Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbicara tentang manusia dan agama dalam Islam adalah membicarakan sesuatu
yang sangat klasik namun senantiasa aktual. Berbicara tentang kedua hal tersebut
sama saja dengan berbicara tentang kita sendiri dan keyakinan asasi kita sebagai
makhluk Tuhan. Pemikiran tentang hakikat manusia sejak zaman dahulu kala
sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan mungkin tak akan
pernah berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia itu dari berbagai sudut
pandang. Ada yang menyelidiki manusia dari segi fisik yaitu antropologi fisik,
adapula yang menyelidiki dengan sudut pandang budaya yaitu antropologi
budaya. Sedangkan yang menyelidiki manusia dari sisi hakikatnya disebut
antropologi filsafat.
Kehadiran manusia tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.
Manusia hakihatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Pada diri manusia
terdapat perpaduan antara sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Dalam
pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas
tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini. Untuk menjalankan
tugasnya manusia dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan
pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya.
Dalam hidup di dunia, manusia diberi tugas kekhalifaan, yaitu tugas
kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan
alam.Memikirkan dan membicarakan hakikat manusia inilah yang menyebabkan
orang tak henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang
pertanyaan yang mendasar tentang manusia itu sendiri, yaitu apa dari mana dan
mau kemana manusia itu.
Oleh karena itu pada makalah ini kami akan membahas tentang hakikat manusia
dalam filsafat pendidikan islam yang meliputi hakikat Allah menciptakan
manusia, apa hakikat manusia, mengapa manusia memerlukan pendidikan, dan
mengapa manusia bisa di didik. Semoga dengan pembhasan ini dapat menambah
wawasan bagi kita dalam memahami hakikat diri kita sebagai manusia di muka
bumi ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan konsep manusia ?
2. Bagaimana penjelasan mengenai eksistensi dan martabat manusia ?
3. Bagaimana tanggungjawab manusia sebagai hamba dan Khalifah Allah ?

1.3 Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui konsep manusia
2. Untuk dapat mengetahui eksistensi dan martabat manusia
3. Untuk dapat mengetahui tanggungjawab manusia sebagai hamba dan Khalifah
Allah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Manusia


A. Siapakah Manusia
Konsep manusia dalam Al Qur’an dipahami dengan memperhatikan kata-kata
yang saling menunjuk pada makna manusia yaitu kata basyar, insan, dan al-nas.
Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun
perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-
sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah liat atau lempung kering (Q.S.
Al-Hijr : 33; Al-Ruum : 20), manusia makan dan minum (Q.S. Al-Mu’minun :
33). Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti kulit. Al Qur’an
menggunakan kata ini sebanyak 35 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam
bentuk mutsanna (dua) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta
persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW
diperintahkan untuk menyampaikan bahwa “Aku adalah basyar (manusia) seperti
kamu yang diberi wahyu” (Q.S. Al-Kahfi : 10). Penggunaan kata basyar disini
dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya
mampu memikul tanggungjawab dan karena itu pula tugas kekhalifahan
dibebankan kepada basyar.
Kata insan dalam Al Qur’an sebanyak 65 kali dipakai untuk manusia yang
tunggal, sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaknya dipakai kata an-naas, unasi,
insiya, anasi. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia dalam konteks
kedudukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan-kelebihan.
Pertama, manusia sebagai makhluk berfikir. Kedua, makhluk pembawa amanat.
Ketiga, manusia sebagai makhluk yang bertanggungjawab pada semua yang
diperbuat. Kata insan yang berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya, dan anasa yang
menunjuk suatu pengertian adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya
kesadaran penalaran. Selain itu, manusia mempunyai kemampuan adaptasi yang
cukup tinggi, untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi
dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun alamiah.
Kata al-nas mengacu kepada manusia sebagai makhluk social. Manusia dalam arti
al-nas ini paling banyak disebut dalam Al Qur’an yaitu sebanyak 240 kali.
Penjelasan konsep ini dapat ditunjukkan dalam dua hal. Pertama, banyak ayat
yang menunjukkan kelompok-kelompok social dengan karakteristiknya masing-
masing yang satu dengan yang lain belum tentu sama. Kedua, pengelompokan
manusia berdasarkan mayoritas.
Dengan demikian, Al Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis,
psikologis, dan social. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama
dengan makhluk lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan
hembusan roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau
menentang takdir Allah.

