Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan section caesarea (SC) atau yang lebih dikenal dengan

persalinan bedah sesar adalah persalinan melalui dinding rahim secara buatan

untuk mengeluarkan janin di dalam kandungan, karena tidak bisa dilakukan

persalinan secara spontan, diketahui proses persalinan SC tersebut jumlahnya

selalu mengalami peningkatan (Yaeni, 2013). Persalinan sesar dilakukan

apabila adanya masalah saat dilakukkan persalinan normal yang dapat

mengancam ibu dan bayinya. Faktor penyebab dilakukan operasi sesar antara

lain seperti gawat janin, jalan lahir tertutup plasenta (plasenta previa),

persalinan macet, ibu mengalami hipertensi (preeklampsia), bayi sungsang

atau melintang, pinggul sempit serta terjadi pendarahan sebelum proses

persalinan (Shahar, 2016).

World Health Organization (WHO) mengemukakan dari 137 negara

ditemukan bahwa terdapat 69 negara (50,4%) yang mempunyai angka

persalinan dengan bedah sesar > 15% (Rivai,dkk. 2013). Data RISKESDAS

tahun 2010, tingkat persalinan dengan cara operasi caesar di Indonesia

mencapai 15,3% yaitu sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir yang diwawancarai di 33 provinsi (Yulita, 2014).

Kasus di 64 rumah sakit Jakarta pada tahun 1993 tercatat 17.665 kelahiran

1
2

dengan presentase 35,7%-55,3% melahirkan dengan section caesar

(Salfariani, 2016). Proporsi kelahiran sesar di wilayah Yogyakarta mencapai

15%-20% menempati urutan ke empat setelah Jakarta, Riau, dan Bali (Sitio,

2015). Hasil penelitian pada tahun 2012 di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA)

Sakinah Idaman Yogyakarta menunjukkan angka pasien mengalami bedah

sesar > 50% (Saraswati, 2012).

Salah satu komplikasi utama yang diderita pasien bedah sesar saat

rawat inap adalah Infeksi Luka Operasi (ILO) yang merupakan salah satu

indikator keselamatan pasien. Data WHO melalui World Alliance for Patient

Safety melaporkan ILO terjadi 2%-5% dari 27 juta pasien pembedahan pada

tiap tahunya dan terdapat 25% pasien ILO karena infeksi fasilitas pelayanan

kesehatan. Di India kejadian ILO mencapai 16% pada pembedahan daerah

perut. Pada negara berkembang Ethopia insiden ILO mencapai 11,4%, di

Serbia sebesar 13%, hingga Iran pada pasien dengan pembedahan abdomen

mencapai 17,4%. Penelitian di Inggris menyebutkan penambahan masa

perawatan hingga mencapai 10 hari pada semua kategori operasi. Inggris

mendapati angka kejadian ILO saat perawatan di bangsal. Rumah Sakit di

Australia mengalami insiden ILO sebanyak 40 kasus (6,90%) (Rivai dkk,

2013). Kemajuan teknologi khususnya persalinan sesar memang menjadi

manfaat yang besar bagi keselamatan ibu dan bayi sehingga dapat

mempermudah proses persalinan. Namun faktanya, angka kematian pada

operasi sesar adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut
3

menunjukkan resiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan pervaginal.

Bahkan untuk kasus infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan persalinan pervaginal (Farahdiba, 2012).

Di jelaskan pada QS. Ra’ad ayat 11:

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu

mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya

atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu

kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka

sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,

maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung

bagi mereka selain Dia”.

Berdasarkan ayat diatas menjelaskan kesungguhan dalam berusaha

akan merubah keadaan suatu kaum. Begitu juga dalam pemberian antibiotik

untuk mencegah infeksi paska operasi, karena mencegah lebih baik dari pada

mengobati.

Antibiotik profilaksis adalah pemberian antibiotik sebelum operasi

dilakukan dan diindikasikan untuk kelas operasi bersih dan bersih

kontaminasi. Pada kasus operasi bedah sesar ini penggunaan antibiotik

profilaksis masuk kategori Highly Recommended, artinya pemberian

antibiotik pada pasien bedah sesar harus dilakukan agar mencegah


4

terjadinya ILO, menurunkan resiko morbiditas dan mortalitas, menghambat

munculnya flora normal resisten dan meminimalkan biaya pelayanan.

Operasi bedah dapat mulai dilakukan saat kadar antibiotik profilaksis di

jaringan target operasi sudah mencapai kadar optimal. Penggunaan

antibiotik dalam pelayanan kesehatan sering kali tidak tepat sehingga dapat

menimbulkan pengobatan kurang efektif, peningkatan risiko terhadap

keamanan pasien, meluasnya resistensi dan tingginya biaya pengobatan.

Evaluasi penggunaan antibiotik penting dilakukan, bertujuan untuk:

1. Mengetahui jumlah penggunaan antibiotik di rumah sakit.

2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah

sakit.

3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di

rumah sakit secara sistematik dan terstandar.

4. Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit.

Evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis secara kualitatif, dapat

dilakukan dengan metode Gyssens, untuk mengevaluasi ketepatan

penggunaan antibiotik (Kemenkes RI, 2011).

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito merupakan Rumah

Sakit Umum milik Kementrian Kesehatan yang ada di Yogyakarta yang

menjadi rujukan persalinan khususnya pasien bedah sesar. Berdasarkan data

yang diperoleh di RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2000 kejadian infeksi luka
5

paska bedah sesar sekitar 15% (Hastuti, 2011). RSUP Dr. Sardjito pada

penelitian berjudul Determinasi Infeksi Luka Operasi Pascabedah Sesar

merupakan rumah sakit dengan angka persalinan sesar cukup besar sebanyak

173 pasien (Rivai, 2013). Pada saat ini belum ada penelitian terkait evaluasi

penggunaan antibiotik profilaksis secara kualitatif pada pasien bedah sesar

tahun 2016, sehingga peneliti tertarik mengangkat kasus tersebut kedalam

penelitian yang diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan pelayanan

RSUP Dr. Sardjito, terutama dalam mencegah terjadinya infeksi dan

resistensi serta sebagai evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis yang

tepat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah

sesar di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari – Desember

2016 dilihat dari jenis antibiotik, rute, dosis, frekuensi, durasi dan waktu

pemberian berdasarkan Kemenkes RI 2011?

2. Bagaimana kualitas penggunaan antibiotik profilaksis berdasarkan

bagan alur Gyssens pada pasien bedah sesar di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode Januari – Desember 2016?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah

sesar di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Desember 2016


6

dilihat dari jenis antibiotik, rute, dosis, frekuensi, durasi dan waktu

pemberian berdasarkan Kemenkes 2011.

2. Mengetahui kualitas penggunaan antibiotik profilaksis berdasarkan

bagan alur Gyssens pada pasien bedah sesar di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode Januari – Desember 2016.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Bermanfaat sebagai bahan informasi bagi RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta dalam pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat bagi

pasien bedah sesar sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi dan

resistensi bakteri.

2. Bagi Farmasis

Bermanfaat dalam menambah wawasan tentang kesehatan,

terutama tentang penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah

sesar dilihat dari jenis antibiotik, rute, dosis, frekuensi, durasi, dan

waktu pemberian.

3. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan sebagai syarat

untuk memenuhi gelar sarjana farmasi.


7

E. Keaslian Penelitian

Hasil penelusuran didapatkan belum ada penelitian tentang Evaluasi

Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Sesar di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode Januari – Desember 2016, namun terdapat

penelitian yang memiliki permasalahan yang hampir sama. Perbedaan pada

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Penelitian Sebelumnya


Nama,
No. Judul Metode Hasil Perbedaan
tahun

1. Saraswati, Evaluasi Kualitas Penelitian 25,61% terhadap Lokasi


2012 Penggunaan bersifat kesesuaian jenis penelitian,
Antibiotik Profilaksis deskriptif non antibiotik profilaksis; waktu
pada Pasien Bedah eksperimental 100% kesesuaian rute penelitian,
Sesar di RSIA pemberian antibiotik subjek
Sakinah Idaman profilaksis; 5,49% penelitian.
Yogyakarta Periode kesesuaian terhadap
Januari-Desember dosis, frekuensi, dan
2012 durasi; 68,29%
kesesuaian waktu
pemberian antibiotik
profilakasis; Tidak ada
yang termasuk dalam
bagan alur Gyssens
kategori 0.

2. Husnawati, Pola Penggunaan Penelitian Seftriakson 1 g Lokasi


2016 Antibiotik Profilaksis bersifat sebanyak 58,9%, dan penelitian,
deskriptif non antibiotik kombinasi subjek
pada Pasien Bedah
eksperimental gentamisin 80 mg penelitian,
Caesar (Sectio dengan seftriakson 1 g variabel
Caesarea) di Rumah sebanyak 41,1% penelitian.
Sakit Pekanbaru dengan nama generik
Medical Center (100%) dan waktu
(PMC) Tahun 2014 pemberian antibiotik
0-2 jam sebelum
operasi dengan rute
secara intravena.

Anda mungkin juga menyukai