Bab 3 Case
Bab 3 Case
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Osteoartritis (OA) adalah penyakit yang umum terjadi pada populasi lanjut usia dan
merupakan salah satu penyebab utama disabilitas. Kejadian OA genue bertambah seiring
meningkatnya usia rata-rata populasi. Umur, berat badan, trauma pada gerakan persendian
khususnya jongkok dan berlutut adalah faktor risiko umum OA genue. Beberapa faktor
termasuk sitokin, leptin, dan kekuatan mekanik adalah faktor patogen OA genue. Pada
pasien ini, OA harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Penderita OA genue biasanya
asimptomatik dan susah untuk mendeteksi penyakitnya dikarenakan sensitivitas yang
rendah dari pemeriksaan radiografi1.
Osteoartritis (OA) adalah salah satu kondisi paling umum yang menyebabkan
kecacatan, terutama pada populasi lansia. OA adalah penyakit artikular yang paling sering
terjadi di negara maju dan penyebab utama kecacatan kronis, sebagian besar sebagai
konsekuensi dari OA genue dan / atau OA pinggul2. OA memerlukan biaya pengobatan
yang tinggi. Individu dan keluarga mereka harus menyesuaikan hidup dan rumah mereka
dengan OA, dan mereka akan kehilangan produktivitas kerja3.
Pasien dengan OA memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi umum dengan OR 1,54. Faktor Riwayat diabetes, kanker, atau penyakit
kardiovaskular dan adanya kecacatan berjalan adalah faktor risiko utama. Kelebihan angka
kematian dilihat pada semua penyakit dengan penyebab kematian spesifik, tetapi
khususnya diucapkan untuk komplikasi kardiovaskular. OA genue lebih penting tidak
hanya karena tingkat prevalensi yang tinggi dibandingkan dengan jenis OA lainnya, tetapi
juga untuk presentasi pada kelompok usia yang lebih dini terutama pada kelompok usia
yang lebih muda dari wanita gemuk. Insiden OA genue meningkat berdasarkan usia dan
semakin meningkat dengan umur yang lebih panjang dan berat rata-rata populasi4.
Nyeri dan gejala OA lainnya mungkin memiliki efek mendalam pada kualitas hidup
yang mempengaruhi fungsi fisik dan parameter psikologis. OA genue tidak hanya
menyerang tulang rawan saja, namun dianggap sebagai penyakit kronis pada seluruh sendi,
termasuk tulang rawan artikular, meniskus, ligamen, dan otot periartikular yang dapat
timbul dari berbagai mekanisme patofisiologis. Ini adalah penyakit yang menyakitkan dan
melumpuhkan yang mempengaruhi jutaan pasien5.
Meskipun konsekuensinya parah, sebagian besar pasien dengan OA genue dapat
dirawat di layanan primer6.
Dibawah usia 55 tahun, distribusi sendi OA pada laki-laki dan perempuan sama,
akan tetapi pada usia yang lebih tua ditunjukkan pada bukti radiografik OA lutut, terutama
OA lutut simtomatik bahwa OA lutut lebih sering terjadi pada perempuan10.
Faktor risiko tertinggi untuk OA adalah usia. Peningkatan progresif prevalensi OA
didapatkan seiring dengan peningkatan usia. Pada suatu survei radiografik terhadap
perempuam berusia kurang dari 45 tahun, hanya 2% menderuta OA; namun, antara usia
45 dan 64 tahun prevalensinya 30%, sedangkan yang berusia lebih dari 65 tahun angkanya
68%10.
Selain usia, trauma besar dan penggunaan sendi yang berlebihan juga merupakan
salah satu factor risiko terjadinya OA. Pola keterlibatan sendi dipengaruhi oleh beban yang
berkaitan dengan pekerjaan (vokasional) atau avokasional sebelumnya. Oleh karena itu
OA pada pergelangan kaki banyak ditemukan pada penari balet dan OA pada sendi
metakarpofalang pada petinju. Laki-laki yang bekerja dengan sering memerlukan
penekanan lutut lebih sering memiliki tanda radiografik OA lutut, dan gambaran
radiografiknya cenderung lebih berat daripada laki-laki yang tidak memerlukan penekanan
lutut dalam bekerja10.
