Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

INDUKSI ANESTESI

Pembimbing :

dr. Ketut Irianta, Sp. An

Penyusun :

Muhammad Tawfiq Zamri 112016299

Wahyu Ardiyanti 112017129

Kepanitraan Klinik Ilmu Anestesi

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Periode 24 Desember 2018 – 12 Januari 2019

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai

dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan

pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,

mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak

menyenangkan.

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran


2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

Pilhan cara anestesi

 Umur
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan

dengan anestesi local atau umum


 Status fisik
o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah

dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi

anestesia dan pasca bedah.


o Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan

anestesia umum.
o Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya

dilakukan dengan anestesia umum.


o Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan

sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia

adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.


 Posisi pembedahan
o Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesis

umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan.demikian juga

pembedahan yang berlangsung lama.


 Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah
o Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan

kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi

perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah

plastik dan lain-lain.


 Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi
 Keinginan pasien
 Bahaya kebakaran dan ledakan
o Pemakaian obat anestesia yang tidak terbakar dan tidak eksplosif adalah pilah

utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.

Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum:

 Faktor respirasi
Pada setiap inspirasi sejumlah zat anestesika akan masuk ke dalam paru-paru

(alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat

anestesika akan berdifusi melalui membrane alveolus. Epitel alveolus bukan

penghambat disfusi zat anestesika, sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama

dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonarsi. Hal- hal yang mempengaruhi hal

tersebut adalah:
 Konsentrasi zat anestesika yang dihirup/ diinhalasi; makin tinggi konsentrasinya,

makin cepat naik tekanan parsial zat anestesika dalam alveolus.


 Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat meningginya

tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi.


 Faktor sirkulasi
Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena
Factor-faktor yang mempengaruhi:
1. Perubahan tekanan parsial zat anestesika yang jenuh dalam alveolus dan darah

vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesika diserap jaringan dan sebagian

kembali melalui vena.


2. Koefisien partisi darah/ gas yaitu rasio konsentrasi zat anestesika dalam darah

terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.


3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran

darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang diambil dari alveolus,

konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai tingkat anesthesia yang adekuat.

 Faktor jaringan
1. Perbedaan tekanan parsial obat anestesika antara darah arteri dan jaringan.
2. Koefisien partisi jaringan/darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesika,

kecuali halotan.
3. Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan:
a) Jaringan kaya pembuluh darah (JKPD) : otak, jantung, hepar, ginjal.

Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial

zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak

menerima 14% curah jantung.


b) Kelompok intermediate : otot skelet dan kulit.
c) Lemak : jaringan lemak
d) Jaringan sedikit pembuluh darah (JSPD) : relative tidak ada aliran darah :

ligament dan tendon.


 Faktor zat anestesika
Bermacam-macam zat anestesika mempunyai potensi yang berbeda-beda. Untuk

menentukan derajata potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar

concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi terendah zat

anestesika dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan

(respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi

zat anestesika tersebut.


TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM

I. Penilaian dan persiapan pra anestesia

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya

kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan

pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan

bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan

operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

I.1 Penilaian pra bedah

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah

penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian

khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca

bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa

penelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau

sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam

waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan

diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting

untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher

pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.

Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh

dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh

pasien.

Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan

darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada

usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.

Kebugaran untuk anestesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar

pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu

harus dihindari.

Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah

yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik

ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak

dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.


Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas

rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung

dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-

pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien

yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari

masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-

4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia.

Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat

air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anesthesia
I.2 Premedikasi

Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan

premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:

1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien


a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:
i. Kunjungan pre anestesi
ii. Pengertian masalah yang dihadapi
iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi
b. Memberikan ketenangan (sedative)
c. Membuat amnesia
d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)
e. Mencegah mual dan muntah
2. Memudahkan atau memperlancar induksi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung
a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis
6. Mengurangi rasa sakit

Waktu dan cara pemberian premedikasi:

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara

intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat

dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara

intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai

dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak

dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat

menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi

dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.


Obat-obat yang sering digunakan:

1. Analgesik narkotik
a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001

mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.

II. INDUKSI ANASTESI

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,

sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat

dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur

akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai

tindakan pembedahan selesai.

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:


S : Scope  Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-

Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.

Lampu harus cukup terang.

