Hasil Dan Pembahasan
Hasil Dan Pembahasan
1) Perencanaan (Plan)
37
dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang dialokasikan. Sebelum pembelajaran
dimulai siswa juga ditempatkan pada posisi duduk yang dekat dengan kelompok
masing-masing tidak menambah waktu untuk bergeser dengan teman kelompok
ketika kegiatan diskusi dimulai. Keempat, pada presentasi kelompok hanya
beberapa anggota kelompok saja yang maju kedepan dan yang lain tetap ditempat
untuk membantu menjawab pertanyaan.
b) Penyusunan Media yang digunakan oleh siswa.
Media yang digunakan oleh siswa pada pertemuan pertama adalah alat dan
bahan yang digunakan pada percobaan pengangkutan air pada tumbuhan, papan
tulis dan LKS (lembar kerja siswa).
c) Menyusun alat evaluasi kognitif siswa
Alat evaluasi kognitif yang digunakan pada kelas eksperimen adalah pre-
test dan post-test. Alat evaluasi ini sudah disusun dan dirancang oleh peneliti serta
divalidasi oleh dua guru IPA SMPN 9 Jember. Pada plan penyusunan alat evaluasi
ini sudah didapatkan hasil yang sesuai.
d) Menentukan pedoman observasi siswa
Pedoman observasi siswa yang digunakan bertujuan untuk mengamati hasil
belajar psikomotorik dan afektif serta kemampuan berpikir kreatif yang diperoleh
dari pada saat proses pembelajaran.
2) Pelaksanaan (Do)
Hasil plan pada pertemuan pertama pembelajaran dilaksanakan pada kelas
VIII F tanggal 9 November 2015 pada pukul 10.40- 12.00 WIB. Pada pelaksanaan
guru model melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang sudah disusun
bersama dalam plan dan observer mengamati kegiatan siswa pada saat
pembelajaran. Sebelum memulai pembelajaran guru model memberikan
pengarahan mengenai pembelajaran yang akan dilakukan.
3) Refleksi (See)
Tahap see dilaksanakan pada tanggal 9 November 2015 pada pukul 12.30-
13.00 WIB di ruang OSIS SMPN 9 Jember. Guru model dan tim inti lesson study
melakukan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan
menyebutkan kegiatan siswa pada saat pembelajaran. Berdasarkan hasil diskusi
tim inti lesson study didapatkan hasil bahwa perlu diadakan pengarahan lebih
lanjut dan lebih matang kepada ketua dan anggota kelompok mengenai
pembelajaran yang akan dilakukan. Hal tersebut dikarenakan pada pembelajaran
39
yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa diskusi kelompok berjalan lambat
dan memerlukan banyak waktu karena anggota dan ketua kelompok belum
memahami hal yang harus dilakukan pada saat diskusi dan proses diskusi belum
berjalan optimal. Kekurangan tersebut diperbaiki pada pertemuan kedua.
b. Pertemuan kedua
Pada lesson study pertemuan kedua dilakukan oleh tim inti lesson study dan
beberapa guru IPA dari sekolah lain. Hasil dari tahapan lesson study pada
pertemuan kedua adalah sebagai berikut.
1) Perencanaan (Plan)
Pelaksanaan (plan) pada pertemuan pertama ini dilaksanakan pada tanggal 9
November 2015 oleh tim inti lesson study di ruang OSIS SMPN 9 Jember pada
pukul 13.30-14.00 WIB. Berdasarkan pelaksanaan (plan) lesson study ini
didapatkan hasil sebagai berikut.
