
2. Memonitor Vital Sign P : Hentikan Intervensi
3. Memonitor intake dan output
4. Memonitor status nutrisi
5. Mendorong pasien untuk
menambah intake oral
6. Memberikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan
output
7. Mengkolaborasikan
pemberian cairan IV
5 1. Membantu anak dalam S : Klien mengatakan belum mampu
memenuhi kebutuhan melakukan aktivitas secara mandiri
aktivitas, makan – minum, O : Klien tampak selalu dibantu melakukan
mengenakan pakaian, BAK aktivitas
dan BAB, membersihkan A: Masalah belum teratasi
tempat tidur, dan kebersihan P: Lanjutkan Intervensi
perseorangan.
2. Memberikan makanan via
parenteral bila ada indikasi.
3. Melakukan Perawatan kateter
bila terpasang.
4. Mengkaji adanya konstipasi,

23
bila perlu pemakaian
pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
5. Melibatkan orang tua atau
orang terdekat dalam
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.

24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak
atau kombinasinya,.

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya


cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan
persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang
lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat
dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai.

B. Saran
Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Tim Penyusun
adalah :
1. Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat
menerapakan perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu terjadinya cedera
pada kepala.
2. Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien
penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik
3. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari Cedera Kepala
dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan asuhan keperawatan pada
pasien penderita Cedera Kepala dapat terlaksana dengan baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

Kasim Fauzi, Yulia Trisna, 2013, Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta ; ISFI

Wilkinson Judith, Nancy R. Ahern, Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Jakarta,


Penerbit buku kedokeran EGC

Puji Apriandi, 2018. https://hellosehat.com/hidup-sehat/nutrisi/makanan-agar-cedera-


cepat-sembuh/ (Diakses pada 25 Maret 2018, pukul 20:00 WIB

Nuarif Amiin Huda, hardhi kusuma, 2015, Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan NANDA NIC NOC.Percetakan Mdiaction Publishing :
Yogjakarta

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

26

Anda mungkin juga menyukai