B. Persamaan dan Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain


Manusia pada hakekatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu
memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung
oleh pengetahuan dan kesadaran. Selain itu, manusia juga dibekali akal dan hati
sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah berupa Al Qur’an.
Dibandingkan dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan yang
dapat membedakan dengan makhluk lain. Perbedaan keduanya terletak pada
dimensi pengetahuan, kesadaran, dan keunggulan yang dimiliki manusia
dibanding dengan makhluk lain. Menurut ajaran islam, manusia mempunyai
berbagai ciri (Ali,1998 : 12-19), antara lain ciri utamanya yaitu :
1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan
yang paling sempurna. Sesuai dengan firman Allah :

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang


sebaik-baiknya.” (Q.S At-Tiin : 4)

2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin


dikembangkan) beriman kepada Allah.
3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Tugas manusia untuk
mengabdi kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya dalam Qur’an surat Az
Zariyat ayat 56 :

Artinya : “Tidak kujadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-
Ku.” (Q.S. Az-Zariyat : 56)
4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal ini
dinyatakan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 :

Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat


“sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?, Tuhan berfirman
: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(Q.S. Al-Baqarah : 30)

5. Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan kehendaknya, manusia akan tunduk dan patuh
kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknya, ada juga
manusia yang tidak percaya, tidak tunduk dan patuh kepada kehendak Allah
bahkan mengingkarinya (kafir). Karena itu dalam surat Al-Kahfi ayat 29
menyebutkan :

Artinya : “Dan katakanlah : “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka


barangsiapa yang ingin (beriman) hendaknya ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.” (Q.S. Al-Kahfi :
29).
6. Secara individual manusia bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Sesuai
dengan firman Allah yang berbunyi :

Artinya : “… setiap seorang (manusia) terikat (dalam arti bertanggungjawab)


terhadap apa yang dilakukannya.” (Q.S At-Thur : 21).
7. Berakhlak, yang merupakan pembanding utama manusia dengan makhluk
lainnya. Artinya, manusia adalah makhluk yang diberi Allah kemampuan untuk
membedakan yang baik dan yang buruk.

C. Proses Kejadian Manusia


Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang
berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama,
Adam a.s. diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah
liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah
dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalam diri
(manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun
(23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua, disebut dengan tahapan
biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat
dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti
sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang
menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya
segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu
kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah
swt. ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari
‘alaqah dan 40 hari mudghah.
D. Proses Kehidupan Manusia
Proses kehidupan manusia yang merupakan perjalanan hidup yang panjang telah
dilukiskan Allah dalam Al Qur’an dengan sangat indahnya. Manusia dalam
perjalanan hidupnya, mengalami 5 fase antara lain sebagai berikut :
1. Alam Roh
Hidup manusia dimulai dari alam ruh, waktu dimana Allah mengumpulkan
semua ruh manusia yang akan diturunkan kebumi. Kejadian ini dikisahkan
dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 173 : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
2. Alam Rahim
Setelah ruh membuat kesaksian tentang Allah maka setelah itu satu persatu ruh
akan dihembuskan kedalam rahim seorang ibu, sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Quran Surat Sajdah ayat 9 : “Kemudian dibentukNya (janin dalam rahim)
dan ditiupkan ke dalamnya sebagian dari ruhNya.”
Setelah itu mulailah manusia memasuki tahap alam kedua dari perjalanan
hidupnya. Selama kurang lebih 9 bulan manusia menetap dalam rahim ibu dan
kemudian lahir ke dunia menjadi seorang bayi.
3. Alam Dunia
Setelah manusia berhasil melewati alam rahim, maka manusia telah memasuki
tahap ketiga dari perjalanan hidupnya, yaitu; alam dunia.
Dalam dunia ini perjalanan manusia melalui proses yang panjang,
mulai dari bayi yang hanya minum air susu ibu lalu tubuh menjadi anak-anak,
remaja dan baligh. Selanjutnya menjadi dewasa, tua dan diakhiri dengan
meninggal. Proses ini tidak berjalan sama antara satu dengan yang lainnya.
tidak semua manusia dapat hidup sampai remaja, dewasa, atau tua, karena
kematian bisa datang kapanpun dan di manapun, serta tidak memandang usia,
ada sebagian manusia yang hidup hanya sampai bayi, dan sebagian lagi hanya
sampai remaja. dan sebagian yang lain ada yang hidup sampai tua bahkan
sampai pikun. Di alam dunia ini manusia mendapatkan taklif (tugas) dari
Allah, yaitu berupa ibadah. Sedangkan alam dunia adalah tempat ujian bagi
manusia. Di dunia manusia tidak dilarang untuk menikmati kehidupan duniawi,
hanya saja perlu dipahami, bahwa dunia ini tempat berbakti, tetapi penuh
dengan berbagai tipu daya.
4. Alam Barzah (Alam Kubur)
Kematian seseorang adalah pemutus hubungan manusia dengan kehidupan
dunia. Selama dalam kubur, hanya akan ada amal baik atau buruk yang akan
setia menemani hingga di alam kubur. Kebaikan diyakini akan membawa
kebahagian dan ketentraman dialam kubur. Sebaliknya perbuatan buruk
diyakini akan membawa kesengsaraan dialam kubur. Alam kubur atau yang
sering disebut alam barzakh ini adalah masa penantian akan datangnya alam
kebangkitan. Alam kubur akan penuh kesengsaraan bagi kaum pendosa namun
penuh kebahagiaan bagi orang beriman. Alam ini berakhir saat hari kiamat
tiba.
5. Alam Akhirat
Alam akhirat juga di sebut dengan alam baka, alam akhirat di dahului dengan
terjadinya kiamat, di mana alam semesta menjadi rusak total. seluruh jagat raya
ini akan hancur, entah seperti apa gambaran ketika semua ini terjadi.
Alam akhirat setelah terjadi kiamat menjadi 3, yaitu:
a. Padang Mahsyar adalah tempat penghitungan amal (hisaban). Pada
peristiwa ini seluruh ummat manusia mulai dari Nabi adam as sampai
manusia terakhir di kumpulkan dalam satu tempat.
b. Surga adalah tempat orang yang rajin beribadah kepada Allah, menjalankan
segala perintahnya, maka mereka diselamatkan dan dimasukkan ke dalam
surga.
c. Neraka adalah tempat bagi Orang-orang kafir, baik dari kalangan Yahudi,
Nashrani maupun orang-orang musyrik yang tidak mau bertaubat. Maka
mereka akan kekal di dalam neraka yang penuh dengan siksaan. Dan bagi
orang yang tidak patuh terhadap perintah Allah dan yang selalu berbuat
dosa, maka mereka akan di masukkan ke dalam neraka. Mereka akan di
siksa dan di bersihkan dari dosa-dosanya.

E. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama


Manusia pada dasarnya terdiri dari resultan jasmaniyah dan rohaniyah, tentunya
menginginkan pertumbuhan yang harmonis antara keduanya dengan demikian
terlihat betapa pentingnya agama sebagai pedoman. Hasely mengatakan bahwa
tidak ada manusia yang selamat, jika ia memperalat dan berpedoman pada akalnya
saja. Sebab akal itu hanya pertimbangan untuk menilai baik dan buruk. Karena itu
harus ada penilai yang menentukan makna sifat-sifat baik dan mana sifat-sifat
buruk, agar akal dapat bekerja benar dalam tugasnya sehari-hari. Berdasarkan
Q.S. Yunus ayat 35, dalam ayat tersebut mengingatkan manusia bahwa :
1. Hanya Allah saja yang dapat menunjukkan manusia pada jalan yang benar.
2. Manusia tidak dapat memberi petunjuk kepada kebenaran kecuali sesudah
mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.
3. Petunjuk Allah adalah petunjuk yang paling benar untuk diikuti.
Dengan demikian, manusia sangat membutuhkan petunjuk Allah lewat agama
sebab :
1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.
Betapapun cerdasnya manusia, jika hanya dengan akalnya ia tak akan bisa
menjawab dengan pasti pertanyaan: darimana ia berasal? kemanakah ia setelah
mejalani hidup ini? dan untuk apa ia hidup?. Banyak filosof dan pemikir yang
mencoba mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan ini, namun tak ada jawaban
pasti yang dapat mereka berikan. Jawaban pasti terhadap pertanyaan-
pertanyaan tersebut hanya bisa didapatkan melui agama dan itu pun tidak
semua agama. Sebab pada hakikatnya jawaban pasti itu adalah berasal dari
Tuhan yang menciptakan manusia dan jagat raya ini. Dan saat ini hanya Islam
lah yang mempunyai sumber autentik firman Tuhan, yaitu Al-Qur'an. Selain
Al-Qur'an semua sudah tercampur dengan perkataan manusia, bahkan ada yang
murni hasil karya manusia namun dianggap firman Tuhan.
2. Kebutuhan fitrah manusia
Bukti yang paling jelas membuktikan bahwa secara fitrah manusia butuh
terhadap agama adalah kenyataan bahwa semua bangsa mengenal kepercayaan
terhadap dzat yang dianggap agung. Baik itu bangsa yang primitif maupun
yang berperadaban, yang di barat maupun yang di timur, yang kuno maupun
yang modern. Sedangkan orang-orang yang mengaku tidak percaya terhadap
Tuhan, itu sebenarnya adalah hanya sebuah pelarian dari rasa kecewa terhadap
agama yang mereka lihat. Padahal yang salah adalah ajaran agama itu dan
sama sekali itu tidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan rohani
Kehidupan manusia tak selamanya mulus tanpa kerikil dan batu sandungan.
Ada saat-saat gembira, bahagia, damai dan tentram namun juga ada saat
dimana ia sedih, gundah, menderita dan tertimpa musibah. Disaat jiwa sedang
dalam kondisi lemah seperti itulah semakin terasa ia membutuhkan kekuatan
yang bisa mengembalikan rasa bahagia, tentram dan damai yang hilang. Atau
paling tidak ia bisa menghadapi semua itu dengan jiwa yang besar, ketabahan
dan kesadaran. Keyakinan dan keimanan terhadap agama lah sumber kekuatan
itu. Sebab hanya agama lah yang mengajarkan tentang kepercayaan terhadap
takdir, tawakkal, kesabaran, pahala dan siksa. Dengan kepercayaan terhadap
takdir ia bisa dengan mudah menerima kenyataan. Dengan tawakkal ia tidak
akan terlalu kecewa jika ternyata jerih payahnya tak sesuai dengan harapan.
Dan dengan kepercayaan terhadap pahala dan siksa ia akan bisa segera bangkit
kembali tatkala didzalimi orang lain. Dengan kepercayaan semacam itulah jiwa
akan menjadi sehat dan rohani akan menjadi kuat.
4. Kebutuhan masyrakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak
Hukum dan peraturan jelas tidak bisa menjamin bahwa anggota sebuah
masyarakat akan bisa melaksanakan kebaikan, menunaikan kewajiban dan
meninggalkan larangan. Sebab hukum dan peraturan itu tidak bisa menciptakan
motivasi dan menumbuhkan kedisiplinan. Hukum dan peraturan hanyalah
sebuah perwujudan dari pengawasan eksternal, dan itu tidak cukup.
Masyarakat membutuhkan motivasi internal yang kitakenal dengan hati
nurani.Peran pembinaan terhadap hati nurani inilah yang tak dapat dilakukan
selain oleh agama. Apalagi agama juga mengajarkan adanya "pengawasan
melekat" oleh Tuhan terhadap seluruh perbuatan manusia. Motivasi hati nurani
dan "pengawasan melekat" seperti inilah yang bisa menjamin suburnya nilai-
nilai kebaikan dan akhlak mulia dalam masyarakat.
5. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas dan soliditas
Agama sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar urgensinya dalam
mengeratkan hubungan antara manusia satu sama lain, dalam status mereka
semua sebagai hamba milik satu Tuhan (Allah) yang talah menciptakan mereka
dan dalam status mereka semua sebagai anak dari satu bapak (Adam) yang
telah menurunkan mereka, terlebih lagi dengan persaudaraan akidah dan ikatan
iman yang dibangun oleh agama diantara mereka.