T : Tube  Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >

5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway  Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak

sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape  Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer  Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah

dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah

dimasukkan.

C : Connector  Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S : Suction  penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

Jenis Induksi Anestesi

 Induksi intravena
o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Induksi intravena dikerjakan dengan

hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan

dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan

pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen.

Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.


o Obat-obat induksi intravena:
 Barbiturat (tiopental)

Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan cata memfasilitasi

peningkatan GABA pada reseptor GABAa di membran neuron SSP.

Bersifat GABA-mimetik dengan langsung merangsang kanal klorida. Obat

ini menekan kerja neurotransmiter sistem stimulasi (perangsangan).

Kerjanya pada berbagai sistem ini membuat barbiturat lebih kuat sebagai

anestetik namun lebih tidak aman karena sangat kuat menekan SSP.

Contoh di sini ialah Tiopental. Obat ini termasuk obat anestesia kerja

cepat, mudah larut dalam air dan alkohol. Merupaka obat baku untuk

induksi. Tiopental dikemas dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum

digunakan harus dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5%

(1 ml = 25 mg). Perhatikan saat pemberian, karna sangat alkalis (ph 10-11)

akan menimbulkan nyeri hebat, apalagi jika masuk ke dalam arteri akan

menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Obat ini

merupakan hipnotik kuat namun analgetik lemah.

Kontraindikasi relatif : asma bronkial, anemia berat, penyakit hati dan

penyakit ginjal berat, hipotensi, syok.


Farmakokinetik : onsetnya cepat dan langsung pada SSP. Awitan aksi

antara 10-20 detik IV, efek puncak 30-40 detik, DOA 5-15 menit, dosis

induksi 4-6 mg /kgBB IV, dosis pemeliharaan 1-3mg/kgBB/jam, dosis

sedasi 0,2 - 0,4 mg/kgBB

Indikasi: induksi pada anestesi umum, untuk tindakan bedah kecil seperti

reposissi tulang, kasus ginekologi minor, tindakan diagnostik, suplemen

anestesi regional, pengendalian kejang pada eklampsi, epilepsi, tetanus,

untuk nerco-analisis pada psikiatri dan ECT

Komplikasi umum: tekanan darah menurun, alergi kulit, laju nadi

meningkat atau menurun, vasodilatasi perifer sehingga mendepresi

kontraksi jantung, spasme laring dan bronkus, depresi napas seperti apneu

Keuntungan : induksi mudah dan cepat (tidak ada stadium delirium),

pemulihan cepat dan relatif bebas dari muntah serta ketidaknyamanan,

dapat menambah kedalaman anestesi secara cepat.

Kerugian: depresi napas dan sirkulasi, cenderung terjadi spasme laring,

tidak terjafi relaksasi otot pada dosis aman, depresi sirkuladi fatal pada

pasien lemah, dapat terjadi gerakan otot involunter .

 Benzodiazepin (diazepam, lorazepam, midazolam)

Merupakan obat induksi tidur jangaka pendek bekerja cepat lama kerjanya

singkat. Pada golongan ini kita ambil contoh midazolam.

Farmakokinetik:
- Onset of action 30 detik-1 menit IV, 15 menit IM

- Efek puncak IV 3-5 menit, IM 15-30 menit. DOA 15-80 menit IV/IM,

diabsorpsi jaringan otot dengan sempurna, konsentrasi plasma maksimal

dalam 30 menit, diekskresi di hati sebanyak 40-50% dan sisanya lewat

ginjal.

- Menembus plasenta dan memasuki sirkulasi janin. Ada petunjuk bahwa

midazolam diekskresikan dalam ASI

Indikasi: premedikasi, sedasi, obat induksi, suplementasi anestesi, supresi

aktifitas kejang.

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepin, insufisiensi paru

akut, depresi pernapasan.

Dosis induksi anestesi 0.1-0.4 mg/kgBB IV (50-350 mikrogram/kg)

Perlu dicatat bahwa pemberian secara IV pada manula dengan

hipovolemik akan beresiko tinggi. Jangan diberikan pada ibu hamil

trimester pertama. Meningkatkan efek sedatif sentral dari obat neuroleptik,

transquilizer, antidepresan, analgetik, dan anestetik.

 Opioid (fentanil, morfin, pethidine)

Fentanil merupakan analgetik kuat kerja cepat. Awitan yang singkat dan

kerja lama mencerminkan adanya kelarutan lipid yg besar.