Sementara keterkaitan antara obesitas dengan OA genu telah lama diketahui, hanya
saja hubungan kausal antara keduanya baru dibuktikan akhir-akhir ini. Untuk orang yang
memiliki indeks massa tubuh berada di quintile tertinggi pada pemeriksaan dasar, risiko
relatif mengalami OA lutut dalam 36 tahun mendatang adalah 1,5 untuk laki-laki dan 2,1
untuk perempuan. Untuk OA lutut yang parah, risiko relatif meningkat menjadi 1,9 untuk
laki-laki dan 3,2 untuk perempuan, yang mengisyaratkan bahwa kegemukan berperan
lebih besar dalam etiologi kasus OA lutut yang parah10.
1.4 ETIOLOGI
Etiologi osteoathritis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu primer atau sekunder.
Osteoartritis primer adalah akibat dari degenerasi kartilago artikular tanpa alasan yang
diketahui. Ini biasanya dianggap sebagai degenerasi karena usia serta keausan.
Osteoartritis sekunder adalah akibat degenerasi kartilago artikular karena alasan yang
diketahui13.
1.6 PATOFISIOLOGI10
Sebagian besar peneliti merasa bahwa perubahan primer pada OA berawal di tulang
rawan. Walau pada OA tidak terdapat perubahan kandungan kolagen, tampak terdapat
perubahan susunan ukuran serat kolagen. Data biokimia konsisten dengan adanya defek
pada jaringan kolagen tulang rawan, mungkin akibat terputusnya lem yang mengikat serat
kolagen yang berdekatan di matrik. Hal ini merupakan salah satu perubahan matriks paling
dini dan tampak ireversibel.
Walaupun aus mungkin merupakan faktor dalam hilangnya kartilago, bukti
menyokong konsep bahwa metaloproteinase lisosom dan netral merupakan penyebab
utama hilangnya matriks kartilago pada OA. Apakah sintesis atau sekresi enzim itu
dirangsang oleh IL-1 atau oleh faktor lain (mis. rangsangan mekanis), metaloprotease
netral, plasmin, dan katepsin, tampaknya semua berperan dalam rusaknya kartilago pada
OA. TIMP dan PAI-1 mungkin bekerja untuk menstabilkan sistem, paling tidak secara
temporer, dan faktor pertumbuhan, seperti IGF-1, TGF-B, serta faktor pertumbuhan
fibroblast basa (FGF), diperkirakan berperan dalam proses perbaikan lesi atau paling tidak,
menstabilkan proses. Tampaknya terdapat ketidakseimbangan stoikiometrik antara kadar
enzim aktif, yang mungkin beberapa kali lipat lebih tinggi daripada kadar pada kartilago
normal dan kadar TIMP, yang mungkin hanya sedikit meningkat.
Kondrosit pada kartilago OA mengalami pembelahan sel aktif dan secara metabolis
sangat aktif, menghasilkan banyak kolagen dan PG. Sebelum hilangnya kartilago dan
berkurangnya PG, aktivitas biosintetik yang mencolok ini mungkin menyebabkan
peningkatan konsentrasi PG, yang mungkin berkaitan dengan penebalan kartilago dan OA
stabil terkompensasi. (Kurang tepat bila menyebut OA sebagai penyakit sendi
degeneratif). Mekanisme homeostatik ini mungkin mempertahankan keadaan fungsional
sendi selama bertahun-tahun. Namun, jaringan perbaikan sering tidak sekuat kartilago
hialin dalam menahan stres mekanis. Akhirnya, paling sedikit pada beberapa kasus,
kecepatan sintesis PG berkurang dan timbulah OA stadium akhir, sehingga seluruh
ketebalan kartilago lenyap.
Apakah OA merupakan penyakit sendi fokal atau sistemik? Beberapa pengamatan
memperkirakan bahwa OA mungkin timbul akibat kelainan kartilago sendi: Pertama,
walaupun mungkin hany terdapat pada sebuah sendi, OA biasanya tidak tetap bersifat
monoartikularis; OA cenderung bilateral, terutama di lutut, panggul, dan sendi kecil
tangan. Selain itu, OA lutut berkaitan erat dengan OA tangan. Namun, pola monoartritis
multipleks pada OA selain disebabkan oleh kelainan tulang rawan sistemik juga dapat
disebabkan oleh faktor mekanis lokal.
