Dosen Pengampuh :
Oleh :
Ririn Sutanti
NIM N012181018
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDIN
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas segala
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
5. Conditional / Unclassified................................................................................. 20
L. Reaksi-reaksi Yang Seyogyanya Dilaporkan Dalam Monitoring Efek Samping
Obat 20
M. Obat-Obat Yang perlu di monitoring efek sampingnya: ................................... 21
N. Laporan Efek Samping Obat di Indonesia ............................................................ 25
BAB III ............................................................................................................................. 27
PENUTUP ........................................................................................................................ 27
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satu bagian pelayanan farmasi klinik
risiko. Institute of Medicine (IoM) melaporkan bahwa sekitar 10% obat digunakan
1
dan 2% dari kejadian tersebut menjalani perawatan di rumah sakit. Laporan
pengobatan.
regulasi obat, praktik klinik, dan kesehatan masyarakat secara umum. Pemantauan
profil keamanannya atau rasio risk benefit, dimana benefit harus lebih besar dari
risk untuk mendukung jaminan keamanan obat yang beredar. Pengawasan aspek
setiap tahap perjalanan atau siklus obat. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami
akan membahas tentang monitoring efek samping obat sebagai salah satu bagian
B. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi MESO
pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran
1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan
terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare). keamanan dan mutu sebelum
kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut
3
dilakukan terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan
sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang
dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan
Merupakan salah satu tugas PFT , Tim Meso dalam PFT adalah :
b) Ahli Farmakologi
c) Apoteker
d) Perawat
a) dokter
b) dokter spesialis
c) dokter gigi
d) apoteker
4
e) bidan
f) perawat
E. Pelaksanaan MESO
pembekuan atau penarikan ijin edar dan penarikan obat dari peredaran untuk
UMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan
ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESONasional dari Saudara, akan
Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang
dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base
negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui
5
Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat
kegawatan efek samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk
saran serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori,
dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat
monitoring efek samping obat dengan cara mengirimkan laporan efek samping
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan,
baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun
Ketika suatu obat telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat
dan Makan an (POM) untuk diedarkan, penggunaan obat secara luas oleh
masyarakat tidak dapat dihindari. Untuk itu, tuntutan pengawalan dan pemantauan
aspek keamanan suatu obat pun harus terus-menerus dilakukan. Hal itu lebih
marketing surveillance).
pemantauan baik dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu obat yang beredar.
Kegiatan itu dilakukan Badan POM dalam upaya menjamin keamanan obat
6
Bila kegiatan strategis itu dilakukan secara berkesinambung an akan
pascapemasaran, efek samping obat dapat dicegah. Kegiatan itu juga menjadi
salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik, dan
perjalanan suatu obat. Masyarakat atau pasien adalah pengguna akhir suatu
produk obat. Pasien menerima pengobatan yang diberikan dokter untuk perawatan
kesehatannya. Saat itulah pasien berhak mengetahui informasi apa pun tentang
obat yang hendak digunakan. Untuk itu, tenaga kesehatan, baik dokter maupun
penggunaan obat tersebut. Mereka juga harus menyarankan kepada pasien untuk
tidak sungkan kembali lagi kepada dokter apabila merasakan halhal yang tidak
itu sesuai dengan rambu-rambu yang diberikan secara khusus oleh dokter pada
saat meresepkan obat ataupun ramburambu yang melekat pada obat tersebut, yaitu
7
Brosur di dalam obat itu terdapat informasi untuk penga walan keamanan
yang diderita pasien), kontraindikasi (obat dilarang untuk diberikan kepada pasien
dengan kondisi medis tertentu yang disebutkan), peringatan dan perhatian (hal-hal
yang harus diperhatikan pasien selama menggunakan obat tersebut), dan informasi
efek samping.
tetap konsisten sesuai dengan pada saat pertama kali disetujui beredar? Untuk
itulah dibutuhkan partisipasi pengawalan aspek keamanan obat oleh pasien atau
Pasien atau masyarakat adalah sumber utama dalam hal pemantauan efek
dapat mencegah kemungkinan efek samping yang sama terjadi pada orang lain
diabaikan (misal di Norwegia 11,5%, Prancis 13%, Britania Raya 16%) (WHO).
