BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Proyek
Menurut James A.F. Stoner manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi
serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada proyek untuk mencapai tujuan
organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi merupakan wadah untuk
menuangkan konsep atau karya-karya manajerial dari masing-masing individu yang
terlibat dalam mengemban tanggung jawab manajemen.
Fungsi utama dari sebuah manajemen adalah merencanakan,
mengorganisasikan dan mengendalikan. Selain itu manajemen juga mempunyai
fungsi manajerial antara lain mengarahkan, memimpin, mengaktifkan, memberi
contoh, membangun motivasi, mengkoordinasikan, mengkomunikasikan dan
mengambil keputusan.
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bersifat khusus
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pelaksanaannya ada tiga tujuan yang ingin
dicapai pada proyek konstruksi yaitu ketepatan waktu pelaksanaan, ketepatan mutu
atau kualitas yang diinginkan dan ketepatan anggaran yang dikeluarkan. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan suatu sistem manajemen proyek yang baik.
Manajemen proyek harus mampu membuat perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
pengawasan, dan koordinasi suatu proyek dari awal berjalan hingga berakhirnya
proyek untuk mencapai pelaksanaan proyek yang tepat waktu, tepat mutu dan tepat
biaya.
Secara umum ada tiga pihak yang berperan dalam proyek konstruksi yaitu
pemilik proyek/owner, konsultan, dan kontraktor. Pihak-pihak ini mempunyai
tanggung jawab dan hak yang berbeda-beda, hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat dalam proyek konstruksi diatur dalam kontrak yang telah disepakati bersama.
masa perawatan
ini serta besarnya persentase retensi telah ditentukan dan disepakati
bersama dalam dokumen kontrak.
Ketika memulai suatu pekerjaan kontruksi, kontraktor akan mendapatkan uang
muka dari pemilik proyek/owner. Uang muka adalah jumlah uang yang diterima
kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan, seperti retensi pembayaran uang muka
diatur dan disepakati dalam kontrak.
Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara bertahap
(termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang telah ditetapkan dalam kontrak
konstruksi. Termin (progress billing) adalah cara pembayaran pada dokumen
perjanjian atau kontrak yang dikaitkan dengan prestasi kemajuan pekerjaan atau
sering disebut dengan bobot prestasi. Bobot prestasi didapatkan dari kumulatif
prestasi fisik aktual yang ada di dalam Kurva S. Misalnya pembayaran termin
dilakukan ketika prestasi fisik pekerjaan mencapai 10%, 30%, 50%, 70%, 95%, dan
terakhir 5%. Pembayaran termin terakhir 5% disebut juga retensi yang akan
dibayarkan setelah masa pemeliharaan selesai.
Biaya proyek pada kegiatan proyek konstruksi dibedakan menjadi dua jenis
yaitu biaya langsung (Direct Cost) dan biaya tidak langsung (Indirect Cost). Biaya
langsung merupakan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan
proyek di lapangan. Biaya-biaya yang dikelompokan menjadi biaya langsung
kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
a. Biaya pekerja lapangan/ upah pekerja,
b. Biaya bahan yang digunakan dalan konstruksi,
pelaksanaan konstruksi,
d. Biaya penyewaan sarana dan peralatan,
e. Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan
dengan konstruksi.
Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang tidak berhubungan secara
langsung
dengan konstruksi di lapangan namun biaya ini tetap harus ada dan tidak
akan dapat
dilepaskan dari proyek. Biaya-biaya yang dapat dikelompokan menjadi
biaya tidak langsung antara lain:
a. Asuransi,
b. Biaya overhead,
c. Biaya tak terduga (contingencies),
d. Keuntungan/profit,
e. Pajak.
telah dibagi
secara mendetail, proyek dapat menganalisa kebutuhan SDM (sumber
daya manusia) dan sumber-sumber daya lainnya seperti tempat, fasilitas, dan alat-alat
yang dibutuhkan. Hasil dari analisa sumber-sumber daya akan menentukan total
waktu pengerjaan proyek.
Kelemahan utama bagan balok ialah tidak dapat dengan jelas menentukan
hubungan
timbal balik antar hubungan kegiatan-kegiatan tersebut, padahal dalam
proyek akan selalu ada kegiatan yang tidak dapat dilakukan sebelum kegiatan yang
lain selesai dilaksanakan dan ada pula kegiatan yang dapat dilaksanakan secara
parallel. Selain itu bagan bagan balok tidak dapat menyatakan kegiatan-kegiatan yang
bersifat kritis, yaitu kegiatan yang akan berpengaruh terhadap waktu keseluruhan
proyek apabila rentan waktu kegiatan tersebut berubah. Kelebihan dari bagan balok
ini selain
mudah dalam pembuatannya, dinilai bermanfaat dalam memberikan
informasi seara cepat dan mudah dipahami oleh semua individu yang terlibat.
kegiatan dan dikaji lagi hubungan logis satu sama lainnya, sehingga
membentuk garis-garis lintasan kegiatan. Suatu kegiatan dilambangkan
sebagai anak panah yang menghubungkan dua peristiwa yang digambarkan
sebagai lingkaran.
3. Kemudian membuat daftar kelangsungan kegiatan-kegiatan yang berisi
rincian kegiatan, sumber daya dan perkiraan biaya, dan dilengkapi dengan
masing-masing waktu yang dibutuhkan. Informasi mengenai waktu sesuatu
kegiatan dilengkapi pula dengan ketentuan saat terawal dan terlambat
kegiatan dapat dimulai, demikian pula saat terawal dan terlambat kegiatan
harus sudah selesai. Jumlah minimum lama waktu penyelesaian
keseluruhan proyek dapat dihitung dengan menjumlahkan lama waktu
kegiatan sepanjang berbagai garis lintasnya. Garis lintas lama waktu yang
minimum, disebut sebagai lintasan kritis (critical path).
Dengan demikian diagram jaringan melukiskan kegiatan-kegiatan dan
peristiwa-peristiwa secara berurutan membentuk garis-garis lintasan yang sekaligus
dapat memberikan gambaran tentang waktu penyelesaian yang dibutuhkan.
2.5 Kurva S
Kurva S merupakan gambaran diagram persen kumulatif biaya yang diplot
pada suatu sumbu koordinat dimana sumbu axis (X) menyatakan waktu sepanjang
masa proyek tersebut, sedangkan sumbu ordinat (Y) menyatakan persentase progress
kumulatif. Pada diagram kurva S dapat diketahui pengeluaran biaya kumulatif per
satuan waktu dan progress pekerjaan yang didasarkan pada volume yang dihasilkan
di lapangan.
Kurva ini berbentuk seperti huruf S sehingga disebut dengan kurva S, bentuk
S didapatkan karena kegiatan proyek pada umumnya pada periode awal dan akhir
berlangsung lambat. Kurva S dapat membandingkan antara progress rencana dengan
realisasinya di lapangan, sehingga akan terdapat dua jenis kurva S dalam suatu proyek
yaitu kurva
S rencana dan kurva S aktual atau realisasi. Jika hasil realisasi di lapangan
melebihi dari pada rencana atau berada di atas kurva S rencana, maka terjadi prestasi
namun bila realisasi berada di bawah kurva S rencana maka terjadi keterlambatan
proyek. Dengan sistem ini apabila terjadi penyimpangan pada pelaksanaan proyek
dapat terlihat jelas dengan segera.
Bagi kontraktor kurva S digunakan sebagai dasar untuk membuat tagihan
pembayaran ke pemilik proyek, sedangkan bagi pemilik proyek /owner kurva S
bertujuan sebagai dasar memantau progress pekerjaan fisik di lapangan yang
selanjutnya sebagai dasar pembayaran ke kontraktor. Cara membuat kurva S adalah
sebagai berikut:
1. Membuat bagan balok ataupun sistem jaringan kerja untuk menentukan
urutan-urutan pekerjaan.
2. Melakukan pembobotan pada setiap pekerjaan, pembobotan ini dihitung
berdasarkan biaya item pekerjaan dibagi total pekerjaan dikali 100.
3. Setelah diketahui bobot masing-masing pekerjaan, bobot tersebut
didistribusikan selama durasi masing-masing pekerjaan, pendistribusian ini
tergantung dengan produktivitas sumber daya yang ada (tenaga, alat,
material).
4. Setiap bobot pekerjaan dijumlahkan secara kumulatif pada periodenya
masing-masing, dijumlahkan dari atas ke bawah.
5. Angka jumlah bobot kumulatif tersebut diplot pada sumbu ordinat (Y)
dalam grafik dan waktu pada sumbu absis (X).
6. Semua titik yang ada dihubungkan untuk mendapatkan kurva S.
1. Aliran kas awal (Initial Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan
Dari hasil analisis grafik akan diperoleh kesenjangan cash flow diantara nilai
pekerjaan yang telah diselesaikan kontraktor dengan pembayaran sementara yang
akan diterima kontraktor. Kesenjangan dari hasil analisis grafik cash flow dapat
digunakan untuk menentukan jumlah uang yang akan dipinjam untuk kebutuhan
penyelesaian proyek. Kontraktor juga akan mempertimbangkan retensi yang ditahan
oleh owner sebagai jaminan pemeliharaan dalam perkiraan aliran uang kas.