1.7 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang penting pada pasien OA meliputi:
a. Tentukan BMI e. Lingkup gerak sendi (ROM)
b. Perhatikan gaya f. Nyeri saat pergerakan atau nyeri
berjalan/pincang? di akhir gerakan
c. Adakah kelemahan/atrofi otot g. Krepitus
d. Tanda-tanda inflamasi/efusi h. Deformitas/bentuk sendi berubah
sendi?
i. Gangguan fungsi/keterbatasan k. Penonjolan tulang (Nodul
gerak sendi Bouchard’s dan Heberden’s)
j. Nyeri tekan pada sendi dan l. Pembengkakan jaringan lunak
periartikular m. Instabilitas sendi
1.10TATALAKSANA
Tidak terdapat pengobatan yang menyembuhkan untuk OA. Pengobatan ditujukan
untuk mengurangi nyeri, memper- tahankan mobilitas, dan memperkecil kecacatan. Kuat
lemahnya intervensi terapeutik tergantung pada keadaan tiap-tiap pasien. Bagi pasien yang
hanya mengalami penyakit ringan, mungkin hanya diperlukan dorongan, instruksi agar
melindungi sendi, dan (kadang- kadang) analgesik.
1.10.1 Terapi obat
Terapi obat pada OA bersifat simtomatik. Nyeri sendi sering dapat dikontrol
dengan hanya analgesik sederhana (mis asetaminofen). Untuk nyeri yang parah,
dapat digunakan dekstra- propoksifen hidroklorida. Narkotik jarang diindikasikan
untuk OA NSAID sering menurunkan nyeri dan dapat memperbaiki mobilitas pada
OA. Namun, belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh efek antiradangnya atau
oleh efek analgesik yang independen terhadap efek antiradang. Seperti dinyatakan
di atas, pasien OA mungkin memperoleh manfaat simtomatik dari NSAID walau
tidak terdapat tanda sinovitis. Pada sebuah penelitian klinis buta-ganda dan
terkontrol baru-baru ini, ibuprofen dengan dosis antiinflamasi (2400 mg/h) tidak
lebih efektif daripada ibuprofen dosis analgesik (1200 mg/h) atau daripada
asetaminofen pada pasien OA lutut simtomatik. Selain itu, adanya tanda klinis
peradangan (yi. pembengkakan sinovium, nyeri tekan) tidak secara akurat
memperkirakan bahwa respons terhadap terapi antinflamasi akan lebih baik
daripada respons terhadap asetaminofen. Bagaimanapun juga, bila analgesik
sederhana tidak adekuat, pasien dapat diberi NSAID.
Beberapa obat, seperti glikosaminoglikan berpolisulfat, diklaim dapat
menghentikan perkembangan OA pada manusia; diperkirakan bahwa beberapa
NSAID juga memiliki efek kondroprotektif. Namun, tidak terdapat uji klinis
terkontrol jangka panjang pada manusia yang mendukung klaim tersebut.
Glukokortikoid sistemik tidak digunakan dalam terapi OA Namun, injeksi
intra-atau periartikularis preparat glukokortikoid depot dapat menghilangkan
gejala dengan cepat. Penyuntikan jangan diulang pada satu sendi dalam 4 sampai
6 bulan, karena penyuntik yang terlalu sering dapat mempercepat pemecahan
tulang rawan.
Krim kapsaisin, yang menghabiskan substansi P (mediator neuropeptida
untuk nyeri) pada ujung saraf lokal, dapat mengurangi nyeri sendi bila diberikan
secara topikal untuk pasien OA tangan atau lutut.
1.10.2 Pengurangan beban sendi
OA dapat disebabkan atau diperparah oleh mekanik tubuh yang tidak baik.
Perbaikan postur dan pemakaian alat penunjang untuk lordosis lumbalis yang
berlebihan dapat membantu. Beban berlebihan terhadap sendi yang sakit harus
dihindari. Beban berlebihan terhadap lutut akibat pronasi kaki atau deformitas
lutut varus/valgus dapat diperbaiki dengan ortotik atau osteotomi. Wedged insole
dapat mengurangi nyeri sendi pada pasien OA medial lutut stadium dini. Sepatu
untuk berlari juga bermanfaat untuk memberi bantalan bagi beban.
Pasien OA lutut atau panggul harus menghindari berdiri, berlutut, dan
jongkok berkepanjangan. Pasien obesitas harus dikonsul tasikan untuk
menurunkan beratnya. Pada galur guinea pig yang mengalami OA lutut spontan,
restriksi makanan yang menyebabkan penurunan 28 persen berat badan
menyebabkan penurunan keparahan i OA sebesar 40 persen. Selain itu, walaupun
tidak ada data memperlihatkan bahwa penurunan berat badan akan menurunkan
prevalensi OA pada individu obesitas, penurunan tersebut akan mengurangi risiko
gejala lutut pada perempuan obesitas yang memperlihatkan tanda radiografik OA
lutut.
