Anda di halaman 1dari 30

35

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2015 sampai 16
November 2015 di SMPN 9 Jember. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi
eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kolaboratif
tipe analytic team dengan lesson study terhadap kemampuan berpikir tingkat
tinggi dan hasil belajar siswa. Penelitian dilaksanakan pada pokok bahasan
struktur dan jaringan tumbuhan semester ganjil tahun ajaran 2015-2016.

4.1.1 Uji Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel diambil dari populasi penelitian yakni siswa kelas VIII
A sampai dengan kelas VIII F SMPN 9 Jember yang berjumlah 229 siswa.
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan hasil uji homogenitas yang telah
dilakukan dan dilanjutkan dengan metode pengundian apabila data yang
dihasilkan homogen. Penentuan pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan data nilai ulangan harian sebelumnya yakni materi pertumbuhan
dan perkembangan. Rerata nilai ulangan harian siswa kelas VIII SMPN 9 Jember
terdapat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rerata Nilai Ulangan Harian pertumbuhan dan perkembangan

No. Kelas Jumlah Siswa Rerata ± Standar deviasi


1. VIII A 36 57,19 ± 10.61
2. VIII B 38 59,21 ± 10.641
3. VIII C 39 61,53 ± 13.53
4. VIII D 38 56,39 ± 10.58
5. VIII E 38 60,45 ± 10.82
6. VIII F 40 61,65 ± 13.17

Setelah didapatkan nilai ulangan harian pertumbuhan dan perkembangan,


maka dilakukan uji homogenitas menggunakan levene test. Hasil uji homogenitas
levene test nilai pertumbuhan dan perkembangan terdapat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil uji homogenitas nilai UH menggunakan levene’s test


36

Statistik Levene db1 db2 p.


1,638 5 223 0,151

Berdasarkan hasil uji homogenitas levene’s test yang menggunakan nilai


ulangan harian pertumbuhan dan perkembangan dari tujuh kelas tersebut diketahui
bahwa sebaran data dari seluruh kelas memiliki signifikasi lebih dari 0,05 yaitu
sebesar 0,151 (p=0,151 > 0,05) memiliki makna bahwa ketujuh kelas tersebut
memiliki data yang homogen atau memiliki varian yang sama. Pengambilan
sampel dapat dilakukan dengan cara random sampling berdasarkan kelas dengan
menggunakan metode pengundian. Hasil dari metode pengundian tersebut
didapatkan kelas VIII F sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII E sebagai kelas
kontrol.

4.1.2 Pelaksanaan Lesson Study


Tahap selanjutnya setelah ditentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen
adalah dilakukan langkah-langkah lesson study pada kelas eksperimen. Penelitian
ini dilakukan sebanyak dua kali pertemuan yang masing-masing terdiri dari tahap
plan, do dan see. Pelaksanaan lesson study ini dilakukan secara terbuka oleh tim
inti lesson study dengan tambahan guru di dalam maupun di luar lingkungan
SMPN 9 Jember yang ingin mengikuti lesson study. Tim inti dari lesson study
terdiri dari satu orang koordinator yang merupakan guru SMPN 9 Jember, satu
orang notulen, satu orang moderator dan lima orang observer yang merupakan
guru PPL di SMPN 9 Jember serta satu guru model yakni peneliti sendiri. Hasil
tahapan lesson study yang telah dilakukan pada dua pertemuan tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Pertemuan pertama
Pada pertemuan pertama lesson study hanya dilakukan oleh tim inti saja. Hal
tersebut dikarenakan pada saat pertemuan pertama tidak ada guru selain tim inti
yang mengikuti lesson study pada pertemuan pertama tersebut. Hasil dari tahapa
lesson study pada pertemuan pertama adalah sebagai berikut.

1) Perencanaan (Plan)
37

Pelaksanaan (plan) pada pertemuan pertama ini dilaksanakan pada tanggal


27 Oktober 2015 oleh tim inti lesson study di ruang OSIS SMPN 9 Jember pada
pukul 10.10-10.40 WIB. Berdasarkan pelaksanaan plan pada lesson study untuk
pertemuan pertama ini didapatkan hasil sebagai berikut.
a) Penyusunan Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran yang dilakukan pada pertemuan pertama adalah
siswa melakukan percobaan pengangkutan air pada tumbuhan menggunakan eosin
yang disusun berdasarkan Silabus pembelajaran SMPN 9 Jember. Pada RPP
model yang digunakan adalah kolaboratif tipe analytic team dan metode yang
digunakan adalah diskusi dan presentasi. Berdasarkan model dan metode tersebut
maka pada saat plan juga dilakukan pengelompokan dan pemberian tangungjawab
secara sengaja oleh guru sesuai dengan karakter masing-masing siswa. Perencaan
pembelajaran telah dirancang bersama sesuai dengan silabus SMPN 9 Jember dan
masukan dari tim inti lesson study.
Beberapa masukan dan kesepakatan didapatkan pada kegiatan plan lesson
study ini. Pertama, Pada pembelajaran kolaboratif tipe analytic team semua siswa
harus aktif dalam diskusi kelompok dan siswa yang tidak aktif akan diberikan
kartu pelanggaran. Kartu kuning diberikan sebagai peringatan kepada siswa yang
tidak aktif dalam kegiatan berdiskusi dan kartu merah digunakan sebagai sebagai
hukuman setelah sudah dua kali mendapatkan kartu kuning. Pada RPP
sebelumnya siswa yang telah diberi kartu merah akan dikeluarkan dari
keanggotaan kelompok dan akan mendapatkan tugas mandiri oleh guru. Namun,
pada saat plan ditetapkan kesepakatan berdasarkan masukan tim inti lesson study
maka bentuk hukuman kartu merah hanya diberikan pengurangan nilai LKS pada
siswa dan tidak berupa pengeluaran siswa dari keangggotaan kelompok. Hal
tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa pembelajaran akan berjalan
tidak sesuai dengan alokasi waktu dan tidak akan berajalan dengan teratur jika
banyak anak yang dikeluarkan dari keanggotaan kelompok. Kedua, berdasarkan
pertimbangan tim inti lesson study pula disepakati bahwa untuk pengisian angket
evaluasi kinerja kelompok dilakukan setelah pembelajaran selesai supaya tidak
memotong waktu pembelajaran. Ketiga, sebelum pembelajaran dimulai dilakukan
pengarahan terlebih dahulu kepada ketua kelompok agar pembelajaran berjalan
38

dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang dialokasikan. Sebelum pembelajaran
dimulai siswa juga ditempatkan pada posisi duduk yang dekat dengan kelompok
masing-masing tidak menambah waktu untuk bergeser dengan teman kelompok
ketika kegiatan diskusi dimulai. Keempat, pada presentasi kelompok hanya
beberapa anggota kelompok saja yang maju kedepan dan yang lain tetap ditempat
untuk membantu menjawab pertanyaan.
b) Penyusunan Media yang digunakan oleh siswa.
Media yang digunakan oleh siswa pada pertemuan pertama adalah alat dan
bahan yang digunakan pada percobaan pengangkutan air pada tumbuhan, papan
tulis dan LKS (lembar kerja siswa).
c) Menyusun alat evaluasi kognitif siswa
Alat evaluasi kognitif yang digunakan pada kelas eksperimen adalah pre-
test dan post-test. Alat evaluasi ini sudah disusun dan dirancang oleh peneliti serta
divalidasi oleh dua guru IPA SMPN 9 Jember. Pada plan penyusunan alat evaluasi
ini sudah didapatkan hasil yang sesuai.
d) Menentukan pedoman observasi siswa
Pedoman observasi siswa yang digunakan bertujuan untuk mengamati hasil
belajar psikomotorik dan afektif serta kemampuan berpikir kreatif yang diperoleh
dari pada saat proses pembelajaran.
2) Pelaksanaan (Do)
Hasil plan pada pertemuan pertama pembelajaran dilaksanakan pada kelas
VIII F tanggal 9 November 2015 pada pukul 10.40- 12.00 WIB. Pada pelaksanaan
guru model melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang sudah disusun
bersama dalam plan dan observer mengamati kegiatan siswa pada saat
pembelajaran. Sebelum memulai pembelajaran guru model memberikan
pengarahan mengenai pembelajaran yang akan dilakukan.
3) Refleksi (See)
Tahap see dilaksanakan pada tanggal 9 November 2015 pada pukul 12.30-
13.00 WIB di ruang OSIS SMPN 9 Jember. Guru model dan tim inti lesson study
melakukan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan
menyebutkan kegiatan siswa pada saat pembelajaran. Berdasarkan hasil diskusi
tim inti lesson study didapatkan hasil bahwa perlu diadakan pengarahan lebih
lanjut dan lebih matang kepada ketua dan anggota kelompok mengenai
pembelajaran yang akan dilakukan. Hal tersebut dikarenakan pada pembelajaran
39

yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa diskusi kelompok berjalan lambat
dan memerlukan banyak waktu karena anggota dan ketua kelompok belum
memahami hal yang harus dilakukan pada saat diskusi dan proses diskusi belum
berjalan optimal. Kekurangan tersebut diperbaiki pada pertemuan kedua.
b. Pertemuan kedua
Pada lesson study pertemuan kedua dilakukan oleh tim inti lesson study dan
beberapa guru IPA dari sekolah lain. Hasil dari tahapan lesson study pada
pertemuan kedua adalah sebagai berikut.
1) Perencanaan (Plan)
Pelaksanaan (plan) pada pertemuan pertama ini dilaksanakan pada tanggal 9
November 2015 oleh tim inti lesson study di ruang OSIS SMPN 9 Jember pada
pukul 13.30-14.00 WIB. Berdasarkan pelaksanaan (plan) lesson study ini
didapatkan hasil sebagai berikut.
a) Penyusunan Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran disusun berdasarkan silabus SMPN 9 Jember. Pada
pertemuan kedua dilakukan pengamatan struktur dan jaringan organ tumbuhan
(akar, batang dan daun). Pada RPP pembelajaran pertemuan kedua juga akan
dilakukan dengan model kolaboratif tipe analytic team dan metode diskusi dan
presentasi. Hal tersebut dikarenakan pada penggunaan model dan metode tersebut
membuat siswa lebih aktif dan lebih tepat jika digunakan kembali pada pertemuan
kedua. Berdasarkan hasil plan disepakati berdasarkan masukan dari tim inti
bahwa untuk penggunaan mikroskop dilakukan secara bergiliran dengan arahan
dari observer masing-masing kelompok. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mengoptimalkan kinerja kelompok dan semua anggota mampu mencoba
mengamati menggunakan mikroskop. Pada plan untuk pertemuan kedua ini juga
disepakati bersama melihat hasil dari pertemua pertama yang memerlukan waktu
tambahan, maka untuk perwakilan presentasi langsung dari anggota beberapa
kelompok pada satu sesi presentasi tidak memakan waktu dan juga diberikan
pengarahan kepada ketua dan anggota kelompok sebelum pembelajaran dimulai.
b) Penyusunan Media yang akan digunakan oleh siswa.
Media yang digunakan oleh siswa pada pertemuan pertama adalah alat dan
bahan yang digunakan untuk mengamati preparat tumbuhan (mikrsokop cahaya,
preparat tumbuhan dan senter), papan tulis dan LKS (Lembar Kerja Siswa).
c) Menentukan pedoman observasi siswa
40

Pedoman observasi siswa yang digunakan bertujuan untuk mengamati hasil


belajar psikomotorik dan afektif serta kemampuan berpikir kreatif yang diperoleh
pada saat proses pembelajaran.
2) Pelaksanaan (Do)
Hasil plan pada pertemuan pertama pembelajaran dilaksanakan pada kelas
VIII F tanggal 10 Nopember 2015 pada pukul 10.40-12.00 WIB. Pada
pelaksanaan guru model melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang sudah
disusun bersama dalam plan dan observer mengamati kegiatan siswa pada saat
pembelajaran. Sebelum memulai pembelajaran guru model memberikan
pengarahan mengenai pembelajaran yang akan dilakukan.pada pelaksaanan plan
ini juga diikuti dua guru lain diluar tim inti yang berasal dari SMA Darussolah
Jember.
3) Refleksi (See)
Tahap see, guru model dan tim inti lesson study dan dua guru lain diluar tim
inti melakukan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan
menyebutkan kegiatan siswa pada saat pembelajaran. Berdasarkan hasil diskusi
tim inti lesson study didapatkan hasil bahwa pembelajaran sudah lebih lancar
dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya. Namun, beberapa siswa masih
perlu diberi perhatian khusus untuk menumbuhkan minat belajar mereka
pembelajaran dengan model dan metode ini akan lebih baik jika lanjutkan untuk
digunakan sebagai model pembelajaran selanjutnya untuk menumbuhkan rasa
tangungjawab siswa untuk belajar.

4.1.3 Hasil dan Analisis Data Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi


Kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam penelitian ini berupa kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kreatif
diukur dengan menggunakan lembar observasi pada saat pembelajaran sedangkan
lembar berpikir kritis dinilai berdasarkan lembar kerja siswa pada pertemuan
pertama dan kedua. Setelah dilakukan penelitian maka diperoleh hasil sebagai
berikut.
a. Hasil dan Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif
41

Keterampilan berpikir kreatif dinilai menggunakan lembar observasi


berpikir kreatif dengan indikator yang dinilai adalah mendesain dan menghasilkan
serta menemukan sesuatu yang baru. Nilai rata-rata dari masing-masing indikator
berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rata-rata kemampuan berpikir kreatif kelas kontrol
dan kelas eksperimen setiap indikator

Menghasilkan
Skor Mendesain
Kelas sesuatu yang Rerata Kriteria
Maks. percobaan
baru
Kontrol 100 64,50 49,25 56,91 Kurang kreatif
Eksperimen 100 75,75 77,00 76,25 Kreatif

Berdasarkan hasil data yang diperoleh, indikator pertama yaitu mendesain


sesuatu yang baru, kelas kontrol memiliki rata-rata sebesar 64,50 dan kelas
eksperimen sebesar 75,75. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kelas
eksperimen mempunyai kemampuan mendesain sesuatu yang baru dalam bentuk
percobaan yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada indikator
kedua yaitu menghasilkan sesuatu yang baru pada kelas eksperimen didapatkan
rara-rata sebesar 49,25 dan kelas eksperimen sebesar 77,00 yang berarti
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru pada kelas eksperimen lebih
besar dibandingkan dengan kelas kontrol. Berdaskan hasil tersebut maka
didapatkan rerata kemampuan berpikir kreatif pada kelas kontrol sebesar 56,91
yang berarti siswa kelas kontrol kurang kreatif dan rerata kemampuan berpikir
kreatif pada kelas eksperimen sebesar 76,25 yang berarti siswa kelas eksperimen
sudah kreatif.
Setelah nilai didapatkan maka akan dianalisis untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa kelas kontrol
dengan kelas eksperimen dapat dilihat dari Tabel.4.4

Tabel 4.4 Rata-rata kemampuan berpikir tingkat tinggi


aspek kemampuan berpikir kreatif
Kelas Jumlah Siswa Rerata±SD
Kelas Kontrol 38 58,88± 19,03
Kelas Eksperimen 40 78,43±22,82
42