15% hingga 20% untuk menangani permasalahan komplikasi yang terkait dengan
8
Dalam upaya mendorong partisipasi semua pihak terkait dengan
obat. Peran tenaga kesehatan Selain masyarakat atau pasien, dibutuhkan pula
peranan tenaga kesehatan dalam melaporkan kasus efek samping obat. Saat ini
sistem pelaporan efek samping oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat
Oleh karena itu, setiap laporan efek samping yang diinformasikan pasien
Badan POM dalam bentuk laporan efek samping. Badan POM memberikan
seluruh Indonesia.
informasi yang lengkap. Informasi itu terkait dengan empat unsur penting, yaitu
informasi tentang pasien, efek samping yang dialami, obat yang dicurigai
penyebab efek samping, dan tenaga kesehatan pelapor. Formulir kuning dapat
sedikit membutuhkan biaya dan cukup efektif. Keuntungan lainnya adalah dapat
menemukan efek samping obat yang jarang terjadi, fatal, atau gawat. Dengan
populasi yang sangat besar di negara kita, pelaporan efek samping obat oleh
keamanan suatu obat pascapemasaran tersebut, Badan POM menunjuk tim ahli
9
sesuai dengan spesifi kasi keahlian yang dibutuhkan. Selanjutnya mereka akan
memberikan rekomendasinya.
tindak lanjut regulatori yang dihasilkan dari proses pengkajian dan pembahasan
aspek keamanan suatu obat dapat berupa pembatasan indikasi, perubahan dosis
keamanan), pembekuan sementara izin edar, pembatalan izin edar, dan penarikan
dari peredaran. Langkah berikutnya, tindak lanjut regulatori ini harus dapat
dokter atau yang dikenal dengan dear doctor letter. Informasi itu disampaikan
10
Laporan efek samping obat itu merupakan langkah deteksi dini dan
mengetahui efek samping atau informasi aspek keamanan suatu obat tersebut
membangun rasa percaya diri dokter dalam meresepkan obat tersebut kepada
pasiennya.
suatu obat lebih besar dengan mengetahui informasi efek samping atau aspek
keamanan yang harus diwaspadai sehingga keberhasilan terapi kepada pasien juga
meningkat.
yang diterima, Badan POM selanjutnya akan mengevaluasi setiap laporan untuk
risiko menjadi lebih besar daripada kemanfaatan, Badan POM akan mengkaji
11
aktivitas pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran saat ini telah
berkembang secara pesat dan merupakan suatu yang mendesak bagi Indonesia
untuk dapat sejajar dengan negara lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan intensifi
kasi program dalam rangka meningkatkan peran serta tenaga kesehatan dan
kesadaran masyarakat agar lebih proaktif dalam melaporkan efek samping obat.
Selain itu juga menumbuhkan budaya pelaporan efek samping (reporting culture).
Dibutuhkan kerja sama antara Badan POM dan semua pihak yang terkait, untuk
lebih baik. Pihak-pihak terkait itu mulai dari pasien sendiri, tenaga kesehatan,
pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informasi
dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang
dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien. Informasi
yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO dengan menggunakan
12
a. Kode sumber data di isi oleh Badan POM
Nama (singkatan) Diisi inisial atau singkatan nama pasien, untuk menjaga kerahasiaan identitas
pasien
Umur : Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien. Untuk pasien bayi di bawah 1 (satu)
tahun, diisi angka dari minggu(MGG) atau bulan (BL) sesuai umur bayi,
dengan diikuti penulisan huruf MGG atau BL, misal 7 BL.
Pekerjaan : Diisi apabila jenis pekerjaan pasien mengarah kepada kemungkinan adanya
hubungan antara jenis pekerjaandengan gejala atau manifestasiKTD atau
ESO. Contoh: buruh pabrik kimia,pekerja bangunan, pegawai kantor, dan
lain-lain.
Kelamin : Agar diberikan tanda(X) sesuai pilihan jenis kelaminyang tercantum dalam
formulir kuning.Apabilapasien berjenis kelamin wanita,agar diberi
keterangan dengan memberikan tanda (X) padapilihan kondisi berikut:hamil,
tidakhamil,atau tidak tahu.