- Dosis Rendah 2 mikrogram/kgBB : bedah minor, masih terasa sakit


- Dosis sedang 2-20 mikrogram/kgBB: sulit pembedahan

- Dosis tinggi 20-50 mikrogram/kgBB: bedah besar dan lama

Kontraindikasi: pasien yg alergi fentanil

Efek samping:

- hipotensi dan bradikardia

- depresi napas dan apnoe

- pusing, penglihatan kabur, TIK menurun, aliran darah serta metabolisme

otak menurun

- mata miosis

- mual muntah

- bersama droperidol menimbulkan menggigil, gelisah, halusinasi (efek

ekstrapiramidal)

 Ketamin

Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan

“rapid acting non barbiturate anesthesia. Ketamin merupakan suatu

reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non kompetitif

yang menyebabkan : Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh

glutamat, mengurangi pembebasan presinaps glutamat, efek potensial

Gamma-aminobutyric acid (GABA).


Cara kerja obat ini diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15

detik pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai

anetesia disosiatif. Dapat disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil,

salivasi, lakrimasi, gerakan – gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus

otot.

Pada masa pemulihan dapat terjadi emergence phenomenon yang

merupakan kelainan psikis berupa disorientasi, ilusi sensoris, ilusi

persepsif, dan mimpi buruk, perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti

melayang keluar dari badan), Euphoria, eksitasi, kebingungan dan

ketakutan. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, Analgesia

bertahan sampai 40 menit, Amnesia berlangsung sampai 1 – 2 jam

Dosis IV : dosis 1-4 mg/KgBB dengan dosis rata-rata 2 mg/KgBB dengan

lama kerja kurang lebih 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/KgBB sesuai

kebutuhan

Dosis IM : dosis 6-12 mg/KgBB, dosis rata-rata 10 mg/KgBB dengan

lama kerja kurang lebih 10-25 menit, terutama untuk anak dengan ulangan

0,5 dosis permulaan

Keuntungan : tidak mengiritasi vena dan jaringan, induksi cepat dan

analgesia dalam, patient airway (tanpa intubasi), bronchodilator

Kerugian: HR, BP, IOR meningkat, halusinasi dan bingung dengan mimpi

yang tidak nyaman, katalepsy, diplopia, eye movement, nystagmus,

psycological effect : addiction


Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada

anestesi umum : Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit,

misalnya pada koreksi jaringan sikatrik daerah leher, disini untuk

melakukan intubasi kadang-kadang sukar, Untuk prosedur diagnostik pada

bedah saraf/radiologi, Tindakan orthopedi (reposisi, biopsi).

Pada pasien dengan resiko tinggi : ketamin tidak mendepresi fungsi vital.

Dapat dipakai untuk induksi pada shock. Untuk tindakan operasi kecil. Di

tempat di mana alat-alat anestesi tidak ada. Pada asma, merupaka obat

pilihan untuk induksinya

Kontraindikasi:

- Pasien hipertensi dengan sistolik 160 mmHg pada istirahat dan diastolik

100 mmHg

- Pasien dengan riwayat CVD

- Dekompensasi cordis

- Penyakit dengan peningkatan tekanan intrakranial (edema serebri) atau

peningkatan tekanan intra okuler

Harus hati – hati pada : Pasien dengan riwayat kelainan jiwa, operasi –

operasi pada daerah faring karena refleks masih baik.

Efek samping:

- Kardiovaskuler : hipertensi, takikardi, hipotensi, aritmia, bradikardi


- Pulmonary : depresi pernafasan, apneu, laringospasme

- SSP : gerakan tonik, delirium bangkitan

- GI : hipersalivasi, mual, muntah

- Mata : diplopia, nistagmus, peningkatan ringan dari tekanan introokuler.

 Propofol:

Dosis dan Penggunaan

- Induksi : 2.0 sampai 2,5 mg/KgIV

- Sedasi : 25 sampai 75 ug/kg/min dengan IV infus

- Dosis pemeliharaan pada anestesi umum : 100-150 ug/kg/min IV

- Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila

digabung penggunaan nya dengan anestesi yang lain.