Berdasarkan Tabel 4.3.dapat diketahui bahwa hasil rerata kemampuan


berpikir kreatif kelas kontrol sebesar 58,88 (± 19,03) dan rerata kelas eksperimen
sebesar 78,43 (±22,82). Berdasarkan hasil tersebut maka rata-rata nilai berpikir kreatif
kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol.
Setelah didapatkan hasil data berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen maka dilakukan uji statistik t-test untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan menggunakan SPSS. Hasil uji statistik t-test dapat dilihat
pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji t-test terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi
aspek kemampuan berpikir kreatif

Uji t untuk perbedaan rata-rata


Kemampuan berpikir kreatif Pebedaan Rerata t Db. p.
Asumsi varian yang sama 19,55 4,099 76 0,000
Asumsi varian yang berbeda 19,55 4,118 74,77 0,000

Berdasarkan hasil uji statistik t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih
kecil dari 0,05 yakni sebesar 0,000 (p=0,000< 0,05) memiliki makna bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil nilai
berpikir kreatif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Hasil dan Analisis Kemampuan Berpikir Kritis


Aspek berpikir kritis dinilai dari lembar kerja siswa pada pertemuan
pertama dan pertemuan kedua. Indikator yang dinilai adalah mengajukan
pertanyaan, mengkritik pernyataan, merancang percobaan, menganalisis hasil dan
membuat kesimpulan. Nilai rata-rata dari setiap indikator dapat dilihat dari Tabel
4.6.

Tabel 4.6 Rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas kontrol


dan kelas eksperimen setiap indikator
43

Skor Mengajukan Mengkritik Merancang Menganalisis Membuat


Kelas
Maks. pertanyaan pernyataan percobaan hasil kesimpulan
Kontrol 100 78,60 85,83 100 33,76 0
Eksperimen 100 46,86 35,06 84,5 41,01 33,33

Berdasarkan hasil rerata setiap indikator berpikir kritis pada Tabel 4.6
didapatkan hasil bahwa pada indikator pertama sampai ketiga yakni mengajukan
pertanyaan, mengkritik pernyatan dan merancang percobaan kelas eksperimen
mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada
indikator keempat dan kelima yakni menganalisis hasil dan membuat kesimpulan
diperoleh hasil pada kelas kontrol mempunyai hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelas
eksperimen mempunyai nilai lebih tinggi pada beberapa indikator dan kelas
kontrol mempunyai nilai yang lebih tinggi pula pada indikator yang lain.
Setelah nilai didapatkan maka akan dianalisis untuk mengetahui apakah ada
perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol
dengan kelas eksperimen dapat dilihat dari Tabel.4.7.

Tabel 4.7 Rata-rata kemampuan berpikir tingkat tinggi


(aspek kemampuan berpikir kritis)

Jumlah
Kelas Rerata±SD Kriteria
Siswa
Kelas Kontrol 38 48,09± 12,66 Kurang kritis
Kelas Eksperimen 40 48,14±16,15 Kurang kritis

Berdasarkan Tabel 4.7. dapat diketahui bahwa hasil rerata kemampuan


berpikir kritis kelas kontrol sebesar 48,09 (± 12,66) dan rerata kelas eksperimen
sebesar 48,14 (±16,15). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa
rata-rata nilai berpikir kritis kelas kontrol lebih besar dibandingkan dengan kelas
eksperimen. Berdasarkan pengukuran menggunakan LKS kelas kontrol dan kelas
eksperimen mempunyai tingkat kemampuan yang sama yakni dalam kriteria
kurang kritis.
Setelah didapatkan hasil data berpikir kritis siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen maka dilakukan uji statistik t-test untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen dan
44

kelas kontrol dengan menggunakan SPSS. Hasil uji statistik t-test dapat dilihat
dari Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil uji t-test terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi
(aspek kemampuan berpikir kritis)

Uji t untuk perbedaan rata-rata


Kemampuan berpikir kritis Perbedaan Rerata t db p.
Asumsi varian yang sama 48,09 0,015 76 0,988
Asumsi varian yang berbeda 48,14 0,015 70,140 0,988

Berdasarkan hasil uji t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih besar dari
0,05 yakni sebesar 0,988 untuk asumsi varian yang sama dan 0,398 untuk asumsi
varians yang berbeda (p=0,988 dan 0,988 > 0,05) memiliki makna bahwa Ho
diterima dan H1 ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang tidak signifikan
hasil kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas atau hasil
kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sama
kontrol.

4.1.4 Hasil Belajar Siswa


Hasil belajar siswa pada penelitian ini meliputi hasil belajar kognitif, afektif
dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif dinilai dari hasil post-test dan pre-test
siswa, sedangkan untuk hasil belajar afektif dan psikomotorik dinilai brdasarkan
hasil observasi saat pembelajaran berlangsung. Setelah dilakukan penelitian maka
diperoleh hasil sebagai berikut.

a. Hasil belajar kognitif siswa


Hasil belajar kognitif awal siswa diukur dengan menggunakan pre-test
sedangkan hasil belajar kognitif akhir diukur dengan menggunakan post-test. Pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan pre-test dan post-test, setelah itu
dilakukan analisis untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran
kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study terhadap hasil belajar kognitif.
Hasil rata-rata pre-test dan post-test dapat dilihat dari Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Rerata hasil belajar siswa (aspek hasil belajar kognitif)
45

Jumlah Pre-test Post-test Selisih


Kelas Rerata±SD Rerata±SD Rerata±SD
siswa
Kontrol 37 35,27±12,89 44,29±10,76 9,02 ± 2,13
Eksperimen 39 34,03±10,12 53,51±15,76 19,48 ± 5,64

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa selisih rerata post-test


terhadap pre-test pada kelas kontrol sebesar 9,02 (±2,13) dan kelas eksperimen
sebesar 19,48 (± 5,64). Berdasarkan hasil tersebut diperoleh hasil bahwa rerata
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Namun, selisih
standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol.
Teknik analisis yang digunakan untuk mengetaui ada tidaknya pengaruh
perlakukan terhadap hasil belajar kognitif adalah dengan menggunakan Uji
Anakova. Sebelum dilakukan uji Anakova data harus berdistribusi normal dan
homogen oleh karena itu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih
dahulu. Uji homogenitas yang dilakukan adalah uji homogenitas levene’s test.
Berdasarkan hasil uji homogenitas levene’s test nilai hasil belajar kognitif
siswa didapatkan hasil nilai signifikasi lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,121
(p=0,121>0,05) memiliki makna bahwa nilai hasil belajar kognitif
(pre-test dan post-test) pada kedua kelas memiliki data yang homogen atau
memiliki varian yang sama (hasil uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran N
halaman 312).
Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji kolmogorov-
smirnov test. Berdasarkan hasil uji normalitas kolmogorov-smirnov test
didapatkan hasil nilai signifikasi pre-test dan post-test lebih dari 0,05 yaitu sebesar
0,153 pada pre-test dan 0,086, untuk post-test (p=0,153 dan 0,086 > 0,05)
memiliki makna bahwa data nilai hasil belajar kognitif (pre-test dan post-test)
kedua kelas memiliki distribusi normal dan dapat dilakukan uji Anakova untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team
dengan lesson study terhadap hasil belajar kognitif siswa (hasil uji normalitas
tersebut dapat dilihat pada Lampiran N halaman 312). Hasil uji anakova terdapat
pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil uji analisis kovarian terhadap nilai pre-test dan post-test
46

(aspek hasil belajar kognitif)


