Anda di halaman 1dari 12

Makalah

“Pengendalian Hasil
Studi Kasus – Puente Hills Toyota”
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen

Oleh :
1. Erny Budy Rahayu (1221600020)
2. Dewi Puspitasari D (1221600047)
3. Kholilatul Ummah (1221600069)
4. Sylvira Ayu Puspita (1221600174)
5. Fitri Sugiarti (1221600191)

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2018-2019
BAB I

LANDASAN TEORI

Pembayaran untuk kinerja adalah sebuah contoh menonjol dari tipe

pengendalian yang dapat disebut sebagai pengendalian hasil karena melibatkan

pemberian imbalan pada karyawan untuk hasil yang bagus.

A. Kelaziman Pengendalian Hasil

Pengendalian hasil biasanya digunakan untuk mengendalikan perilaku

karyawan pada berbagai tingkatan organisasi. Pengendalian hasil umumnya

didominasi pengertian pengendalian perilaku dari karyawan profesional; dengan

kekuasaan keputusan, seperti manajer. Pengendalian hasil konsisten dengan, dan

membutuhkan implementasi dari bentuk desentralisasi organisasi dengan

perluasan perwujudan otonomi atau pusat pertanggungjawaban. Sehingga

desentralisasi atau “pendelegasian hak untuk mengambil keputusan” kepada

manajer, dan desain sistem insentif untuk memotivasi manajer mendapatkan hasil

yang diinginkan, adalah bagian dari pilihan penting dalam mendesain organisasi

dalam konteks pengendalian hasil; ini adalah bagian dari apa yang disebut oleh

teoretikus organisasi sebagai arsitektur organisasi. Namun pilihan organisasi

mengenai desentralisasi dan sistem insentif seharusnya dibuat secara bersama, dan

berkonsentrasi pada salah satu elemen dengan mengesampingkan elemen yang

lain akan membawa organisasi pada desain yang buruk.

Meskipun desentralisasi adalah cara efektif untuk memberdayakan

karyawan dalam konteks pengendalian hasil, masih terdapat beberapa kelemahan

untuk pemberdayaan dalam kondisi tertentu. Misalnya, meski fleksibilitas yang

diberikan tinggi dan cukup longgar bagi manajer untuk cepat memperluas jaringan
bangunan ditahap awal, hal ini juga mendorong meluasnya pengambilan suap

pada tingkat lokal dan, sepanjang waktu mendorong tingginya biaya operasi dan

risiko reputasi dibandingkan dengan sistem sentralisasi.

B. Pengendalian Hasil Dan Masalah Pengendalian

Pengendalian hasil menyebabkan karyawan berperilaku untuk

memaksimalkan peluang mereka dalam mendapatkan hasil yang diinginkan oleh

organisasi. Pengendalian hasil juga mendorong karyawan untuk mengembangkan

bakatnya dalam memposisikan dirinya untuk memperoleh hasil tergantung

imbalan.

Pengukuran kinerja sebagai bagian dari pengendalian hasil juga

menyediakan beberapa hal nonmotivasi, tipe deteksi pengendalian manfaat dari

cybernetic (feedback) yang alami . pengukuran hasil membantu organisasi

menjawab pertanyaan tentang bagaimana berbagai strategi, entitas organisasi, dan

karyawan bertindak. Jika kinerja gagal dan tidak sesuai dengan yang diharapkan,

organisasi dapat mengganti strategi, proses, atau karyawan. Penelitian dan

intervensi ketika kinerja menyimpang dari yang diharapkan adalah esensi dari

pendekatan manajemen management-by-exception, yang biasa digunakan pada

perusahaan besar

C. Elemen Pengendali Hasil

Implementasi dari pengendalian hasil melibatkan empat tahapan (1)

mendefinisikan dimensi-dimensi dari hasil yang diinginkan; (2) mengukur kinerja

dari dimensi yang telah dipilih;(3) menetukannsi dari hasil yang diinginkan; (2)

mengukur kinerja dari dimensi yang telah dipilih;(3) menetukan target kinerja

karyawan pada tiap-tiap ukuran pencapaian; dan (4) menyediakan imbalan bagi
pencapaian target dan mendorong perilaku yang akan membawa pada hasil yang

diinginkan.

1. Mendefinisikan dimensi kinerja

Mendefinisikan dimensi kinerja yang benar merupakan hal yang

menantang dan melibatkan keseimbangan tanggung jawab organisasi pada

semua pemegang kepentingan, termasuk pemilik (pemilik modal), pemberi

pinjaman, karyawan, pemasok, konsumen, dan masyarakat luas. Seharusnya

satu-satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan pemegang

kepentingan, atau seharusnya juga, meski tudak utama, berfokus pada

konsumen atau karyawan? Apakah fokus kinerja tersebut saling terpisah atau

lebih saling menguatkan? Dari mana dimensi kinerja seperti inovasi dan

keberlanjutan berasal? Dan sebagainya.

Karenanya, bukan hanya perusahaan yang perlu untuk menetukan apa

yang diinginkan, mereka juga harus memastikan bahwa pengukuran mengenai

dimensi kinerja yang diinginkan sesuai dengan mereka. Jika mereka tidak

sesuai, pengendalian hasil mungkin cenderung mendorong karyawan untuk

memproduksi hasil yang tidak diinginkan. Pengendalian hasil kemudian dapat

dikatakan sebagai konsekuensi yang tidak diinginkan.

2. Pengukuran kinerja

Pengukuran merupakan elemen penting dari sistem pengendalian hasil.

Objek dari pengukuran adalah kinerja yang khusus dari entitas organisasi atau

seorang karyawan pada periode waktu tertentu. Banyak ukuran keuangan

objektif, seperti laba bersih, laba per lembar saham, dan return on asset (ROA)

yang sudah umum digunakan. Demikian pula, banyak ukuran nonkeuangan


objektif, seperti pasar saham, kepuasan konsumen, dan ketepatan waktu untuk

penyelesaian tugas tertentu. Beberapa pengukuran lain melibatkan penilaian

subjektif. Sebagai contoh, kualitas seperti “kontribusi dalam tim” atau

“efektivitas pengembangan karyawan” mungkin dinilai dalam skala

pengukuran lima poin.

3. Pengaturan target kinerja

Tarjet kerja merupakan elemen penting lainnya dalam pengendalian

hasil karena memengaruhi tindakan dalam dua cara. Pertama, meningkatkan

motivasi dengan menyediakan tujuan yang jelas bagi karayawan untuk

dicapai. Kedua, target kinerja membuat karyawan dapat menilai kinerja

mereka sendiri.

4. Pemberian imbalan

Imbalan atau insentif adalah elemen akhir dari sistem pengendalian

hasil. Imbalan yang termasuk dalam perjanjian insentif bisa dalam berbagai

bentuk yang bernilai bagi karyawan dan hukuman adalah kebalikan imbalan

yang tidak disukai oleh karyawan.

Organisasi dapat mendorong nilai yang memotivasi dari berbagai

hubungan imbalan yang bersifat ekstrinsik maupun intrinsik, sebagai bentuk

penilaian hasil yang di peroleh, yang dapat mempengaruhi karyawan.

D. Kondisi Yang Menentukan Efetitivitas Penegndalian Hasil

Pengendalian hasil tidak selalu dapat digunakan secara efektif.

Pengendalian hasil kerja dengan baik hanya ketika seluruh kondisi berikut ada

dalam perusahaan: (1) Organisasi dapat menentukan hasil apa yang diinginkan di

dalam wilayah yang dapat dikendalikan, (2) Karyawan yang tindakannya


dikendalikan memiliki pengaruh yang signifikan hasil yang mereka

pertanggungjawabankan, dan (3) Oorganisasi dapat mengukur efektivitas hasil.

1. Pengetahuan dari hasil yang diinginkan

Agar pengendalian hail dapat digunakan, perusahaan harus tahu hasil

apa yang diinginkan dalam wilayah yang mereka harapkan dapat

dikendalikan, dan mereka juga harus mengomunikasikan efektivitas hasil yang

diinginkan dari pekerjaan karyawan pada bagian tersebut. Hasil yang

diinginkan, yang berarti lebih dari hasil kualitas yang diwakili oleng

pengukuran hasil, kurang di sukai karena segala sesuatu dianggap setara.

2. Kemapuan untuk memengaruhi hasil ynag diinginkan (pengendalian)

Kondisi kedua yang dibutuhkan untuk penendalian hasil menjadi

efektif adalah bahwa karyawan memiliki perilaku yang dikendalikan

seharusnya dapat memberi pengruh pada hasil secara maeterial dalam jangka

waktu yang telah ditentukan. Prinsip pengendalian adalah pengukuran hasil

berdaya guna hanya pada batasan jika informasi mengenai tindakan yang

diinginkan atau keputusan yang akan diambil terlah tersedia.

3. Kemampuan untuk mengukur efektivitas hasil yang dapat dikendalikan

Kemampuan untuk mengukur efektivitas hasil yang dapat dikendalikan

adalan kendala terakhir yang membatasi kemungkinan dari pengendalian

hasil. Sering kali, hasil yang dapat dikendalikan dari keinginan organisasi dan

karyawan terkait dapat berpengaruh, yang tidak dapat diukur secara efetif.

Untuk membangkitkan perilaku yang benar, sebagian tambahan agar

menjadi selaras dan terkendali, pengendalian hasil harus tepat,objektif, tepat

waktu, dan dapat dipahami. Dan bahkan ketika sebuah pengukuran memiliki
semua kualitas tersebut, pengukuran juga harus menggunakan biaya secara

efisien yaitu biaya pengembangan dan penggunaan pengukuran seharusnya

juga diperhatikan.

4. Ketepatan

Dalam pengukuran, mau tidak mau, pasti terdapat kesalahan; beberapa

acak,beberapa sistematis. Kesalahan membuat pengukuran menjadi tidak

akurat. Akurasi pengukuran merujuk pada tingkat kedekatan pengukuran dari

jumlah terhadap nilai yang sesungguhnya (benar). Katepatan adalah tingkat di

mana pengukuran yang diulang pada situasi yang hampir sama menunjukkan

hasil yang sama; jika hal ini terjadi, pengukuran dapat dikatakan reliabel.

Penggunaan bullseye analogy, akurasi menggambarkan dari anak panah

(pengukuran) terhadap target (nilai yang benar). Pengurangan kesalahan

sistematis (atau bias) meningkatkan akurasi tetapi tidak merubah presisi.

5. Objektivitas

Sebuah pengukuran objektif yang seharusnya diambil, dalam hal ini

tidak dipengaruhi oleh perasaan seseorang atau interprestasi oleh sebab itu,hal

ini menjadi tidak bias. Objektivitas pengukuran rendah ketika pilihan

ketentuan atau pengukuran yang sebenarnya dilakukan pada sesorang yang

kinerja sedang dievaluasi. Rendahnya objektivitas memungkinkan munculnya

kesalahan sistematis (contohnya kinerja yang dilaporkan secara sistematis

lebih tinggi dari nilai yang sesungguhnya). Dalam hal ini, pengukuran

mungkin tepat, tetapi mungkin menjadi tidak akurat. Pengukuran yang baik

untuk pengendalian seharusnya bersifat presisi (reliabel) dan objektif (tidak

bias).
Ada dua cara utama untuk menaikan objektivitas pengukuran.

Alternatif pertama adalah memiliki pengukuran yang dilakukan oleh orang

yang independen dalam proses,seperti orang pada depertemen pengendalian.

Alternatif kedua adalah memiki pengukuran yang telah diverifikasi oleh pihak

yang independen, seperti auditor.

6. Tepat waktu

Tepat waktu merujuk pada kesenjangan kinerja karyawan dan hasil

pengukuran (dan pemberian provisi yang didasarkan pada hasil). Tepat waktu

menjadi penting dalam pengukuran kualitas karena dua alasan. Pertama adalah

motivasi. Kedua adalah bahwa tepat waktu dapat meningkatkan nilai

intervensi yang mungkin diperlukan.

7. Mudah dipahami

Dua aspek agar mudah dipahami sangat penting. Pertama, karyawan

perilakunya dikendalikan seharusnya memahami bahwa mereka harus

bertanggung jawab terhadap apa yang mereka laukuan. Hal ini membutuhkan

komunikasi. Kedua ,karyawan seharusnya memahami apa yang harus mereka

lakukan memengaruhi pengukuran, paling tidak dalam arti luas.

8. Efesiensi biaya

Pengeukuran seharusnya juga menggunakan biaya secara

efiseien.pengukuran mungkin memiliki semua kualitas yang sudah disebutkan

sebelumnya tetapi terlalu mahal untuk dikembangkan atau digunakan. Secara

keseluruhan, banyak pengukuran yang tidak dapat diklasifikasikan dengan

jelas (efektif) atau buruk (tidak efektif). Perbedaan pengorbanan antar

kualitas pengkuran menciptakan beberapa keuntungan dan kerugian.


BAB II
Studi Kasus
“Puente Hills Toyota”

Pada Desember 2003, Howard Hakes, wakil presiden Hitchcock

Automotive Services, menggambarkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh

timya dalam rangka mengelola stabilitas perusahaan diler automobil. Dia

menggambarkan hal tersebut dengan mendiskusukan tantangan yang di hadapi di

Puente Hills Toyota, Hitchcock diler terbesar, meskipun semua diler Hitchcock

memiliki masalah yang sama, yaitu : (1) mentalitas karyawan dalam bekerja,

dimana beberapa orang mencoba melarikan diri dengan apa yang bisa mereka

lakukan; (2) pengukuran kinerja dan insentif; (3) masalah manajemen pengukuran

kepuasan pelanggan, dimana ada karyawan telah melakukan penipuan dalam

pengisian kuesioner untuk mendapatkan insentif.

Meski Howard yakin bahwa PHT adalah satu-satu diler yang memiliki

pengelolaan terbaik di negara ini. Pengendalian hasil yang dilakukan kurang

efektif. Hal itu disebabkan oleh beberapa tindakan karyawan masih belum dapat

dikendalikan sehingga hasil yang mereka pertanggungjawabkan tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam

mengukur efektivitas hasil juga masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya.

Solusi yang dapat dilakukan adalah ; dalam pengaturan target kinerja PHT

dapat melakukan Skill-Will Matrix, dimana untuk karyawan yang memiliki

potensi tetapi tidak memiliki semangat bisa diberikan tantangan seperti tanggung

jawab lebih dalam melakukan pekerjaannya; dalam pengukuran kinerja dan

insentif seharusnya PHT tidak menggunakan Flag Hour sebagai standar melaikan
menentukan standar kualitas hasil yang tepat, objektif, tepat waktu dan dapat

dipahami, sehingga pengukuran kinerja dan insentif dapat dikendalikan, selain itu,

dalam pelaporan keuangan mengenai alokasi biaya antar departemen harus

relevan dan reliabilitas; untuk mengatasi masalah manajemen pengukuran

kepuasan pelanggan, PHT dapat melakukan pengukuran melalui menampung

keluhan dan saran para pelanggan melalui customer service, menyewa jasa ghost

shopping untuk menilai kinerja karyawan, analisis mantan pelanggan untuk

mengetahui solusi yang tepat agar mantan pelanggan dapat kembali loyal pada

PHT, dan melakukan survei pelanggan yang bisa dilakukan melalui otomatisasi

dalam bentuk kuesioner sehingga manajemen pengukuran kepuasan pelanggan

lebih valid.
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Pengendalian hasil mempengaruhi tindakan atau keputusan karena mereka

membuat karyawan lebih memerhatikan konsekuensi tindakan atau keputusan

yang mereka buat. Pengendalian hasil juga mendorong karyawan untuk

menemukan dan mengembangkan bakat mereka dan memperoleh lokasi kerja

tempat mereka dapat bekerja dengan baik.


Lampiran : Struktur Organisasi PHT (Puente Hills Toyota)

Manajer Umum

Staf Kantor

Manajer Penjualan Manajer Servis Manajer Bengkel Manajer Suku Direktur Keuangan
Umum Cadang dan Asuransi

Manajer Kendaraan “Desk” Manajer Kepala Bengkel Teknisi Bengkel Karyawan Suku Penulis F&I
Bekas Penjualan (1) (23) Cadang (6)
(1) (3) (7)

Manajer Asisten Manajer Penasihat Pelayanan


Rekondisi (1) Penjualan Teknisi
(6) (35)
(per jam)
Pekerja
Tenaga Penjualan
per jam (2) (50)

Anda mungkin juga menyukai