Anda di halaman 1dari 25

Tugas Makalah

FILSAFAT ILMU DAN METAFISIKA

DALAM PENGEMBANGAN ILMU

Di Susun Oleh :
1. I Nyoman Nelson Giri ( 12b 013 036 )
2. I Putu Kardhianto ( 12b 013 037 )
3. I Wayan Sudiartha ( 12b 013 038 )
4. Ida Ayu Wayan Meryawira S.D ( 12b 013 039 )
5. Ida Royani ( 12B 013 040 )

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), diartikan


dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata
filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut
dengan istilah ‘falsafah’, yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia
yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.
Adapun menurut Kattsoff yang menjadi cabang-cabang filsafat adalah
logika, metodologi, metafisika, ontologi dan kosmologi, epistemologi, biologi
kefilsafatan, psikologi kefilsafatan, antropologi kefilsafatan, sosiologi
kefilsafatan, etika, estetika, dan filsafat agama.
Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan tentang
sesuatu, atau bagian dari pengetahuan. Menurut J.S Badudu (1996-528) ilmu
adalah : Pertama, diartikan sebagai pengetahuan tentang sesuatu bidang yang
disusun secara sistematis. Kedua, ilmu diartikan sebagai ‘kepandaian’ atau
‘kesaktian’.
Sedangkan Maufur (2008:30), menjelaskan bahwa ilmu adalah
sebagian dari pengetahuan yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu,
yang artinya ilmu tentu saja merupakan pengetahuan, tetapi pengetahuan
belum tentu ilmu. Beberapa syarat suatu pengetahuan untuk dapat masuk
katagori sebagai ilmu pengetahuan menurut Maufur (2008:32-34) yaitu
sistematik, general, rasional, objektif, menggunakan metode tertentu dan
dapat dipertanggung jawabkan.
Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan
suatu pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelasakan rahasia
alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri.
Dalam filsafat ilmu Persons (Ismaun:2004) dalam studinya melakukan
pendekatan sebagai berikut :
1. Pendekatan received view yang secara klasik bertumpu pada aliran
positivsme yang berdasar kepada fakta-fakta.
2. Pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat
kombinasi antara berpikir empiris dengan berpikir structural dalam
matematika.
3. Pendekatan fenomenologik yang tidak hanya sekedar pengalaman
langsung, melainkan pengalaman yang mengimplikasikan pernafsiran
dan kalsifikasi.
4. Pendekatan metafisik, yang bersifat intransenden. Moral berupa
sesuatu yang objektif universal.
5. Pragmatisme, walaupun bukan tetapi menarik disajikan, karena dapat
menyatukan antara teori dan praktek.
Dimensi kajian filsafat ilmu antara lain dimensi ontologi,
epistemologi,dan akseologi yang mana dalam dimensi ontologi yang menjadi
bagian dari objek kajiannya adalah metfisika.

Apa itu metafisika ??? Seringkali ditemukan orang atau berita di


televisi yang menyebut kata “metafisika”, hal tersebut selalu dikaitkan ke
arah yang ghaib (supernatural), ilmu nujum, perbintangan, dan pengobatan
jarak jauh yang bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa. Dalam kehidupan
sehari-hari secara sadar ataupun tidak manusia selalu membicarakan tentang
hal-hal yang berbau metafisika (kepercayaan), hal-hal yang di luar dunia fisik
seringkali dikaitkan dengan metafisika. Sebagai contoh sederhana adalah
beriman terhadap agama yang dianut, manusia memahami alam semesta
diciptakan oleh Tuhan namun seringkali manusia mempertanyakan
bagaimana wujud Tuhan?? Apa Tuhan itu ada? selain itu adanya hantu atau
jin. Hal ini menunjukkan hubungan antara manusia dan metafisika. Apa
sebenarnya metafisika itu? Metafisika merupakan salah satu cabang ilmu
filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai penyebab segala sesuatu
sehingga hal tertentu menjadi ada, dimana di dalamnya menjelaskan studi
keberadaan atau realitas. Belajar dasar-dasar metafisika turut mengarahkan
manusia untuk berupaya mengerti lebih dalam keberadaannya.1

Dengan berpikir matefisis sebagai pengaruh dari belajar dasar-dasar


metafisika tersebut dapat meredam hedonisme dan materialisme. Hal ini
selaras dengan karakteristik metafisika yang menekankan kepada
pengetahuan akal budi, di mana isi dari pengetahuan akal budi itu lebih pasti
ketimbang dengan pengetahuan inderawi yang senantiasa dalam perubahan,
yang justru metafisika bila dipelajari mendorong orang untuk
mempergunakan akal budi dalam proses mencapai realitas rohaniah sebagai
realitas mutlak sang pengatur seluruh alam, dan memang realitas mutlak ini
dapat digapai oleh akal budi, sehingga memposisikan realitas material tidak
penting manakala menghambatnya.2

Metafisika pada masa Yunani kuno dikatakan sebagai ilmu mengenai


yang ada dalam dirinya sendiri. Dengan metafisika orang ingin memahami
realitas dalam dirinya sendiri. Berbicara mengenai yang ada berarti bergaul
dengan sesuatu yang sungguh-sungguh riil, sejauh yang ada itu sebagai suatu
kondisi semua realitas. Metafisika mempunyai objek kajian yang mengatasi
pengalaman indrawi yang bersifat individual. Metafisika bertugas mencari
kedudukan yang individual itu dalam konteks keseluruhan. Metafisika
mengajak orang untuk tidak terpaku pada pohon ini atau itu atau masalah
kesehatan manusia dan lain-lain yang tertentu, tetapi melihat semuanya itu
dalam konteks bahwa semua itu ada.