a) Penyusunan Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran disusun berdasarkan silabus SMPN 9 Jember. Pada
pertemuan kedua dilakukan pengamatan struktur dan jaringan organ tumbuhan
(akar, batang dan daun). Pada RPP pembelajaran pertemuan kedua juga akan
dilakukan dengan model kolaboratif tipe analytic team dan metode diskusi dan
presentasi. Hal tersebut dikarenakan pada penggunaan model dan metode tersebut
membuat siswa lebih aktif dan lebih tepat jika digunakan kembali pada pertemuan
kedua. Berdasarkan hasil plan disepakati berdasarkan masukan dari tim inti
bahwa untuk penggunaan mikroskop dilakukan secara bergiliran dengan arahan
dari observer masing-masing kelompok. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mengoptimalkan kinerja kelompok dan semua anggota mampu mencoba
mengamati menggunakan mikroskop. Pada plan untuk pertemuan kedua ini juga
disepakati bersama melihat hasil dari pertemua pertama yang memerlukan waktu
tambahan, maka untuk perwakilan presentasi langsung dari anggota beberapa
kelompok pada satu sesi presentasi tidak memakan waktu dan juga diberikan
pengarahan kepada ketua dan anggota kelompok sebelum pembelajaran dimulai.
b) Penyusunan Media yang akan digunakan oleh siswa.
Media yang digunakan oleh siswa pada pertemuan pertama adalah alat dan
bahan yang digunakan untuk mengamati preparat tumbuhan (mikrsokop cahaya,
preparat tumbuhan dan senter), papan tulis dan LKS (Lembar Kerja Siswa).
c) Menentukan pedoman observasi siswa
40
Menghasilkan
Skor Mendesain
Kelas sesuatu yang Rerata Kriteria
Maks. percobaan
baru
Kontrol 100 64,50 49,25 56,91 Kurang kreatif
Eksperimen 100 75,75 77,00 76,25 Kreatif
Tabel 4.5 Hasil Uji t-test terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi
aspek kemampuan berpikir kreatif
Berdasarkan hasil uji statistik t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih
kecil dari 0,05 yakni sebesar 0,000 (p=0,000< 0,05) memiliki makna bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil nilai
berpikir kreatif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan hasil rerata setiap indikator berpikir kritis pada Tabel 4.6
didapatkan hasil bahwa pada indikator pertama sampai ketiga yakni mengajukan
pertanyaan, mengkritik pernyatan dan merancang percobaan kelas eksperimen
mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada
indikator keempat dan kelima yakni menganalisis hasil dan membuat kesimpulan
diperoleh hasil pada kelas kontrol mempunyai hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelas
eksperimen mempunyai nilai lebih tinggi pada beberapa indikator dan kelas
kontrol mempunyai nilai yang lebih tinggi pula pada indikator yang lain.
Setelah nilai didapatkan maka akan dianalisis untuk mengetahui apakah ada
perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol
dengan kelas eksperimen dapat dilihat dari Tabel.4.7.
Jumlah
Kelas Rerata±SD Kriteria
Siswa
Kelas Kontrol 38 48,09± 12,66 Kurang kritis
Kelas Eksperimen 40 48,14±16,15 Kurang kritis
kelas kontrol dengan menggunakan SPSS. Hasil uji statistik t-test dapat dilihat
dari Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil uji t-test terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi
(aspek kemampuan berpikir kritis)
Berdasarkan hasil uji t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih besar dari
0,05 yakni sebesar 0,988 untuk asumsi varian yang sama dan 0,398 untuk asumsi
varians yang berbeda (p=0,988 dan 0,988 > 0,05) memiliki makna bahwa Ho
diterima dan H1 ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang tidak signifikan
hasil kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas atau hasil
kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sama
kontrol.
Tabel 4.9 Rerata hasil belajar siswa (aspek hasil belajar kognitif)
45
Tabel 4.10 Hasil uji analisis kovarian terhadap nilai pre-test dan post-test
46
Tabel 4.11 Rata-rata kemampuan berpikir hasil belajar afektif kelas kontrol
dan kelas eksperimen setiap indikator
47
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.11 maka dapat diketahui bahwa indikator
tangungjawab pada kelas ekperimen mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol yakni 66,25 pada kelas eksperimen dan 65,79
pada kelas kontrol. Pada indikator disiplin kelas eksperimen mendapatka nilai
rerata sebesar 70,00 dan kelas kontrol 65,13. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sikap disiplin pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
Skor
Kelas Tangungjawab Disiplin Jujur
Maks.