Aliran uang kas atau cash flow dari suatu perusahaan dihitung dari jumlah
aliran kas bersih dari semua proyek dikurangi dengan overhead tidak langsung seperti
biaya kantor pusat, pembayaran ke pemegang saham, dan investasi. Pendugaan aliran
uang kas untuk suatu proyek umumnya sangat sukar disebabkan banyak faktor-faktor
yang tidak dapat diduga di site konstruksi.
Contoh dari penyelesaian cash flow dapat dilihat pada soal berikut ini:
Misalnya,
data di bawah ini dicatat dari suatu proyek rekayasa konstruksi, lihat Tabel
2.1.
Tabel 2.1 Contoh besarnya nilai pekerjaan dan biaya yang dikeluarkan kontraktor
Biaya yang
Nilai pekerjaan Pembayaran bulanan
dikeluarkan
Akhir bulan ke yang telah selesai oleh owner
kontraktor
(juta Rp) (juta Rp)
(juta Rp)
1 60 20 30
2 90 30 50
3 50 50 70
4 170 60 120
5 130 100 80
6 200 220 150
7 90 220 100
8 110 150 140
9 120 140 70
10 40 30 110
11 60 30 20
12 30 20 30
13 30 30
Retensi 50
Sumber: Christian, John A., Management, Machines and Methods in Civil Engineering.,
John Wiley and Sons, New York, p. 93.
Pada awal kontrak diantisipasi bahwa perlu meminjam uang sebesar Rp 220
juta untuk membantu aliran uang di saat kritis. Tentukan cash flow yang terjadi!
Jawab:
Nilai pekerjaan yang Pembayaran oleh owner Biaya yang dikeluarkan
Akhir telah selesai (juta Rp) kontraktor
bulan ke (juta Rp) (juta Rp)
Bulanan Kumulatif Bulanan Kumulatif Bulanan Kumulatif
1 60 60 20 20 30 30
2 90 150 30 50 50 80
3 50 200 50 100 70 150
4 170 370 60 160 120 270
5 130 500 100 260 80 350
6 200 700 220 480 150 500
7 90 790 220 700 100 600
8 110 900 150 850 140 740
9 120 1020 140 990 70 810
10 40 1060 30 1020 110 920
11 60 1120 30 1050 20 940
12 30 1150 20 1070 30 970
13 30 1100 30 1000
Retensi 50 1150
2.6.1 Cash In
Cash
in adalah semua penerimaan kontraktor berupa uang muka, angsuran
pembayaran dan pembayaran jaminan pemeliharaan. Ketika kontraktor mengajukan
penagihan, pembayaran tidak akan langsung dilakukan pada saat itu juga, ada waktu
tunggu dari saat penagihan hingga pembayaran dilakukan, masa tunggu ini berbeda-
beda pada setiap proyeknya.
Pada
umumnya setiap proyek memerlukan kas awal untuk dapat memulai
kegiatannya.
Walaupun proyek dengan fasilitas pembayaran uang muka sekalipun
tetap memerlukan kas awal. Hal ini disebabkan cairnya uang muka memerlukan
waktu, sehingga tidak mungkin cair sebelum dimulai. Kas awal yang disediakan
untuk proyek, biasanya tidak terlalu besar, misalnya untuk pengeluaran pada bulan
pertama (bulan-bulan awal).
Bulan-bulan berikutnya bila terjadi defisit, maka harus ditutupi/diatasi dengan
modal pinjaman (dari bank, dari perusahaan induk atau lembaga keuangan lain).
Mungkin saja dalam suatu proyek tidak dibekali dengan kas awal. Untuk kasus ini
berarti sejak bulan pertama proyek sudah perlu disediakan modal pinjaman yang
harus diadakan sebelum proyek dimulai. Yang dimaksud dengan kas awal adalah
sejumlah uang yang harus disediakan pada awal kegiatan proyek, yang nantinya uang
ini harus dikembalikan dari penerimaan proyek di akhir pekerjaan.
Unsur utama dari cash flow adalah penerimaan, karena dari penerimaan atau
rencana penerimaan yang ada, maka terjadilah kegiatan pengeluaran. Untuk proyek,
realisasi penerimaan sangat ditentukan oleh cara pembayaran yang telah ditetapkan
dalam surat perjanjian atau kontrak konstruksi.