- Pengenceran: Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan

konsentrasi yang minimal 0,2 %

Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam

lingkungan yang steril dan hindari propofol dalam kondisi sudah terbuka

lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Indikasi: Sedasi pada keadaan medis, sedasi untuk mengintubasi, pada

prosedur colonocopy dan endoskopi, operasi gigi


Kontraindikasi: Propofol injectable emulsi adalah kontraindikasi pada

pasien dengan hipersensitivitas obat dan komponen obat tersebut, pasien

dengan alergi telur dan kedelai.

Efek Samping:

- SSP : nyeri kepala, gerakan klonik, mioklonik, opistotonus, kejang

- Kardiovaskuler : Hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi

- Pulmoner : Depresi pernapasan, apneu, cegukan, bronkospasme,

laringospasme

- GI : mual, muntah, kram abdomen

- Lokal : nyeri pada tempat suntikan ( nyeri bisa dicegah dengan

pemberian lidokain), terbakar, phleibitis

- Alergi : eritema, urtikaria, pruritus

- Lain : demam , disinhibisi, ilusi seksual

 Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

 Induksi inhalasi
o N2O
Berbentuk gas tidak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya

1,5x berat udara. Obat dasar dari anestesia umum inhalasi. Selalu dikombinasikan

dengan 02 minimal 25%.

Bersifat anestetik lemah, analgesinya kuat, Perlu konsentrasi besar >65% efektif.

Dikombinasikan dengan salah satu anestetik lain nya seperti halotan dsb sesuai

dengan target “trias anestesi” yang ingin dicapai.

EFEK FARMAKOLOGI:

SSP : Peningkatan konsentrasi menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus,

khasiat analgesiny relatif lemah akibat kombinasi dengan oksigen

Kardiovaskular : N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah

jantung secara langsung

Sistem Respirasi : Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal

o Halotan

Secara fisik: cairan tidak berwarna, baunya enak, tidak mudah terbakar dan tidak

merangsang jalan nafas. Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, sebelum

tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4 % atau 10 % sekitar faring laring.

Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4 %, dosis untuk induksi anak 1,5-2 %,

dosis untuk pemeliharaan adalah 1-2 %, dosis untuk pemeliharaan pada anak 0.,5

– 2 %.
Halotan ini di absorpsi di paru, di distribusikan ke seluruh tubuh, metabolisme

obat anesetesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi di dalam hepar. Obat ini di

eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru, sebagian kecil melalui urine.

EFEK FARMAKOLOGI:

SSP : depresi pada SSP di semua komponen otak, terhadap pembuluh darah di

otak menyebabkan vasodilatasi

Kardiovaskuler : Pada sistem kardiovaskuler tergantung dosis, tekanan darah

menurun akibat depresi pada otot, jantung, makin tinggi dosisnya depresi makin

berat

Sistem Respirasi : Pada konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas.

o Sevofluran

Dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau, tidak

bersifat iritatif terhadap jalan nafas  di gemari untuk induksi inhalasi disamping

halotan. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan

isofluran.

DOSIS:

Untuk induksi konsentrasi pada udara inspirasi ; 3-5% bersamaan dengan N20

Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan : 2-3% dan untuk nafas kendali :

0,5-1%

EFEK FARMAKOLOGI:
SSP : dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan belum ada laporan toksik

terhadap hepar

Kardiovaskular : cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia

Setelah pemberian dihentikan  sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan

Eliminasi oleh paru-paru kurang cepat dibandingkan desfluran, tetapi masih lebih

cepat dibanding isofluran, enfluran dan halotan

 Induksi per rectal


Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
 Induksi mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya

sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak

beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

 Pelumpuh otot nondepolarisasi  Tracurium 20 mg (Antracurium)


o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna

depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja.


o Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 20-

45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.


o Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
 Cegukan (hiccup)
 Dinding perut kaku
 Ada tahanan pada inflasi paru
Indikasi intubasi trakea

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui

rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita

suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai

berikut:

1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.

Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas,

dan lain-lainnya.

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi


Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,

ventilasi jangka panjang.


3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Kesulitan intubasi

1. Leher pendek berotot


2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas

Komplikasi intubasi

1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea

Ekstubasi

1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:


a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak

akan terjadi spasme laring.


3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan

lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi kedua. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2007.

2. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Teraupetik Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2011. Hal.122-55.

3. Soerasdi E. Buku saku obat-obat anesthesia sehari-hari. Bandung, 2010.

Anda mungkin juga menyukai