Dependent Variable:post-test
Kuadrat Jumlah Rerata
Sumber Tipe III db. kuadrat F p.
Model koreksi 3511,03 2 1755.513 10,943 0,000
Intersep 8443,93 1 8443.926 52,635 0,000
Kelas 1803,67 1 1803.665 11,243 0,001
pre-test 1898,55 1 1898.553 11,835 0,001
Error 11710,92 73 160.424
Total 197894,00 76
Total Koreksi 15221,94 75

Pada hasil uji kovarian didapatkan hasil, sebelum dilakukan perlakuan


pada pre-tes sudah didapatkan hasil yang signifikan (P= 0.001 <0,005). Hal
tersebut dikarenakan pada kelas eksperimen jarak antar nilai antara satu siswa
dengan siswa yang lain sangat jauh, sehingga data yang dihasilkan berbeda
dan menghasilkan data yang signifikan. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai
standart deviasi yang tinggi meskipun nilai rerata berbeda sangat jauh.
Standart deviasi yang tinggi itulah yang menyebabkan nilai probalitias
sebelum diberikan pembelajaran kolaoratif sudah didapatkan hasil yang
signifikan. Pada hasil uji kovarian terhadap nilai pre-test dan post-test didapatkan
hasil nilai signifikasi pada kedua kelas adalah lebih kecil dari 0,05 (p=0,000<
0,05) memiliki makna bahwa Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan
lesson study terhadap hasil belajar kognitif siswa.

b. Hasil belajar afektif siswa


Hasil belajar afektif siswa dinilai menggunakan lembar observasi dengan
indikator yang dinilai adalah tangungjawab, disiplin dan jujur. Nilai rata-rata pada
setiap indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Rata-rata kemampuan berpikir hasil belajar afektif kelas kontrol
dan kelas eksperimen setiap indikator
47

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.11 maka dapat diketahui bahwa indikator
tangungjawab pada kelas ekperimen mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol yakni 66,25 pada kelas eksperimen dan 65,79
pada kelas kontrol. Pada indikator disiplin kelas eksperimen mendapatka nilai
rerata sebesar 70,00 dan kelas kontrol 65,13. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sikap disiplin pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas

Skor
Kelas Tangungjawab Disiplin Jujur
Maks.
Kontrol 100 65,79 65,13 59,86
Eksperimen 100 66,25 70,00 82,50
kontrol. Pada indikator jujur kelas eksperimen memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol, yakni 82,50 pada kelas eksperimen dan 59,86
pada kelas kontrol. Hasil tersebut berarti kelas eksperimen mempunyai sikap jujur
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Berdasarkan hasil rerata
ketiga kelas tersebut dapat diketahui bahwa pada ketiga indikator yakni
tangungjawab, jujur dan disiplin kelas eksperimen mempunyai nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Setelah nilai ada setiap indikator didapatkan maka akan dianalisis untuk
mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada kelas kontrol
dan kelas eksperimen. Perbedaan rata-rata hasil belajar afektif siswa kelas kontrol
dengan kelas eksperimen dapat dilihat dari Tabel.4.12.

Tabel 4.12 Rerata hasil belajar siswa (Aspek hasil belajar afektif)
Kelas Jumlah Rerata±SD
Kontrol 38 62,71±21,19
Eksperimen 40 73,15±22,47

Berdasarkan Tabel 4.12. dapat diketahui bahwa rerata hasil belajar afektif
siswa kelas kontrol sebesar 62,71 (±21,19) dan rerata kelas eksperimen sebesar
73,15 (±22,47). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa rata-rata
48

hasil belajar afektif siswa kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan
kelas kontol. Namun, standar deviasi kelas eksperimen lebih besar pula
dibandingkan dengan kelas eksperimen.
Setelah didapatkan data hasil belajar afektif maka dilakukan uji statistik t-
test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar afektif pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji statistik t-test dapat dilihat pada Tabel
4.13.

Tabel 4.13 Hasil uji t-test terhadap hasil belajar siswa (aspek
hasil belajar afektif)

Uji t untuk perbedaan rata-rata


Afektif Rerata t db p.
Asumsi varian yang 73,15 2,107 76 0,038
sama
Asumsi varian yang 62,71 -0,851 75,99 0,038
berbeda

Berdasarkan hasil uji t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih kecil dari
0,05 yakni sebesar 0,038 untuk asumsi varian yang sama dan 0,038 untuk asumsi
varians yang berbeda (p=0,038 < 0,05) memiliki makna bahwa Ho ditolak dan
H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar afektif
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol atau hasil hasil belajar afektif antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda.

c. Hasil belajar psikomotorik


Hasil belajar psikomotorik siswa dinilai menggunakan lembar observasi
dengan indikator yang dinilai adalah kemampuan melakukan percobaan dan
kemampuan mengamati menggunakan mikroskop. Rerata hasil belajar
psikomotorik pada tiap indikator dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Rata-rata kemampuan berpikir hasil belajar psikomotorik kelas kontrol
dan kelas eksperimen setiap indikator
49

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.13 dapat diketahui pada indikator


kemampuan melakukan percobaan pengangkutan air di kelas ekperimen
mempunyai nilai rerata lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yakni
71,89 pada kelas eksperimen dan 64,25 pada kelas kontrol. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan melakukan percobaan pada kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Indikator kedua yakni

Kemampuan
Skor Kemampuan mengamati
Kelas melakukan percobaan
Maks. menggunakan mikroskop
pengangkutan air
Kontrol 100 64,25 58,50
Eksperimen 100 71,89 78,13
kemampuan mengamati menggunakan mikroskop juga didapatkan hasil pada
kelas eksperimen mempunyai rerata sebesar 78,13 yang bernilai lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol yang mempunyai rerata sebesar 58,50. Pada
hasil kedua indikator tersebut didapatkan bahwa kemampuan psikomotorik siswa
pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Setelah nilai ada setiap indikator didapatkan maka akan dianalisis untuk
mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Perbedaan rata-rata hasil belajar afektif siswa kelas
kontrol dengan kelas eksperimen dapat dilihat dari Tabel.4.15.

Tabel 4.15 Rerata hasil belajar siswa (aspek hasil belajar psikomotorik)
Kelas Jumlah Rerata±SD
Kontrol 38 61.38±20.67
Eksperimen 40 74.06±21.62
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa rerata hasil belajar
psikomotorik siswa kelas kontrol sebesar 61.38 (±20.67) dan rerata kelas
eksperimen sebesar 74.06 (±21.62). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa rata-rata hasil belajar psikomotorik siswa kelas eksperimen lebih
besar dibandingkan dengan kelas kontol. Namun, standar deviasi kelas
eksperimen lebih besar pula dibandingkan dengan kelas eksperimen. Kemudian
dilakukan uji statistik t-test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil
50

belajar psikomotorik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji statistik t-
test dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Hasil Uji t-test terhadap hasil belajar siswa (aspek
hasil belajar psikomotorik
Uji t untuk perbedaan rata-rata
Psikomotorik Rerata t db p.
Asumsi varian yang 74.06 2.644 76 0.010
sama
Asumsi varian yang 61.38 2.647 75.996 0.010
berbeda

Berdasarkan hasil uji statistik t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih
kecil dari 0,05 yakni sebesar 0,010 (p=0,010< 0,05) memiliki makna bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar psikomotorik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

4.1.5 Hasil Dokumentasi


Hasil dokumentasi terdiri dari daftar nilai ulangan pertumbuhan dan
perkembangan dan foto kegiatan saat pembelajaran berlangsung di kelas kontrol
maupun kelas eksperimen yang dapat dilihat pada Lampiran O halaman 238.

4.1.6 Hasil Observasi Keterlaksanaan Mengajar


Observasi keterlaksanaan mengajar dilakukan pada setiap proses kegiatan
belajar mengajar (KBM) yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara
pembelajaran yang dilakukan guru di kelas dengan rencana pelaksaan
pembelajaran yang telah disusun. Pedoman observasi disusun dalam bentuk tabel
yang disi berupa check list terhadap setiap fase sintaks yang terlaksana oleh guru.
Berdasarkan hasil observasi keterlaksaan pembelajaran menunjukkan bahwa
setiap fase dalam yang dilakukan oleh guru sesuai dengan rancangan
pembelajaran yang telah dibuat. Hal tersebut berarti guru telah melaksanakan
secara optimal setiap fase pada rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Hasil
tersebut dapat dilihat pada Lampiran Q halaman 250.

4.1.7 Hasil Wawancara


51

Berdasarkan hasil wawancara pertama dengan guru IPA di SMPN 9 Jember


sebelum dilakukan penelitian menyebutkan bahwa metode yang sering digunakan
di kelas adalah metode eksperimen dan berkelompok. Pada pembelajaran dengan
metode tersebut siswa dalam kelompok masih belum optimal dalam bekerjasama
yakni beberapa siswa masih sangat pasif dalam diskusi. Beberapa siswa yang
mempunyai kemampuan yang tinggi akan bertambah sedangkan yang memiliki
kemampuan rendah akan semakin rendah. Berdasarkan hasil wawancara juga
diperoleh data bahwa masih perlukan cara untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa yang tergolong rendah.
Wawancara kedua dilakukan setelah dilakukan penelitian, artinya setelah
dilakukan perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran
kolaboratif tipe analytic team dan pada kelas kontrol tetap menggunakan
pembelajaran yang sama seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. Hasil
wawancara kedua dengan guru IPA SMPN 9 Jember menyatakan bahwa
pembelajaran kolaboratif tipe analytic team membuat semua siswa di kelas
berpartisipasi aktif dalam kegiatan diskusi. Namun, beberapa siswa masih kurang
aktif dalam kegiatan diskusi. Menurut guru IPA SMPN 9 Jember kurangnya
partisipasi beberapa siswa dalam pembelajaran tersebut dikarenakan siswa
tersebut tidak terbiasa untuk melakukan kerja kelompok secara aktif. Siswa yang
terbiasa menitipkan kinerja kelompoknya kepada teman yang dominan dalam
kerja kelompok akan kebingungan untuk mengerjakan diskusi kelompok dengan
tangungjawab yang diberikan. Pembiasaan untuk tetap aktif dalam kegiatan
kelompok melalui penerapan pembelajaran kelompok akan membuat siswa akan
berusaha untuk aktif dalam pembelajaran. Hasil wawancara tersebut dapat dilihat
pada Lampiran L halaman 307.

4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran
kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study terhadap kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan hasil belajar siswa. Kemampuan berpikir tingkat tinggi diukur
dari dua aspek yakni kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kritis
52

sedangkan hasil belajar siswa diukur dari tiga aspek yakni hasil belajar kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan).
Berdasarkan hasil analisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada
aspek kemampuan berpikir kreatif menunjukkan hasil nilai probalitias sebesar
0,000 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir
kreatif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut dikarenakan
adanya pemecahan masalah bersama-sama dalam kelompok dan disertai dengan
tangungjawab antar anggota kelompok menyebabkan siswa mampu untuk
memunculkan ide baru dengan mengabungkannya dengan ide-ide yang
sebelumnya dilakukan. Hasil analisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
pada aspek kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan hasil nilai probabilitas
sebesar 0,98 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan
kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Seharusnya dengan adanya kerja sama teman sejawat dalam kelompok dan peran
guru yang lebih sedikit pada pembelajaran kolaboratif akan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa secara tidak langsung.
Berdasarkan analisis hasil belajar siswa dapat diketahui bahwa pada hasil
belajar kognitif siswa didapatkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,000 atau kurang
dari 0,05 mempunyai makna bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kolaboratif
tipe analytic team dengan lesson study terhadap hasil belajar kognitif siswa,
sedangkan pada hasil analisis uji statistik t-test nilai afektif siswa didapatkan
bahwa probabilitas 0,038 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar afektif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada hasil uji statistik t-
test terhadap nilai hasil belajar psikomotorik didapatkan probabilitas sebesar
0,010 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar afektif antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan ketiga hasil tersebut dapat
diketahui bahwa pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
dapat memberikan pengaruh pada meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa
dituntut untuk aktif dan paham dalam menjalankan tugas masing-masing anggota
kelompok, sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
53

Pelaksanaan pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson


study pada kelas eksperimen memiliki beberapa tahapan yang akan mampu
meningkatkan kemampuan berpikir dan prestasi belajar siswa (Barkley et al.,
2014: 17). Tahapan pertama dimulai dengan pemberian orientasi pada siswa yakni
berupa apersepsi, motivasi dan gambaran umum pembelajaran yang diberikan
kepada siswa. Pada tahapan pertama pada kelas eksperimen ini dilakukan sama
halnya seperti pendahuluan pada kelas kontrol. Tahapan kedua yakni making
group atau pembuatan kelompok. Pada kelas eksperimen pembentukan kelompok
direncanakan oleh guru sebelum dilakukan pembelajaran dan disesuaikan dengan
karakter dan sifat masing-masing siswa, sedangkan pada kelas kontrol pembagian
kelompok diatur saat pembelajaran berlangsung sesuai dengan tempat duduk
siswa. Setelah pembentukan kelompok dilakukan tahapan selanjutnya yakni give
taks yakni pemberian tugas. Pada kelas eksperimen setiap anggota memiliki tugas
dan peran masing-masing untuk menganalisis masalah yang berbeda-beda
didalam kelompok, sedangkan pada kelas kontrol hanya diberikan tugas untuk
kelompok tanpa peran masing-masing anggota kelompok.
Tahapan yang selanjutnya pada kelas eksperimen yakni collaboration
merupakan tahapan yang paling membedakan dengan kelas kontrol. Pada kelas
eksperimen dilakukan diskusi saling berkolaborasi yakni semua anggota
kelompok bekerjasama sesuai dengan peran dan tangungjawab masing-masing
anggota. Pada kelas kontrol diskusi hanya dilakukan oleh beberapa anggota
kelompok tanpa berkolaborasi dan bekerjasama dengan baik karena tugas hanya
diberikan untuk satu kelompok, sehingga hanya beberapa siswa yang aktif saja
yang dapat mengerjakan tugas kelompok. Pada tahap ini pembelajaran
pembelajaran kolaboratif dalam kelas eksperimen memberikan pembelajaran yang
penuh makna dengan seluruh siswa mampu menangkap dan mengetahui secara
menyeluruh pembelajaran yang diberikan oleh guru melalui proses diskusi dalam
pembelajaran kolaboratif tipe analytic team.
Tahap terakhir adalah tahap evaluasi. Pada kelas eksperimen dilakukan
evaluasi terhadap hasil diskusi dan kinerja anggota di dalam diskusi kelompok,
sedangkan kelas kontrol hanya dilakukan evaluasi pada hasil diskusi kelompok
54

saja. Pada kelas eksperimen dan kontrol evaluasi hasil kinerja kelompok sama-
sama dilakukan dengan teknik presentasi kelompok di depan kelas. Akan tetapi,
pada kelas kontrol hanya presentasi kelompok tanpa adanya kritikan dan
pertanyaan dari kelompok lain seperti halnya pada kelas eksperimen. Pada kelas
eksperimen tahapan evaluasi juga dilakukan dengan evaluasi kinerja tiap individu
dalam melakukan diskusi dengan pengisian angket yang hasilnya dianalisis oleh
guru untuk kelancaran diskusi pada pembelajaran selanjutnya. Evaluasi kelas
eksperimen juga dilakukan pemberian pengertian kepada siswa mengenai hal dan
sikap apa saja selama pembelajaran harus diperbaiki oleh siswa pada
pembelajaran selanjutnya. Pada tahap terakhir yakni penutup, kelas eksperimen
dan kontrol sama-sama diberikan kesimpulan oleh guru dan penutup
pembelajaran. Adanya tahapan-tahapan yang membedakan pada pembelajaran
kolaboratif tersebut yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan hasil
belajar siswa.

4.2.1 Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson


study terhadap berpikir tingkat tinggi siswa
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada penelitian dibedakan
menjadi dua aspek yakni kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir
kreatif. Kemampuan berpikir kritis dinilai berdasarkan hasil nilai lembar kerja
siswa, sedangkan kemampuan berpikir kreatif dinilai berdasarkan hasil observasi
saat pembelajaran berlangsung. Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic
team dengan lesson study terhadap berpikir tingkat tinggi siswa data dijelaskan
sebagai berikut.
a. Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
terhadap kemampuan berpikir kritis
Aspek berpikir kritis dinilai dari lembar kerja siswa pada pertemuan
pertama dan pertemuan kedua. Indikator yang dinilai adalah mengajukan
pertanyaan, mengkritik pernyataan, merancang percobaan, menganalisis hasil
dan membuat kesimpulan. Hasil skor yang didapatkan siswa digabungkaan dalam
satu kelompok diperoleh nilai tiap kelompok pada kelas kontrol dan kelas
55

eksperimen. Penggabungan tersebut adalah penambahan skor dari adanya jawaban


dari anggota dalam kelompok yang dapat menjawab tiap indikator lembar kerja
siswa dengan benar didapatkan nilai utuh dari penggabungan skor tersebut dalam
satu kelompok.
Berdasarkan hasil data tiap-tiap indikator pada Tabel 4.5 dapat diketahui
bahwa pada indikator kemampuan mengajukan pertanyaan kelas eksperimen
mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan
selisih yang terpaut jauh. Demikian pula dengan indikator mengkritik pernyataan
dan merancang percobaan pada kelas eksperimen mempunyai nilai yang lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol. Pada indikator merancang percobaan kelas
eksperimen dapat memperoleh nilai rata-rata yang maksimal atau masing-masing
siswa pada kelas eksperimen mampu menuliskan rancangan percobaan dengan
benar, sedangkan pada kelas kontrol masih memperoleh nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal tersebut dikarenakan adanya
pembelajaran kolaboratif tipe analytic team menuntut masing-masing anggota
untuk mampu menganalisis sesuai dengan tangungjawab tiap anggota, sehingga
siswa akan lebih mampu untuk mengali potensi diri dalam berbagai kemampuan
berpikir (Barkley et al., 2014:9-25). Oleh karena itu, pembelajaran kolaboratif tipe
analytic team akan mampu untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk
mengajukan pertanyaan, mengkritik pernyataan dan merancang percobaan dengan
mudah.
Pada indikator menganalisis hasil di kelas eksperimen hanya sebagian kecil
kelompok saja yang menjawab, sedangkan pada kelas kontrol sebagian besar
bagian tersebut terjawab dengan benar. Pada indikator membuat kesimpulan
semua siswa di kelas eksperimen tidak menjawab sedangkan pada kelas kontrol
beberapa siswa yang menjawab bagian tersebut. Jika dibandingkan dengan ketiga
indikator sebelumnya indikator menganalisis hasil dan membuat kesimpulan ini
kelas eksperimen mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan kelas kontrol.
Hal tersebut dikarenakan diskusi yang dilakukan pada kelas eksperimen
kekurangan waktu karena setiap anggota berusaha untuk menjalankan bagian
sesuai peran masing-masing dengan baik dan penyesuaian setiap siswa untuk
56

berdiskusi menggunakan LKS yang berbeda-beda, sehingga waktu berdiskusi


kurang dan LKS siswa pada bagian akhir yakni menganalisis hasil dan membuat
kesimpulan tidak terjawab seluruhnya. Penyesuaian siswa untuk berdiskusi
dengan LKS yang berbeda-beda membutuhkan banyak waktu, sehingga LKS
tidak terjawab secara penuh. Alasan tersebut diperkuat dengan hasil see lesson
study didapatkan bahwa terdapat beberapa siswa yang pada kelas eksperimen
yang belum memahami bagaimana menjawab soal-soal yang ada dalam LKS
dengan peran pada masing-masing anggota dan meminta pertolongan teman lain
dalam kelompok untuk membantu mengerjakan tugasnya. Hal tersebut membuat
jalannya diskusi berlangsung lambat dan lembar kerja siswa belum terisi secara
penuh serta mempengaruhi hasil yang didapatkan. Oleh karena itu, apabila
dilakukan dengan waktu diskusi yang cukup dan siswa sudah terbiasa untuk
berdiskusi dengan LKS yang berbeda-beda pada kelas eksperimen akan
memperoleh nilai kemampuan menganalisis hasil dan membuat kesimpulan yang
lebih tinggi.
Berdasarkan hasil tiap-tiap indikator tersebut diperoleh rerata kelas yang
menghasilkan kriteria pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil kriteria
tersebut menunjukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama
tergolong kurang kreatif, sedangkan pada analisis dengan uji statistik t-test
didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan antara kemampuan berpikir kritis
antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang tidak signifikan. Seharusnya
pembelajaran kolaboratif tipe analytic team pada kelas eksperimen mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal tersebut dikarenakan,
pembelajaran kolaboratif mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan
interaksi sosial siswa (Barkley et al., 2014:9-25). Pada pembelajaran kolaboratif
guru tidak berperan sebagai pengatur jalannya kinerja kelompok tetapi berperan
sebagai anggota kelompok dan sebagai pemantau proses belajar. Peran guru dalam
pembelajaran kolaboratif tersebut akan membuat siswa akan lebih mudah
mencapai pembelajaran dalam ZPD (Zone Proximal Development) (Barkley et al.,
2014:9-25). ZPD (Zone Proximal Development) merupakan jarak antara
kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan kemampuan pemecahan
57

masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman
sejawat yang lebih mampu (Rezaee dan Azizi, 2012:52). Adanya kerja sama
teman sejawat dalam kelompok dan peran guru yang dapat membuat siswa belajar
dalam ZPD, maka pembelajaran kolaboratif akan mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, pembelajaran kolaboratif tipe
analytic team dengan lesson study seharusnya secara tidak langsung mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan konsep diatas dikarenakan adanya
faktor yang mempengaruhi, yakni hasil lembar kerja siswa (LKS) pada kelas
eksperimen tidak terisi secara penuh dan menyebabkan nilai hasil kemampuan
berpikir kritis juga cenderung rendah. Beberapa siswa cenderung tidak memahami
apa yang harus dilakukan dengan lembar kerja tiap siswa yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil observasi tim inti lesson study pada saat pembelajaran yakni
siswa yang biasanya tidak pernah aktif dalam diskusi kelompok menjadi berusaha
untuk lebih aktif, akan tetapi masih sebagian siswa tersebut masih kebingungan
untuk melakukan diskusi dan meminta pertolongan teman lain dalam kelompok
untuk membantu mengerjakan tugasnya. Oleh karena itu, jalannya diskusi
didalam kelompok berlangsung lambat dan lembar kerja siswa belum terisi secara
penuh serta mempengaruhi hasil yang didapatkan.
Apabila siswa sudah mampu menyesuaikan diri untuk berdikusi dengan
LKS yang berbeda-beda, maka akan mencapai hasil yang optimal. Hal tersebut
dibuktikan dengan sebagian siswa pada kelompok yang lain mampu menjalankan
diskusi dengan kerjasama yang baik dan memahami peran masing-masing
anggotanya dapat memperoleh hasil nilai LKS pada kedua pertemuan maksimal
yakni kelompok 3 dan kelompok 6 (data pada Lampiran F.3). Adanya peningkatan
nilai LKS pada pertemuan kedua setelah siswa terbiasa mengisi LKS saat
pertemuan pertama juga merupakan bukti bahwa pada pertemuan pertama siswa
belum terbiasa untuk menjawab LKS yang diberikan, sehingga pada akhirnya
dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan. Hal tersebut diperkuat oleh beberapa
hasil penelitian pendidikan yang menyatakan bahwa pembiasaan merupakan
faktor yang penting untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pada penelitian
58