Kontrol 100 65,79 65,13 59,86
Eksperimen 100 66,25 70,00 82,50
kontrol. Pada indikator jujur kelas eksperimen memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol, yakni 82,50 pada kelas eksperimen dan 59,86
pada kelas kontrol. Hasil tersebut berarti kelas eksperimen mempunyai sikap jujur
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Berdasarkan hasil rerata
ketiga kelas tersebut dapat diketahui bahwa pada ketiga indikator yakni
tangungjawab, jujur dan disiplin kelas eksperimen mempunyai nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Setelah nilai ada setiap indikator didapatkan maka akan dianalisis untuk
mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada kelas kontrol
dan kelas eksperimen. Perbedaan rata-rata hasil belajar afektif siswa kelas kontrol
dengan kelas eksperimen dapat dilihat dari Tabel.4.12.
Tabel 4.12 Rerata hasil belajar siswa (Aspek hasil belajar afektif)
Kelas Jumlah Rerata±SD
Kontrol 38 62,71±21,19
Eksperimen 40 73,15±22,47
Berdasarkan Tabel 4.12. dapat diketahui bahwa rerata hasil belajar afektif
siswa kelas kontrol sebesar 62,71 (±21,19) dan rerata kelas eksperimen sebesar
73,15 (±22,47). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa rata-rata
48
hasil belajar afektif siswa kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan
kelas kontol. Namun, standar deviasi kelas eksperimen lebih besar pula
dibandingkan dengan kelas eksperimen.
Setelah didapatkan data hasil belajar afektif maka dilakukan uji statistik t-
test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar afektif pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji statistik t-test dapat dilihat pada Tabel
4.13.
Tabel 4.13 Hasil uji t-test terhadap hasil belajar siswa (aspek
hasil belajar afektif)
Berdasarkan hasil uji t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih kecil dari
0,05 yakni sebesar 0,038 untuk asumsi varian yang sama dan 0,038 untuk asumsi
varians yang berbeda (p=0,038 < 0,05) memiliki makna bahwa Ho ditolak dan
H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar afektif
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol atau hasil hasil belajar afektif antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda.
Tabel 4.14 Rata-rata kemampuan berpikir hasil belajar psikomotorik kelas kontrol
dan kelas eksperimen setiap indikator
49
Kemampuan
Skor Kemampuan mengamati
Kelas melakukan percobaan
Maks. menggunakan mikroskop
pengangkutan air
Kontrol 100 64,25 58,50
Eksperimen 100 71,89 78,13
kemampuan mengamati menggunakan mikroskop juga didapatkan hasil pada
kelas eksperimen mempunyai rerata sebesar 78,13 yang bernilai lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol yang mempunyai rerata sebesar 58,50. Pada
hasil kedua indikator tersebut didapatkan bahwa kemampuan psikomotorik siswa
pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Setelah nilai ada setiap indikator didapatkan maka akan dianalisis untuk
mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Perbedaan rata-rata hasil belajar afektif siswa kelas
kontrol dengan kelas eksperimen dapat dilihat dari Tabel.4.15.
Tabel 4.15 Rerata hasil belajar siswa (aspek hasil belajar psikomotorik)
Kelas Jumlah Rerata±SD
Kontrol 38 61.38±20.67
Eksperimen 40 74.06±21.62
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa rerata hasil belajar
psikomotorik siswa kelas kontrol sebesar 61.38 (±20.67) dan rerata kelas
eksperimen sebesar 74.06 (±21.62). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa rata-rata hasil belajar psikomotorik siswa kelas eksperimen lebih
besar dibandingkan dengan kelas kontol. Namun, standar deviasi kelas
eksperimen lebih besar pula dibandingkan dengan kelas eksperimen. Kemudian
dilakukan uji statistik t-test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil
50
belajar psikomotorik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil uji statistik t-
test dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Hasil Uji t-test terhadap hasil belajar siswa (aspek
hasil belajar psikomotorik
Uji t untuk perbedaan rata-rata
Psikomotorik Rerata t db p.