Beristirahat pada siang hari juga bermanfaat, tetapi jarang diindikasikan
imobilisasi total sendi yang nyeri. Pada pasien OA lutut atau panggul unilateral,
tongkat, yang dipegang oleh tangan kontralateral, dapat mengurangi nyeri sendi
dengan mengurangi gaya kontak sendi. Penyakit bilateral mungkin
mengharuskan pasien menggunakan tongkat ketiak atau alat pembantu berjalan.
1.10.3 Terapi fisis
Aplikasi panas ke sendi OA dapat mengurangi nyeri dan kekakuan.
Berbagai modalitas tersedia. Yang paling murah dan mudah adalah mandi atau
berendam air panas. Kadang-kadang analgesia yang lebih baik diperoleh dengan
aplikasi es daripada panas. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
mungkin ber manfaat, terutama untuk nyeri punggung akibat OA vertebra
lumbalis.
Tidak digunakannya sendi OA dan inhibisi refleks kontraksi otot akibat
nyeri menimbulkan atrofi otot. Karena berperan penting dalam melindungi tulang
rawan sendi dari stres, otot periartikularis perlu diperkuat. Atrofi tulang dan
tulang rawan sendi yang terjadi akibat tungkai yang tidak digunakan terutama
disebabkan oleh reduksi beban sendi oleh kontraksi otot periartikularis (mis. otot
hamstring dan kuadriseps untuk lutut). Olah raga harus dirancang untuk
mempertahankan rentang gerakan dan memperkuat otot-otot di sekitar sendi.
Latihan isometrik biasanya lebih dianjurkan daripada latihan isotonik, karena
latihan tersebut memperkecil stres sendi. Pada suatu uji acak pada pasien OA lutut
tingkat sedang (berdasarkan radiografi), penguatan otot hamstring dan kuadriseps
dengan program latihan isometrik secara bermakna mengurangi nyeri sendi.
Sebaliknya, pada kelompok kontrol, yang melakukan latihan range-of-motion,
tidak diperoleh penambahan kekuatan otot, dan nyeri lutut memburuk selama
periode pengamatan. Penurunan nyeri pada kelompok latihan isometrik
sebanding dengan yang diperoleh dengan pemberian NSAID.
DAFTAR PUSTAKA
1. Heidari B. 2011. Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and features:
Part I. 2(2), (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3766936/#B1)
2. Grazio S, Balen D. Obesity: Risk factor and predictors of osteoarthritis. Lijec Vjesn.
2009;131:22–6.
3. Altman RD. Early management of osteoarthritis. Am J Manag Care. 2010;16 (Suppl
Management):S41–7.
4. Bliddal H, Christensen R. The treatment and prevention of knee osteoarthritis: a tool
for clinical decision-making. Expert Opin Pharmacother. 2009;10:1793–804.
5. Hayami T. Osteoarthritis of the knee joint as a cause of musculoskeletal ambulation
disability symptom complex (MADS) Clin Calcium. 2008;18:1574–80.
6. Peat G, McCarney R, Croft P. Knee pain and osteoarthritis in older adults: a review of
community burden and current use of primary health care. Ann Rheum Dis.
2001;60:91–7.
7. Hsu H, Siwiec RM. 2019. Knee Osteoatritis,
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507884/#_article-41509_s2_)
8. Kurdi FK, 2009. Terapi Fisik dan Rehabilitasi Medik. Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, Palembang, Indonesia, hal 24-25.
9. Conley S, Rosenberg A, Crowninshield R. The female knee: anatomic variations. J Am
Acad Orthop Surg. 2007;15:S31–S36.
10. Isselbacher, K. J., et al. 2015. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Vol 4,
hal. 1886-1892.
11. Mendiquichia J, Ford KR, Quatman CE, Alentorn-Geil E, Hewett TE. Sex differences
in proximal control of the knee joint. Sports Med. 2011;41:541–557. doi:
10.2165/11589140-000000000-00000.
12. Richmond RS, Carlson CS, Register TC, Shanker G, Loeser RF. Functional estrogen
receptors in adult articular cartilage: estrogen replacement therapy increases
chondrocyte synthesis of proteoglycans and insulin-like growth factor binding protein
2. Arthritis Rheum. 2000;43:2081–2090. doi: 10.1002/1529-
0131(200009)43:9<2081::AID-ANR20>3.0.CO;2-I.
13. Manlapaz DG, Sole G, Jayakaran P, Chapple CM. Risk factors for falls in adults with
knee osteoarthritis: a systematic review. PM R. 2019 Jan 04;
14. Kalim H, 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoatritis, Indonesia, hal. 11-15.