Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EVOLUSI
Evolusi sering diartikan sebagai proses perubahan yang berlangsung sedikit
demi sedikit yang memakan waktu yang lama (Waluyo, 2005). Evolusi merupakan
ilmu yang memperlajari tentang perubahan yang berlangsung bertahap menuju ke
arah yang sesuai dengan masa dan tempat. Teori evolusi mempelajari proses
perubahan pada makhluk hidup, selain itu teori ini merupakan kajian yang dinamis
atau berkembang disebutkan pula merupakan perpaduan antara ide dan fakta
(Yusuf, 2006). Teori evolusi semakin berkembang seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kajian pendekatan yang dilakukan
semakin beragam (Widodo dkk, 2003).

B. PERKEMBANGAN TEORI EVOLUSI


1. Teori Fixisme
Teori ini muncul satu atau dua abad sebelum teori Darwin yaitu sekitar abad
ke 18, teori ini beranggapan bahwa dalam perjalanan hidupnya suatu organisme
mengalami proses yang tetap dan tidak mengalami perubahan (stabil). Fixisme
berasal dari kata Fixed yang berarti tetap, tidak berubah (Yusuf, 2006).
Sehingga paham ini dapat diartikan bahwa pada dasarnya evolusi tidak pernah
terjadi, semuanya tetap. Penganut teori ini adalah Plato, Aristoteles, Linnaeus,
dan Caveir dan lain-lain (Widodo dkk, 2003).
a. Plato
Berdasarkan pandangan Plato perubahan pada dunia yang tidak
sempurna hanya merupakan tiruan dari dunia yang nyata, kekal dan
sempurna. Plato mengemukakan pula tentang ketetapan ‘eidos’, yang
menunjuk pada perbedaan suatu benda yang menggambarkan ciri-cirinya.
Perbedaan ini didasarkan dari adanya pembeda utama yang sifatnya tetap
yang disebut eidos kemudian diikuti dengan bentuk tiruannya. Ilustrasi
ketetapan ini adalah jika semua benda di dunia ini rusak, eidos akan tetap
tinggal, dan memungkinkan untuk membuat benda baru dengan meniru

3
4

bentuk aslinya (sebelumnya) (Minkoff, 1983). Ketetapan ini juga


diaplikasikan oleh Aristoteles sebagai teori jenis. Ciri-ciri utama sangat
penting dalam memenuhi eidos atau jenis yang menunjukkan spesies. Ciri-
ciri yang bukan merupakan ciri utama menurut Aristotelian adalah tidak
penting, menurut Platonist ciri-ciri tersebut hanya sebuah ilusi tidak nyata
atau sebuah ketidaksempurnaan (Minkoff, 1983).
b. Aristoteles
Berdasarkan pandangan Aristoteles telah terjadi penyempurnaan di
bumi oleh kekuatan supernatural, kekuatan ini membimbing terbentuknya
penyempurnaan hingga terdapat beranekaragam makhluk hidup, kemudian
makhluk hidup tersebut digolongkan berdasarkan tingkat
kesempurnaannya dilihat dari ciri-ciri (dalam skala nature). Aristoteles
tidak pernah mempersoalkan hubungan kekerabatan antar organisme
(Widodo dkk, 2003). Organisme yang ada dianggap tidak sempurna tetapi
bergerak kearah keadaan yang lebih baik.
c. Carolus Linnaeus
Carolus Linnaeus dikenal sebagai bapak Sistematik, yang telah
berhasil memberi nama 4.235 spesies hewan dan 5.250 spesies tumbuhan.
Berdasarkan pandangan Carolus Linnaeus bahwa organisme tersebut
diciptakan dan tetap (konstan), serta tergolong makhluk pertama yang
benar-benar ada. Secara rinci dalam sumber lain disebutkan Linnaeus
menyampaikan bahwa :
1) Semua tanaman dan binatang yang hidup sekarang ini dahulu
diciptakan bersama diatas bumi oleh satu ciptaan saja.
2) organisme tersebut diciptakan dalam bentuk seperti yang tampak
sekarang ini.
3) Tidak pernah ada tanaman dan binatang yang lain di bumi ini kecuali
tanaman dan binatang yang hidup saat ini (Handoko, 2012).
Sehingga semua organisme tersebut bersifat tetap atau konstan dan
sama tampakannya dari dulu hingga sekarang.
5

d. Cavier
Cavier memiliki pendapat yang sama dengan Linnaeus yaitu semua
yang ada dibumi berasal dari proses penciptaan, dan spesies bersifat tetap
dan tidak pernah berubah (kekal). Jika pada masa saat ini ditemukan ragam
fosil terpendam dalam lapisan tanah pasti disebabkan karena terjadinya
bencana alam. Fosil yang berbeda-beda dan khas yang terpendam dalam
tiap lapisan tanah ini adalah hasil dari suatu ciptaan baru (Yusuf, 2006).
Sehingga fosil yang dikandung semakin dalam berbeda dengan makhluk
yang sekarang.
2. Teori J.B Lamarck
Jean Baptis Lamarck (1744-1829) merupakan ahli Zoologi Prancis, dalam
bukunya ‘Philosophie Zoologique” dikenal teori adaptasi-transformasi.
Lamarck menyatakan bahwa proses evolusi berlandaskan pada diwariskannya
sifat-sifat yang di dapat. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak ada
satupun makluk hidup yang identik.
Ada dua konsep evolusi yang dikemukakan oleh Lamarck yaitu: Pertama,
spesies berubah dalam waktu lama menjadi spesies baru. Lamarck berpendapat
bahwa dalam suatu waktu tertentu suatu spesies dapat berubah bentuk akibat
suatu kebiasaan yang terjadi berulang-ulang. Kedua, perubahan yang terjadi
tersebut dapat diturunkan (Yusuf, 2006).
Menurut Widodo dkk (2003) Lamarck menjelaskan bahwa
Suatu organisme berubah sesuai dengan aktivitas atau kebiasaan sewaktu
masih hidup dan perubahan tersebut diwariskan pada generasi berikutnya.
Organ tubuh yang sering digunakan untuk aktivitas mengalami perubahan dan
penyempurnaan fisik dan fungsinys, namun organ yang tidak digunakan akan
terdegeneratif.

Contoh yang digunakan untuk menjelaskan teorinya adalah leher Jerapah.


Ia berpendapat bahwa leher jerapah dahulunya bernenek moyang pendek
kemudian menjadi panjang akibat dari usaha kerja kerasnya untuk
mendapatkan daun-daun (makanan) pada pohon yang tinggi. Penjuluran yang
dialkukan secara terus menerus ini menyebabkan lehernya berubah panjang.
Leher yang dipanjangkan inilah yang diwariskan. Lamarck memperkenalkan
hukum Use and Disuse yang artinya organ yang digunakan cenderung akan
6

berkembang sedangkan yang tidak digunakan cenderung akan menyusut


(Yusuf, 2006).

Gambar 2.1 Fenomena Jerapah menurut Lamarck. Awal mula jerapah berleher pendek, Jerapah berusaha
menjangkau makanan yang tinggi dengan merenggangkan leher, lama kelamaan leher jerapah menjadi
panjang dan perubahan tersebut diwariskan pada keturunannya.
Sumber: www.biologiedu.wordpress.com

Kebiasaan yang berulang ini disebut adaptasi dan perubahan yang timbul
adalah proses transformasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa evolusi yang
terjadi menurut Lamarck merupakan akibat dari respon organisme pada kondisi
lingkungannya.

3. Teori Evolusi Darwin


Teori evolusi Darwin merupakan teori yang didasarkan berbagai fakta-
fakta hasil observasinya selama 20 tahun baik dari lingkungan maupun
peristiwa alam yang sesungguhnya. Kemudian pada tahun 1859 Darwin
menjelaskan hasil kajiannya tentang seleksi alam. Hal inilah yang dijadikan
penjelasan terjadinya evolusi organik oleh Darwin. Charles Darwin
menerbitkan bukunya dengan judul On the Origin of Species by Means of
Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in The Struggle for
Life. Dalam bukunya ini ditekankan bahwa untuk dapat bertahan hidup agar
tidak punah perlu adanya perjuangan untuk hidup (Yusuf, 2006). Menurut
Darwin bahwa makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya.
Peristiwa seleksi alam terkait dengan hukum rimba “Siapa yang kuat dialah
yang menang”. Berdasarkan teori tersebut bahwa dialam terdapat berbagai
jenis makhluk hidup yang beranekaragam, keragaman ini dapat dilihat dari
perbedaan struktur maupun tingkah lakunya. Lingkungan akan terus berubah
dan makhluk hidup yang mampu bertahan dan menyesuaikan diri dengan
7

perubahan lingkungan tersebut akan mampu bertahan hidup, sedangkan yang


tidak sesuai akan mati atau terseleksi alam dengan sendirinya. Makhluk hidup
yang mampu bertahan dan sesuai dengan keadaan alam inilah yang berpeluang
besar untuk melanjutkan keturunannya dan mewariskan ciri yang dimilikinya
dari generasi kegenerasi (Widodo dkk, 2003).
Darwin melakukan beberapa pencarian data salah satunya melalui
pengamatan dan ekspedirinya terhadap burung-burung (burung Finch) yang
hidup di kepulauan Galapagos. Dugaan awal Darwin bahwa semua burung
Finch dalam kepulauan Galapagos adalah sama satu spesies, tetapi kenyataan
yang dilihatnya setiap pulau memiliki spesies berbeda. Ia menduga bahwa
burung-burung Finch mengalami perubahan dari suatu nenek moyang yang
sama. Dari kenyataan ini Darwin menerima ide yang menyatakan bahwa
spesies dapat berubah (Yusuf, 2006).

Gambar 2.2 Burung-burung finch di kepulauan Galapagos. Semua spesies diturunkan dari satu
nenek moyang, tetapi kemudian menampilkan bentuk-bentuk yang berbeda, sesuai habitat dan
sumber makanannya. (Sumber: Johnson L.G. 1987 : 740).
8

Menurut Darwin spesies tersebut mengalami perubahan karena ada


perjuangan untuk hidup (struggle for existence) dari burung Finch, kemudian
menghasilkan adaptasi ciri-ciri atau karakter terbaik yang dapat memunginkan
organisme tersebut tetap survive kemudian menurunkan ciri-ciri tersebut
keturunannya dan secara otomatis meningkatkan frekuensi dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Sementara kenyataan lain menunjukkan bahwa
lingkungan tidak pernah tetap, tetapi selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu
(Yusuf, 2006). Beberapa fakta yang menjadi dasar Teori Seleksi Alam Darwin
yang dikenal sebagai prinsip-prisip seleksi alam Darwin adalah:
a. Fertilitas makhluk hidup yang tinggi
Jika kesuburan makhluk hidup tinggi, dan perkembangbiakannya
berangsur terus menerus dunia tidak akan mampu menampungnya,
akan tetapi kenyataanya semuanya berimbang antara yang hidup dan
mati dan ini sebagai fakta yang kedua.
b. Jumlah individu secara keseluruhan yang hampir tidak berubah
Meskipun kesuburan tinggi, jumlah individu akan selalu terkendali.
Ada faktor pembatas yang menyebabkan pengaturan pertambahan
individu disuatu tempat. Faktor pembatas ini menyebabkan banyak
individu turunan yang hidup namun juga yang mati.
c. Perjuangan untuk hidup
Agar tetpa hidup makhluk hidup harus mampu berjuang untuk hidup
baik yang terjadi dalam persaingan, pemangsaan, dan perjuangan
dialam..
d. Keanekaragaman dan hereditas
Makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan sangat beraneka ragam.
Keanekaragaman tersebut antara lain berdasar struktur dan tingkah
laku. Adanya keanekaragaman itulah yang menyebabkan keberhasilan
“perjuangan untuk hidup” tidak sama antar satu individu dengan
individu lainnya.
e. Seleksi alam
Individu yang berhasil berjuang hidup dan bertahan dalam
lingkungannya akan berpeluang untuk melanjutkan keturunannya dan
9

mewariskan sifat ciri-cirinya pada generasi keturunannya. Individu


yang tidak mampu bertahan hidup akan semakin tersisih dan semakin
punah dari generasinya.
f. Lingkungan yang terus berubah
Lingkungan terus mengalami perubahan, sehingga makhluk hidup
harus selalu mengadakan penyesuaian terhadap perubahan itu (Yusuf,
2006).
Mengenai fenomena jerapah menurut Darwin bahwa dahulu telah ada
jerapah leher panjang dan pendek, jerapah leher pendek tidak mampu bertahan
hidup karena kalah dalam kompetisi memperoleh makanan ditempat tinggi
dengan jerapah leher panjang. Jerapah leher pendek tidak mampu menggapai
makanannnya di dahan tinggi, sehingga akan mati atau terseleksi alam dengan
sendirinya karena tidak mampu bertahan hidup. Sementara jerapah leher
panjang yang masih bertahan akan memiliki peluang yang besar untuk
melanjutkan keturunannya dan mewariskan sifat dan ciri yang dimilikinya itu
(Handoko, 2012).
Teori Darwin memang banyak ditentang oleh beberapa pihak baik para ahli
biologi. Ada banyak penafsiran yang keliru terhadap teori seleksi alam Darwin
yang dihubungkan dengan asal-usul manusi yang berasal dari kera (Yusuf,
2006). Padahal Darwin tidak pernah sama sekali memperkenalkan ajaran yang
menyatakan bahwaa manusia berasal dari kera. Meskipun banyak timbul
kontroversi dan pertentangan, para ahli biologi yakn bahawa teori Evolusi
Darwin merupakan satu-satunya penjelasan paling rasional karena didukung
oleh berbagai data dan fakta dari kajiannya.

4. Teori Evolusi Genetika


a. George Mendel
Teori evolusi genetika dipelopori oleh Johan George Mendel yang
mengemukakan adanya sejumlah sifat yang dikode oleh satu macam gen.
Teori ini dapat menerangkan persamaan dan variasi yang diturunkan dan
menjelaskan dari mana munculnya keanekaragaman. Berdasarkan
eksperimen Mendel yang melakukan persilangan sifat beda dari tanaman
10

kacang ercis (Pisum sativum), persilangan dua induk yang berbeda varietas
ini menghasilkan ciri baru pada keturunannya. Pada eksperimen pertama
Mendel menyilangkan satu sifat beda dari Pisum sativum (yaitu tumbuhan
ercis Tinggi dan Pendek) (Widodo dkk, 2003).
Mendel menarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan pertama adalah
bahwa setiap ciri dikendalikan oleh dua macam informasi (faktor tertentu)
dari parental. Satu informasi (faktor) berasal dari sel jantan dan satu
informasi (faktor) yang lain berasal dari sel betina. Kedua informasi (faktor)
ini yang sekarang dikenal dengan gen. Mendel mengungkapkan bahwa
kedua informasi (faktor) ini akan berpisah pada saat pembentukan gamet
dan kemudian akan menentukan ciri-ciri atau sifat yang akan nampak pada
keturunan (Yusuf, 2006).
Bila keturunan ini dikawinkan sendiri akan menghasilkan keturunan
generasi kedua, dimana sel-sel (induk jantan) dan sel-sel (induk betina)
masing-masing mengandung satu gen dominan (A) dan satu gen resesif (a).
Oleh karena itu, ada empat kombinasi yang mungkin terjadi yaitu: AA, Aa,
Aa, dan aa. Tiga kombinasi yang pertama menghasilkan keturunan dengan
ciri dominan, sedangkan kombinasi terakhir menghasilkan keturunan
dengan ciri resesif.

Parental x Parental
Jantan Tinggi Betina

Pembentuk
A a
an gamet

Aa Keturunan generasi ke-1


(F1) semuanya tinggi
Sel Sel
Jantan Betina Aa
Aa A A

a AA a

a A Keturunan generasi
ke-2 (F2) 3 tinggi : 1
a

Gambar 2.3 Diagram Persilangan Monohibrida


11

Kemudian Mendel juga melakukan persilangan dua sifat beda yang


memperoleh kesimpulan Eksperimen Mendel menunjukkan bahwa ketika
tanaman induk membentuk sel-sel gamet jantan dan betina, semua
kombinasi bahan genetik dalam keturunannya, dan selalu dalam proporsi
yang sama dalam setap generasi dan mampu berpadu bebas.
Eksperimen Mendel membuktikan bahwa faktor genetik ciri atau sifat
yang diwarisi dari orang tua hanya bergabung untuk sementara waktu dalam
diri anak, dan dalam generasi berikutnya faktor genetik tersebut akan pecah
atau memisah lagi menjadi satuan-satuan yang ada pada induk aslinya
kemudian berpadu secara bebas dan mampu menghasikan ciri baru yang
bisa diwariskan pada generasi berikutnya (Widodo dkk, 2003).
Berdasarkan teori tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa teori
pewarisan menurut Mendel memberi peluang kejadian evolusi biologi
makluk hidup.
b. De Vries & Morgan
Menurut De Vries bahwa evolusi disebabkan karena adanya proses
mutasi yang terjadi pada gen makhluk hidup. Vries telah melakukan
penelitian persilangan tumbuhan Oenothera lamarckiana dan hasilnmya
menunjukkan keturunannya mengalami mutasi dan menghasilkan spesies
baru. Perubahan spesies baru ini dilihat dari struktur kromosomnya.
Kemudian Morgan juga menguatkan pembuktian evolusi disebabkan
oleh mutasi. Morgan melakukan penelitian mutasi pada Drosophila.
Hasilnya Drosophila mutan mengalami cacat anggota tubuh yaitu sayap,
mata dan warna tubuh. Beberapa mutasi bersifat menguntungkan sehingga
mampu menghasilkan keturunan berciri yang lebih baik dan tahan seleksi
alam, namun mutasi bagian lain juga menimbulkan cacat atau bahkan letal
(Widodo dkk, 2003).

5. Teori Neo-Darwinian
Berdasarkan Teori Neo-Darwinian bahwa peristiwa seleksi alam
sesungguhnya tidaklah cukup sempurna menjelaskan perubahan evolusioner
dari seluruh ciri (struktur). Peristiwa seleksi alam bukanlah penyebab utama
12

evolusi organik, tetapi berperan sebagai faktor penuntun arah perubahan.


Penyebab utaama terjadinya evolusi organik adalah penyebab adanya variasi
atau varian (Yusuf, 2006). Theodosius Dobzansky (ahli genetika populasi),
G.G. Simpson (paleontolog vertebrata), dan Ernst Mayr (ahli sistematika)
merupakan beberapa ahli yang sangat besar jasanya mengantarkan kita kepada
pandangan baru tentang Teori Seleksi Alam Darwin atau Neo Darwinisme
(Handoko, 2012).
Penyebab adanya variasi makhluk hidup antara lain adalah peristiwa
rekombinasi gen dan mutasi gen. Persilangan atau perkawinan menyebabkan
terjadinya rekombinasi gen dan akhiirnya memunculkan variasi antar individu
generasi turunan, seperti pada kejadian Hukum Mendel I dan II. Penyebab lain
adalah dari mutasi gen, dan diketahui bahwa penyebab dari mutasi tidak lain
adalah macam-macam faktor lingkungan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa rekombinasi gen dan macam-macam faktor lingkungan merupakan
sebab utama terjadinya peristiwa evolusi organik; dan peristiwa seleksi alam
berperan sebagai faktor pengarah dan faktor penuntun (Yusuf, 2006).
Setelah para ahli hanya bekerja dengan data morfologi, anatomi maupun
genetika, pada masa berikutnya mereka berkembang ke pendekatan molekuler,
fisiologi perkembangan, model matematik dan banyak pendekatan lainnya.
Dengan demikian dapatlah ditentukan bahwa suatu organisme berkerabat dekat
atau jauh dari organisme lainnya dari perbedaan semua aspek yang mungkin
dipelajari (Waluyo, 2005).

6. Teori Evolusi Modern


Masa selanjutnya para ilmuwan mulai merambah kearah pendekatan
molekuler, fisiologis, perkembangan dan banyak pendekatan lainnya terhadap
teori evolusi. Pendekatan evolusi molekuler sebagai salah satu pendekatan
yang digunakan dalam pengkajian evolusi organik saat ini telah banyak
digunakan. Pendekatan ini mengkaji evolusi melalui rekaman urutan DNA dan
protein (Waluyo, 2005).
Saat ini telaah tentang DNA mengungkapkan bahwa ada mekanisme
perubahan pada tingkat molekul DNA sehingga membawa pemahaman yang
13

lebih baik pada proses perubahan organisasi makhluk hidup. Selain itu juga
ditemukan adanya gen yang tidak banyak berubah selama proses evolusi.
Sehingga dapat dilakukan perbandingan DNA untuk menentukan derajat
persamaan antara spesies yang berbeda. Dengan demikian dapatlah ditentukan
bahwa suatu makhluk hidup memiliki kekerabatan dekat atau jauh terhadap
makhluk hidup lainnya (Widodo dkk, 2003).
Dalam tinjauan molekuler evolusi adalah perubahan struktur genetik pada
generasi ke generasi. Keragaman organisme pada masa ini dipandang sebagai
perubahan organisme yang berawal dari struktur DNA yang dimulai dari
perubahan struktur molekul DNA yang memungkinkan adanya keragaman
individu. Selain itu kajian evolusi modern dapat dilihat pula melalui
penyimpangan dalam struktur protein yang telah menyebabkan terjadinya
mutasi secara acak (Harris, 1994). Sebagai contoh pendekatan molekuler yang
telah dilakukan oleh peneliti di Berkeley yang mengemukakan hasil analisis
DNA mitokondria , menunjukkan bahwa DNA mitokondria manusia primitif
ada di Afrika (Widodo, 2003).

Johnson L.G. 19876. Biology. 2nd Ed. Wm.C. Brown Publishers. Dubuque, Iowa.

Minkoff, Eli C. 1983. Evolutionary Biology. Canada: Addison-Wesley Publishing


Company, Inc.

Waluyo, L. 2005. Evolusi Organik. Malang: UMM Press.

Widodo, H., Lestari, U., Amin, M. 2003. Bahan Ajar Evolusi. Malang: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi

Yusuf, F.M. 2006. Bahan Ajar Mata Kuliah Evolusi, (Online),


(http://www.ungor.id), diakses pada 20 Januari 2016.

Anda mungkin juga menyukai