Metafisika pada masa sekarang menjadi bidang filsafat yang


memikirkan dan mempelajari hal-hal yang ‘mengatasi’ atau ‘di luar’
pembahasan tentang hal-hal yang fisik dan empiris di mana sudut pandang
metafisika mengatasi fisika (metaphysica).
1
Siswanto, Joko. 2004. Metafisika Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Taman Pustaka
Kristen. Hal 13
2
Bekker, Anton. 1994. Antropologi Metafisik: Yogyakarta: Penerbit Kansius hal. 10
Untuk menguraikan lebih jelas dan lengkap tentang metafisika, apa
yang pengertian lebih jelas tentang metafisika, bagaimana hubungan antara
filsafat ilmu dan metafisika, apa sajakah yang menjadi objek kajian dalam
metafisika, bagaimanakah pengaruh tentang kajian metafisika dalam
kehidupan dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, maka kami akan
memaparkannya dalam makalah kelompok kami yang berjudul FILSAFAT
ILMU DAN METAFISIKA.

B. Rumusan Masalah
Untuk dapat menjelaskan lebih mendalam menganai filsafat ilmu dan
metafisika adapun rumusan masalah yang mejadi kajiannya :
1. Apakah yang dimaksud dengan metafisika ?
2. Bagaimanakah hubungan antara filsafat ilmu dan metafisika ?
3. Apa saja yang menjadi objek kajian dalam metafisika ?
4. Bagaimanakah pengaruh tentang kajian metafisika dalam kehidupan
dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas adapun
tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui dan menjelasakan pengertian metafisika.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan antara filsafat ilmu dan
metafisika.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan objek kajian dalam metafisika.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh tentang kajian
metafisika dalam kehidupan dan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih
kepada para pembacanya mengenai filsafat ilmu dan metafisika, terutama
bagi rekan-rekan yang sedang menempuh studi pasca sarjana ilmu hukum di
Universitas Mataram.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metafisika

Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian


filsafat. Konsepsi metafisika berasal dari bahansa Inggris : metaphysics, Latin
:metaphysica dari Yunani metaphysica (sesudah fisika); dari kata meta
(setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis (alam).
Metafisika berasal dari kata meta (di balik, tersembunyi) dan fisika (dunia
yang tampak). Metafisika adalah bagian dari filsafat ilmu yang memperlajari
di balik realitas. Salah satu buku filsafat menyebutkan bahwa metafisika
berarti “di balik yang ada”. Kedudukan metafisika dalam filsafat ilmu sangat
kuat. Metafisika sudah merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam
pergulatan filosofis. Setiap telaah filosofis terdapat unsur metafisik.
Metafisika merupakan bagian falsafah tentang hakikat yang ada di
balik fisika (yang nampak). Hakikat tersebut biasanya bersifat abstrak dan di
luar jangkauan pengalaman manusia biasa. Matafisika secara prinsip
mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan tidak
dapat diterangkan dengan kaidah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang
lain.
Metafisika merupakan cabang filsafat umum yang bertugas mencari
jawaban tentang yang “ada”, yaitu filsafat yang memburu hakikat sesuatu
yang ada, atau menyelidiki prinsip-prinsip utama. Yang dimaksud dengan
“yang ada” atau “being” ialah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.
Adapun mengenai yang ada itu dibedakan menjadi tiga macam :
 Ada dalam objektif atau ada dalam kenyataan, artinya dapat
diketahui dengan panca indra manusia;
 Ada dalam angan-angan atau ada dalam pikiran; dan
 Ada dalam kemungkinan.
Hidup manusia dikelilingi suasana ketiga hal itu, sehingga mewujudkan ada
yang sesungguhnya.
Dalam perkembangannya, cabang metafisika yang membicarakan
hakikat sesuatu yang ada, maka penyelidikannya menjadi lebih khusus,
sehingga timbul subcabang metafisika yaitu ontology, kosmologi, dan
anthropologi. Untuk mendeskripsikan secara lebih jelas posisi dan kedudukan
metafisika, dapat dikemukakan bahwa ilmu pengetahuan dan pemikiran
manusia melewati 3 jenis tahapan yaitu :
 Abstraksi pertama, yaitu fisika, menggariskan bahwa manusia
berpikir ketika mengamati secara indrawi. Dengan berpikir, akal
dan budi kita “melepaskan diri” dari pengamatan indrawi tertentu
yaitu “materi yang dapat dirasakan”. Dari hal-hal yang pertikular
dan nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum ; itulah
proses abstraksi dari cirri-ciri individual. Akal budi manusia,
bersama materi yang “abstrak” itu, menghasilkan ilmu pengetahuan
yang disebut “fisika” (“physos” = alam)
 Abstraksi kedua, yakni matematis. Ini terjadi ketika manusia dapat
melepaskan diri dari materi yang kelihatan. Itu terjadi kalau akal
budi melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimerngerti.
Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh jenis abstraksi dari semua
ciri material ini disebut “matesis” (“matematika” – mathesis =
pengetahuan, ilmu).
 Abstraksi ketiga, teologi atau “filsafat pertama”. Dengan meng-
“abstrahere” dari semua materi dan berpikir tentang seluruh
kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang asas
pembentukannya, bersifat teleology, asas pertama dalam
mendapatkan hakikat realitas dan sebagainya. Pemikiran pada aras
ini menghasilkan ilmu pengatahuan yang disebut teologi atau
“filsafat pertama”. Akan tetapi kerena pengetahuan ini “datang
sesudah” fisika, maka tradisi selanjutnya disebut metafisika.
Sejajar dengan konsep tersebut wilayah filsafat dibagi dalam tiga
tingkatan, yakni:
 First order criteriologi meliputi metafisika, epistemology,
aksiologi, dan logika.
 Second order criteriologi meliputi etika, filsafat ilmu, filsafat
bahasa, filsafat pikiran.
 Third order criteriologi meliputi filsafat hukum, filsafat
pendidikan, filsafat sejarah, dan lain-lain.
Metafisika secara tradisional didefinisikan sebagai pengetahuan
tentang pengada (being). Di sini metafisika merupakan upaya untuk
menjawab problem tentang realitas yang lebih umum, komprehensif, atau
lebih fundamental daripada ilmu dengan cara merumuskan fakta yang paling
umum dan luas tentang dunia termasuk penyebutan katagori yang paling
dasar dan hubungan di antara kategori tersebut.
Metafisika sebagai ilmu mempunyai objeknya tersendiri. Hal ini yang
membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Objek telaahan
metafisika berbeda dari ilmu alam, matematika, atau ilmu kedokteran.
Metafisika berbeda pula dari cabang filsafat lain, seperti filsafat alam,
epistemology, etika, dan filsafat ketuhanan.
Nama metafisika yang diberikan pada karya Aristoteles dapat dilihat
dari beberapa segi :
a. Metafisika sebagai etiket bibliografis atas karya Aristoteles,
b. Metafisika dari segi pedagonis, dalam tanggapan ini, metafisika
adalah ilmu yang sulit dan wajar diajarkan sesudah fisika (tentu
saja fisika dalam arti yang diberikan oleh Aristoteles)
c. Metafisika dalam arti filosofis. Pada abad pertengahan, istilah
metafisika mempunyai arti filosofis. Metafisika oleh para filsuf
Skolastik diberi arti filosofis dengan mengatakan bahwa metafisika
ialah ilmu tentang yang ada, karena mencul sesudah dan melebihi
yang fisika (physicam et supra physicam). Istilah sesudah yang
dimaksudkan di sini ialah bahwa objek metafisika sendiri berada
pada abstraksi ketiga. Metafisika sebagai abstraksi datang sesudah
fisika dan matematika. Kata melebihi tidak menunjukkan unsur
special, ruang. Kata melebihi berarti metafisika melebihi abtraksi
yang lain, menempati posisi tertinggi dari semua kegiatan abstraksi,
karena menempati jenjang abstraksi paling akhir.
Keberatan terhadap pandangan ini ialah bahwa metafisika sama saja
dengan pengetahuan yang bersifat metaempiris, yakni studi mengenai
“sesuatu” (ada) yang mengatasi fenomen atau mengatasi realistis fisik yang
tampak. Demikianlah sedikit penjelasan dari pengertia metafisika. Metafisika
adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai
penyebab segala sesuatu sehingga hal tertentu menjadi ada.
Metafisika berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physica yang artinya
“yang datang setelah fisika”. Metafisika yang sering disebut sebagai disiplin
filsafat terumit dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi (ibarat seorang
mahasiswa untuk mempelajarinya menghabiskan beribu-ribu ton beras),
bermetafisika membutuhkan energi intelektual yang sangat besar sehingga
membuat tidak semua orang berminat menekuninya. Hubungannya dengan
teori kemunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
 Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual
dengan realita dalam alam semesta;
 Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab dan aturan;
 Problem pilihan, khususnya bebebasan versus determinase pada
prilaku manusia.
Pentingnya metafisika bagi pembahasan filsafat komunikasi, dikutip
dari pendapat Suriasumantri (1983) dalam bukunya “filsafat Ilmu”
mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu hakikat tentang keberadaan
zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan pikiran.
Metafisika adalah sebuah kekuatan yang terletak pada kekuatan
mental, akal pikiran, hati, jiwa serta semua fisik tubuh manusia, yang mana
manusia bisa membangkitkan kinerja semua unsur tubuh mereka, maka
mereka memiliki kekuatan yang sangat dahsyat.
B. Hubungan antara Filsafat Ilmu dan Metafisika