Jadwal penerimaan harus dapat disusun secara cepat dan akurat, artinya
jumlah penerimaannya benar dan waktu cairnya tepat. Rencana jumlah penerimaan
umumnya berkaitan dengan besarnya prestasi pekerjaan pada waktu tertentu sesuai
dengan kesepakatan awal. Didalam penerimaan terdapat dua hal penting yang harus
diperhatikan dalam menyusun jadwal penerimaan (cash in), yaitu perkiraan prestasi
pekerjaan yang mengacu pada time schedule proyek dan perkiraan waktu untuk
proses pencairan
yang mengacu pada pekerjaan sendiri berdasarkan pengalaman.
Pencairan rencana penerimaan akan melalui suatu proses yang memerlukan
waktu, mulai semua persyaratan fisik dan administrasi sudah dipenuhi sampai dengan
masuknya uang ke dalam kas atau rekening perusahaan. Perkiraan waktu untuk proses
pencairan bisa berbeda-beda, tergantung oleh jenis proyek, kebiasaan orang-orang
yang terlibat
dalam proses pencairan, lokasi proyek, sistem administrasi yang ada,
dan lain-lain.
Untuk menentukan cash in hal-hal yang perlu dilakukan adalah nilai kontrak
yang telah dikurangi pajak, besarnya nilai pajak, besarnya uang muka, serta besarnya
nilai retensi. Untuk menentukan cash in rencana dan cash in aktual pada prinsipnya
sama yang membedakan hanyalah waktu penagihan dan pembayaran seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Untuk menentukan nilai kontrak tanpa pajak dapat digunakan persamaan
sebagai berikut:
Sebagai contoh bila nilai kontrak Rp. 44 Milyar dengan pajak 10%, maka nilai
kontrak tanpa pajak sebesar:
Sebagai contoh, dengan nilai kontrak 44 M, uang muka 10% dan retensi 5%, maka
didapatkan
total:
Uang Muka = 10% x 40 M = 4 M
Retensi = 5% x 40 M = 2 M
Sedangkan besarnya uang muka yang harus dikembalikan dan retensi yang
ditahan pada setiap pembayaran besarnya tergantung dari persen penagihan yang
dilakukan
terhadap nilai retensi ataupun nilai uang muka itu sendiri. Misal penarikan
yang dilakukan
sebesar 10%, sehingga potongan yang dikenakan untuk kontraktor
sebesar:
Potongan Uang Muka = 10% x 4 M = 0,4 M
Potongan Retensi = 10% x 2 M = 0,2 M
Sehingga pembayaran bersih yang diterima oleh kontraktor dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
Pembayaran Bersih = Pembayaran Kotor – Pengembalian UM – Potongan Retensi,
Dimana pembayaran kotor merupakan hasil perkalian dari persen penarikan dengan
nilai kontrak tanpa pajak, sebagai contoh dengan nilai kontrak 44 M dan penarikan
sebesar 10%, maka di dapat pembayaran kotor = 10% x 40 M = 4 M
Sehingga akan didapatkan pembayarn bersih sebesar:
Pembayaran Bersih = 4 M – 0,4 M – 0,2 M = 3,6 M
Setiap kali terjadi pembayaran maka aka nada pemotongan pajak, sehingga
pajak yang harus dibayarkan pada penarikan bersih sebesar 3,6 M adalah:
Pajak = 10% x 3,6 M = 0,36 M
Setelah mendapatkan nilai kontrak tanpa pajak maka dapat dicari nilai kontrak
tanpa keuntungan dan pajak dengan menggunakan persamaan:
Sebagai contoh bila nilai kontrak tanpa pajak Rp. 40 Milyar dengan keuntungan10%,
maka nilai kontrak tanpa keuntungan sebesar:
Nilai kontrak tanpa keuntungan dapat juga dikatakan sebagai asli bangunan,
nilai inilah yang direncanakan oleh kontraktor sebagai pengeluaran atau nilai ini
adalah rencana pengeluaran biaya langsung proyek. Sehingga untuk mengetahui
besarnya pengeluaran setiap bulan dapat digunakan persamaan:
Cash out per bulan = prestasi fisik per bulan x nilai asli bangunan
Sebagai contoh bila prestasi fisik yang direncanakan sebesar 12% maka
pengeluarannya:
Cash out = 12% x 36,36 M = 4,37 M
Berbeda dengan cash out rencana, cash out aktual proyek diketahui dari
laporan kas proyek. Biaya yang digunakan sebagai pengeluaran merupakan biaya
langsung (direct cost) proyek, sehingga untuk menentukan cash out proyek tersebut
harus terlebih dahulu diidentifikasi biaya-biaya proyeknya.