Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dayu Aridayanti

NPM : 11.2015.1.00519

SWABAKAR (SPONTANEOUS COMBUSTION)

Swabakar atau biasa dikenal dengan penyalaan api spontan adalah


terjadinya api dengan sendirinya tanpa menggunakan nyala api secara langsung
dalam material yang mudah terbakar. Swabakar dapat terjadi pada berbagai
tempat penambangan batubara (tambang terbuka atau tambang bawah tanah) atau
bahkan pada stockpile batubara. Pada tambang batubara bawah tanah, swabakar
adalah salah satu bencana yang paling mengerikan yang Kalau terlambat
menemukannya atau salah mengambil tindakan yang tepat, swabakar akan
menyebar luas di dalam tambang bawah tanah sehingga dapat terjadi situasi yang
paling buruk seperti penyekatan (penutupan rapat) atau pembanjiran tambang.
Oleh karena itu, setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan tambang batubara
bawah tanah harus mengetahui dan mahir dalam melakukan tindakan pencegahan
atau penanganan apabila terjadi swabakar. Berikut akan dibahas mengenai
penyebab terjadinya swabakar, pencegahan swabakar serta akibat atau dampak
yang ditimbulkan. Selain itu, yang paling utama dalam pembahasan ini ialah
bagaimana peran tim mine rescue dalam menangani bencana swabakar tersebut.