2.2 Eksistensi dan Martabat Manusia


A. Tujuan Penciptaan Manusia
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan pada penciptanya yaitu
Allah. Pengertian penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit,
dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam shalat saja.
Penyembahan berarti kepatuhan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan
kehidupan di muka bumi, baik yang menyangkut hubungan vertical (manusia
dengan Allah) maupun horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta).
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia
terhadap terwujudnya suatu kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Berikut
terdapat beberapa penjelasan mengenai tujuan penciptaan manusia berdasarkan Al
Qur’an :
1. Allah menciptakan manusia tidak lain hanya untuk beribadah kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku“. (QS. Az-Zariyat: 56)
Jadi, jelas tujuan paling utama Allah menciptakan manusia adalah agar mereka
menyembah, mengabdi atau beribadah kepada-Nya. Maksudnya adalah
manusia diciptakan agar taat, tunduk, dan patuh pada perintah Allah dan
menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
2. Untuk mengemban amanah-Nya
Kita memiliki tugas di muka bumi ini. Allah memberikan kepercayaan-Nya
kepada manusia yang telah diberi akal dan pikiran yang sempurna. Karena
makhluk lain yang tidak berakal tidak mampu mengemban amanah dari Allah
SWT. Allah berfirman :

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit,


bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul
amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat dzalim dan amat bodoh“. (QS. Al-Ahzab: 72).
Amanah Allah yang dimaksud itu seperti ibadah sholat dan bentuk-bentuk
ibadah lainnya yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika
ditinggalkan maka akan mendapat dosa.
3. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi
Allah berfirman :
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui“. (QS. Al-Baqarah: 30).
Khalifah artinya adalah pengganti. Manusia sebagai khalifah di muka bumi
artinya manusia dipercaya untuk menggantikan kaum sebelumnya yang
membuat kerusakan di muka bumi. Jadi, tugas kita sebagai manusia adalah
menegakkan kebenaran, menyeru keadilan dan mencegah kerusakan di muka
bumi.

B. Fungsi dan Peranan Manusia


Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada
manusia.
1. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi
kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak
mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah
makhluk yang mau melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko
besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang
terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat : 56“Dan tidak Aku
ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”.
2. Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada
Allah bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka
tidak ingkar di hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah
beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai
Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf :
172.
3. “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah
Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami
menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”.
4. Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai
dengan misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu
untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu
jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di
sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam dengan
syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat manusia. Dan
manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul tanggung jawab ini.
Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.
Sehingga seorang khalifah harus benar-benar memiliki akhlak Al Quran dan Al
Hadis. Dengan berpedoman pada QS Al Baqarah : 30-36, maka status dasar
manusia adalah sebagai khalifah (makhluk penerus ajaran Allah) sehingga
manusia harus :
a. Belajar. Manusia sebagai khalifah harus mau belajar. Obyek belajar nya
adalah ilmu Allah yang berwujud Al Quran dan ciptaanNya.Hal ini
tercantum juga di dalam QS An Naml: 15-16 dan QS Al Mukmin: 54
b. Mengajarkan Ilmu. Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka wajib
untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu
Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
c. Membudayakan Ilmu. Ilmu Allah tidak hanya untuk disampaikan kepada
manusia lain tetapi juga untuk diamalkan sehingga ilmu yang terus
diamalkan akan membudaya. Hal ini tercantum pula di dalam QS Al
Mu’min:35.
d. Dari ketiga peran tersebut,maka semua yang dilakukan oleh khalifah harus
untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah serta
pertanggungjawabannya kepada Allah, diri sendiri, dan masyarakat.

2.3 Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba dan Khalifah Allah


A. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada
Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada
kebenaran dan keadilan. Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi
(beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya. Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan
seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk,
dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai
‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan
ikhlas sepenuh hati .

Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus." – (QS.98:5).
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki
dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan
yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang berkurang
atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga .
tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab
terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah
memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan dengan
quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman,
dari neraka).
B. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harusdipertanggung
jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah
tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allahdi muka bumi untuk
mengelola dan memelihara alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang
memegang kekuasaan.Manusia menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh
mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang
diberikan kepadamanusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah
danmendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hokum-hukumTuhan baik
yang tertulis dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang tersirat dalamkandungan
pada setiap gejala alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas
ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkarikedudukan dan
peranannya serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya.Oleh karena itu dia
diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaankewenangannya dihadapan
yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah dalamsurat fathir : 39.

Artinya : “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.


Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua
peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.
Pertama, memakmurkan bumi (al ‘imarah). Yakni dengan mengexploitasi alam
dengan sebaik-baiknya dengan adil dan merata dengan tetap menjaga kekayaan
agar tidak punah, supaya generasi berikutnya dapat melanjutkan exploitasi itu.
Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak
manapun (ar ri’ayah). Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara
akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara
dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi
kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat
potensial merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.
Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah dan‘abdun
merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika
hidup yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-
nilai kebenaran. Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap
muslim sedemikian rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir
sifat-sifat tertentu yang menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat
yang paling rendah, seperti firman Allah

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang


sebaik-baiknya." (QS.95:4).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia ialah makhluk ciptaan Allah yang luar biasa. Pada hakekatnya, manusia
adalah makhluk Allah yang paling sempurna di bumi dengan segala kelebihan
akal, hati nurani dan daya pikir serta memiliki kemampuan untuk mengelola
segala macam karunia dari Allah di bumi ini. Akan tetapi manusia juga sebagai
makhluk social yang tidak di pungkiri dalam menjalankan kehidupannya pasti
memerlukan bantuan orang lain.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah tentunya harus tunduk dan patuh terhadap
segala peraturan Allah, menjalankan perintahNya dan menjahui segala
laranganNya. Karena pada dasarnya semua peraturan yang Allah ciptakan untuk
mengatur segala kehidupan bertujuan untuk menciptakkan kehidupan yang damai,
tentram dan membahagiakan.
Manusia dalam islam memiliki peran dan fungsi yaitu sebagai khalifah serta
tanggung jawab sebagai hamba Allah yang harus selalu tunduk kepadaNya dan
tanggung jawab sebagai khalifah.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum

https://desiyunita0628.wordpress.com/2015/02/17/makalah-agama-hakikat-
manusia-menurut-islam/

http://dkehidupan.blogspot.co.id/

http://eprints.unsri.ac.id/4099/3/4._BAB_IV_HAKIKAT_MANUSIA_MENURU
T_ISLAM.pdf

http://xavaxspot.blogspot.co.id/2012/09/kebutuhan-manusia-terhadap-agama.html

http://www.catatanmoeslimah.com/2017/03/tujuan-penciptaan-manusia-menurut-
islam.html

http://limubermanfaat.blogspot.co.id/2011/01/fungsi-dan-peran-manusia.html

http://covalenters.blogspot.co.id/2012/11/tanggung-jawab-manusia-sebagai-
khalifah.html

Anda mungkin juga menyukai