13
Bentuk/manifestasi ESO Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien
setelah menggunakan obat yangdicurigai. Bentuk/manifestasi ESO dapat
dinyatakan dengan istilah diagnosa ESO secara ilmiah atau deskripsi secara
harfiah, misal bintik kemerahan di sekujur tubuh, bengkak pada kelopak mata,
dan lain lain.
Saat/tanggalmula terjadi Diisi tanggal awal terjadinya ESO, dan juga jarak interval waktu antara pertama
kali obat diberikan sampai
terjadinya ESO.
Kesudahan ESO Diisi informasi kesudahan /outcome dari ESO yang dialami oleh pasien, pada
saat laporan ini dibuat. Terdapat pilihanyang tercantum dalam formulir kuning,
agar diberikan tanda (X) sesuai dengan informasi yang diperoleh.Kesudahan
penyakit utama dapat berupa:sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa,
belum sembuh, atau tidak tahu
Riwayat ESO yang Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah terjadi pada
Pernah dialami pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini
dicurigaimenimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun juga obat lainnya.
Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan
dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk
suplemen,obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama
obat dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama
generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat
ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik atau
industri farmasi.
Bentuk Sediaan Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul,
sirup, suspensi, injeksi,dan lain-lain.
Beri tanda (X)untuk obat Sejawat Tenaga Kesehatan dapat membubuhkan tanda (X) pada kolom obat
yang dicurigai yang dicurigai menimbulkan ESO yang dilaporkan, sesuai informasi produk
atau pengetahuan dan pengalaman sejawat tenaga kesehatan terkait hal tersebut
Cara pemberian Ditulis cara pemberian atau penggunaan obat oleh pasien. Contoh oral, rektal,
topikal, intra vena, intra muskular, semprot dll.
Dosis/Waktu : Dosis: Ditulis dosis obat yang digunakan oleh pasien, dinyatakan dalam satuan
berat atau volume.Waktu: Ditulis waktu penggunaan obat oleh pasien,
dinyatakan dalam satuan waktu, seperti jam, hari dan lain-lain.
Tanggal mula : Ditulis tanggal dari pertama kali pasien menggunakan obat yang dilaporkan,
lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn)
Tanggal akhir : Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien menggunakan obat yang dilaporkan
atau tanggal penghentian penggunaan obat, lengkap dengan bulan dan tahun
(Tgl/Bln/Thn)
Indikasi penggunaan Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit untuk maksud penggunaan
masingmasing obat.
KeteranganTambahan Ditulis semua keterangan tambahan yang kemungkinan ada kaitannya secara
langsung atau tidak langsung dengan gejala ESO yang dilaporkan, misal
kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang
diberikan untuk mengatasi ESO.
DataLaboratorium Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan dalam parameter yang diuji dan
(bila ada) hasilnya, apabila tersedia.
InformasiPelapor Cukup Jelas. Informasi pelapor diperlukan untuk
klarifikasi lebih lanjut dan follow up, apabila diperlukan.
14
G. Mengapa Perlu MESO
penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat diedarkan, baik uji preklinik
maupun uji klinik belum sepenuhnya dapat mengungkapkan efek samping obat
(ESO) utamanya efek samping yang jarang terjadi ataupun yang timbul setelah
penggunaan obat untuk jangka waktu lama. Disamping itu pada uji klinik
wanita hamil, wanita menyusui atau usia lanjt. Maka perhatian terhadap reaksi
yang tidak diinginkan selama pemakaian sangat perlu dipantau secara sistemik.
H. Tujuan MESO
a) Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali yang
ESO.
f) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
15
3. Karakteristik laporan efek samping obat yang baik.
a) Diskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk
b) Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain:
dosis, tanggal, frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga
risiko lainnya.
membuat/menegakkan diagnosis.
16
i) Informasi lain yang relevan.
I. Kapan Melaporkan
samping obat yang terjadi segera setelah muncul kasus diduga ESO atau segera
setelah adanya kasus ESO yang teridentifikasi dari laporan keluhan pasien yang
sedang dirawatnya.
J. Analisis Kausalitas
teramati dengan penggunaan obat oleh pasien. Badan Pengawas Obat dan
kesehatan dapat juga melakukan analisis kausalitas per individual pasien, namun
evaluasi secara individual pasien untuk dapat memberikan perawatan yang terbaik
bagi pasien.
Health Organization (WHO), dan juga gabungan kualitatif dan kuantitatif seperti
17
manfaatkan untuk melakukan analisis kausalitas per individu pasien. Berikut
1. Certain
a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
waktu kejadian dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat
drug intake)
(pharmacologically, pathologically))
recognised pharmacologicalphenomenon))
2. Probable
a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
18
penggunaan obat (Event or laboratory test abnormality with reasonable
3. Possible
a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
drugs)
4. Unlikely
a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari
19
b) Perkembangan penyakit dan akibat penggunaan obat lain dapat memberikan
explanations)
5. Conditional / Unclassified
a) Terjadi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal (Event or laboratory
test abnormality)
b) Data yang lebih lanjut diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi yang baik
c) Atau data tambahan dalam proses pengujian (Or additional data under
examination)
Samping Obat
a) Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek
samping yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan
• Reaksi anafilaktik
• Diskrasia darah
• Perforasi usus
• Aritmia jantung
20
• Seluruh jenis efek fatal
• Kelainan congenital
• Perdarahan lambung
• Efek karsinogenik
• Kegagalan ginjal
• Edema laring
dengan obat golongan opiat; walaupun demikian berbagai obat lain dapat
Obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) merupakan golongan obat yang
21
peningkatan risiko penurunan kadar magnesium (hypomagnesemia) jika
Obat golongan Fibrat merupakan golongan obat yang telah digunakan ber
tahun- tahun untuk menurunkan kadar lipid, seperti trigliserida dan kolesterol
dalam darah.
manfaat yang lebih besar daripada risiko. Namun, dokter sebaiknya tidak
meresepkan fibrat sebagai pengobatan lini pertama pada pasien baru yang
Jenis obat golongan fibrat yang beredar antara lain: bezafibrat, ciprofibrat,
yang sering dilaporkan adalah ini antara lain: digestive, gastric or intestinal
22
kembung); skin reactions (seperti rash, pruritus, urticaria dan
efek samping pada cardiovascular. Hal ini didasarkan pada safety data yang
23
Pada beberapa kasus, dilaporkan bahwa obat yang mengandung
calcium diberikan pada waktu pemberian dan rute administrasi yang berbeda
prematur.
esofagitis refluks.
metoclopramide yang dilansir oleh US FDA dan kemudian juga dimuat dalam
WHO News Letter. Disebutkan bahwa obat ini berisiko menyebabkan tardive
yang diluar kesadaran (involuntary) pada wajah, lidah atau ekstrimitas, yang
berpotensi irreversible.
Pada umumnya atau sebagian besar laporan kasus efek samping obat
yang diterima oleh US FDA, kasus tardive dyskinesia terjadi pada pasien
24
Obat ini disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi untuk
bekerja kurang efektif pada pasien yang dalam waktu bersamaan juga
mengkonsumsi obat proton pump inhibitors (PPI) Hal inilah yang dapat
lambung dan ulser lambung, dan biasanya untuk mengatasi hal tersebut
1. Carbamazepin
Seorang wanita, suku Sunda, usia 27 tahun dengan berat badan 50 kg,
tablet. Setelah minum obat selama 12 hari timbul purpura, ptekhie, ekhimosis ,
seluruh tubuh disertai nyeri menelan, nyeri buang air kecil dan buang air besar
antara carbamazepin dengan Stevens Johnson Syndrom pada kasus ini adalah
probable.
25
2. Amoksisilin + Paracetamol + Asam Mefenamat
Seorang laki-laki, suku Sunda, usia 37 tahun dengan berat badan 55 kg,
pemakaian obat timbul makula eritema dan skuama yang terasa gatal pada
diketahui, dan pada laporan tidak disebutkan pengobatan yang diberikan untuk
+ Asam Mefenamat pada kasus adalah certain. Kedua laporan kasus efek
samping obat yang diterima Pusat MESO Nasional ini dapat menjadi
26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
BPFK, Malaysia, 2002, Guideline for the reporting and monitoring, Kuala
Lumpur, March.
Badan POM RI, 2012, Pedoman Montoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi
Tenaga Kesehatan, Badan POM RI, Jakarta
Health Canada, 2009, Adverse reaction Reporting and Health Product Safety
International
WHO, Safety of Medicines, 2002 A guide to detecting and reporting adverse drug
28
29
30
31