Asumsi varian yang 74.06 2.644 76 0.010
sama
Asumsi varian yang 61.38 2.647 75.996 0.010
berbeda
Berdasarkan hasil uji statistik t-test didapatkan hasil nilai signifikasi lebih
kecil dari 0,05 yakni sebesar 0,010 (p=0,010< 0,05) memiliki makna bahwa Ho
ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar psikomotorik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran
kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study terhadap kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan hasil belajar siswa. Kemampuan berpikir tingkat tinggi diukur
dari dua aspek yakni kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kritis
52
sedangkan hasil belajar siswa diukur dari tiga aspek yakni hasil belajar kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan).
Berdasarkan hasil analisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada
aspek kemampuan berpikir kreatif menunjukkan hasil nilai probalitias sebesar
0,000 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir
kreatif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut dikarenakan
adanya pemecahan masalah bersama-sama dalam kelompok dan disertai dengan
tangungjawab antar anggota kelompok menyebabkan siswa mampu untuk
memunculkan ide baru dengan mengabungkannya dengan ide-ide yang
sebelumnya dilakukan. Hasil analisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
pada aspek kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan hasil nilai probabilitas
sebesar 0,98 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan
kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Seharusnya dengan adanya kerja sama teman sejawat dalam kelompok dan peran
guru yang lebih sedikit pada pembelajaran kolaboratif akan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa secara tidak langsung.
Berdasarkan analisis hasil belajar siswa dapat diketahui bahwa pada hasil
belajar kognitif siswa didapatkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,000 atau kurang
dari 0,05 mempunyai makna bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kolaboratif
tipe analytic team dengan lesson study terhadap hasil belajar kognitif siswa,
sedangkan pada hasil analisis uji statistik t-test nilai afektif siswa didapatkan
bahwa probabilitas 0,038 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar afektif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada hasil uji statistik t-
test terhadap nilai hasil belajar psikomotorik didapatkan probabilitas sebesar
0,010 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar afektif antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan ketiga hasil tersebut dapat
diketahui bahwa pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
dapat memberikan pengaruh pada meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa
dituntut untuk aktif dan paham dalam menjalankan tugas masing-masing anggota
kelompok, sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
53
saja. Pada kelas eksperimen dan kontrol evaluasi hasil kinerja kelompok sama-
sama dilakukan dengan teknik presentasi kelompok di depan kelas. Akan tetapi,
pada kelas kontrol hanya presentasi kelompok tanpa adanya kritikan dan
pertanyaan dari kelompok lain seperti halnya pada kelas eksperimen. Pada kelas
eksperimen tahapan evaluasi juga dilakukan dengan evaluasi kinerja tiap individu
dalam melakukan diskusi dengan pengisian angket yang hasilnya dianalisis oleh
guru untuk kelancaran diskusi pada pembelajaran selanjutnya. Evaluasi kelas
eksperimen juga dilakukan pemberian pengertian kepada siswa mengenai hal dan
sikap apa saja selama pembelajaran harus diperbaiki oleh siswa pada
pembelajaran selanjutnya. Pada tahap terakhir yakni penutup, kelas eksperimen
dan kontrol sama-sama diberikan kesimpulan oleh guru dan penutup
pembelajaran. Adanya tahapan-tahapan yang membedakan pada pembelajaran
kolaboratif tersebut yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan hasil
belajar siswa.