Kedudukan metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat. Pertama,


metafisika merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan
filosofis. Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik merupakan hal yang
signifikan dalam kajian filsafat. Ini tentu sejajar dengan signifikannya yang
menyebut bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu.
Menurut Kattsoff, metafisika termasuk salah satu dari cabang-cabang
filsafat yaitu hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal yang terdapat d balik
yang nampak. Metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai ilmu pengetahuan
mengenai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan dengan yang ada
sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang dijumlahkan. Kita dapat
mendefinisikan metafisika sebagai bagian pengetahuan manusia yang
berkaitan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam.
Secara singkat, dapat dinyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan ini
menyangkut persoalan kenyataan sebagai kenyataan, dan berasal dari
perbedaan yang cepat disadari oleh setiap orang, yakni perbedaan antara yang
tampak (apprence) dengan yang nyata (reality).
Dalam filsafat ilmu menurut Persons (Ismaun:2004) dalam studinya
melakukan pendekatan salah satunya adalah pendekatan metafisika, yang
bersiifat intransenden. Moral berupa sesuatu yang objektif universal.
Dalam dimensi kajian filsafat ilmu dibagi menjadi dimensi ontologi,
dimensi epistemologi, dan dimensi aksiologis. Metafisika termasuk dalam
objek kajian pada dimensi ontologi. Metafisika merupakan cabang filsafat
yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar yang berada di
luar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji segala sesuatu secara
komprehensif. Menurut Asmoro Achmadi (2005:14), metafisika merupakan
cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat ‘keluarbiasaan’
(beyond nature), yang berada di luar pengalaman manusia (immediate
experience). Menurut Achmadi, metafisika mengkaji sesuatu yang berada di
luar hal-hal yang biasa yang berlaku pada umumnya (keluarbiasaan), atau hal-
hal yang tidak alami, serta hal-hal yang berada d luar kebiasaan atau di luar
pengalaman manusia.

C. Objek Kajian Metafisika

Metafisika adalah cabang tertua dari filsafat, umurnya sama tuanya


dengan filsafat itu sendiri. Kelahirannya diawali oleh suatu ketertarikan untuk
mengungkap misteri dibalik realitas ini,sama dengan maksud istilahnya yaitu
:meta berarti dibalik,dan fisika yang berarti alam fisik . Yang dalam bahasa
arab dimengerti sebagai (apa yang ada dibalik fisik ) .Maka metafisika adalah
pengetahuan spekulatif filosofis tentang realitas,dimana pengetahuan
spekulatif filosofis itu dimaksudkan sebagai menjangkau sesuatu dibalik yang
fisik.
Persoalannya apakah pengetahuan spekulatif filosofis itu merupakan
gambaran yang benar dari sesuatu yang ada dibalik yang fisik?. Terhadap
pertanyaan ini setidaknya ditemukan 2 pandangan : Pandangan pertama
melihat bahwa berbagai peristiwa yang terjadi pada alam nyata ini adalah
wujud belaka dari apa yang terjadi dialam yang lebih hakiki yang tempatnya
berada jauh disana. Dalam sejarah filsafat Plato disebut sebagai filsuf pertama
yang berpandangan demikian. Dalam skema pemikiran Plato ditemukan
bahwa ia membagi dunia menjadi 2 yaitu: Dunia intelegible sebagai dunia
hakiki, dan dunia sensible sebagai dunia yang nyata yang sifatnya sementara
dan tidak hakiki. Pandangan kedua menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan sesuatu dibalik yang fisik tidak lain merupakan alam pikiran manusia
tentang suatu alam yang dianggapnya sebagai alam lain itu. Alam pikiran
yang demikian inilah yang disebut Metafisika. Kedua pandangan diatas
memang sulit didamaikan dan akan tetap bertahan pada pendiriannya masing-
masing. Hanya saja dalam kajian filsafat pandangan yang pertama biasa
disebut metafisika in the old fashion (metafisika klasik), sedangkan
pandangan yang kedua disebut metafisika in the new fashion yakni metafisika
dalam maknanya yang baru.3

Namun harus diakui sejak abad 16 kajian metafisika tidak lagi


menarik para ilmuan untuk membahasnya, bagi mereka kajian adalah kuno
dan merupakan tindakan kemunduran ke abad pertengahan. Pemukul
genderang pemikiran ini adalah filsuf August comte dengan teorinya
positivisme. Dalam teorinya itu August comte membagi sejarah pemikiran
manusia ke dalam 3 tahap : yaitu mitologi, metafisik dan positif. Karenanya
filsafat Comte disebut positivisme. Sampai saat ini kematian metafisika telah
mencapai angka 500 tahun,sebuah waktu yang tidak bisa dikatakan pendek
untuk sebuah ilmu dan baru sekitar 1 dasawarsa terakhir ini kajian metafisika
mulai diminati kembali bahkan menunjukkan perkembangan yang cukup
signiifikan.Bisa dikatakan bahwa dewasa ini metafisika telah tampil dengan
objek kajian yang lebih spesifik ,meski tetap pada sifat dasarnya yaitu hanya
melihat apa yang ada dibalik yang fisik.

Metafisika mengandung klasifikasi yang meliputi, pertama


Metaphysica Generalis (ontology); ilmu tentang yang ada atau pengada.
Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada artinya
prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Metafisika umum untuk
seterusnya digunakan istilah ontologi mengakaji realitas sejauh dapat diserap
oleh indra. Cabang utama metafisika adalah ontology, studi mengenai
kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli
metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia
mengenai dunia termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu,
hubungan sebab akibat dan kemungkinan.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno
dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat kongkrit. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologism ialah seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya
3
Edi Subkhan, 2008’ metafisika dan ilmu pengetahuan” Universitas negeri Jakarta.Hal. 23
kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan
kenyataan.
Kedua, Metaphysica Specialis atau metafisika khusus yaitu
membahas penerapan prinsip-prinsip kedalam bidang-bidang khusus teologi,
kosmologi, dan antropologi. Metafisika khusus mengkaji realitas yang tidak
dapat diserap oleh indra. Adapun metafisika khusus terdiri atas :
1. Teologi.
Teologi adalah cabang filsafat yang merupakan bagian dari kajian
metafisika. Teologi merupakan pemikiran filosifis tentang persoalan
ketuhanan. Hal ini sesuai dengan makna dasarnya yang berasal dari 2
kata, yaitu Theo yang berarti tuhan dan logy yang berarti ilmu .Jadi
theology adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang dikaitkan dengan
ketuhanan. Maka dalam perjalanannya kajian teologi membahas
secara filosofis pokok-pokok agama sebagai hal-hal yang dikaitkan
dengan tuhan.
2. Cosmologi
Cosmologi merupakan bagian dari kajian metefisika, terkait dengan
pokok yang dibicarakan cosmologi biasa disebut fisafat alam. Dilihat
dari kata dasarnya cosmology bersal dari kata cosmos yang berarti
aturan atau keseluruhan yang teratur,sebagai lawan kata dari chaos
yang berarti kekacau-balauan. Maka sebenarnya cosmologi adalah
pengetahuan filosofis tentang keteraturan alam.
3. Antropologi
Antropologi merupakan salah satu bagian dari kajian metafisika.
Berasal dari kata yunani yaitu Anthropos yang berarti manusia.
Antropologi merupakan bagian dari kajian metafisika yang
membicarakan soal hakikat manusia. Sepanjang sejarah filsafat
persoalan manusia terus menerus dicoba untuk diungkapkan. Telah
banyak karya mengenai apa sebenarnya yang disebut manusia itu,
semakin digali dan diperdalam persoalan manusia semakin menarik
perhatian.Namun masih banyak teka-teki mengenai manusia yang
belum bisa terjawab juga bahkan sampai hari ini.

Jadi, Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang


ada, artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan
metafisika khusus membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam
bidang-bidang khusus : teologi, kosmologi dan antropologi. Pemilahan
tersebut didasarkan pada ada dapat tidaknya diserap melalui perangkat
indrawi suatu objek filsafat pertama. Metafisika umum mengkaji realitas
sejauh dapat diserap melalui indra sedang metafisika khusus (metafisika)
mengkaji realitas yang tidak dapat diserap indra, apakah itu realitas ketuhanan
(teologi), semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun hakekat manusia
(antropologi).

Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua, yakni :


 Ada sebagai yang ada; ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam
bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh
ada dalam arti kata tidak terkena perubahan, atau dapat diserapnya
oleh pancaindra. Metafisika disebut juga ontologi.
 Ada sebagai yang Illahi; keberadaan yang mutlak yang tiada
bergantung pada yang lain, yakni Tuhan (Illahi berarti yang tidak
dapat ditangkap oleh pancaindra). Epistemologi; merupakan cabang
filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan
manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature,
methods ans limits of human knowledge)

Dengan membincangkan metafisika member pemahaman bahwa


filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu
pengetahuan. Disebut “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus
mulai sebagai bagian dari filsafat dan disebut “sesudah” karena ilmu
pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan tentan batas-batas dari
kekhususannya. Maka metafisika memiliki ruang lingkup pokok bahasan
yang mencakup :
 Pertama tentang kajian ikuiri keapa yang ada (exist), atau apa yang
betul-betul ada,
 Kedua tentang, ilmu pengetahuan tentang realitas, sebagai lawan
dari yang tampak (appearance),
 Ketiga, studi tentang dunia secara menyeluruh dengan segala teori
tentang asas pertama (first principle); prima causa yang wujud di
alam (kosmos).

D. Pengaruh Tentang Kajian Metafisika dalam kehidupan dan dalam


pengembangan ilmu pengetahuan

1. Metafisika dan Pengalaman Hidup


Filsafat termasuk metafisika, merupakan ilmu yang
menentang arus, dalam arti cara kerjanya lumayan berbeda dari
cara kerja ilmu pengetahuan yang lainnya. Dengan filsafat
(metafisika) orang dapat menunjukkan bahwa manusia tidak hanya
sekedar makhluk yang bisa makan, menikmati kenakan dunia dan
alam semesta. Filsafat bertugas tidak lain menggemakan kenyataan.
Dengan berfilsafat, manusia menggemakan lagi nada metafisik
kenyataanya yang sudah pudar oleh hingar-bingarnya perjuangan
memenuhi kebutuhan fisik belaka. Filsafat terus dan tidak bosan-
bosannya menggemakan suara kebenaran dan kebaikan, yang
hamper sirna oleh pertarungan kepentingan sesaat manusia dan
usaha menipulasi yang sering tidak terkendali.
Sebagai manusia yang dari kodratnya berakal budi kita
semua mempunyai kemampuan filosofis. Dengan akalnya, manusia
mencari rumusan baru tentang kenyataan fisik dan metafisik.
Dalam perumusan sudah tersirat tanda bahwa manusia tidak terikat
oleh apa yang kini dipegangnya, karena perumusan merupakan
kegiatan abstraksi dari kenyataan. Filsafat dalam kedudukannya
sebagai salah satu ilmu, bertugas mengeksplisitkan prinsip hidup
yang sedikit banyak masih implisit adanya dalam diri setiap orang.
Filsafat ingin mengangkat ke permukaan kebijaksanaan hidup yang
lebih sering didominasi oleh keputusan kepentingan tertentu.
Metafisika akan menemukan jawaban dari ketidakpastian hidup,
yang mungkin ada.
Filsafat (metafisika) tidak pernah berangkat dari dunia
awang-awang atau khayalan. Titik tolaknya selalu pengalaman
nyata inderawi. Pengalaman itu disistematisasi. Kemudian
berdasarkan pengalaman itu, dibangun refleksi yang spesifik.
Filsafat mengangkat pengalaman hidup untuk mencari prinsip-
prinsip dasar. Dengan demikian diharapkan bahwa kita sampai
pada Sang Illahi yang disbut Allah oleh orang yang beragama.
Selain itu, dengan mendasari keterbatasan daya piker manusia,
metafisika mengajarkan pada kita kebijaksanaan hidup. Hidup
perlu ditangkap dalam keseluruhannya, tetapi tidak berarti kita
memahami kehidupan itu secara tuntas.
Dari segi bahasa, metafisika bersifat integratif dan indikatif.
Dengan metafisika kita berusaha menyatakan semua pengalaman
kita dengan mengangkat dasarnya yang paling dalam.
Dunia metafisik kadang-kadang tidak terjangkau oleh nalar
orang biasa. Pengalaman metafisik merupakan wilayah batin yang
dikongkretkan ide-ide yang lahir dari indrawi manusia, selanjutnya
diaktualisasi lewat kata-kata. Kata yang bersifat metafisik, akan
mengantarkan manusia berpikir di balik realitas.
2. Metafisika dalam Pengembangan Ilmu
Manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran
metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia
terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural)
dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa
dibandingkan dengan alam yang nyata.Pemikiran seperti ini disebut
pemikiran supernaturalisme.Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang
misalnya animisme.Selain faham diatas, ada juga paham yang
disebut paham naturalisme.Paham ini amat bertentangan dengan
paham supernaturalisme.Paham naturalisme menganggap bahwa
gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib,
melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri, yang
dapat dipelajari dan diketahui.Orang orang yang menganut paham
naturalisme ini beranggapan seperti itu karena standar kebenaran
yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga
mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu.Dari
paham naturalism ini juga muncul paham materialisme yang
menganggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari
materi.Salah satu yang menggap bahwa alam semesta dan manusia
berasal dari materi.Salah satu pencetusnya ialah Democritus (460 –
370 SM).4Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari
mengenai makhluk hidup.Timbul dua tafsiran yang masih saling
bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik.Kaum
mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya
merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum
vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara
substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-fisika semata
berbeda halnya dengan telah mengenai akal dan pikiran, dalam hal
ini ada dua tafsiran tang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni
faham monoistik dan dualistic. Sudah merupakan aksioma bahwa
proses berfikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat
(objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai
pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat. Keduanya
(pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses

4
Delfgaauw,B, 1988.“Ontologi dan Metafisika”.dalam Soejono Soemargono (Ed)
Berpikir Secara Kefilsafatan Yogyakarta : Nur Cahaya, hal. 22
yang berlainan namun mempunyai substansi yang sama. Perndapat
ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistic.Dalam
metafisika, penafsiran dualistic membedakan antara zat dan
kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara
subtsansif.Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh
fikiran adalah bersifat mental.Maka yang bersifat nyata adalah
fikiran, sebab dengan berfikirlah maka sesuatu itu lantas ada.

Metafisika ternyata dapat penentangan dari beberapa


ilmuan, antara lain adalah yang menganut paham positivism dari
paham positivism logis dengan menyatakan bahwa metafisika tidak
bermakna, Alfred, J. Ayer menyatakan bahwa sebagian besar
perbincangan yang dilakukan oleh para filosof sejak dahulu
sesungguhnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan juga tidak
ada gunanya, problem yang diajukan dalam bidang metafisika
adalah problem semu, artinya permasalahan yang tidak
memungkinkan untuk dijawab, berkaitan dengan pendapat ayer
tersebut, Katsoff menyatakan bahwa agaknya ayer berupaya untuk
menunjukan bahwa naturalism, materialism, dan lainnya
merupakan pandangan yang sesat, ayer menunjang argumentasinya
dengan membuat criterion of verifiability atau keadaan dapat
diverifikasi, penentang lain Luwig Winttgenstien menyatakan
bahwa metafisika bersifat the mystically, hal-hal yang tak dapat
diungkapkan ke dalam bahasa yang bersifat logis. Wittgenstien
menyatakan terdapat tiga perosalaan dalam metafisika :5

a. Subjek, dikatakanya bukan merupakan dunia atau bagian


dari dunia, melainkan lebih dapat dikatakan sebagaibatas
dari dunia

Bagus, Lorens, 1991 “Metafisika” Jakarta : Gramedia,.hal. 28


5
b. Kematian,kematinan bukanlah sebuah peristiwa dalam
kehidupan, manusia tidak hidup untuk mengalami
pengalaman kematian
c. Tuhan, ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia dengan
demikian Wittgenstein menyimpulkan, bahwa sesuatu yang
tidak dapat diungkapkan secara logis sebaikna didiamkan
saja.

Namun pada kenyataanya banyak ilmuan besar, terutama


albert Einstein yang merasakan perlunya membuat formula
konsepsi metafisika sebagai keonsekuensi dari penemuan
ilmiahnya, manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu dikatakan
oleh Thomas Kuhn terletak pada awal terbetnuknya paradigm
ilmiah, yakni ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap
faktanya, maka ia mesti dipasok dari luar, antara lain adalah ilmu
pengetahuan lain, peristiwa sejarah, pengalaman personal, dan
metafisika. misalnya adalah upaya-upaya untuk memecahkan
masalah yang tak dapat dipecahkan oleh paradigm keilmuan yang
lama dan selama ini dianggap mampu memecahkan masalah dan
membutuhkan paradigm baru, pemecahan masalah baru, hal ini
hanya dapat dipenuhi dari hasil perenungan metafisika yang dalam
banyak hal memang bersifat spekulatif dan intuitif, hingga dengan
kedalaman kontemplasi serta imajinasi akan dapat membuka
kemungkinan-kemungkinan atau peluang-peluang konsepsi teoritis,
asumsi, postulat, tesis dan paradigma baru untuk memecahkan
masalah yang ada.

Sumbangan metafisika terhadapilmu pengetahuan tidak


dapat disangkal lagi adalah pada fundamental ontologisnya,
sumbangan metafisika pada ilmu pengetahuan adalah
persinggunggan antara metafisika dan ontology dengan
epistimologi. Dalam metafisika yang mempertanyakan apakah
hakikat terdalam dari kenyataan yang diantaranya dijawab bahwa
hakikat terdalam dari kenyataan adalah materi, maka munculah
paham materialism, sedangkan dalam epistimologi yang dimulai
dari pertanyaan bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan?
yang dijawab salah satunya oleh Descartes, bahwa kita
memperoleh pengetahuan melalui akal, maka munculah
rasionalisme, John Locke yang menjawab pertanyaan tersebut
bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, maka ia telah
melahirkan aliran empirisme dan lainya berbagai perdebatan dalam
metafisika mengenai realitas, ada tidak dan lainya sebagaimana
telah dikemukan di dalamyang telah melahirkan berbagai
pandangan yang berbeda satu sama lain secara otomatis juga
melahirkan berbagai aliran pemahaman yang lazim dinyatakan
sebagai aliran-aliran filsafat awal, ketika pemahaman-pemahaman
aliran-aliran filsafat tersebut dipertemukan dengan ranah
epistimologi atau dihadapkan pada fenomena dinamika
perkembanga illmu pengetahuan.6

Metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang biasanya


muncul melalui kontemplasi atau intuisi berupa kilatan-kilatan
mendadak akan sesuatu, hingga menjadikan para metafisikus
menyodorkan cara berpikir yang cendertung subjektif dan
menciptaan terminology filsafat yang khas. situasi semacam ini
dinyatakan oleh Van Peursen sangat diperlukan untuk
pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.
berkaitan dengan pembentukan minat intelektual, maka metafisika
mengajarkan mengenai cara berpikir yang serius dan mendalam
tentang hakikat-hakikat segala sesuatu yang bersifat enigmatik,
hingga pada akhirnya melahirkan sikap ingin tahu yang tinggi
sebagaimana mestinya dimiliki oleh para intelektual. Metafisika

6
Mustofa, A. 2007 “filsafat islam” bandung : Pustaka Setia. Hal 38
mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama
sebagai kebenaran yang paling akhir.

Beberapa ahli kemudian merumuskan beberapa manfaat


filsafat ilmu dan metafisika dalam pengembangan ilmu :7

a. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya


paradigma ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum
lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari
luar, antara lain : metafisika, sains yang lain, kejadian
personal dan historis. (Kuhn)
b. Metafisika mengajarkan cara berfikir yang serius, terutama
dalam menjawab promlem yang bersifat enigmatif (teka-
teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang
mendalam.(Kennick)
c. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil
sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas
baru.(Kuhn)
d. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran,
mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme,
sehingga memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya
percabangan ilmu (Kennick)
e. Metafisika menuntut orisinalitas berfikir, karena setiap
metafisikus menyodorkan cara berfikir yang cenderung
subjektif dan menciptakan terminology filsafat yang khas.
Situasi semacam ini diperlukan untuk pengembangan ilmu
dalamrangka menerapkan heuristika.(Van Peursen)
f. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk
mencari prinsip pertama (First Principle) sebagai kebenaran
yang paling akhir. Kepastian ilmiah dalam metode skeptic

7
Fakhry, Majid, A History of Islamic Philsopy alih bahasa R. Mulyadi Kartanegara 1987
“Sejarah Filsafat Islam” Jakarta : Pustaka Jaya,.hal. 27
Descartes hanya dapat diperoleh jika kita menggunakan
metode deduksi yang bertitik tolak dari premis yang paling
kuat (Cogito ergo sum) Skeptis-Metodis Rene Descartes
g. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir pengada,
artinya manusia memiliki kebebasan untuk merealisasikan
dirinya sekaligus bertanggungjawab bagi diri, sesame, dan
dunia. Penghayatan atas kebebasan di satu pihak dan
tanggungjawab di pihak lain merupakan sebuah kontribusi
penting bagi pengembangan ilmu yang sarat dengan nilai
(not value-free). (Bakker)
h. Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi
antara pengada yang satu dengan pengada yang lain.
Aplikasi dalam ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan
mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis,
tetepi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya
pemahaman atas realitas keilmuwan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian
sebelumnya maka dapat tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Metafisika adalah merupakan cabang filsafat yang bertugas mencari
jawaban tentang yang ‘ada’ yaitu filsafat yang memburu hakikat
sesuatu yang ada atau menyelidiki prinsip-prinsip utama.
2. Hubungan antara filsafat ilmu dan metafisika adalah bahwa
kedudukan metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat. Pertama,
metafisika merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam
pergulatan filosofis. Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik
merupakan hal yang signifikan dalam kajian filsafat. Ini tentu
sejajar dengan signifikannya yang menyebut bahwa filsafat adalah
induk dari segala ilmu.
3. Yang menjadi objek kajian dalam metafisika adalah metafisika
umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya
prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika
khusus membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam
bidang-bidang khusus : teologi, kosmologi dan psikologi.
Pemilahan tersebut didasarkan pada ada dapat tidaknya diserap
melalui perangkat indrawi suatu objek filsafat pertama. Metafisika
umum mengkaji realitas sejauh dapat diserap melalui indra sedang
metafisika khusus (metafisika) mengkaji realitas yang tidak dapat
diserap indra, apakah itu realitas ketuhanan (teologi), semesta
sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun kejiawan (psikologi).
4. Pengaruh tentang kajian metafisika
a. Dalam kehidupan, dengan kedudukannya sebagai salah satu
ilmu , filsafat (metafisika) bertugas mengeksplisitkan prinsip
hidup yang sedikit banyak masih implisit adanya dalam diri
seseorang. Filsafat ingin mengangkat ke permukaan
kebijaksanaan hidup yang lebih sering didominasi oleh
kepentingan tertentu. Metafisika akan menemukan jawaban dari
ketidakpastian hidup, yang mungkin ada.
b. Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan tidak dapat
disangkal lagi adalah pada fundamental ontologisnya,
sumbangan metafisika pada ilmu pengetahuan adalah
persinggunggan antara metafisika dan ontology dengan
epistimologi. Manfaat filsafat ilmu dan Metafisika bagi
Pengembangan Ilmu :
1. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya

paradigm ilmiah

2. Metafisiuka mengajarkan cara berfikir yang serius

3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended

4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran

5. Metafisika menuntut orisinalitas berfikir

6. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk

mencari prinsip pertama (First Principle) sebagai kebenaran

yang paling akhir.

7. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir pengada,

artinya manusia memiliki kebebasan untuk merealisasikan

dirinya sekaligus bertanggungjawab bagi diri, sesame, dan

dunia.

8. Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi

antara pengada yang satu dengan pengada yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 1991. Metafisika. Jakarta : Gramedia.

Bekker, Anton. 1994. Antropologi Metafisik. Yogyakarta: Penerbit Kansius

Delfgaauw,B, 1988. Ontologi dan Metafisika dalam Soejono Soemargono (Ed)

Berpikir Secara Kefilsafatan Yogyakarta : Nur Cahaya.

Edi Subkhan. 2008. Metafisika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas negeri

Jakarta.

Endraswara, Suwardi, 2013. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : FBS Universitas Negeri

Yogyakarta.

Fakhry, Majid,1987,A History of Islamic Philsopy alih bahasa R. Mulyadi

Kartanegara. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta : Pustaka Jaya,.

Mustofa, A. 2007. filsafat islam. Bandung : Pustaka Setia.

Siswanto, Joko. 2004. Metafisika Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Taman Pustaka

Kristen.

Suriasumantri, Jujun. 2008. Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta :

Sinar Harapan.

Susanto. A. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai