Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

FARMASI KLINIK & KOMUNITAS

(Monitoring Efek Samping Obat)

Dosen Pengampuh :

Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, M.S., Apt

Oleh :

Ririn Sutanti

NIM N012181018

PROGRAM MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDIN

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Kami

mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi

dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Besar harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan, Kami

yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.

Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 1 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
A. Definisi MESO........................................................................................................... 3
B. Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO) ...................................... 3
C. Petugas Yang Terlibat Dalam Melakukan MESO ................................................. 4
1. MESO di rumah sakit.......................................................................................... 4
D. Siapa Yang Melaporkan MESO .............................................................................. 4
E. Pelaksanaan MESO .................................................................................................... 5
F. Cara Melapor Dan Informasi Apa Saja Yang Harus Dilaporkan ............................ 6
G. Mengapa Perlu MESO .......................................................................................... 15
H. Tujuan MESO ....................................................................................................... 15
2. Tujuan Langsung dan Segera ............................................................................ 15
3. Karakteristik laporan efek samping obat yang baik. ......................................... 16
I. Kapan Melaporkan ................................................................................................ 17
J. Analisis Kausalitas ................................................................................................ 17
K. Kategori Kausalitas WHO .................................................................................... 18
1. Certain ............................................................................................................... 18
2. Probable ............................................................................................................ 18
3. Possible ............................................................................................................. 19
4. Unlikely............................................................................................................. 19

ii
5. Conditional / Unclassified................................................................................. 20
L. Reaksi-reaksi Yang Seyogyanya Dilaporkan Dalam Monitoring Efek Samping
Obat 20
M. Obat-Obat Yang perlu di monitoring efek sampingnya: ................................... 21
N. Laporan Efek Samping Obat di Indonesia ............................................................ 25
BAB III ............................................................................................................................. 27
PENUTUP ........................................................................................................................ 27
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke

pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care.Kegiatan pelayanan

kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi

menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup dari pasien.

Pelayanan farmasi klinik di Apotek atau rumah sakit merupakan

bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab

kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satu bagian pelayanan farmasi klinik

adalah monitoring efek samping obat.

Obat merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses penyembuhan

penyakit, pemulihan kesehatan, dan pencegahan terhadap suatu penyakit.

Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat dan

risiko. Institute of Medicine (IoM) melaporkan bahwa sekitar 10% obat digunakan

oleh masyarakat mengalami kesalahan dan mengakibatkan reaksi obat merugikan

1
dan 2% dari kejadian tersebut menjalani perawatan di rumah sakit. Laporan

tersebut juga memperkirakan bahwa 44.000 – 98.000 pasien meninggal setiap

tahun akibat kesalahan pengobatan. Konsep keamanan pengobatan mengacu pada

pencegahan, deteksi, pelaporan, dan respons terhadap ke jadikan kesalahan

pengobatan.

Keamanan obat merupakan salah satu komponen penting dalam sistem

regulasi obat, praktik klinik, dan kesehatan masyarakat secara umum. Pemantauan

aspek keamanan obat harus selalu dilakukan untuk mengevaluasi konsistensi

profil keamanannya atau rasio risk benefit, dimana benefit harus lebih besar dari

risk untuk mendukung jaminan keamanan obat yang beredar. Pengawasan aspek

keamanan obat senantiasa dilakukan dengan pendekatan risk management di

setiap tahap perjalanan atau siklus obat. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami

akan membahas tentang monitoring efek samping obat sebagai salah satu bagian

pelayanan farmasi klinik di rumah sakit.

B. Tujuan

1. Memenuhi tugas mata kuliah Farmasi Klinik dan Komunitas

2. Untuk mengetahui lebih dalam tentang monitoring efek samping obat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi MESO

Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan keamanan

obat sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara

berkesinambungan untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat, sejalan

pelaksanaan evaluasi aspek efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia

masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir

pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran

1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan

digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan

juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider

merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan

terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare). keamanan dan mutu sebelum

suatu obat diberikan ijin edar (pra-pemasaran).

B. Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)

MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela

(voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna

kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut

3
dilakukan terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan

kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh

sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang

dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan

jarang terjadi (rare).

C. Petugas Yang Terlibat Dalam Melakukan MESO

1. MESO di rumah sakit

Merupakan salah satu tugas PFT , Tim Meso dalam PFT adalah :

a) Para Klinisi Terkait

b) Ahli Farmakologi

c) Apoteker

d) Perawat

D. Siapa Yang Melaporkan MESO

Tenaga kesehatan, dapat meliputi:

a) dokter

b) dokter spesialis

c) dokter gigi

d) apoteker

4
e) bidan

f) perawat

g) tenaga kesehatan lain.

E. Pelaksanaan MESO

Program MESO menggunakan metode pelaporan secara sukarela

(Voluntary reporting) dari tenaga kesehatan dengan formulir pelaporan yang

dirancang sesederhana mungkin sehingga memudahkan pengisiannya (formulir

kuning). Hasil pengkajian aspek keamanan berdasarkan laporan ESO di indonesia

atau informasi ESO internasional, dapat digunakan untuk pertimbangan suatu

tindak lanjut regulatori berupa pembatasan indikasi, pembatasan dosis,

pembekuan atau penarikan ijin edar dan penarikan obat dari peredaran untuk

menjamin perlindungan keamanan masyarakat.

Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-

UMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan

ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESONasional dari Saudara, akan

dikirim ke “Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC

Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang

dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base

Pusat MESO Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-

negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui

e-mail Vigimed Lists.

5
Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat

kegawatan efek samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk

saran serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori,

dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat

mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan

monitoring efek samping obat dengan cara mengirimkan laporan efek samping

produk terapetik yang dijumpai

F. Cara Melapor Dan Informasi Apa Saja Yang Harus Dilaporkan

Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan,

baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun

yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADR).

Ketika suatu obat telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat

dan Makan an (POM) untuk diedarkan, penggunaan obat secara luas oleh

masyarakat tidak dapat dihindari. Untuk itu, tuntutan pengawalan dan pemantauan

aspek keamanan suatu obat pun harus terus-menerus dilakukan. Hal itu lebih

dikenal dengan istilah pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran (post-

marketing surveillance).

Dalam hal ini Badan POM melakukan langkah pengawalan dan

pemantauan baik dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu obat yang beredar.

Kegiatan itu dilakukan Badan POM dalam upaya menjamin keamanan obat

(ensuring drug safety) pascapemasaran.

6
Bila kegiatan strategis itu dilakukan secara berkesinambung an akan

berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai

pengguna akhir dari suatu obat. Dengan pemantauan aspek keamanan

pascapemasaran, efek samping obat dapat dicegah. Kegiatan itu juga menjadi

salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik, dan

kesehatan masyarakat secara umum.

Peran masyarakat Masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam

perjalanan suatu obat. Masyarakat atau pasien adalah pengguna akhir suatu

produk obat. Pasien menerima pengobatan yang diberikan dokter untuk perawatan

kesehatannya. Saat itulah pasien berhak mengetahui informasi apa pun tentang

obat yang hendak digunakan. Untuk itu, tenaga kesehatan, baik dokter maupun

apoteker, harus dapat memberikan informasi yang jelas terkait de ngan

penggunaan obat tersebut. Mereka juga harus menyarankan kepada pasien untuk

tidak sungkan kembali lagi kepada dokter apabila merasakan halhal yang tidak

nyaman selama menggunakan obat.

Beragam pertanyaan yang dapat diajukan terkait dengan penggunaan obat

menunjukkan obat merupakan suatu produk khusus yang membutuhkan perhatian

dan kewaspadaan serta kepatuhan dalam penggunaannya. Kepatuhan penggunaan

itu sesuai dengan rambu-rambu yang diberikan secara khusus oleh dokter pada

saat meresepkan obat ataupun ramburambu yang melekat pada obat tersebut, yaitu

yang tercantum dalam brosur yang menyertai produk obat.

7
Brosur di dalam obat itu terdapat informasi untuk penga walan keamanan

penggunaannya, seperti indikasi (obat diberikan sesuai dengan indikasi penyakit

yang diderita pasien), kontraindikasi (obat dilarang untuk diberikan kepada pasien

dengan kondisi medis tertentu yang disebutkan), peringatan dan perhatian (hal-hal

yang harus diperhatikan pasien selama menggunakan obat tersebut), dan informasi

efek samping.

Lantas, bagaimana aspek keamanan obat dapat dikawal agar manfaatnya

tetap konsisten sesuai dengan pada saat pertama kali disetujui beredar? Untuk

itulah dibutuhkan partisipasi pengawalan aspek keamanan obat oleh pasien atau

masyarakat. Caranya dengan melaporkan efek samping yang dialaminya kepada

dokter yang meresepkan obat.

Pasien atau masyarakat adalah sumber utama dalam hal pemantauan efek

samping obat karena pasienlah yang mengalami dan merasakannya.Pelaporan itu

dapat mencegah kemungkinan efek samping yang sama terjadi pada orang lain

apabila diresepkan obat yang sama.

Di beberapa negara, kasus efek samping obat yang menyebabkan pasien

memerlukan perawatan di rumah sakit menunjukkan persentase yang tidak dapat

diabaikan (misal di Norwegia 11,5%, Prancis 13%, Britania Raya 16%) (WHO).

Di beberapa negara lainnya, pembiayaan kesehatan di rumah sakit dapat mencapai

15% hingga 20% untuk menangani permasalahan komplikasi yang terkait dengan

penggunaan obat (WHO).

8
Dalam upaya mendorong partisipasi semua pihak terkait dengan

penggunaan obat, Badan POM melakukan program pemantauan efek samping

obat. Peran tenaga kesehatan Selain masyarakat atau pasien, dibutuhkan pula

peranan tenaga kesehatan dalam melaporkan kasus efek samping obat. Saat ini

sistem pelaporan efek samping oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat

sukarela (voluntary reporting). Karena itu, keberhasilan berjalannya sistem ini

bergantung pada peran tenaga kesehatan itu sendiri.

Oleh karena itu, setiap laporan efek samping yang diinformasikan pasien

kepada dokter, sangat didorong (encouraged) untuk dapat diteruskan kepada

Badan POM dalam bentuk laporan efek samping. Badan POM memberikan

fasilitasi pelaporan efek samping obat dengan menyirkulasikan formulir pelaporan

berwarna kuning (dikenal dengan formulir kuning) kepada tenaga kesehatan di

seluruh Indonesia.

Di dalam formulir kuning, tenaga kesehatan diharapkan memberikan

informasi yang lengkap. Informasi itu terkait dengan empat unsur penting, yaitu

informasi tentang pasien, efek samping yang dialami, obat yang dicurigai

penyebab efek samping, dan tenaga kesehatan pelapor. Formulir kuning dapat

diperbanyak dan dikirim tanpa menggunakan prangko. Metode pelaporan itu

sedikit membutuhkan biaya dan cukup efektif. Keuntungan lainnya adalah dapat

menemukan efek samping obat yang jarang terjadi, fatal, atau gawat. Dengan

populasi yang sangat besar di negara kita, pelaporan efek samping obat oleh

tenaga kesehatan merupakan potensi yang penting untuk mengevaluasi profil

keamanan suatu obat pascapemasaran tersebut, Badan POM menunjuk tim ahli

9
sesuai dengan spesifi kasi keahlian yang dibutuhkan. Selanjutnya mereka akan

memberikan rekomendasinya.

Jika hasil pengkajian mengindikasikan/merekomendasikan perlunya

pengambilan langkah tindak lanjut regulatori, pembahasan akan dibawa ke tingkat

Komite Nasional Penilai Obat Jadi.

Rekomendasi yang dilaku kan harus berpihak pada kepentingan keamanan

pasien secara khusus, dan kesehatan masyarakat secara umum. Rekomendasi

tindak lanjut regulatori yang dihasilkan dari proses pengkajian dan pembahasan

aspek keamanan suatu obat dapat berupa pembatasan indikasi, perubahan dosis

pemberian dan posologi, perubahan penandaan (penambahan informasi aspek

keamanan), pembekuan sementara izin edar, pembatalan izin edar, dan penarikan

dari peredaran. Langkah berikutnya, tindak lanjut regulatori ini harus dapat

diinformasikan secara luas utamanya kepada tenaga kesehatan sebagai penyedia

pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Penyebaran informasinya dilakukan dengan penerbitan informasi untuk

dokter atau yang dikenal dengan dear doctor letter. Informasi itu disampaikan

kepada asosiasi profesi ke sehatan (IDI) untuk dapat disebarluaskan ke seluruh

anggotanya. Di samping itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan juga

menerbitkan buletin berita MESO, yang disebarluaskan ke hampir seluruh

pelayanan kesehatan di Indonesia.

10
Laporan efek samping obat itu merupakan langkah deteksi dini dan

pencegahan adanya permasalahan terkait dengan penggunaan suatu obat. Dengan

mengetahui efek samping atau informasi aspek keamanan suatu obat tersebut

membangun rasa percaya diri dokter dalam meresepkan obat tersebut kepada

pasiennya.

Beberapa survei menunjukkan rasa percaya diri dokter dalam meresepkan

suatu obat lebih besar dengan mengetahui informasi efek samping atau aspek

keamanan yang harus diwaspadai sehingga keberhasilan terapi kepada pasien juga

meningkat.

Pengkajian profil keamanan obat Terhadap semua laporan efek samping

yang diterima, Badan POM selanjutnya akan mengevaluasi setiap laporan untuk

menentukan hubungan kausalitasnya. Dalam melakukan evaluasi aspek

keamanan, Badan POM melakukan penilaian tentang kemanfaatan dan risiko

(riskbenefit assessment). Perimbangan yang diharapkan antara kemanfaatan dan

risiko adalah kemanfaatan melebihi risiko.Laporan efek samping yang

disampaikan tenaga kesehatan kepada Badan POM merupakan masukan penting

untuk melakukan identifi kasi kemungkinan bergesernya perimbangan antara

kemanfaatan dan risiko.

Bila profil keamanan suatu obat dengan pergeseran perimbangan dengan

risiko menjadi lebih besar daripada kemanfaatan, Badan POM akan mengkaji

profil keamanan obat tersebut. Pengkajian harus dilakukan untuk penetapan

langkah tindak lanjut regulatori yang tepat. Dalam pengkajian komprehensif

11
aktivitas pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran saat ini telah

berkembang secara pesat dan merupakan suatu yang mendesak bagi Indonesia

untuk dapat sejajar dengan negara lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan intensifi

kasi program dalam rangka meningkatkan peran serta tenaga kesehatan dan

kesadaran masyarakat agar lebih proaktif dalam melaporkan efek samping obat.

Selain itu juga menumbuhkan budaya pelaporan efek samping (reporting culture).

Dibutuhkan kerja sama antara Badan POM dan semua pihak yang terkait, untuk

mendorong budaya kepedulian dan kewaspadaan terhadap penggunaan obat yang

lebih baik. Pihak-pihak terkait itu mulai dari pasien sendiri, tenaga kesehatan,

rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan, institusi pendidikan kesehatan,

organisasi profesi kesehatan, hingga penyedia obat (industri farmasi pemegang

izin edar), dan media.

Informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisikan ke dalam

formulir pelaporan ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan

pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informasi

dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang

dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien. Informasi

yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO dengan menggunakan

formulir kuning, adalah sebagai berikut:

12
a. Kode sumber data di isi oleh Badan POM

b. Informasi tentang penderita

Nama (singkatan) Diisi inisial atau singkatan nama pasien, untuk menjaga kerahasiaan identitas
pasien

Umur : Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien. Untuk pasien bayi di bawah 1 (satu)
tahun, diisi angka dari minggu(MGG) atau bulan (BL) sesuai umur bayi,
dengan diikuti penulisan huruf MGG atau BL, misal 7 BL.

Suku : Diisi informasi namasuku daripasien, misal suku Jawa,Batak,dan sebagainya.

Berat badan : Diisi angka dari beratbadanpasien, dinyatakan dalam kilogram(kg).

Pekerjaan : Diisi apabila jenis pekerjaan pasien mengarah kepada kemungkinan adanya
hubungan antara jenis pekerjaandengan gejala atau manifestasiKTD atau
ESO. Contoh: buruh pabrik kimia,pekerja bangunan, pegawai kantor, dan
lain-lain.
Kelamin : Agar diberikan tanda(X) sesuai pilihan jenis kelaminyang tercantum dalam
formulir kuning.Apabilapasien berjenis kelamin wanita,agar diberi
keterangan dengan memberikan tanda (X) padapilihan kondisi berikut:hamil,
tidakhamil,atau tidak tahu.

Penyakit utama : Diisikan informasidiagnosa penyakityang dideritapasien sehingga pasien harus


menggunakanobat yang dicurigai menimbulkan KTDatauESO

Kesudahan penyakit utama : Diisiinformasikesudahan/outcome dari penyakit utama, pada saatpasien


mengeluhkan atau berkonsultasi tentang KTD atauESOyang dialaminya.
Terdapatpilihanyang tercantum dalam formulir kuning,
agardiberikantanda(X)sesuaidengan informasi yang diperoleh. Kesudahan
penyakit utama dapatberupa: sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa,
belum sembuh,atautidaktahu.
Penyakit/kondisi lain yang Diisi informasi tentangpenyakit/kondisilain di luar penyakit utama yang
menyertai : sedangdialami pasien bersamaan denganwaktu mula menggunakan obat
dankejadianKTD atauESO. Terdapatpilihan yang tercantum dalam formulir
kuning, agar diberikantanda (X) sesuai informasiyang diperoleh,yang dapat
berupa:gangguan ginjal, gangguan hati,alergi, kondisi medislainnya, dan
lain-lain sebutkan jikadi luaryang tercantum.Informasi ini bermanfaat untuk
proses evaluasi hubungankausal, untuk memverifikasi kemungkinan
adanyafaktorpenyebablain dari terjadinya KTD atau ESO.

c. Informasi tentang ESO

13
Bentuk/manifestasi ESO Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien
setelah menggunakan obat yangdicurigai. Bentuk/manifestasi ESO dapat
dinyatakan dengan istilah diagnosa ESO secara ilmiah atau deskripsi secara
harfiah, misal bintik kemerahan di sekujur tubuh, bengkak pada kelopak mata,
dan lain lain.
Saat/tanggalmula terjadi Diisi tanggal awal terjadinya ESO, dan juga jarak interval waktu antara pertama
kali obat diberikan sampai
terjadinya ESO.
Kesudahan ESO Diisi informasi kesudahan /outcome dari ESO yang dialami oleh pasien, pada
saat laporan ini dibuat. Terdapat pilihanyang tercantum dalam formulir kuning,
agar diberikan tanda (X) sesuai dengan informasi yang diperoleh.Kesudahan
penyakit utama dapat berupa:sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa,
belum sembuh, atau tidak tahu
Riwayat ESO yang Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah terjadi pada
Pernah dialami pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini
dicurigaimenimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun juga obat lainnya.
Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan
dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk
suplemen,obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama
obat dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama
generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat
ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik atau
industri farmasi.
Bentuk Sediaan Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul,
sirup, suspensi, injeksi,dan lain-lain.
Beri tanda (X)untuk obat Sejawat Tenaga Kesehatan dapat membubuhkan tanda (X) pada kolom obat
yang dicurigai yang dicurigai menimbulkan ESO yang dilaporkan, sesuai informasi produk
atau pengetahuan dan pengalaman sejawat tenaga kesehatan terkait hal tersebut
Cara pemberian Ditulis cara pemberian atau penggunaan obat oleh pasien. Contoh oral, rektal,
topikal, intra vena, intra muskular, semprot dll.
Dosis/Waktu : Dosis: Ditulis dosis obat yang digunakan oleh pasien, dinyatakan dalam satuan
berat atau volume.Waktu: Ditulis waktu penggunaan obat oleh pasien,
dinyatakan dalam satuan waktu, seperti jam, hari dan lain-lain.
Tanggal mula : Ditulis tanggal dari pertama kali pasien menggunakan obat yang dilaporkan,
lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn)
Tanggal akhir : Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien menggunakan obat yang dilaporkan
atau tanggal penghentian penggunaan obat, lengkap dengan bulan dan tahun
(Tgl/Bln/Thn)
Indikasi penggunaan Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit untuk maksud penggunaan
masingmasing obat.
KeteranganTambahan Ditulis semua keterangan tambahan yang kemungkinan ada kaitannya secara
langsung atau tidak langsung dengan gejala ESO yang dilaporkan, misal
kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang
diberikan untuk mengatasi ESO.
DataLaboratorium Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan dalam parameter yang diuji dan
(bila ada) hasilnya, apabila tersedia.
InformasiPelapor Cukup Jelas. Informasi pelapor diperlukan untuk
klarifikasi lebih lanjut dan follow up, apabila diperlukan.

14
G. Mengapa Perlu MESO

Pemantauan keamanan obat sesudah beredar masih perlu dilakukan karena

penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat diedarkan, baik uji preklinik

maupun uji klinik belum sepenuhnya dapat mengungkapkan efek samping obat

(ESO) utamanya efek samping yang jarang terjadi ataupun yang timbul setelah

penggunaan obat untuk jangka waktu lama. Disamping itu pada uji klinik

seringkali tidak melibatkan penggunaan obat yang termasuk kelompok anak-anak,

wanita hamil, wanita menyusui atau usia lanjt. Maka perhatian terhadap reaksi

yang tidak diinginkan selama pemakaian sangat perlu dipantau secara sistemik.

H. Tujuan MESO

2. Tujuan Langsung dan Segera

a) Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali yang

baru saja ditemukan

b) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi

timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya reaksi

ESO.

c) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan

d) Membuat peraturan yang sesuai

e) Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan

f) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO

15
3. Karakteristik laporan efek samping obat yang baik.

Karakteristik suatu pelaporan spontan (Spontaneous reporting) yang baik,

meliputi beberapa elemen penting berikut:

a) Diskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk

waktu mula gejala efek samping (time to onset of signs/symptoms).

b) Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain:

dosis, tanggal, frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga

obat bebas, suplemen makanan dan pengobatan lain yang sebelumnya

telah dihentikan yang digunakan dalam waktu yang berdekatan dengan

awal mula kejadian efek samping.

c) Karakteristik pasien, termasuk informasi demografik (seperti usia, suku

dan jenis kelamin), diagnosa awal sebelum menggunakan obat yang

dicurigai, penggunaan obat lainnya pada waktu yang bersamaan, kondisi

ko-morbiditas, riwayat penyakit keluarga yang relevan dan adanya faktor

risiko lainnya.

d) Diagnosa efek samping, termasuk juga metode yang digunakan untuk

membuat/menegakkan diagnosis.

e) Informasi pelapor meliputi nama, alamat dan nomor telepon.

f) Terapi atau tindakan medis yang diberikan kepada pasien untuk

menangani efek samping tersebut dan kesudahan efek samping (sembuh,

sembuh dengan gejala sisa, perawatan rumah sakit atau meninggal).

g) Data pemeriksaan atau uji laboratorium yang relevan.

h) Informasi dechallenge atau rechallenge (jika ada).

16
i) Informasi lain yang relevan.

I. Kapan Melaporkan

Tenaga kesehatan sangat dihimbau untuk dapat melaporkan kejadian efek

samping obat yang terjadi segera setelah muncul kasus diduga ESO atau segera

setelah adanya kasus ESO yang teridentifikasi dari laporan keluhan pasien yang

sedang dirawatnya.

J. Analisis Kausalitas

Analisis kausalitas merupakan proses evaluasi yang dilakukan untuk

menentukan atau menegakkan hubungan kausal antara kejadian efek samping

yang terjadi atau

teramati dengan penggunaan obat oleh pasien. Badan Pengawas Obat dan

Makanan akan melakukan analisis kausalitas laporan KTD/ESO. Sejawat tenaga

kesehatan dapat juga melakukan analisis kausalitas per individual pasien, namun

bukan merupakan suatu keharusan untuk dilakukan. Namun demikian, analisis

kausalitas ini bermanfaat bagi sejawat tenaga kesehatan dalam melakukan

evaluasi secara individual pasien untuk dapat memberikan perawatan yang terbaik

bagi pasien.

Tersedia beberapa algoritma atau tool untuk melakukan analisis

kausalitas terkait KTD/ESO. Pendekatan yang dilakukan pada umumnya adalah

kualitatif sebagaimana Kategori Kausalitas yang dikembangkan oleh World

Health Organization (WHO), dan juga gabungan kualitatif dan kuantitatif seperti

Algoritma Naranjo. Di dalam formulir pelaporan ESO atau formulir kuning,

tercantum tabel Algoritma Naranjo, yang dapat sejawat tenaga kesehatan

17
manfaatkan untuk melakukan analisis kausalitas per individu pasien. Berikut

diuraikan secara berturut-turut Kategori Kausalitas WHO dan Algoritma Naral.

K. Kategori Kausalitas WHO

1. Certain

a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari

waktu kejadian dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah penggunaan obat

(Event or laboratory test abnormality with plausible time relationship to

drug intake)

b) Tidak dapat dijelaskan bahwa efek samping tersebut merupakan

perkembangan penyakit atau dapat disebabkan oleh penggunaan obat lain

(Cannot be explained by disease or other drugs)

c) Respon terhadap penghentian penggunaan obat dapat terlihat (secara

farmakologi dan patologi (Response to withdrawal plausible

(pharmacologically, pathologically))

d) Efek samping tersebut secara definitive dapat dijelaskan dari aspek

farmakologi atau fenomenologi (Event definitive pharmacologically or

phenomenologically (An objective and specific medical disorder or

recognised pharmacologicalphenomenon))

e) Rechallenge yang positif (Positive rechallenge (if necessary)

2. Probable

a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari

waktu kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah

18
penggunaan obat (Event or laboratory test abnormality with reasonable

time relationship to drug intak)

b) Tidak tampak sebagai perkembangan penyakit atau dapat disebabkan oleh

obat lain (Unlikely to be attributed to disease or other drugs)

c) Respon terhadap penghentian penggunaan obat secara klinik dapat

diterima (Response to withdrawal clinically reasonable)

d) Rechallenge tidak perlu (Rechallenge not necessary)

3. Possible

a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari

waktu kejadian masih dapat diterima yaitu bahwa terjadi setelah

penggunaan obat (Event or laboratory test abnormality with reasonable

time relationship to drug intake)

b) Dapat dijelaskan oleh kemungkinan perkembangan penyakit atau

disebabkan oleh obat lain (Could also be explained by disease or other

drugs)

c) Informasi terkait penghentian obat tidak lengkap atau tidak jelas

(Information on drug withdrawal lacking or unclear)

4. Unlikely

a) Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari

hubungan waktu kejadian dan penggunaan obat adalah tidak mungkin

(Event or laboratory test abnormality with a time relationship to drug intake

that makes a connection improbable (but not impossible))

19
b) Perkembangan penyakit dan akibat penggunaan obat lain dapat memberikan

penjelasan yang dapat diterima (Diseases or other drugs provide plausible

explanations)

5. Conditional / Unclassified

a) Terjadi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal (Event or laboratory

test abnormality)

b) Data yang lebih lanjut diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi yang baik

(More data for proper assessment needed)

c) Atau data tambahan dalam proses pengujian (Or additional data under

examination)

L. Reaksi-reaksi Yang Seyogyanya Dilaporkan Dalam Monitoring Efek

Samping Obat

a) Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek

samping yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan

obat yang bersangkutan .

b) Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.

c) Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :

• Reaksi anafilaktik

• Diskrasia darah

• Perforasi usus

• Aritmia jantung

20
• Seluruh jenis efek fatal

• Kelainan congenital

• Perdarahan lambung

• Efek toksik pada hati

• Efek karsinogenik

• Kegagalan ginjal

• Edema laring

• Efek samping berbahaya seperti sindrom Stevens Johnson

• Serangan epilepsi dan neuropati

a) Setiap reaksi ketergantungan Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan

dengan obat golongan opiat; walaupun demikian berbagai obat lain dapat

menimbulkan reaksi ketergantungan fisik dan atau psikis.

M. Obat-Obat Yang perlu di monitoring efek sampingnya:

Obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) merupakan golongan obat yang

bekerja dengan menurunkan jumlah atau menekan sekresi asam lambung.

Obat–obat yang dikategorikan sebagai PPI dan beredar di Indonesia antara

lain: (esomeprazole, omeprazole, lansoprazole dan pantroprazole.

Informasi aspek keamanan terkini terkait produk obat golongan PPI

yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan

21
peningkatan risiko penurunan kadar magnesium (hypomagnesemia) jika

digunakan dalam jangka waktu panjang.

Hypomagnesemia dilaporkan terjadi pada pasien dewasa yang

menerima PPI minimal 3 bulan, tetapi sebagian besar hypomagnesemia

terjadi setelah 1 tahun terapi dengan PPI.

Kadar serum magnesium yang rendah menyebabkan efek samping

serius termasuk muscle spasm (tetany), irregular heartbeat (arrhytmias) dan

convulsions (seizures), namun tidak semua pasien mempunyai gejala-gejala

tersebut. Hypomagnesemia juga menyebabkan sekresi hormon parathyroid

terganggu dan dapat berkembang menjadi hypocalcemia.

Obat golongan Fibrat merupakan golongan obat yang telah digunakan ber

tahun- tahun untuk menurunkan kadar lipid, seperti trigliserida dan kolesterol

dalam darah.

Hasil review menyimpulkan bahwa obat golongan fibrat memiliki rasio

manfaat yang lebih besar daripada risiko. Namun, dokter sebaiknya tidak

meresepkan fibrat sebagai pengobatan lini pertama pada pasien baru yang

didiagnosis mengalami gangguan lipid darah, kecuali pada pasien

hipertrigliseridemia parah atau pasien yang tidak dapat menggunakan statin.

Jenis obat golongan fibrat yang beredar antara lain: bezafibrat, ciprofibrat,

fenofibrat dan gemfibrozil.

Sementara itu, efek samping terkait penggunaan obat golongan fibrat

yang sering dilaporkan adalah ini antara lain: digestive, gastric or intestinal

disorders (seperti abdominal pain, nausea, vomiting, diare, dan perut

22
kembung); skin reactions (seperti rash, pruritus, urticaria dan

photosensitivity, dan pada beberapa pasien dapat mengalami cutaneous

photosensitivity dengan manifestasi eritema, vesiculation atau nodulation

pada bagian kulit yang terpapar matahari).

Rosiglitazone merupakan antidiabetik oral yang bekerja dengan meningkatkan

sensitivitas insulin. Rosiglitazone mengontrol glikemia dengan mengurangi

kadar insulin dalam sirkulasi darah.

Di Indonesia, terdapat 2 (dua) jenis sediaan obat, yaitu dalam bentuk

tunggal rosiglitazone dan kombinasi rosiglitazone dengan metformin atau

rosiglitazone dengan glimepiride.

Informasi aspek keamanan terbaru rosiglitazone menunjukkan potensi

efek samping pada cardiovascular. Hal ini didasarkan pada safety data yang

diperoleh dari suatu pooledanalysis of controlled clinical trials (42

randomized controlled clinical studies), menunjukkan adanya peningkatan

secara signifikan risiko efek samping serangan jantung dan heart-related

deaths pada pasien yang menggunakan obat ini.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin spektrum luas

terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

Informasi keamanan terkini menyebutkan bahwa terdapat beberapa

laporan kasus efek samping fatal terkait penggunaan bersama ceftriaxone

dengan sediaan yang mengandung calcium. Terdapat laporan kematian pada

bayi/neonatal dimana penggunaan bersama kedua obat tersebut menyebabkan

presipitasi pada paru-paru dan ginjal.

23
Pada beberapa kasus, dilaporkan bahwa obat yang mengandung

calcium diberikan pada waktu pemberian dan rute administrasi yang berbeda

dengan ceftriaxone. Oleh karena itu, sebaiknya ceftriaxone tidak diberikan

kepada bayi/neonatal yang mengalami hyperbilirubinaemia, khususnya bayi

prematur.

Metoclopramide merupakan suatu dopamine receptor antagonist yang disetujui

beredar di Indonesia dengan indikasi diabetik gastroparesis, mual muntah dan

esofagitis refluks.

Informasi baru atau terkini terkait aspek keamanan obat

metoclopramide yang dilansir oleh US FDA dan kemudian juga dimuat dalam

WHO News Letter. Disebutkan bahwa obat ini berisiko menyebabkan tardive

dyskinesia pada penggunaan jangka panjang (kronis) atau dosis tinggi,

utamanya pada pasien wanita usia lanjut.

Tardive dyskinesia adalah kondisi medis yang ditandai dengan gejala

gangguan perubahan bentuk (disfiguring disorder) berupa gerakan-gerakan

yang diluar kesadaran (involuntary) pada wajah, lidah atau ekstrimitas, yang

berpotensi irreversible.

Pada umumnya atau sebagian besar laporan kasus efek samping obat

yang diterima oleh US FDA, kasus tardive dyskinesia terjadi pada pasien

yang menggunakan metoclopramide lebih dari tiga bulan.

Clopidogrel merupakan suatu obat golongan thienopyridine, yang secara

struktur kimia mirip dengan ticlopidine, bekerja dengan mekanisme

menghambat ADP-induced platelet aggregation.

24
Obat ini disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi untuk

mengurangi kejadian atherothrombotik. Pada tanggal 29 Mei 2009 yang

menyatakan terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa clopidogrel

bekerja kurang efektif pada pasien yang dalam waktu bersamaan juga

mengkonsumsi obat proton pump inhibitors (PPI) Hal inilah yang dapat

meningkatkan risiko thrombotic events, termasuk acute myocardial infarction.

Pada praktik klinik kemungkinan kedua obat ini diresepkan secara

bersama, karena Clopidogrel dapat mengakibatkan efek samping nyeri

lambung dan ulser lambung, dan biasanya untuk mengatasi hal tersebut

diresepkan juga obat golongan PPI tersebut.

N. Laporan Efek Samping Obat di Indonesia

1. Carbamazepin

Seorang wanita, suku Sunda, usia 27 tahun dengan berat badan 50 kg,

penderita epilepsi, diberikan tablet carbamazepin (100 mg) 2 kali sehari 1

tablet. Setelah minum obat selama 12 hari timbul purpura, ptekhie, ekhimosis ,

sugulasi pada wajah,leher, dada dan punggung, bokong dan menyebar ke

seluruh tubuh disertai nyeri menelan, nyeri buang air kecil dan buang air besar

yang didiagnosa sebagai Stevens Johnson Syndrom. Penggunaan obat

dihentikan, 10 hari kemudian pasien sembuh, namun pada laporan tidak

disebutkan pengobatan yang diberikan dalam mengatasi efek samping obat

tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi Panitia MESO Nasional, hubungan kausal

antara carbamazepin dengan Stevens Johnson Syndrom pada kasus ini adalah

probable.

25
2. Amoksisilin + Paracetamol + Asam Mefenamat

Seorang laki-laki, suku Sunda, usia 37 tahun dengan berat badan 55 kg,

menderita infeksi saluran pernapasan bagian atas, diberikan amoksisilin 500mg

3 kali sehari 1 tablet, paracetamol 500 mg 3 kali sehari 1 tablet, asam

mefenamat 500 mg 3 kali sehari 1 tablet.

Pasien datang kerumah sakit karena pada hari ke 3 setelah

pemakaian obat timbul makula eritema dan skuama yang terasa gatal pada

hampir seluruh tubuh. Penggunaan obat dihentikan, kesudahan ESO tidak

diketahui, dan pada laporan tidak disebutkan pengobatan yang diberikan untuk

mengatasi ESO tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi Panitia MESO Nasional,

hubungan kausal antara penggunaan bersama obat Amoksisilin + Paracetamol

+ Asam Mefenamat pada kasus adalah certain. Kedua laporan kasus efek

samping obat yang diterima Pusat MESO Nasional ini dapat menjadi

pengalaman teman sejawat.

26
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan keamanan

obat sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara

berkesinambungan untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat,

sejalan pelaksanaan evaluasi aspek efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan

di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan

menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal

sebagai Form Kuning. Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh

obat yang beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.

2. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat

yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel

event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak

diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan

kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau

Look Alike Sound Alike/LASA)

27
DAFTAR PUSTAKA

BPFK, Malaysia, 2002, Guideline for the reporting and monitoring, Kuala
Lumpur, March.

Badan POM RI, 2012, Pedoman Montoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi
Tenaga Kesehatan, Badan POM RI, Jakarta

Health Canada, 2009, Adverse reaction Reporting and Health Product Safety

Information, Guide for Professionals

Health Sciences Authority, 2008, Guidance for industry, safety reporting

requirements for registered medicinal products, Singapore,

International Society of Pharmacovigilance, 2010, Drug Safety, ADIS

International

The Uppsala Monitoring Centre, 2000, Safety Monitoring of Medicinal Products:


Guidelines for Setting-up and Running a Pharmacovigilance Centre,
Sweden, WHO Collaborating Centre for International Drug Monitoring, .
The Uppsala Monitoring Centre, 2002, WHO International Drug Monitoring

Program: Guide to Participating countries, Sweden, WHO Collaborating

Centre for International Drug Monitoring.

WHO, Safety of Medicines, 2002 A guide to detecting and reporting adverse drug

reactions – Why health professional need to take action, WHO,

Department of Essential Drugs and Medicines Policy, Geneva,

28
29
30
31

Anda mungkin juga menyukai