a. Penyebab Swabakar
Terdapat beberapa factor yang dapat memicu terjadinya swabakar antara lain
sebagai berikut :
1. Lamanya penimbunan
Semakin lama batubara tertimbun, akan semakin banyak panas yang
tersimpan di dalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam
timbunan semakin besar, sehingga kecepatan oksidasi menjadi semakin
tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya swabakar.
2. Metode penimbunan
Dalam timbunan batubara perlu melakukan pemadatan. Dengan adanya
pemadatan ini akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar batubara
karena ruang antar butir diantara material berkurang. Adapun alat yang
dapat digunakan untuk pemadatan adalah track dozer atau excavator.
3. Kondisi penimbunan
Pengaruh kondisi penimbunan terhadap proses swabakar batubara antara
lain:
a. Tinggi timbunan
Timbunan batubara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan semakin
banyak panas yang terserap. Sehingga daerah yang tak terpadatkan akan
semakin luas dan akan mengakibatkan permukaan yang teroksidasi
semakin besar. Untuk batubara bituminis yang ditimbun lebih dari 30
hari sebaiknya tinggi timbunan maksimum 6 meter. Sedangkan untuk
timbunan batubara lignite lebih dari 14 hari tinggi timbunan maksimum
4 meter.
b. Sudut timbunan
Sudut yang dibentuk dari suatu tumpukan pada timbunan (stockpile)
batubara sebaiknya lebih kecil dari angle of repose timbunan batubara.
Kemiringan timbunan batubara yang cukup ideal yaitu 35⁰.
c. Ukuran butir
Pada dasarnya semakin besar luas permukaan yang berhubungan
langsung dengan udara luar, semakin cepat proses pembakaran dengan
sendirinya berlangsung. Sebaliknya, semakin besar ukuran bongkah
batubara, semakin lambat proses swabakar. Ukuran butir juga
mempengaruhi kecepatan proses oksidasi. Semakin seragam besar
ukuran butir dalam suatu timbunan batubara, semakin besar pula
porositas yang dihasilkan dan akibatnya semakin besar permeabilitas
udara luar untuk beredar di dalam timbunan batubara.
d. Parameter batubara
Parameter dari batubara juga mempengaruhi proses terjadinya
swabakar. Tingkat oksidasi yang mempengaruhi gejala swabakar
semakin meningkat seiring turunnya peringkat batubara.
e. Suhu swabakar
Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya
swabakar, tetapi waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang
dibutuhkan untuk proses swabakar tersebut tidak sama. Untuk batubara
yang mempunyai rank rendah memerlukan waktu yang lebih pendek
dan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batubara yang
mempunyai rank tinggi.
f. Pengaruh angina dan cuaca
Angin akan membawa udara di dalam pergerakannya, jadi apabila arah
angin tersebut menghadap berhadapan dengan tumpukan stockpile, ini
akan memicu cepat timbulnya potensi swabakar ditambah dengan cuaca
di sekitar lingkungan tersebut. Apabila cuaca di daerah tersebut panas,
maka akan menjadi factor pemicu semakin cepatnya penyebaran
swabakar karena kalor yang dihasilkan.
g. Saluran air (drainase) yang kurang baik
Saluran air berfungsi untuk mengalirkan air yang berasal dari area
stockpile. Air yang melewati tumpukan batubara akan melarutkan
batubara halus dari tumpukan batubara, sehingga partikel batubara yang
halus tersebut akan terbawa oleh aliran air. Jadi, jika saluran air di
stockpile tersebut tidak memenuhi standar ketentuan, maka air-air
tersebut akan terjebak dalam tumpukan tersebut yang mengakibatkan
terjadinya humiditas yang dalam jangka panjang akan memicu
terjadinya self heating atau menjadi akselerator pada saat batubara
bagian atas mengalami kenaikan temperature yang dapat
mempengaruhi timbulnya potensi swabakar.
b. Pencegahan Swabakar
1. Mengurangi ketinggian stockpile
2. Tujuannya yaitu untuk mengurangi impact dari angin yang menerpa
stockpile. Mengurangi ketinggian stockpile dapat dilakukan dengan
menyetok batubara melebar atau luasan penumpukan diperbesar.
3. Mengurangi sudut slope tumpukan
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi impact angin yang menerpa
tumpukan batubara. Karena dengan sudut aerodinamis angina yang
menerpa pada tumpukan batubara seolah-olah dibelokkan ke atas sehingga
tidak terjadi turbulensi angin di sekitar tumpukan batubara maka oksidasi
dapat terkurangi.
4. Memadatkan permukaan yang menghadap ke arah angina
Untuk menyimpan batubara yang relative lama, baik batubara golongan
rendah maupun tinggi, sebaiknya setiap slope tumpukan dipadatkan,
khususnya yang menghadap ke arah angin. Dengan pemadatan, dapat
mengurangi tingkat oksidasi sehingga mengurangi resiko terjadinya
pembakaran spontan di stockpile.
5. Menambah additive pada saat pembongkaran
Untuk mengurangi resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile, pada
saat pembongkaran perlu dilakukan penambahan atau spraying
menggunakan bahan additive yang mengandung surfactant dan chemical
yang bertindak sebagai antioksidan.
6. Memonitor temperature stockpile secara reguler
Monitoring temperature batubara di stockpile secara reguler dimaksudkan
agar setiap temperature batubara di stockpile cepat terdeteksi agar dapat
dilakukan preventif action untuk mencegah terjadinya pembakaran spontan.
7. Melakukan management FIFO (First In – First Out)
Manajemen FIFO juga akan mencegah terjadinya swabakar di stockpile.
Karena semakin lama batubara dikeluarkan di udara, semakin besar
kemungkinan batubara tersebut mengalami oksidasi sehingga semakin
besar kemungkinan terjadinya self heating sampai terjadinya pembakaran
spontan.
c. Akibat atau Dampak Swabakar
Terdapat beberapa akibat yang ditimbulkan dari swabakar, antara lain :
1. Asap yang berasal dari nyala api
2. Keracunan gas
3. Korban kehabisan nafas
4. Bisa memicu ledakan gas dan debu batubara
5. Kerugian terhadap manusia dan materi sangat besar bahkan bisa membuat
berhentinya kegiatan produksi dalam waktu yang panjang sehingga
menekan pengusahaan tambang batubara.
d. Peran Tim Mine Rescue Menangani Swabakar
1. Mencari penyebab terjadinya swabakar
Tim mine rescue harus mencari penyebab terjadinya swabakar untuk
nantinya dapat menentukan tindakan apa saja yang harus dilakukan dalam
mengatasi bencana tersebut. Selain itu, agar dapat melakukan tindakan apa
yang harus dilakukan bencana tersebut tidak terulang kembali.
2. Menyelamatkan korban manusia
Hal yang dilakukan tim mine rescue ketika terjadi bencana ialah segera
menyelamatkan para korban. Selain itu juga mengumumkan perintah
pengosongan lokasi tambang dan juga mempersiapkan jalur evakuasi ke
tempat pengungsian sementara. Selain itu, melakukan pembukaan pintu-
pintu jalur keluar tambang untuk penyelamatan pekerja, serta pengaliran air
untuk penyiraman dan juga melakukan tindakan penting lainnya.
3. Mencegah Meluasnya Swabakar
Agar bencana tidak semakin menyebar luas, maka tim mine rescue harus
segera melakukan tindakan seperti melakukan pemadaman api baik secara
langsung maupun tidak langsung. Metode langsung seperti penyingkiran
sumber api, penyiraman air, pelingkupan dengan benda yang tidak terbakar,
dan juga menancapkan pipa pada bagian penimbul panas yang kemudian
diinjeksi dengan air. Sedangkan untuk metode tidak langsung seperti
pemadaman api dengan penyekatan (sealing) atau menggunakan cara
pemadaman api dengan pembanjiran.
4. Langkah Pemulihan
Agar situasi kembali normal, tim mine rescue setelah mlakukan tindakan
penyelamatan akan melakukan perbaikan baik dari sarana atau prasarana
agar nantinya pekerjaan bisa dilakukan kembali setelah dilakukan.
Sehingga tidak membahayakan bagi para pekerja.
5. Memberikan Saran Koreksi Agar Bencana Sejenis Tidak Terulang
Apabila sudah diketahui penyebab terjadinya bencana tersebut, tim mine
rescue akan memberikan saran agar bencana tersebut tidak terulang
kembali. Seperti melakukan pengontrolan dan pengecekan cuaca di
lingkungan stockpile khususnya pada temperature, arah angin, dan
intensitas hujan. Selain itu melakukan pengecekan kondisi penimbunan
sesuai dengan parameter SOP yang sudah dipastikan dan dilaksanakan dan
juga pengecekan lamanya timbunan dan jenis golongan batubaranya pada
stockpile. Bila hal-hal tersebut dilakukan dengan baik, maka kemungkinan
terjadinya swabakar juga akan semakin kecil.

Anda mungkin juga menyukai