Armiyanti (2006) menunjukkan bahwa kurang terbiasanya siswa untuk melakukan


pembelajaran dengan metode berdiskusi menyebabkan hasil belajar dan aktivitas
siswa kurang optimal. Sedangkan, pada penelitian Paluru (2014:327-333)
didapatkan penyesuaian siswa dengan pembelajaran yang diberikan oleh guru
serta topik materi bacaan yang digunakan dalam pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Oleh karena itu, untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran kolaboratif ini akan sangat
efektif dan berpengaruh apabila siswa dibiasakan terlebih dahulu untuk selalu
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran kelompok.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPA SMPN 9 Jember setelah
penelitian berlangsung yang mengatakan bahwa dengan adanya penerapan
pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dalam kelas eksperimen ini membuat
seluruh siswa berpartisipasi aktif dalam jalannya pembelajaran. Akan tetapi,
penggunaan pembelajaran ini harus dilakukan secara berkelanjutan untuk
mendapatkan hasil yang lebih besar. Adanya lesson study membantu guru untuk
memonitoring kegiatan siswa selama proses pembelajaran selanjutnya akan lebih
mencapai hasil yang maksimal. Pembelajaran kolaboratif tipe analytic team
dengan lesson study seharusnya dilakukan secara berkelanjutan di sekolah untuk
lebih meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

b. Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study


terhadap kemampuan berpikir kreatif
Aspek berpikir kreatif siswa dinilai dari hasil observasi pada saat
pembelajaran berlangsung. Indikator yang dinilai adalah mendesain dan
menghasilkan serta menemukan sesuatu yang baru. Pada hasil rerata kedua
indikator mendesain sesuatu yang baru dan menghasilkan sesuatu yang baru kelas
eksperimen mempunyai rerata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
kontrol. Hasil rerata dari kedua indikator tersebut didapatkan bahwa kelas
eksperimenmempunyai rata-rata 76,25 yang tergolong mempunyai kemampuan
kreatif dan kelas kontrol mempunyai rata-rata sebesar 56,71 yang tergolong
kriteria kurang kreatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran kolaboratif
59

tipe analytic team mampu meningkatkan kemampuan mendesain dan


menghasilkan sesuatu yang baru. Pembelajaran koboratif menuntut sisa untuk
mampu memecahkan masalah secara mandiri didalam kelompok, sehingga akan
memacu siswa untuk memunculkan ide-ide baru (Barkley et al., 2014:9-25). Oleh
karena itu, pembelajaran kolaboratif akan mampu meningkatkan kemampuan
siswa untuk merancang dan mendesain ide serta menghasilkan sesuatu yang baru.
Berdasarkan hasil analisis statistik t-test terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa didapatkan hasil probablitias (p) sebesar 0,000 atau kurang dari 0,05
yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan antara
kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan hasil rerata dan hasil statistik t-test kemampuan berpikir kreatif
menunjukkan bahwa kelas eksperimen memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Menurut Barkley et al., (2014:9-25) pembelajaran kolaboratif tipe analytic
team merupakan pembelajaran yang menekankan pada tangungjawab masing-
masing anggota kelompok, tiap anggota kelompok akan berusaha untuk
mengkoneksikan pengetahuan ada dan pada akhirnya akan meningkatkan
kemampuan berpikir mereka. Pembelajaran kolaboratif akan membuat siswa
berusaha untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dan akan membuat siswa
mampu untuk membangun pengetahuan sendiri melalui interaksi dengan teman
dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang ada dalam kelompok. Menurut
Siswono (dalam Utomo, 2013: 45), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
pemecahan masalah dengan kemampuan berpikir kreatif karena memecahkan
masalah memerlukan proses mendatangkan (memunculkan) ide baru dengan
mengabungkan ide baru dengan ide-ide sebelumnya dilakukan.
Adanya lesson study dalam pembelajaran membuat guru mampu
merencakan dengan baik pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya, sehingga
jalannya pembelajaran akan berjalan terorganisir dengan baik. Pembelajaran yang
dilakukan dengan perencaan lesson study akan membuat pembagian siswa dalam
kelompok akan terrencana dan jalannya kinerja kelompok akan sesuai dengan
yang diharapkan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil refleksi lesson study pada
60

pertemuan pertama dan pertemuan kedua didapatkan bahwa semua anggota


didalam kelompok aktif dalam berdiskusi dikarekan ketepatan guru dan tim inti
meyesuaikan karakteristik anak dalam kelompok.
Pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, hal tersebut dikarenakan adanya
pemecahan masalah bersama-sama dalam kelompok dan disertai dengan
tangungjawab antar anggota kelompok menyebabkan siswa mampu untuk
memunculkan ide baru dengan mengabungkan ide baru dengan ide-ide
sebelumnya dilakukan.

4.2.2 Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson


study terhadap hasil belajar siswa
Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
terhadap hasil belajar dibedakan menjadi tiga ranah, yakni hasil belajar kognitif,
afektif dan psikomotorik.
a. Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
terhadap hasil belajar kognitif
Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
terhadap hasil belajar kognitif diukur dari hasil pre-test dan post-test yang
dilakukan di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pre-test dilakukan sebelum
pembelajaran dimulai dan post-test dilaksanakan setelah pembelajaran
dilaksanakan di kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Setalah didapatkan hasil
pre-test dan post-test dapat diketahui bahwa selisih antara kelas post-test dengan
pre-test pada kelas kontrol sebesar 9,02 dan pada kelas eksperimen sebesar 19,48.
Analisis uji Anakova didapatkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,000 atau kurang dari
0,05 mempunyai makna bawa terdapat pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe
analytic team dengan lesson study terhadap hasil belajar kognitif siswa.
Tahap-tahap pembelajaran kolaboratif tipe analytic team menuntut siswa
lebih aktif dalam mencari, menemukan dan memahami materi yang diajarkan
dengan berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Adanya tanggungjawab pada
masing-masing anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif tipe analytic
61

team membuat setiap anak akan berusaha untuk mempelajari dan mencari sendiri
tugas mereka didalam kelompok. Diskusi efektif dalam kelompok membuat
pembelajaran yang dilakukan di kelas akan menyebabkan adanya peningkatan
pengetahuan siswa dan pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa
(Barkley et al., 2014:9-27).
Adanya lesson study membantu guru untuk memonitoring langsung
kegiatan siswa pada saat pembelajaran hasil belajar yang didapat akan lebih baik
dari sebelumnya. Hasil refleksi dari lesson study membuat guru lebih memahami
yang sebenarnya dilakukan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil refleksi lesson study pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
pada pertemuan pertama maupun pertemuan kedua didapatkan hasil bahwa siswa
di dalam kelas sangat aktif untuk mencari jawaban lembar kerja yang diberikan
oleh guru dengan cara bertanya dengan mencari jawaban pada buku maupun
denga bertanya dengan teman sekelompok. Siswa benar-benar belajar untuk
memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru. Hal tersebut diperkuat dengan
hasil wawancara dengan guru IPA SMPN 9 Jember setelah dilakukan penelitian
yang menyatakan bahwa pembelajaran kolaboratif dengan lesson study membuat
seluruh siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan membuat kesadaran belajar
siswa meningkat dengan adanya tangungjawab yang diberikan oleh guru dalam
pembelajaran tersebut. Hasil wawancara dengan siswa juga menghasilkan
pernyataan yang sama yakni kebanyakan siswa menjawab mereka lebih
memahami pembelajaran yang diberikan karena adanya tuntutan tangungjawab
yang diberikan oleh guru dan berusaha untuk belajar memahami pembelajaran
yang diberikan sesuai dengan tugas dan tangungjawab masing-masing siswa. Oleh
karena itu, pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
memberikan pengaruh pada meningkatkan hasil belajar kognitif siswa karena
siswa dituntut untuk paham dalam menjalankan tugas masing-masing anggota
kelompok meningkatkan pengetahuan mereka.

b. Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study


terhadap hasil belajar afektif
62

Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study


terhadap hasil belajar afektif diukur berdasarkan hasil observasi pada saat
pembelajaran berlangsung dengan indikator yang dinilai adalah tangungjawab,
disiplin dan jujur. Pada indikator pertama yakni tangungjawab diperoleh hasil
bahwa kelas eksperimen mempunyai rerata yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen mampu bertangungjawab atas
percobaan yang telah dilakukan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan pada
pembelajaran kolaboratif menekankan pentingnya interaksi yang mendukung dan
akuntabilitas individual, sehingga setiap anggota kelompok harus
bertangungjawab terhadap pembelajaran didalam tim (Barkley et al., 2014: 14).
Oleh karena itu, pembelajaran kolaboratif akan mampu meningkatkan
tangungjawab masing-masing siswa didalam pembelajaran.
Indikator kedua dan ketiga yakni disiplin dan jujur kelas eksperimen juga
mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil
tersebut berarti kelas eksperimen mempunyai sikap disiplin dan jujur yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pembelajaran kolaboratif dapat
memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun partisipasi aktif dan
masing-masing anggota kelompok harus mendeskripsikan tindakan anggota yang
membantu dan tidak membantu serta membuat keputusan apa yang harus
diteruskan dan apa yang harus diubah. Penggunaan pembelajaran kolaboratif
dalam diskusi akan menjadikan setiap anggota didalam kelompok akan melakukan
tindakan yang saling mendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan (Faisal et al.,2013: 88). Pembelajaran kolaboratif akan mampu
meningkatkan sikap jujur dan disiplin setiap anggota kelompok untuk untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan bersama-sama.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata kelas eksperimen
bebesar 73,15 dan kelas kontrol sebesar 62,71. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
hasil belajar afektif pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas
kontrol. Hasil tersebut kemudian dianalisis dengan uji statistik t-test didapatkan
hasil bahwa probabilitas 0,038 atau lebih dari 0,05 yang berarti terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar afektif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
63

Pada kelas kontrol kebanyakan siswa tidak menggunakan bahan dan alat
praktikum yang disediakan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil
gambar preparat pada lembar kerja siswa kebanyakan tidak menggambar
berdasarkan gambar yang ada pada preparat tetapi lebih banyak menggambar dari
gambar yang ada di buku mereka.
Tahapan pembelajaran kolaboratif yang diterapkan terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar afektif siswa. Hal ini dikarenakan seluruh tahapan
pembelajaran kolaboratif menekankan keterlibatan aktif siswa dari awal sampai
akhir pembelajaran (Faisal et al.,2013: 88). Pembagian anggota di dalam
kelompok yang direncanakan oleh guru dalam pembelajaran kolaboratif yang
disusun berdasarkan karakter masing-masing siswa membuat diskusi berjalan
dengan baik dan semua anggota dapat berpartispasi aktif. Adanya tangungjawab
untuk menganalisis sesuai dengan peran masing-masing anggota kelompok dalam
pembelajaran kolaboratif membuat setaip anggota lebih aktif dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Adanya lesson study yang diterapkan pada kelas eksperimen
membuat guru terbantu untuk melihat interaksi antar siswa dalam kelompok
dengan lebih mendetail yang tidak bisa hanya dilihat oleh guru sendiri didalam
pembelajaran, sehingga penerapan pembelajaran selanjutnya akan lebih baik. Oleh
karena itu, penerapan pembalajarn ini akan dapat mengaktifkan siswa dan secara
langsung akan meningkatkan hasil belajar afektif siswa.

c. Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study


terhadap hasil belajar psikomotorik
Pengaruh pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
terhadap hasil belajar psikomotorik diukur berdasarkan hasil observasi pada saat
pembelajaran berlangsung. Indikator yang dinilai pada pengukuran hasil belajar
psikomotorik adalah kemampuan melakukan percobaan dan kemampuan
mengamati menggunakan mikroskop. Pada indikator kemampuan melakukan
percobaan pengakutan air kelas eksperimen lebih mampu untuk melakukan
percobaan pengangkutan air sesuai dengan tahapan dibandingkan dengan kelas
kontrol. Pada kelas eksperimen juga lebih mampu untuk mengamati menggunakan
64

mikroskop bila dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada pertemuan pertama dan
kedua yang menggunakan ercobaan dan pengamatan, data yang dihasilkan dari
percobaan dan pengamatan dibutuhkan oleh seluruh anggota kelompok didalam
kelas eksperimen. Hal tersebut membuat siswa didalam kelas eksperimen akan
berusaha untuk saling membantu memperoleh data yang diharapkan dan membuat
seluruh siswa mampu melakukan percobaan pengangkutan air serta pengamatan
menggunakan mikroskop dengan baik. Berbeda dengan kelas kontrol yang hanya
beberapa siswa saja didalam kelompok yang aktif, sehingga hanya beberapa siswa
saja yang mampu melakukan percobaan pengangkutan air dan pengamatan
menggunakan mikroskop.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata kelas eksperimen
bebesar 74,06 dan kelas kontrol sebesar 61,38. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan
dengan kelas kontrol. Hasil uji statistik t-test terdapat nilai hasil belajar
psikomotorik didapatkan probabilitas sebesar 0,010 atau lebih dari 0,05 yang
berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar psikomotorik antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran kolaboratif merupakan perpaduan
dua atau lebih siswa untuk bekerja bersama-sama dan berbagi beban kerja untuk
mewujudkan hasil yang diharapkan. Adanya pembagian kerja dalam kelompok
membuat semua anggota kelompok harus mampu menyelesaikan masalah yang
diberikan oleh guru, sehingga masing-masing siswa akan lebih menggali potensi
diri untuk saling berkerja sama menyelesaikan masalah (Barkley et al., 2014: 6).
Hasil tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan guru bidang studi setelah
dilakukan pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study bahwa
pembelajaran tersebut membuat seluruh siswa didalam kelas berusaha mencari
dan menemukan serta aktif melakukan percobaan secara bersama-sama untuk
menyelesaikan masalah yang diberika oleh guru sesuai dengan peran masing-
masing anggota. Oleh karena itu, pembelajaran kolaboratif tipe analytic team akan
mampu meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa.

Anda mungkin juga menyukai