Lo Jiwa
Lo Jiwa
PERILAKU KEKERASAN
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seeorang. Respons
ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat
dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan, pasien dengan perilaku kekerasan perlu
dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga yang professional.
2.Definisi Marah
Merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Respon melawan dan menentang merupakan respons
maladatif yaitu agresif dan kekerasan . kekerasan disebut juga gaduh gelisah atau amuk, periakunya
ditandai dengan mendekati org lain secara menakutkan, memberi kata kata ancaman dan melukai pada
tingkat ringan dan paling berat adlah melukai pada tingkat serius.
3. Faktor Predisposisi
- psikologis, kegagalan dan masa anak anakyg tidak menyenangkan
- perilaku, reinforcement yang di terima saat melakukan kekerasan dan sering mengobservasi kekerasan
- sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam dan control sosial yang tidak pasti
-bionerologis
4.Faktor presipitasi
- klien, kelemahan fisik (penyakit fisik),keputus asaan dan percaya diri yang kurang.
- lingkungan, rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan dan kehilangan
-interaksi sosial,
5. Askep
Pengkajian :
a) Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b) Data Obyektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
Diagnosa
Resiko perilaku kekerasan
Tindakan keperawatan untuk pasien
a) Tujuan
- Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
- Pasien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekeraan
- Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
- Pasien dapat menyebutkan jenis dari perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
- Pasien dapat menyebtukan cara mencegah atau mengontrol perilau kekerasannya
- Pasien dapat mencegah atau mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,spiritual, sosial,
dan dengan terapi psikofarmaka.
b) Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien dapat merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi dengan kita. Tindakan yang dilakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya adlah :
- Mengucapkan slam terapeutik
- Berjabat tangan
- Menjelaskan tujuan interaksi
- Membuat kontrak topic, waktu dan tempat setiap kali bertemu
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara
verbal, terhadaqp orang lain, terhadap diri sendri, dan lingkungan.
5. Diskusikan bersama paisen akibat perilakunya
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat, sosial atau
verbal, spiritual
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik seperti, latihan nafas dalam dan
pukul kasur / bantal.susun jadwal latihan
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara verbal seperti : menolak dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik. Susun jadwal latihan
9. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual seperti, sholat, berdoa , susun jadwal
latihan
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dngan patuh meminum obat
11. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol perilaku
kekerasan
1. Diagnosa
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/
amuk.
1) Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin
membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2) Data objektif.
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan
pada orang-orang disekitarnya.
b. Intervensi
NO diagnosa Tujuan Intervensi
DX.
1. Resiko mencederai Tujuan Umum : 1. Bina hubungan saling percaya: salam
diri, orang lain dan terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
lingkungan Klien tidak mencederai diri jelaskan tujuan interaksi.
berhubungan dengan sendiri, orang lain dan 2. Panggil klien dengan nama panggilan yang
perilaku kekerasan/ lingkungannya disukai.
amuk 3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
Tujuan Khusus : menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
a. Klien dapat 5. Beri rasa aman dan sikap empati.
membina 6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
hubungan saling
percaya.
b. Klien dapat 1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
mengidentifikasi 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
penyebab perilaku jengkel / kesal.
kekerasan 3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan
perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
Proses Keperawatan
Kondisi Klien: Klien terlihat agresif dan memaki- maki perawat, klien tampak marah
Tujuan Khusus:
- Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
- Pasien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekeraan
- Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
- Pasien dapat menyebutkan jenis dari perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
- Pasien dapat menyebtukan cara mencegah atau mengontrol perilau kekerasannya
KASUS 1
1. DEFINISI
Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang sebelumnya memiliki harga diri
positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian
(kehilangaN,perubahan).
Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai respons terhadap
hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
(NANDA, 2005).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. (Keliat, 2006).
1. Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri : penolakan orangtua, harapan
orangtua tidak realistis, sekolah ditolak, pekerjaan.
Faktor yang mempengaruhi performa peran : stereotip peran gender,
tuntutan peran kerja, harapan peran budaya
Faktor yg mempengaruhi indentitas pribadi : ketidakpercayaan orangtua,
tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.
2. Faktor presipitasi
Ketegangan peran oleh stress yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami dalam peran/posisi, halusinasi pendengaran dan penglihatan,
kebingungan tentang seksualitas diri sendiri, kesulitan membedakan diri
sendiri dari orang lain, gangguan citra tubuh, mengalami dunia seperti
dalam mimpi.
Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah
adalah :
a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimis.
d. Penurunan produkrivitas.
e. Penolakan terhadap kemampuan diri.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan
penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena
pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker.
Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak kerumah
sakit menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
Merendahkan martabat. Mis: saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang
bodoh dan tidak tahu apa-apa.
Gangguan hubungan sosial. Mis: menarik diri, klien tidak mau bertemu orang
lain, lebih suka menyendiri.
Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin
memilih alternatif tindakan.
Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai dgn harapan yg suram mungkin
klien ingin mengakhiri kehidupan.
Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan.
Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
Keluhan fisik
Penolakan terhadap kemampuan personal
Menurut Carpenito, L.J (1998: 352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:
1. Data subjektif:
Mengkritik diri sendiri atau orang lain
Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
Perasaan tidak mampu
Rasa bersalah
Sikap negatif pada diri sendiri
Sikap pesimis pada kehidupan
Keluhan sakit fisik
Pandangan hidup yang terpolarisasi
Menolak kemampuan diri sendiri
Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
Perasaan cemas dan takut
Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
Mengungkapkan kegagalan pribadi
Ketidak mampuan menentukan tujuan
2. Data objektif:
Produktivitas menurun
Perilaku destruktif pada diri sendiri
Perilaku destruktif pada orang lain
Penyalahgunaan zat
Menarik diri dari hubungan sosial
Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
Tampak mudah tersinggung/mudah marah
1. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien memilih konsep diri yang positif
Tujuan khusus Kriteria Intervensi
1. Klien dapat Klien dapat menunjukan .Bina hubungan saling percaya
membina ekspresi wajah bersahabat, dengan menggunakan prinsip
hubungan saling menunjukan rasa senang, ada komunikasi terapeutik, yaitu sapa
percaya dengan kontak mata, mau berjabat klien dengan ramah baik verbal
perawat tangan, mau menyebutkan maupun non verbal, perkenalkan
nama, mau menjawab salam, diri dengan sopan, tanyakan nama
klien mau duduk lengkap dan nama panggilan yang
berdampingan dengan disukai klien, jelaskan tujuan
perawat, mau mengutarakan pertemuan, jujur dan menepati
masalah yang dihadapi janji, tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya, beri
perhatian dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.