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman
sejawat yang lebih mampu (Rezaee dan Azizi, 2012:52). Adanya kerja sama
teman sejawat dalam kelompok dan peran guru yang dapat membuat siswa belajar
dalam ZPD, maka pembelajaran kolaboratif akan mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, pembelajaran kolaboratif tipe
analytic team dengan lesson study seharusnya secara tidak langsung mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan konsep diatas dikarenakan adanya
faktor yang mempengaruhi, yakni hasil lembar kerja siswa (LKS) pada kelas
eksperimen tidak terisi secara penuh dan menyebabkan nilai hasil kemampuan
berpikir kritis juga cenderung rendah. Beberapa siswa cenderung tidak memahami
apa yang harus dilakukan dengan lembar kerja tiap siswa yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil observasi tim inti lesson study pada saat pembelajaran yakni
siswa yang biasanya tidak pernah aktif dalam diskusi kelompok menjadi berusaha
untuk lebih aktif, akan tetapi masih sebagian siswa tersebut masih kebingungan
untuk melakukan diskusi dan meminta pertolongan teman lain dalam kelompok
untuk membantu mengerjakan tugasnya. Oleh karena itu, jalannya diskusi
didalam kelompok berlangsung lambat dan lembar kerja siswa belum terisi secara
penuh serta mempengaruhi hasil yang didapatkan.
Apabila siswa sudah mampu menyesuaikan diri untuk berdikusi dengan
LKS yang berbeda-beda, maka akan mencapai hasil yang optimal. Hal tersebut
dibuktikan dengan sebagian siswa pada kelompok yang lain mampu menjalankan
diskusi dengan kerjasama yang baik dan memahami peran masing-masing
anggotanya dapat memperoleh hasil nilai LKS pada kedua pertemuan maksimal
yakni kelompok 3 dan kelompok 6 (data pada Lampiran F.3). Adanya peningkatan
nilai LKS pada pertemuan kedua setelah siswa terbiasa mengisi LKS saat
pertemuan pertama juga merupakan bukti bahwa pada pertemuan pertama siswa
belum terbiasa untuk menjawab LKS yang diberikan, sehingga pada akhirnya
dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan. Hal tersebut diperkuat oleh beberapa
hasil penelitian pendidikan yang menyatakan bahwa pembiasaan merupakan
faktor yang penting untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pada penelitian
58
team membuat setiap anak akan berusaha untuk mempelajari dan mencari sendiri
tugas mereka didalam kelompok. Diskusi efektif dalam kelompok membuat
pembelajaran yang dilakukan di kelas akan menyebabkan adanya peningkatan
pengetahuan siswa dan pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa
(Barkley et al., 2014:9-27).
Adanya lesson study membantu guru untuk memonitoring langsung
kegiatan siswa pada saat pembelajaran hasil belajar yang didapat akan lebih baik
dari sebelumnya. Hasil refleksi dari lesson study membuat guru lebih memahami
yang sebenarnya dilakukan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil refleksi lesson study pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
pada pertemuan pertama maupun pertemuan kedua didapatkan hasil bahwa siswa
di dalam kelas sangat aktif untuk mencari jawaban lembar kerja yang diberikan
oleh guru dengan cara bertanya dengan mencari jawaban pada buku maupun
denga bertanya dengan teman sekelompok. Siswa benar-benar belajar untuk
memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru. Hal tersebut diperkuat dengan
hasil wawancara dengan guru IPA SMPN 9 Jember setelah dilakukan penelitian
yang menyatakan bahwa pembelajaran kolaboratif dengan lesson study membuat
seluruh siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan membuat kesadaran belajar
siswa meningkat dengan adanya tangungjawab yang diberikan oleh guru dalam
pembelajaran tersebut. Hasil wawancara dengan siswa juga menghasilkan
pernyataan yang sama yakni kebanyakan siswa menjawab mereka lebih
memahami pembelajaran yang diberikan karena adanya tuntutan tangungjawab
yang diberikan oleh guru dan berusaha untuk belajar memahami pembelajaran
yang diberikan sesuai dengan tugas dan tangungjawab masing-masing siswa. Oleh
karena itu, pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study
memberikan pengaruh pada meningkatkan hasil belajar kognitif siswa karena
siswa dituntut untuk paham dalam menjalankan tugas masing-masing anggota
kelompok meningkatkan pengetahuan mereka.
Pada kelas kontrol kebanyakan siswa tidak menggunakan bahan dan alat
praktikum yang disediakan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil
gambar preparat pada lembar kerja siswa kebanyakan tidak menggambar
berdasarkan gambar yang ada pada preparat tetapi lebih banyak menggambar dari
gambar yang ada di buku mereka.
Tahapan pembelajaran kolaboratif yang diterapkan terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar afektif siswa. Hal ini dikarenakan seluruh tahapan
pembelajaran kolaboratif menekankan keterlibatan aktif siswa dari awal sampai
akhir pembelajaran (Faisal et al.,2013: 88). Pembagian anggota di dalam
kelompok yang direncanakan oleh guru dalam pembelajaran kolaboratif yang
disusun berdasarkan karakter masing-masing siswa membuat diskusi berjalan
dengan baik dan semua anggota dapat berpartispasi aktif. Adanya tangungjawab
untuk menganalisis sesuai dengan peran masing-masing anggota kelompok dalam
pembelajaran kolaboratif membuat setaip anggota lebih aktif dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Adanya lesson study yang diterapkan pada kelas eksperimen
membuat guru terbantu untuk melihat interaksi antar siswa dalam kelompok
dengan lebih mendetail yang tidak bisa hanya dilihat oleh guru sendiri didalam
pembelajaran, sehingga penerapan pembelajaran selanjutnya akan lebih baik. Oleh
karena itu, penerapan pembalajarn ini akan dapat mengaktifkan siswa dan secara
langsung akan meningkatkan hasil belajar afektif siswa.
mikroskop bila dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada pertemuan pertama dan
kedua yang menggunakan ercobaan dan pengamatan, data yang dihasilkan dari
percobaan dan pengamatan dibutuhkan oleh seluruh anggota kelompok didalam
kelas eksperimen. Hal tersebut membuat siswa didalam kelas eksperimen akan
berusaha untuk saling membantu memperoleh data yang diharapkan dan membuat
seluruh siswa mampu melakukan percobaan pengangkutan air serta pengamatan
menggunakan mikroskop dengan baik. Berbeda dengan kelas kontrol yang hanya
beberapa siswa saja didalam kelompok yang aktif, sehingga hanya beberapa siswa
saja yang mampu melakukan percobaan pengangkutan air dan pengamatan
menggunakan mikroskop.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata kelas eksperimen
bebesar 74,06 dan kelas kontrol sebesar 61,38. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan
dengan kelas kontrol. Hasil uji statistik t-test terdapat nilai hasil belajar
psikomotorik didapatkan probabilitas sebesar 0,010 atau lebih dari 0,05 yang
berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar psikomotorik antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran kolaboratif merupakan perpaduan
dua atau lebih siswa untuk bekerja bersama-sama dan berbagi beban kerja untuk
mewujudkan hasil yang diharapkan. Adanya pembagian kerja dalam kelompok
membuat semua anggota kelompok harus mampu menyelesaikan masalah yang
diberikan oleh guru, sehingga masing-masing siswa akan lebih menggali potensi
diri untuk saling berkerja sama menyelesaikan masalah (Barkley et al., 2014: 6).
Hasil tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan guru bidang studi setelah
dilakukan pembelajaran kolaboratif tipe analytic team dengan lesson study bahwa
pembelajaran tersebut membuat seluruh siswa didalam kelas berusaha mencari
dan menemukan serta aktif melakukan percobaan secara bersama-sama untuk
menyelesaikan masalah yang diberika oleh guru sesuai dengan peran masing-
masing anggota. Oleh karena itu, pembelajaran kolaboratif tipe analytic team akan
mampu meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa.