Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Struktur beton sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kualitas bahan-
bahan pencampuran beton.Agar hasil akhir memuaskan, dibutuhkan pengenalan
yang mendalam mengenai sifat-sifat yang berkaitan dengan suatu bahan-bahan
penyusun beton tersebut. Ada dua hal yang menjadi perhatian perencana struktur
ketika merencanakan dengan menggunakan beton, yaitu ; kekuatan tekan dan
kemudahan pengerjaan. Uji bahan 2 merupakan pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui sifat fisis dari material campuran beton dan perencanaan campuran
beton (Mix Design). Sifat-sifat fisis material beton perlu diperhitungkan apabila
beton tersebut menginginkan durability dan kinerja yang bagus.
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
semen hidrolik, agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah (admixture
atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku bahan-bahan
penyusun beton, kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-
masing bahan tersebut. Perencana dapat mengembangkan pemilihan material yang
layak komposisinya sehingga diperoleh beton yang efesien, memenuhi kekuatan
batas yang diinginkan.
Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Agregat
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku beton segar dan sifat-sifat
mekanis beton keras karena penggunaannya mencapai 60-75%. Agregat yang
digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan.
Agregat dibedakan menurut ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus.
Batasan antara agregat halus dan kasar yaitu 4.40 mm (British Standart) atau 4.75
mm (Standar ASTM). Dalam praktikum uji bahan 2 ini dilakukan pemeriksaan
sifat fisis agregat yang berhubungan langsung dengan perencanaan campuran
beton, standar pengujian dan kriteria material yang digunakan untuk campuran.
Perencanaan campuran beton (mix design) merupakan penentuan campuran
komposisi (air, semen, pasir, kerikil) material beton yang diinginkan sesuai
2

kriteria, seperti kuat tekan rencana, nilai slump dll. Karakteristik dan sifat bahan
akan mempengaruhi hasil rancangan. Pada dasarnya perancangan campuran
dimaksudkan untuk menghasilkan suatu proporsi campuran bahan yang optimal
dengan kekuatan yang maksimum. Terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan dalam perencanaan campuaran beton, seperti ACI ( American Concrete
Institute) dan DOE (Metode British). Dalam metode ACI dibutuhkan beberapa
data, yaitu: diperlukan sifat fisis material, penentuan slump rencana, ukuran
agregat kasar maksimum, jumlah air, menetukan FAS (W/C), jumlah semen,
jumlah agregat kasar yang diperlukan jumlah kandungan udara dalam campuran,
jumlah agregat halus yang diperlukan dan menghitung density beton.

1.2 Penyelidikan Sifat Fisis Material Beton


Pemeriksaan dan perhitungan sifat fisis agregat didalam praktikum uji
bahan 2 ini adalah:
1. Pemeriksaan kandungan air agregat (halus/kasar).
2. Pemeriksaan berat volume agregat (halus/kasar).
3. Analisis saringan (halus/kasar).
4. Pemeriksaan bahan butir lolos saringan no.200/kadar lumpur (halus/kasar).
5. Pemeriksaan kandungan zat organik agregat halus.
6. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat (halus/kasar)

1.3 Perencanaan Campuran Beton (mix design)


1. Pelaksanaan campuran beton
2. Pengujian slump beton
3. Pemeriksaan berat volume beton segar
4. Pembuatan benda uji
5. Perawatan benda uji (curing)
6. Pengujian kuat tekan beton untuk umur 3,7,14,21,28 hari.
3

1.4 Tujuan Umum


Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pengujian pemeriksaan
sifat fisis material yang berhubungan langsung dengan perencanaan
campuran beton dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan perencanaan campuran
beton dengan metode ACI sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dengan
baik dan benar.
3. Mahasiswa mampu merencanakan campuran beton (mix design)
berdasarkan data yang telah didapatkan dari penyelidikan sifat fisis
material.

1.5 Manfaat Pengujian


Pemeriksaan sifat fisis material beton dilakukan untuk mengetahui sifat
fisis dari agregat yang kemudian merupakan data pelengkap untuk digunakan
dalam perencanaan campuran beton, sehingga tercapai dua kinerja penggunaan
beton, yaitu kekuatan tekan yang diinginkan dan kemudahan pengerjaan.
Disamping itu juga bermamfaat bagi mahasiswa dengan mengetahui cara
pengujian dan pemakaian alat dengan benar.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material
Material atau bahan-bahan yang digunakan untuk membuat beton terdiri
dari agregat kasar (Coarse aggregate), agregat halus (Fine aggregate), semen
Portland dan air. Agregat yang digunakan dalam campuran beton atau didalam
praktikum ini berasal dari Laboratorium Teknik Sipil, baik agregat kasar ataupun
agregat halus. Sementara semen yang digunakan yaitu tipe 1 spesifik gravity 3.16
buatan PT. Semen Padang, sedangkan air berasal dari laboratorium bahan dan
bangunan Jurusan Teknik Sipil.

2.1.1 Agregat (Aggregate)


Agregat merupakan material ganurel yang dipakai bersama-sama dengan
suatu media pengikat hidrolis untuk membentuk suatu bentuk beton hidrolis yang
disebut dengan adukan beton.Misalnya : pasir, krikil, batu pecah, kerak tungku
besi, dan pecahan batu.
a. Menurut berat volumE (Bulk Density) agregat terbagi 3 yaitu:
 Agregat berat (Heavy Weight Aggregate)
 Agregat Normal (Normal Weight Aggregate)
 Agregat Ringan (Light Weight Aggregate)
b. Menurut ukuran agregat terbagi 2 yaitu:
 Agregat halus (Fine Aggregate) yang terdiri dari pasir kasar (Coarse sand)
dan pasir halus (Fine sand)
 Aggregat kasar (Coarse Aggregate).

2.1.2 Semen Portland (Portland Cement).


Semen Portland adalah semen hidrolis (bahan pengikat hidrolis) yang
dihasilkan dengan cara menggiling halus klinker yang terdiri dari silikat-silikat
kalsium yang bersifat hidrolis dan ditambahkan gips sebagai pembantu,
sedangkan unsur-unsur pembuat semen yaitu :
5

 CaO (kapur)
 SiO2 (silikat)
 AL2O3 (aluminat)
 Fe2O3 (ferit)
 CaSO4 dan ditambah SO3MgO
Menurut cara pemakainnya semen Portland dapat dibagi 5 tipe :
1. Tipe I : Untnk konstruksi pada umumnya dimana tidak ada persyaratan
khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lainnya.
2. Tipe II : Untuk konstruksi umumnya terutama sekali bila disyaratkan
agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang.
3. Tipe III : Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan
kekuatan awal yang tinggi.
4. Tipe IV : Untuk konstruksi – konstruksi yang menuntut persyaratan
panas hidrasi yang rendah.
5. Tipe V : Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat
tahan terhadap sulfat.
Didalam mengerjakan praktikum bahan bangunan ini digunakan
semen Tipe I PT. Semen Padang yang merupakan semen untuk konstruksi. Semen
dalam campuran beton berfungsi sebagai bahan pengikat dengan dicampur air
sebagai pereaksi. Pada percobaan ini, sifat-sifat semen tidak di teliti lagi karena
mutunya sesuai Standar Industri Indonesia.

2.1.3 Air (Water)


Air sebagai pereaksi dipakai dengan tujuan supaya terjadi hidrasi kimia
antara agregat dengan semen yang membuat campuran yang mengeras.
Air yang digunakan untuk campuran beton harus memenuhi syarat-syarat
antara lain:
1. Air harus bersih.
2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual.
3. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
6

4. PH air = 7, air tidak boleh mengandung garam yang dapat larut dan dapat
merusak beton lebih dari 5 gram/liter.
5. Semua air yang mengandung unsur kimia yang meraguka agar dianalisis
da dievaluasi mutunya menurut pemakaiannya.
6. Bahan organic dalam air diizinkan lebih dari 2000 ppm.
7. Dibenarkan mengandung minyak (minyak mineral/minyak tanah) < 2%
berat semen yang dipakai.
8. Masih dibenarkan air dengan kandungan lempung yang terapung <
20000 ppm.

2.2 Teori Pendukung Praktikum


2.2.1 Sifat-sifat Fisis Agregat
Agregat merupakan bahan pembentuk beton yang mempunyai komposisi
paling besar dalam volume beton. Mulyono (2005) menyebutkan komposisi
agregat berkisar 60 – 70 % dari total berat campuran beton. Maka sifat-sifat
agregat ini akan mempengaruhi sifat-sifat beton, baik yang masih segar maupun
yang sudah mengeras.
Pemeriksaan sifat-sifat fisis ini dapat dilakukan berdasarkan Metode
British Standard (BS) dari Orchard (1979), dan American Society for Testing and
Materials (ASTM). Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah agregat
yang digunakan untuk campuran beton memenuhi syarat agar dapat membentuk
beton yang baik. Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat meliputi pemeriksaan
kandungan air (moisture content) berat jenis (specific gravity), penyerapan
(absorption), kandungan lumpur (mud content), kandungan organic (organic
content), dan susunan butiran (sieve analysis).

2.2.1.1 Kandungan Air (moisture content) Agregat


Menurut Musbar (2005), Agar reaksi kimia antara semen dan air
berlangsung dengan memuaskan dibutuhkan air kira-kira 20% air dari berat
semen. Dalam adukan beton yang memerlukan lebih banyak air, panas hidrasi
akan timbul disebarkan dengan meluas pada bahan-bahan agregat yang lainnya,
7

sehingga suhu pada saat terjadinya pengikatan akan jauh lebih besar dari pada
suhu pada waktu terjadi pengikatan hanya antara air dan semen sehingga waktu
pengikatan pada adukan beton akan berlangsung lebih lama.
Semakin banyak air yang anda gunakan, maka beton yang anda hasilkan
semakin jelek. Walaupun didalam pengerjaan beton jika air yang anda gunakan
banyak beton semakin mudah dikerjakan dan pekerjaan menjadi lebih ringan.
Pengujian kandungan air agregat ini bertujuan untuk menentukan persentase
air yang dikandung agregat yang dilakukan dengan cara pengeringan. Dengan
diketahuinya kandugan air dalam agregat maka air pada campuran beton dapat
dikoreksi takarannya. Kandungan air dalam agregat sangat tergantung pada
kondisi agregat dilapangan. Kandungan air agregat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
𝑊3 − 𝑊5
𝑤= × 100%
𝑊5
Dimana:
W3 = Berat benda uji asli (gram)
W5 = Berat benda uji oven dry (gram)

2.2.1.2 Berat jenis (specific gravity) dan penyerapan (absorpsi) agregat


Berat jenis agregat adalah perbandingan berat sejumlah volume agregat
tanpa mengandung rongga udara terhadap berat air pada volume yang sama. Berat
jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis ini
pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga secara langsung
menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Hubungan
antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai berat jenis
agregat maka akan semakin kecil daya serap air dari agregat tersebut.
Agregat kasar (kerikil) dan agregat halus (pasir kasar dan pasir halus)
sebagai bahan pembentuk beton berat jenis dan absorbsi tertentu untuk
menghasilkan mutu beton yang baik. Menurut Orchard (1979), kerikil yang baik
mempunyai berat jenis 2.6 – 2.7, sedangkan berat jenis pasir halus lebih besar dari
pada 2,6. Berat jenis agregat kasar jenuh air kering permukaan (SG(SSD)) dan
8

beratjenis agregat kasar kering oven (SG(OD)) berdasarkan ASTM C.127-93


(Anonim, 2004), dihitung dengan Persamaan (2.1) dan (2.2) berikut :
Ws
SG( SSD)  ............................................................ (2.1)
Ws  Ww

Wd
SG(OD)  ............................................................. (2.2)
Ws  Ww
Dimana :
SG(SSD)= berat jenis agregat kasar jenuh air kering permukaan;
SG(OD) = berat jenis agregat kasar kering oven;
Ws = berat agregat kasar jenuh air kering permukaan (gr);
Ww = berat agregat kasar jenuh air kering permukaan dalam air (gr)
Wd = berat agregat kasar kering oven (gr).

Berat jenis agregat halus jenuh air kering permukaan (SG(SSD)) dan berat
jenis agregat halus kering oven (SG(OD)) berdasarkan ASTM C.128-93 (Anonim,
2004), dihitung dengan Persamaan (2.3) dan (2.4) berikut.
Ws
SG( SSD)  ............................................... (2.3)
Ws  Wcsw'  Wcw"

Wd
SG(OD)  ................................................ (2.4)
Ws  Wcsw'  Wcw"
Dimana :
SG(SSD)= berat jenis agregat halus jenuh air kering permukaan;
SG(OD)= berat jenis agregat halus kering oven;
Ws = berat agregat halus jenuh air kering permukaan (gr);
Wd = berat agregat halus kering oven (gr);
Wcsw' = berat gelas + agregat halus jenuh air kering permukaan + air
(gr).
Wcw" = berat gelas dan air (gr).
9

Absorpsi merupakan persentase perbandingan berat air yang diserap oleh


agregat pada keadaan kering air permukaan dengan berat agregat pada keadaan
kering oven. Besarnya absorpsi menurut Troxell (1986), untuk agregat kasar
(kerikil) antara 0,5% – 1% dan agregat halus(pasir kasar dan pasir halus) antara
0% – 2% sedangkan menurut Orchard (1979) menyatakan bahwa, absorpsi untuk
agregat yang baik antara 0,4%-1,9%. Menurut Mulyono (2005) menyebutkan
bahwa, hubungan antara berat jenis dengan absorbs adalah jika semakin tinggi
nilai berat jenis agregat maka akan semakin kecil absorpsi air yang dari agregat
tersebut. Menurut Orchard (1979), pengukuran absorbs agregat dapat dihitung
dengan persamaan (2.5) berikut:
Ws  Wd
W x100% ......................................................... (2.5)
Wd

Di mana:
W = Absorbsi agregat

2.2.1.3 Analisa saringan (sieve analysis)


Menurut Anonim (1971), analisa saringan atau susunan butir agregat
campuran beton harus diperiksa dengan menggunakan analisis saringan agregat.
Disamping itu susunan butir agregat ini sering juga didefinisikan sebagai gradasi
dari agregat yakni distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dan
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Gradasi sela (gap grade),
b. Gradasi menerus (continous grade) dan
c. Gradasi seragam (uniform grade).
Untuk mengetahui gradasi tersebut dilakukan pengujian melalui analisa
saringan sesuai dengan standar BS 812, ASTM C-33, C-136 ataupun Standar
Indonesia. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan daerah susunan butiran
yang disyaratkan, sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan kesimpulan baik
atau tidak pemakaian agregat tersebut untuk campuran beton. Analisa saringan
dilakukan dengan menyaring agregat dalam keadaan kering oven dengan
menggunakan serangkaian saringan yang sesuai dengan ukuran agregat
10

maksimum yang digunakan Uraian saringan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1
dan 2.2.
Tabel 2.1 Ukuran saringan standar agregat untuk campuran beton

STARNDAR BRITISH STANDARD STANDAR


ASTM E-11
ISO BS-812 (BS-410,1976) GERMAN

128 mm 100 mm - -
64 mm 90 mm - -
- 75 mm 75 mm -
- 63 mm 63 mm 63 mm
Sumber : Mulyono, (2015)

Tabel 2.2 Ukuran saringan standar agregat untuk campuran beton

BRITISH STANDARD, STANDAR


STARNDAR ASTM E-11
BS-812 (BS-410,1976) GERMAN
ISO
- 50 mm 50 mm -
32 mm 37,5 mm 37,5 mm 31.5 mm
- 25 mm 28 mm -
16 mm 19 mm 20 mm 16 mm
- 12.5 mm 14 mm -
8 mm 9,5 mm 10 mm 8 mm
4 mm 4,75 mm 5 mm 4 mm
2 mm 2,36 mm 2,36 mm 2 mm
1 mm 1,18 mm 1,18 mm 1 mm
0.5 mm 0.6 mm 0.6 mm 0.5 mm
0.25 mm 0.3 mm 0.3 mm 0.25 mm
0.125 mm 0.15 mm 0.15 mm
0.062 mm 0.75 mm 0.075 mm
Sumber : Mulyono, ( 2005)
11

Berdasarkan tabel 2.1 dan 2.2 diatas dapat diketahui beberapa ukuran
standar susunan saringan yang digunakan untuk analisa saringan. Dengan
menganalisis susunan butiran agregat yang digunakan, maka dapat diketahui
apakah gradasi agregat tersebut dapat digunakan sebagai material pembentuk
beton yang baik, yaitu dengan mengetahui letak kurva gradasi agregat tersebut
apakah berada di daerah yang disyaratkan sesuai dengan pembagian daerah
susunan butiran pada kurva (SK.SNI T-15-1990-03:21).

Tabel 2.3 Batasan Gradasi British Standard. (butir maksimum 30 mm)


Lubangayakan
Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3
(mm)
40 100 100,0 100
20 74 86,0 93
10 47 70,0 82
4,8 28 52,0 70
2,4 18 40,0 57
1,2 10 30,0 46
0,6 6 21,0 32
0,3 4 11,0 19
0,15 0 1,0 4
Sisa 0 0,0 0
Sumber : Mulyono, (2005).
Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu
quarry. Dalam praktek,biasanya dilakukan pencampuran agar didapatkan gradasi
yang baik antara agregat kasar dengan agregat halus. Dengan menganalisis
susunan butiran agregat yang digunakan, maka dapat diketahui gradasi agregat
yang dapat digunakan sebagai material pembentuk beton yang baik, yaitu dengan
mengetahui letak kurva gradasi agregat tersebut berada didaerah yang disyaratkan
sesuai dengan dengan pembagian daerah susunan butiran.
12

2.2.1.4 Kandungan Lumpur (mud content) dalam Agragat Halus


Menurut Musbar (2005),kandungan lumpur tidak boleh lebih dari 5%, hal
ini merupakan ketentuan dalam peraturan bagi penggunaan agregat halus untuk
pembuatan beton, jadi bila kandungan lumpurnya lebih dari 5 % maka agregat
tersebut boleh digunakan jika dicuci terlebih dahulu agara kandungan lumpurnya
hilang paling tidak mengurang.
Perhitungan kadar lumpur dapat digunakan persamaan :
V2
Kandungan lumpur = x100%
V1  V2
Dimana :
V1 = Ketinggian pasir
V2 = Ketinggian lumpur

2.2.1.5 Kandungan Organik (organic content) dalam Agregat Halus


Menurut Musbar (2005), sebagai salah satu komponen beton, agregat
halus yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, salah satunya ialah
pasir tidak boleh banyak mengandung bahan organik. Bahan-bahan organik
seperti sisa-sisa tanaman dan humus umumnya banyak tercampur pada pasir alam.
Adapun bahan-bahan organik ini berpengaruh negatif pada semen.
Zat organik yang tercampur dapat membuat asam-asam organis dan zat
lain bereaksi dengan semen yang sedang mengeras. Hal ini dapat mengakibatkan
berkurangnya kekuatan beton dan juga menghambat hidrasi semen sehingga
proses perkerasan berlangsung lambat.
Kandungan bahan organik dalam agregat halus dibuktikan dengan
pemeriksaan warna dari Abraham Harder (dengan memakai larutan NaOH).Pada
pemeriksaan ini agregat halus atau pasir dimasukkan dalam jumlah tertentu
kedalam botol dan ditambahkan dengan larutan NaOH 3%. Setelah mengalami
beberapa proses dan didiamkan dalam jangka waktu yang ditetapkan, bandingkan
warna campuran dengan warna standar hellige tester No. 3. Apabila warna
campuran lebih tua berarti agregat halus mempunyai kandungan organik yang
tinggi (kotor).
13

Hasil akhir dari percobaan ini adalah dengan cara menganalisis


berdasarkan perbedaan warna yang terdapat pada air rendaman. Kemungkinan
warna yang didapat adalah:
a. Cairan berwarna jernih, menunjukkan agregat halus bebas dari zat organik
b. Cairan berwarna kuning muda atau cokelat susu, menyatakan agregat halus
dapat digunakan untuk campuran beton
c. Cairan berwarna kuning tua, menyatakan dalam agregat halus mengandung
kandungan organik. Jika agregat tersebut digunakan maka akan
mempengaruhi kekuatan beton, jika agregat itu tetap digunakan maka
agregat tersebut harus dicuci terlebih dahulu.

2.2.1.6 Modulus Kehalusan (fineness modulus)


Modulus kehalusan (fineness modulus), adalah suatu indeks yang dipakai
untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat. Apabila nilai
modulus kehalusan telah diketahui, maka agregat tersebut dapat dikualisifikasikan
ke dalam suatu jenis agregat tertentu. Modulus kehalusan ini dapat diperoleh dari
jumlah persen kumulatif dari berat agregat yang tertahan di atas saringan,
kemudian nilai tersebut dibagi dengan seratus. Makin besar nilai modulus
kehalusan suatu agregat berarti semakin besar butiran agregatnya.
Modulus kehalusan menyatakan kehalusan atau kekasaran agregat.
Dengan diketahuinya nilai modulus kehalusan maka agregat tersebut dapat
dikualifikasikan ke dalam suatu jenis agregat tertentu. Menurut standar ASTM,
nilai modulus kehalusan untuk kerikil berkisar antara 5,5 – 8,0; pasir kasar
berkisar antara 2,9 – 3,2; pasir halus berkisar antara 2,2 – 2,6; agregat campuran
berkisar antara 4,0 – 7,0.
Untuk mendapatkan perbandingan pasir kasar dan pasir halus digunakan
persamaan estimasi Dobokugakkai, yang diperlihatkan pada persamaan (2.8).
FM(fs) X + FM(cs) (1-X) = FM(fa) ....………………………………. (2.8)
Dimana :
FM(fs) = fineness modulus pasir halus (fine sand);
FM(cs) = fineness modulus pasir kasar (coarse sand);
14

FM(fa) = fineness modulus agregat halus (fineness agregate);


X = bagian pasir halus; dan
1-X = bagian pasir kasar

2.2.2 Perencanaan Campuran Beton (Mix design)


Perancangan suatu campuran beton merupakan suatu proses memilih
bahan-bahan untuk beton dan menentukan masing-masing jumlahnya dengan
tujuan untuk menghasilkan beton yang memenuhi persyaratan minimum,
kekuatan, sifat tahan lama dan ekonomis.
Pertimbangan yang mendasar dari perancangan suatu beton adalah harga
yang ekonomis tetapi dapat memenuhi persyaratan pemakaian. Syarat-syarat
minimum beton umumnya mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Kuat tekan minimum yang diperlukan untuk suatu struktur bangunan
beton.
2. Faktor air semen (FAS) maksimum atau kandungan udara minimum atau
untuk keadaan cuaca tertentu disyaratkan kandungan udara dalam beton
minimum agar betonnya memiliki sifat tahan lama.
3. Jumlah semen maksimum untuk menghindari terjadinya retak susut dalam
keadaan cuaca terbuka yang kelembabannya relatif rendah.
4. Jumlah semen maksimum untuk menghindar terjadinya retakan akibat
pengaruh suhu tinggi.
5. Berat volume beton minimum yang biasanya diisyaratkan untuk jenis bangunan
beton tertentu.
Untuk metoda DOE digunakan benda uji tekan yang dibuat dalam bentuk
kubus yang berukuran 15x15x15cm. Perhitungan campuran dibuat berdsarkan
kondisi agregat SSD sehingga kondisi agregat sebenarnya harus dilakukan koreksi
15

2.2.3 Pemeriksaan Adukan Beton


Menurut Nugraha dan Antoni (2007), Kelecekan beton atau workability
adalah kemudahan suatu campuran beton segar untuk dikerjakan dan dipadatkan.
Tidak ada cara yang bisa langsung mengukur suatu kemudahan. Dulu kelecekan
diukur dengan visual saja, yaitu dengan kategori kaku (stiff), lecak (workable) dan
plastis. Beton yang kaku berbentuk seperti tanah yang lembab, dan beton segar
yang plastis berbentuk seperti lumpur tebal. Namun kelecakan memegang peran
penting dalam kualitas beton, kini kelecakan secara praktis diuji baik dilapangan
mauun di laboratorium.
Pemeriksaan adukan beton adalah untuk mengontrol kembali adukan
mortar (fresh concrete) agar sesuai dengan yang telah direncanakan. Pemeriksaan
adukan meliputi pengukuran slump, berat volume, kandungan udara dalam beton,
temperatur ruangan.
Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanan pekerjaan agar
diperoleh beton yang mudah dituangkan dan dipadatkan atau memenuhi syarat
wokability. Menurut Nugraha dan Antoni (2007), bila tidak terjadi crumbling atau
collapse maka slump adalah indikasi kelembutan (softness) sebagai lawan
kekakuan (stiffness) dari campuran. Runtuh (collapse) sering terjadi pada beton
yang kurang pasir (lean), menandakan rendahnya kohesi dan rendahnya
kemampuan beton segar untuk berdeformasi plastis. Berikut jenis-jenis slump
yang mungkin terjadi pada campuran beton seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2
berikut ini:

Gambar 2.1 : Jenis-jenis slump


16

2.2.4 Prosedur Capping/Kaping


Murdock dan Brook (1999), menyatakan bahwa pada beton yang akan
melakukan proses pengujian kuat tekan harus terlebih dahulu dibuat alas dan
penutup (capping), yang bertujuan untuk meratakan permukaan beton yang kasar
menjadi licin sehingga beban terbagi rata keseluruh bagian beton.
Sesuai SNI 03-6369-2000, kaping merupakan alas atau penutup yang
dibuat dengan ketebalan kurang dari 6 mm. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
permukaan yang datar di bagian ujung benda uji yang baru dicetak, bila
permukaan ujung tidak rata, maka tidak memenuhi persyaratan tegak lurus pada
pengujian kuat tekan beton sesuai standar yang berlaku. Pemakaian pasta murni
setelah 2-4 jam benda uji dari proses pengecorannya.

2.2.5 Faktor Air Semen (FAS)


Mulyono (2005) menyatakan bahwa, air sangat diperlukan pada
pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat, dan
memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang berlebihan akan
menyebabkan banyak gelembung (yang mengandung udara) setelah proses hidrasi
selesai. Sedangkan air yang terlalu sedikit menyebabkan proses hidrasi tidak
tercapai seluruhnya sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton, sehingga
perbandingan air dengan semen (faktor air semen) menjadi penting. Faktor air
semen (FAS) adalah perbandingan antara berat air dan berat semen, dihitungan
dengan persamaan (2.9) berikut:
berat air
FAS = ……………………………………………… (2.9)
berat semen
Air yang dimaksud di sini adalah air yang digunakan untuk campuran, dan
perawatan beton sesuai SNI-03-2847-2002 dimana air yang digunakan untuk
campuran beton dan perawatan beton harus bersih dari bahan-bahan merusak yang
mengandung oli, asam alkali, garam, bahan organik, dan bahan lainnya yang
merugikan beton atau tulangan.
Mulyono (2005) menyatakan bahwa, secara umum diketahui bahwa
semakin tinggi nilai faktor air semen, maka semakin rendah mutu kekuatan beton.
17

Namun demikian, nilai faktor air semen yang rendah tidak selalu berarti bahwa
kekuatan beton semakin tinggi. Nilai faktor air semen yang rendah akan
menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan pelaksanaan pemadatan
yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai
minimum faktor air semen yang diberikan sekitar 0,4 dan nilai maksimum 0,65.
Bila mana beton tidak dipadatkan secara sempurna, maka sejumlah
gelembung udara mungkin terperangkap dan mengakibatkan rongga udara yang
lebih banyak lagi. Rongga udara akan mengurangi kuat tekan beton. Beton dengan
jumlah volume rongga udara yang paling minimal adalah yang terpadat dan yang
terkuat. Beton yang paling kuat diperoleh dengan mengunakan jumlah air yang
minimal untuk memberikan kepadatan maksimal. Beton yang mempunyai faktor
air semen minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang
dibutuhkan untuk pemadatan yang sempurna tanpa perkerjaan yang berlebihan,
merupakan beton yang terbaik.
Nugraha dan Antoni (2007), menyatakan air yang terlalu banyak akan
menempati ruang dimana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi
penguapan, ruang itu akan menjadi pori.

2.2.6 Kuat Tekan Beton


Mulyono (2005), menyatakan bahwa kekuatan tekan beton akan
bertambah dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton akan naik secara cepat
sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya akan kecil. Menurut Mulyono
(2005 : 138) kuat tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan
persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur.
Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula
mutu beton yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan
beton adalah proporsi bahan-bahan penyusunnya, metode perancangan,
perawatan, dan keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan.
Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu
yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan hancur dari beton dipengaruhi oleh
18

sejumlah faktor, selain oleh perbandingan air semen dan tingkat pemadatannya.
Faktor-faktor penting lainnya:
a. Jenis semen dan kualitasnya; mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat
batas beton
b. Jenis dan lekak-lekuk bidang permukan agregat; kenyataan menunjukan
bahwa penggunaan agregat batu pecah menghasilkan beton dengan kuat
desak maupun kuat tarik yang lebih besar daripada penggunaan kerikil
halus di sungai
c. Efisiensi dari perawatan (curring); kehilangan kekuatan dapat terjadi
sampai 40% bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan
adalah hal yang sangat penting ada pekerjaan lapangan dan pembuatan
benda uji.
d. Suhu; pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan
bertambahnya suhu.
e. Umur; pada keadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan
bertambahnya umur.
Menurut Anonim (1990), disebutkan bahwa benda uji standar yang
digunakan dalam uji kuat tekan adalah selinder beton dengan diameter 15 cm dan
tinggi 30 cm. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan bentuk dan ukuran benda uji yang lain, dengan konsekuensi harus
diberikan koreksi terhadap nilai hasil pengujian yang diperoleh. Ukuran benda uji
tidak boleh kurang dari 3 (tiga) kali ukuran maksimum agregat kasar, yang
digunakan untuk meminimalisasi pengaruh ketidak seragaman bahan beton dalam
benda uji.
Apabila dilakukan uji kuat tekan pada benda uji silinder beton dengan
panjang dan diameter silinder berbeda dengan standar yang telah ditetapkan yaitu
15 cm x 30 cm, maka harus dilakukan koreksi nilai kuat tekan,
dengan faktor koreksi kuat tekan silinder beton diameter benda uji (L/D = 2).
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar,
menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan
kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton sampai hancur.
19

Tata cara pengujian umumnya dipakai standar ASTM C39-86. Kuat tekan
masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi (f'c) yang
dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Menurut
Mulyono (2004 : 137), kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya
umur beton. Kekuatan beton akan naik secara cepat sampai umur 28 hari, tetapi
setelah itu kenaikannya akan kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil uji
kuat tekan beton yaitu kondisi ujung benda uji. Ukuran benda uji, arah
pembebanan, laju penambahan beban, dan bentuk benda uji.
Kuat tekan beton dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.10)
menurut Amri (2005 : 162) :
P
f c = ………………………………………………………. ............ (2.10)
A
di mana:
f’c = kuat tekan silinder beton (kg/cm2);
P = beban tekan maksimum/hancur (kg); dan
A = luas penampang benda uji (cm2).
20

BAB III
PENGUJIAN LABORATORIUM

3.1 PEMERIKSAAN KANDUNGAN AIR AGREGAT.


3.1.1 Tujuan Pengujian
Pengujian ini juga bertujuan untuk menetukan kandungan air yang
terdapat dalam agregat dengan cara pengeringan. Kadar air agregat merupakan
perbandingan antara banyaknya air yang terdapat dalam agregat dengan berat
keseluruhan dari agregat. Dengan diketahuinya kandungan air dalam agregat
maka air pada campuran baton dapat dikoreksi takarannya. Kandungan air dalam
agregat sangat tergantung pada kondisi agregat ditempatkan dilapangan.
Tujuan khusus dari pengujian ini ialah agar mahasiswa terampil dalam
menggunakan peralatan pada pemeriksaan kandungan air agregat, mampu
menerangkan prosedur pemeriksaan kandungan air agregat, dan mampu
menerangkan pengaruh kondisi agregat yang ditempatkan dilapangan terhadap
perbandingan FAS pada campuran beton.
3.1.2 Dasar Teori
Kadar air agregat halus adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung dalam agregat tersebut dengan berat agregat kering. Besaran yang
digunakan untuk menentukan kadar air agregat dinyatakan dalam persen (%).
Pengujian kadar air agregat ini bertujuan untuk menentukan persentase air yang
dikandung agregat yang dilakukan dengan cara pengeringan. Dengan diketahuinya
kandugan air dalam agregat maka air pada campuran beton dapat dikoreksi
takarannya. Kandungan air dalam agregat sangat tergantung pada kondisi agregat
dilapangan. Pengujian kadar air agregat dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
𝑊3 − 𝑊5
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝑊5
Keterangan : 𝑊3 = berat contoh semula (gram)
𝑊5 = Berat contoh kering (gram)
21

3.1.3 Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan :
1. Pengering (oven)
2. Timbangan kapsitas dengan ketelitian 0,01 gram
3. Cawan

Bahan yang digunakan :


1. Agregat halus (pasir) sebanyak 500 gram
2. Agregat kasar (batu pecah) sebanyak 1000 gram
3.1.4 Langkah Kerja
1. Timbang dan catat berat cawan (𝑊1 ).
2. Kemudian masukkan benda uji kedalam cawan dan ditimbang kembali
beratnyan (𝑊2 )
3. Berat benda uji dihitung (𝑊3 ), dengan rumus 𝑊3 = 𝑊2 – 𝑊1 .
4. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan temperatur (110±5)0C
hingga ± 24 jam.
5. Kemudian cawan dan benda uji yang telah dikeringkan ditimbang
kembali(𝑊4 ).
6. Catat berat benda uji keringnya(𝑊5 ), dengan rumus 𝑊5 = 𝑊4 – 𝑊1 .
22

3.1.5 Data Perhitungan


Tabel 3.1 Pemeriksaan Kandungan Air Agregat Halus (Pasir)
LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
A. Berat Talam = 27,98 gram
B. Berat Talam + Benda Uji = 139,50 gram
C. Berat Benda Uji (B -A) = 111,52 gram
D. Berat Benda Uji Kering = 139,08 gram

𝐶−𝐷
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 𝑥 100 % = 0,38 %
𝐷

Kandungan Air Rata-rata = 0,38 %

Tabel 3.2 Pemeriksaan Kandungan Air Agregat Kasar (Kerikil)


LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
A. Berat Talam = 31,56 gram
B. Berat Talam + Benda Uji = 342,60gram
C. Berat Benda Uji (B -A) = 311,04gram
D. Berat Benda Uji Kering = 341,38 gram

𝐶−𝐷
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 𝑥 100 % = 0,39 %
𝐷

Kandungan Air Rata-rata = 0,37 %


23

3.1.6 Kesimpulan
Pada pengujian kadar air dari berbagai jenis besar butiran :
1. Untuk kadar air rata-rata agregat halus (pasir) yaitu sebesar 0,38 %.
2. Untuk kadar air rata-rata agregat kasar (batu pecah) yaitu sebesar
0,37%.
Dari hasil pengujian diatas kita dapat mengetahui seberapa banyak
kandungan air yang terkandung didalam agregat kasar dan halus, sehingga saat
pencampuran air dilapangan (FAS) tidak terjadi kesalahan teknis/keenceran.

3.2 ANALISASARINGAN AGREGAT


3.2.1 Tujuan Pengujian
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan gradasi agregat halus dan
agregat kasar serta modulus halus butiran dengan menggunakan hasil analisa
saringan dan juga untuk mengetahui distribusi ukuran agregat halus dengan
menggunakan ukuran-ukuran saringan dengan standar tertentu yang ditunjukkan
dengan lubang saringan (mm) dan untuk nilai apakah agregat kasar atau halus
yang akan digunakan tersebut cocok untuk produksi beton.

3.2.2 Dasar Teori


Perhitungan analisa saringan adalah persentase berat benda uji yang
tertahan dan lolos pada masing-masing saringan terhadap berat total benda uji.
Penguraian susunan butiran agregat (gradasi) bertujuan untuk menilai agregat
halus atau kasar yang cocok digunakan pada produksi beton. Susunan butiran dari
penyaringan benda uji dengan menggunakan beberapa fraksi penyaringan. Analisa
saringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

%TertahanKomulatif
Modulus Kehalusan =
100
Pengaruh Gradasi Agregat Halus berkaitan dengan besar nya luas permukaan
agregat, berbagai standar menyarankan dan menetapkan batas-batas susunan besar
24

butir yang baik untuk beton. Gradasi Agregat Halus menurut BS dan SK.SNI T-
15-1990-03 kekasaran pasir dikelompokan menjadi 4 Zona :
a. Zone 1 : Pasir Kasar.
b. Zone 2 : Pasir Agak Kasar.
c. Zone 3 : Pasir Agak Halus.
d. Zone 4 : Pasir Halus.

Tabel 3.3 Proses butiran yang Lolos Ayakan Agregat Halus.


Lubang Persen Berat Tembus Kom Ulatif
Ayakan (mm) Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4
10 100 100 100 100
4,80 90-100 90-100 90-100 95-100
2,40 60-95 75-100 85-100 95-100
1,20 30-70 55-100 75-100 90-100
0,60 15-34 35-59 60-79 80-100
0,30 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
Sumber : SK.SNI T-15-1990.
Gradasi Agregat Kasar ialah Distribusi ukuran butiran dari agaregat kasar.
Menurut peraturan Inggris (British Standart) yang juga dipakai diindonesia saat
ini (dalam SK.SNI-T15-1991) Kekasaran pasir dapat dibedakan menjadi 3
kelompok menurut gradasinya, yaitu Krikil dengan butiran Maks 10 mm, Butiran
20 mm, Butiran 40 mm.

3.2.3 Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan :
1. Pengering (oven)
2. Timbangan dengan ketelitian 0.1 % dari berat benda uji
3. Ayakan
4. Mesin penggetar ayakan
25

5. Sikat kuningan
6. Sendok dan kuas.
Bahan yang digunakan :
1. Agregat kasar (batu pecah) sebanyak 2500 gram
2. Agregat halus (pasir) sebanyak 500 gram.

3.2.4 Langkah Kerja


1. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan 25 temperature (110 ± 5)0C.
2. Kemudian saringan disusun dimulai dari ukuran yang paling besar ke
yang paling kecil.
3. Benda uji dituangkan kedalam saringan dan digoyang-goyang dengan
menggunakan mesin penggetar selama 10 menit.
4. Kemudian benda uji ditimbang dalam masing-masing fraksi yang
tertahan diatas saringan.

3.2.5 Data Perhitungan


Table 3.7data Analisis Saringan Agregat Halus (Pasir)
LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

Ukuran Lubang Berat Persentase Persentase


Persentase
No. Saringan Saringan Tertahan Tertahan Lolos
Tertahan
(gram) komulatif Komulatif
mm inci
4 4,75 9,72 1,94 1,94 98,06
8 2,36 37,83 7,57 9,51 90,49
16 1,18 69,42 13,89 23,4 76,6
30 0,6 102,67 20,54 43,94 56,06
50 0,3 178,5 35,71 79,65 20,35
100 0,15 86,01 17,21 96,86 3,14
200 0,075 11,61 2,32 99,18 0,82
Wadah 4,10 0,82 100 0
Total 499,86 100
Fineness Modulus = 2,6
26

Gambar 3.1

Table 3.8 Data Analisis Saringan Agregat Kasar (batu pecah).


LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

Ukuran Lubang Berat Persentase Persentase


Persentase
No. Saringan Tertahan Tertahan Lolos
Tertahan
mm inci (gram) komulatif Komulatif
1 37,5 0,00 0,00 0,00 100
2 20 601,39 60,13 60,13 39,87
3 14 265,66 26,56 86,69 13,31
4 10 102,7 10,27 96,95 3,05
5 5 28,96 2,9 99,85 0,15
6
Wadah 1,5 0,15 100 0,00
Total 1000,21 100
Fineness Modulus = 6,60
27

Gambar 3.2

3.2.6 Simpulan
Dari hasil pengujian diperoleh Fineness Modulus untuk masing-masing
agregat yaitu :
1. Agregat Halus (Pasir) = %TertinggalKomulatif
100
= 255,3
100
=2,6
%TertinggalKomulatif
2. Agregat Kasar (batu pecah) =
100
653,62
=
100

= 6,6

3. Agregat tersebut dapat digunakan dalam campuran beton karena


memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
28

3.3 PEMERIKSAAN KANDUNGAN LUMPUR DAN ZAT ORGANIK


AGREGAT HALUS
3.3.2 Tujuan Pengujian
Tujuan pengujian kandungan organik ini adalah untuk mengetahui
seberapa banyak zat organik yang terdapat dalam agregat halus dan layak apa
tidak agregat tersebut digunakan dalam campuran beton.

3.3.3 Dasar Teori


Menentukan kandungan zat organik dalam agregat yang digunakan dalam
campuran beton. Agregat yang mengandung zat organik akan mengakibatkan
proses hidrasi semen jadi terhambat dan juga mempengaruhi daya lekat antar
agregat, sehingga dapat mengurangi mutu beton.

3.3.4 Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan :
1. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau
bahan penutup lainnya yang tidak bereaksi terhadap natrium
hidroksida, volume gelas = 350 ml atau 470 ml
2. Standar warna (organic plate)

Bahan yang digunakan :


1. Agregat halus (pasir) dengan volume 130 ml (1/3 volume botol)
2. Larutan natrium hidroksida dengan konsentrasi 3% dengan volume
200 ml.
3. Air suling untuk melarutkan natrium hidroksida

3.3.5 Langkah Kerja


1. Masukkan benda uji kedalam botol.
2. Masukkan larutan natrium hidroksida (3%) sampai volumenya
mencapai 200 ml, kemudian kocok sampai merata.
29

3. Botol ditutup erat-erat dengan penutup dan selanjutnya botol dikocok


kembali. Diamkan selama 24 jam.
4. Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan natrium hidroksida yang
terlihat dengan warna standar (organic plate).
5. Cairan air suling yang terlihat dengan warna standar (organic plate).

3.3.6 Data Perhitungan


Berdasarkan hasil pengujian kandungan lumpur agregat halus
(pasir) didapatkan = 1,47 %
Tabel 3.9kandungan zat organik dalam agregat halus (pasir)
LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
KANDUNGAN ORGANIK DALAM AGREGAT HALUS
Nomor Contoh 1
Volume Sampel (ml) 130

Volume Sampel (ml) + Larutan NHO2 (ml) 133


Warna larutan setelah 24 jam dibandingkan
Kuning Tua (5)
dengan warna standar

3.3.6 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian kandungan 29rganic agregat halus (pasir)
didapatkan cairan yang terdapat pada benda uji No.1 berwarna kuning Tua, hal
tersebut menyatakan bahwa agregat halus tidak dapat digunakan dalam campuran
beton.
30

3.4 PENGUJIAN BERAT JENIS AGREGAT KASAR


3.4.2 Tujuan Pengujian
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan bulk, apparent specific
gravity dan penyerapan (absorpsi) dari agregat kasar (batu pecah). Berat
jenis ini diperlukan untuk menentukan volume agregat kasar (kerikil)
dalam adukan beton.

3.4.3 Dasar Teori


Pengujian berat jenis agregat adalah untuk menentukan berat jenis dan
presentase berat air yang dapat diserap oleh agregat kasar (kerikil) yang dihitung
terhadap berat kering, selain itu juga untuk menentukan berat jenis agregat dalam
keadaan kering oven (OD), dan berat jenis agregat kasar (kerikil) pada keadaan
jenuh permukaan (SSD). Untuk menentukan berat jenis agregat kasar (kerikil)
dapat digunakan rumus berikut :
B
1. Bulk spec. grav. Kondisi kering =
D AC
A
2. Bulk spec. grav. Kondisi SSD =
D  AC

A B
3. Persentase abrpsopsi air = x100%
B
Keterangan :
A = Berat Material SSD
B = Berat Material kering oven OD
C = Berat pikno + air + benda uji kondisi SSD.

3.4.4 Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan :
1. Timbangandengan ketelitian 0,01 gram
2. Talam
3. Oven
4. Sendok agregat
5. Timbah
31

6. Keranjang besi.

Bahan yang digunakan :


1. Agragat kasar (batu pecah) sebanyak 2500 gram.
3.4.5 Langkah Kerja
1. Benda uji direndam dalam air selama 24 jam sebanyak 2500 gram.
2. Keluarkan benda uji dari air lalu dilap dengan kain sampai kondisi
SSD lalu ditimbang 2500 gram, didapatkan (A).
3. Kemudian rendam benda uji didalam keranjang besi yang sudah
terendam dengan air didalam timbah yang sudah disediakan,
kemudian lakukan penimbangan berat material dalam air (B)
4. Benda uji dikeringkan dalam oven selama 24 jam, kemudian
dianginkan selama 1 jam dan timbang beratnya, didapatkan (C).

3.4.6 Data Perhitungan


Untuk menentukan berat jenis agregat dapat digunakan rumus berikut :
C
1. Bulk spec. grav. Kondisi kering =
A B
A
2. Bulk spec. grav. Kondisi SSD =
A B

AC
3. Persentase abrpsopsi air = x100%
C

Keterangan :
A = Berat contoh SSD
B = Berat contok kering oven
C = Berat pikno + air + benda uji kondisi SSD.
32

Tabel 3.10 Berat Jenis Agregat Kasar (Kerikil)


LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
BERAT JENIS AGREGAT KASAR
Observasi
Berat Notasi I
gram
Berat Contoh SSD A 1003,26
Berat Material Dalam Air B 622,27
Berat Contoh Kering Oven C 986,73

C
Apparent Specific Gravity 2,71
CB

C
Bulk Spec. Grav. Kondisi Kering 2,59
A B

A
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD A B 2,63

AC
Persentase Abrpsopsi Air x100% 1,68
C
Rata – Rata
Apparent Specific Gravity 2,70
Bulk spec. Grav. Kondisi Kering 2,59
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD 2,63
Persentase Abrpsopsi Air 1,59
33

3.4.6 Simpulan
Berdasarkan data – data pengujian berat jenis didapatkan berat jenis agregat
kasar (kerikil) SSD agregat kasar (kerikil) rata-rata 2,63 kondisi kering OD
agregat kasar (kerikil) sebesar 2,59 dan absopsi air rata-rata sebesar 1,59 %,
dengan data tersebut kita dapat menentukan berapa banyak volume agregat kasar
(kerikil) yang dibutuhkan dalam adukan beton.

3.5 PENGUJIAN BERAT JENIS AGREGAT HALUS.


3.5.1 Tujuan Pengujian
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan bulk dan apparent
specific gravity dan penyerapan (absorpsi) dari agregat halus. Berat jenis ini
diperlukan untuk menentukan volume agregat halus dalam adukan beton.

3.5.2 Dasar Teori


Pengujian berat jenis agregat adalah untuk menentukan berat jenis dan
presentase berat air yang dapat diserap oleh agregat halus (pasir) yang dihitung
terhadap berat kering, selain itu juga untuk menentukan berat jenis agregat dalam
keadaan kering oven (OD), dan berat jenis agregat halus (pasir) pada keadaan
jenuh permukaan (SSD). Untuk menentukan berat jenis agregat halus (pasir) dapat
digunakan rumus berikut :

E
Apparent specifik grafity =
E  D C
E
Bulk spec. grav. Kondisi kering = B  D C

B
Bulk spec. grav. Kondisi SSD = B  D C

BE
x100%
Persentase abrpopsi air = E
34

Keterangan :
A :Berat piknometer
B :Berat benda uji kondisi SSD
C :Berat piknometer + air + benda uji kondisi SSD
D :Berat piknometer + air
E :Berat benda uji kondisi OD

3.5.3 Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan :
1. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
2. Talam
3. Piknometer / gelas ukur
4. Kerucut terpuncung (mold) untuk menentukan kondisi SSD,
diameter atas (40±3)mm, diameter bawah (90±3) mm, tinggi
(70±3) mm terbuat dari logam dengan tebal minimum 0.8
mm,disertai dengan tongkat pemadat dari logam untuk cetakan
kerucut pasir
5. Oven dengan temperature diatur pada (110±5)°C
6. Sendok agregat

Bahan yang digunakan :


1. Agregat halus (pasir)
2. Air suling

3.5.4 Langkah Kerja


1. Timbang berat piknometer (A) kemudian benda uji sebanyak 520
gram direndam selama 24 jam.
2. Bendan uji ditebarkan diatas lantai ditempat yang teduh untuk
dianginkan.
35

3. Masukkan benda uji kedalam kerucut sebanyak 3 lapis, masing –


masing lapisan dipadatkan dengan alat pemadat sebanyak 8 kali per
lapis ditambah satu pada lapis terakhir dan jumlahnya 25 kali.
Setelah permukaan diratakan lalu cetakan kerucut pasir diangkat
secara vertikal keatas, ada 3 kemungkinan terjadi :
a. Benda uji dalam keadaan utuh,
menunjukkan bahwa pasir belum mencapai
keadaan SSD jenuh permukaan.

b. Benda uji dalam keadaan sebagian runtuh,


menunjukkan bahwa pasir telah mencapai
keadaan SSD.

c. Benda uji dalam keadaan runtuh


seluruhnya.
4. Timbang benda uji kondisi SSD sebanyak 500 gram, didapatkan
(B)
5. Isi pikno dengan air suling sampai 90 % jenuh, hilangkan
gelembung – gelembung udara dengan cara mengoyang –
goyangkan piknometer.
6. Tambahkan air sampai tanda batas, rendamlah benda uji didalam
pikno selama 24 jam, timbang pikno yang berisi benda uji dan air,
didapatkan (C)
7. Pisahkan benda uji dari pikno dan keringkan dalam oven selama 24
jam, kemudian dianginkan benda uji selama satu jam, timbang
beratnya dan didapatkan (E).
8. Isi kembali pikno dengan air setinggi 500 ml (tanda batas) lalu
timbang beratnya dan didapatkan (D).
36

3.5.5 Data Perhitungan


Untuk menentukan berat jenis agregat halus (pasir) dapat
digunakan rumus berikut :

E
Apparent specifik grafity =
E  D C
E
Bulk spec. grav. Kondisi kering = B  D C

B
Bulk spec. grav. Kondisi SSD = B  D C

BE
x100%
Persentase abrpopsi air = E

Keterangan :
A = Berat piknometer
B = Berat benda uji kondisi SSD
C = Berat piknometer + air + benda uji kondisi SSD
D = Berat piknometer + air
E = Berat benda uji kondisi
37

Tabel 3.11 Berat Jenis Agregat Halus (Pasir)


LABORATORIUM BAHAN DAN STRUKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
BERAT JENIS AGREGAT HALUS
Observasi
Berat Notasi I
gram
Berat Piknometer A 243,08
Berat Benda Uji Kondisi SSD B 500,19
Berat Pikno + Air + Benda Uji
C 1042,00
Kondisi SSD
Berat Piknometer + Air D 741,32
Berat Benda Uji OD E 493,59

Apparent Spcifik Grafity E 2,56


E  D C

E
Bulk Spec. Grav. Kondisi Kering 2,47
B  D C

B
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD 2,51
B  D C

Persentase Abrpsopsi Air BE 1,34


x100%
E
Rata – Rata
Apparent Specifik Grafity 2,60
Bulk Spec. Grav. Kondisi Kering 2,49
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD 2,53
Persentase Abrpsopsi Air 1,64
38

3.5.6 Simpulan
Dengan data-data yang didapat dari pemeriksaan berat jenis agregat halus
(pasir) SSD agregat halus (pasir) rata-rata 2,53 kondisi kering OD agregat halus
(pasir) sebesar 2,49 absopsi air rata-rata sebesar 1,64 %, dan Apparent specific
grafity sebesar 2,60 dengan data pengujian tersebut kita dapat menentukan berapa
banyak volume agregat halus (pasir) yang dibutuhkan dalam adukan beton.

3.6 PERANCANGAN CAMPURAN BETON (MIX DESIGN)


3.6.1 Tujuan Pengujian
Tujuan merencanakan campuran beton adalah untuk mendapatkan kuat
tekan beton yang direncanakan. Masalah dalam perencanaan campuran beton
adalah memiliki campuran yang baik antara bahan-bahan untuk beton (semen,
pasir, kerikil dan dengan atau tanpa bahan tambahan), sehingga didapat campuran
beton yang memliki sifat tertentu seperti yang dikehendaki. Pada umumnya sifat-
sifat beton diisyaratkan seperti yang tertera dibawah ini yaitu :
a. Kemampuan dikerjakan (work kability) dari beton segar
b. Kuat tekan beton pada umur tertentu
c. Sifat lama beton
Hasil dari rencana campuran beton ini tidak akan mencapai sasaran yang
dikehendaki misalnya didapat kekuatan yang lebih rendah atau lebih tinggi dari
rencana dan apabila terjadi demikian maka percobaan campuran perlu diulangi
sehingga didapat hasil paling tidak akan mendekati rencananya.

3.6.2 Dasar Teori


Beton merupakan suatu campuran yang terdiri dari semen, agregat kasar
(kerikil), agregat halus (pasir), dan dengan proporsi tertentu. Proporsi dari bahan
pencampur ini harus ditetukan sedemikian rupa sehingga memiliki kriteria
minimum dari :
1. Kekuatan (strengh) rencana
39

2. Ketahanan (durability) setelah beton mengeras


3. Ekonomis dengan pemakaian semen yang optimum
4. Kekenyalan/kelecekan (workability)tertentu yang memudahkan
pengerjaan pencampuran beton, penempatan adukan beton pada
cetakan/bekisting dan kehalusan muka (finishability) beton.
Dalam menentukan proporsi dari bahan pencampur beton ditentukan dengan
menggunakan rumusan, grafik dan tabel empiris berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan. Oleh karena rumusan, grafik dan tabel pada penentuan proporsi
bahan beton adalah empiris, maka dalam pembuatan beton dengan tingkat
perencanaan kekuatan tertentu sangatlah diharuskan untuk membuat proporsi
adukan rencana yang disebut adukan uji coba atau Trial mix. Berdasarkan hasil
trial mix inilah beton dibuat, setelah dari pemeriksaan benda uji
terpenuhinyakekuatan kekenyalan, kekuatan dan sifat ekonomis adukan.

3.6.3 Langkah Kerja


1. Tentukan kuat tekan/mutu beton yang diinginkan, cetakan benda uji
standar ialah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
2. Tentukan konsistensi dengan slump beton struktural berdasarkan tabel
3.4.
3. Tentukan ukuran maksimum agregat yang digunakan berdasarkan
tabel 3.5.
4. Tentukan jumlah air dan persentase volume udara berdasarkan tabel
3.6.
5. Tentukan nilai W/C berdasarkan tabel 3.2 dan tabel 3.3, ambil nilai
terkecil.
6. Tentukan jumlah semen yang diperlukan per unit beton.
7. Tentukan jumlah agragat kasar berdasarkan tabel 3.1.
8. Tentukan jumlah agregat halus.
9. Tentukan komposisi campuran per unit beton.
10. Tentukan komposisi campuran per unit beton dilapangan.
40

3.6.4 Data Perhitungan


Tabel 3.12 Perancangan Campuran Beton (Mix Design).
41

3.5.5.Simpulan
42

Dari perhitungan perancangan campuran beton (mix design) dengan


didapatkan jumlah semen sebesar 21,6kg, berat air sebesar 13,2 kg, berat agregat
halus sebesar 31,2 kg, dan berat agregat kasar sebesar 62,4 kg.

3.7 PEMBUATAN BENDA UJI


3.7.2 Tujuan Pengujian
Tujuan pengujian benda uji adalah untuk mengetahui cara pembuatan
benda uji berdasarkan perencaan campuran (mix design), serta untuk menentukan
seberapa banyak material yang dibutuhkan untuk membuat benda uji.

3.7.3 Dasar Teori


Bahan untuk pembuatan aduk atau mortal terdiri atas bahan perekat
hidrolis dan bahan pengisi. Sebagai bahan perekat hidrolis, yang biasa digunakan
adalah semen Portland, bahan pengisinya adalah agregat kasar, agregat halus, dan
air.
3.7.4 Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan :
1. Timbangan
2. Moler
3. Ember
4. Silinder
5. Sendok semen
6. Sarung tangan
7. Timbangan
Bahan yang digunakan :
1. Semen tipe I
2. Agregat halus (pasir)
3. Agregat kasar (batu pecah)
4. Air
3.7.5 Langkah Keja
43

1. Timbang semua material yang dibutuhkan dalam pembuatan benda uji


berdasarkan perencanaan campuran beton (mix design) sebelumnya,
dan jangan lupa berat material ditambah dengan berat wadah.
2. Masukkan agregat halus (pasir) dan hidupkan mesin moller kemudian
tambahkan semen secara merata kedalam moler.
3. Tambahkan agregat kasar (batu pecah) ke dalam moller.
4. Kemudian masukkan air sedikit demi sedikit ke dalam moler kira –
kira setengah dari air rencana agar benda uji tersebut sesuai dengan
perencaan slump yang telah ditentukan.
a. Perencanaan slump
1. Siapkan peralatan uji slump.
2. Masukkan adukan beton kedalam kerucut sebanyak 3 lapis dan setiap
lapisnya dipadatkan 25 kali.
3. Angkat kerucut secara perlahan – lahan dan hitung rata – rata tinggi jatuh
adukan beton tersebut terhadap 3 titik yaitu titik terendah, titik sedang, dan
titik tertinggi.
b. Persiapan benda uji pengujian kuat tekan
1. Siapkan silinder dan masukan beton yang telah diaduk tadi kedalam
silinder.
2. Masukkan material kedalam silinder sebanyak 3 lapis.
3. Padatkan beton yang telah diisi dengan tongkat pemadat, tiap lapisnya
dipadatkan sebanyak 25 kali.
4. Setelah pemadatan selesai, ketok pada samping silinder dengan palu karet
agar udara yang terperangkap didalam keluar.
5. Berikan pasta semen diatas silinder yang telah diketok pinggirannya dan
ratakan permukaannya.
6. Tempatkan benda yang telah dicetak pada masing-masing tempat yang
telah disediakan, untuk proses pengeringan / pengerasan selama 1 hari.
7. Masukkan benda uji kedalam bak rendaman dan diamkan sesuai dengan
perencanaan hari akan diuji kuat tekan, baik 3 hari maupun 7 hari.
3.7.6 Data Perhitungan
44

Masukkan material sesuai dengan perencanaan campuran beton (mix


design), yaitu 21,6kg semen, 13,2 kg air, 31,2kg pasir, dan 62,4 kg kerikil.

3.6.6 Simpulan
45

Dalam pembuatan benda uji harus dilihat seberapa banyak air yang
dibutuhkan, karena apabila airnya terlalu banyak campuran beton akan menjadi
encer dan kekuatan beton akan berpengaruh terhadap daya tekan dan pada saat
bahan campuran telah dimasukkan ke silinder ketok bagian pinggirnya agar udara
yang terperangkap bisa keluar.

3.8 PENGUJIAN SLUMP TEST


3.8.1 Tujuan Pengujian
Tujuan dari penentuan slump beton adalah untuk dapat menentukan
kekentalan adukan beton dan untuk membuktikan hasil penentuan slump beton
dalam pembuatan rancangan adukan beton.
Tujuan khusus bagi mahasiswa melakukan pengujian ini ialah agar
mahasiswa terampil dalam menggunakan peralatan pada percobaan slump beton,
mampu menerangkan prosedur pelaksanaan percobaan slump beton, dan mampu
membuktikan hasil penentuan slump beton dalam perencanaan campuran (mix
design), sehingga jika ada ketidak sesuaian dengan perencanaan maka jumlah air
dapat dengan segera dirubah sesuai dengan slump yang diinginkan.

3.8.2 Dasar Teori


Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanan pekerjaan agar
diperoleh beton yang mudah dituangkan dan dipadatkan atau memenuhi syarat
wokability. Menurut Nugraha dan Antoni (2007), bila tidak terjadi crumbling atau
collapse maka slump adalah indikasi kelembutan (softness) sebagai lawan
kekakuan (stiffness) dari campuran. Runtuh (collapse) sering terjadi pada beton
yang kurang pasir (lean), menandakan rendahnya kohesi dan rendahnya
kemampuan beton segar untuk berdeformasi plastis. Berikut jenis-jenis slump
yang mungkin terjadi pada campuran beton seperti diperlihatkan pada Gambar
berikut ini:
46

Gambar 3.3 :Jenis-jenis slump.

3.8.3 Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan :
1. Alat slump yang berbentuk kerucut terpancung dengan diameter bawah
20 cm dan tinggi kerucut 30 cm
2. cawan dan tongkat pemadat dari baja.

Bahan yang digunakan :


1. Semen
2. Agregat halus (pasir)
3. Agregat kasar (kerikil)
4. Air

3.8.4 Langkah Kerja


1. Bahan adukan (mortal) diaduk berdasarkan perbandingan yang
dilampirkan dalam rancangan beton (mix design).
2. Setelah itu cetakan slump dibasahi dengan lap basah dan diletakkan
pada plat slump kemudian slump ditekan dengan kaki agar slump
tidak goyang.
3. Adukan beton dimasukkan kedalam cetakan slump dalam tiga lapis
secara bertahap.
4. Setiap lapisan dipadatkan dengan tongkat pemadat, sehingga
keseluruhan lapisan sebanyak 25 kali tusukan dan permukaan
adukan beton diratakan.
47

5. Selanjutnya cetakan slump diangkat vertical ke atas dengan posisi


tegak secara perlahan-lahan.
6. Setelah slump diangkat, permukaan yang turun diukur pada tiga
titik dan dirata-ratakan.

3.8.5 Data Perhitungan


Berdasarkan perencanaan campuran beton f’c 30 MPa, untuk
faktor air semen (FAS) 0,55 dengan diameter agregat maksimum yang digunakan
20 mm,serta nilai slump antara 60–180mm, didapat volume masing-masing
material untuk setiap 1 m3 beton serta 0.052 m3 (52 Liter).

Tabel 3.13 Pengujian Slump Test.

Perkiraan Berat Perkiraan Berat


No Material
(Kg/1 m3) (Kg/0.052 m3)
1 Air 205 13,2
2 Semen portland 340 21,6
3 Agregat Kasar 1000 62,4
4 Agregat Halus 500 31,2

3.8.6 Simpulan
Dari hasil pengujian slump test yang kami lakukan, nilai penurunan slump
test di dapatkan sebesar 13 cm, pengujian tersebut termasuk kedalam reng yang
telah ditentukan, nilainya berkisar antara 130 mm.

3.9. PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON


3.9.1. Tujuan Pengujian
48

Tujuan dari pengujian kuat tekan beton adalah untuk dapat membuat beton
sesuai dengan rencana beton yang direncanakan dapat dilakukan proses
pematangan (curing) dari benda uji setelah dibuat dari cetakan.

3.9.2. Dasar Teori


Pengujian kuat tekan beton dimaksudkan untuk mengetahui niali kuat
tekan beton melalui benda uji kubus maupun selinder beton, dengan umur
pengujian tertentu melalui curring dilabortorium.
Kuat tekan beton adalah nilai yang ditunjukkan dengan cara menekan
banda uji beton menggunakan alat tekan beton. Besarnya kuat tekan beton ini
menunjukkan baik tidaknya mutu beton tersebut. Apabila mutu pelaksanaan beton
tepat dan benar maka akan di dapat mutu beton yang diinginkan.
Menekan benda uji beton sampai hancur pada mesin tekan beton akan
mendapatkan beban hancur beton. Kemudian besarnya beban hancur ini di bagi
dengan luasan permukaan benda uji yang tertekan maka akan didapat besarnya
tegangan tekan beton. Dengan kata lain kuat tekan beton adalah beban persatuan
luas yang menyebabkan beton hancur. Untuk menghitung kuat tekan beton dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
P
Kuat tekan beton = (kg / cm 2 )
A
Dimana :
P = Beban maksimum (kg)
A = Luas penampang bidang tekan (cm2)

3.9.3. Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan :
1. Mesin tekan dengan kemampuan 2500 kN
2. Timbangan.

Bahan yang digunakan :


1. Benda uji beton
49

2. Bentuk selinder berdiameter 15cm dan tinggi 30 cm

3.9.4. Langkah Kerja


1. Ambil benda uji beton kubus/selinder dari tempat rendaman (curring).
2. Kemudian dilap permukaan benda uji beton tersebut kemudian
timbang masing-masing benda uji.
3. Letakkan benda uji ke dalam mesin tekan beton secara sentries.
4. Jalankan mesin tekan dengan menembah beban yang konstan berkisar
antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik.
5. Lakukan penekanan sampai benda uji hancur dan mencatat beban
maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji.
6. Laporkan hasil pengujian kepada instruktur untuk diperiksa.

3.9.5 Kesimpulan
50

Dari hasil pengujian kuat tekan yang kelompok 4 lakukan saat praktek dilab
dan akan dilakukan pengujian penekanan dengan mesin tekan beton yaitu dengan
massa waktu selama 3 hari benda uji didiamkan agar terjadinya pengerasan.
Setelah benda uji sudah 3 hari di diam kan dan mengalami pengerasan maka
lakukan penekanan dengan alat tekan beton.
Kuat tekan karakteristik pada beton selama 3 hari yaitu 23,3 Mpa, Dengan Standar
Deviasi (SD) yaitu : 8. konstanta statistik (k) yaitu: 1,64 dan Kuat tekan
karakteristik yaitu 43Mpa.

BAB IV
51

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum pengujian bahan II dilaboratorium Teknik
Sipil Politeknik Negeri Lhokseumewe, maka kami dapat menyimpulkan sebagai
berikut :
Pada pengujian kadar air dari berbagai jenis besar butiran :
1. Untuk kadar air rata-rata agregat halus (pasir) yaitu sebesar 0,38 %.
2. Untuk kadar air rata-rata agregat kasar (batu pecah) yaitu sebesar 0,37%.
Dari hasil pengujian diperoleh Fineness Modulus untuk masing-masing agregat
yaitu :
1. Agregat Halus (Pasir) =2,6
2. Agregat Kasar (batu pecah) = 6,6

Berdasarkan data – data pengujian Berat jenis didapatkan berat jenis


agregat kasar (kerikil) SSD agregat kasar (kerikil) rata-rata 2,63 kondisi kering
OD agregat kasar (kerikil) sebesar 2,59 dan absopsi air rata-rata sebesar 1,59 %,
dengan data tersebut kita dapat menentukan berapa banyak volume agregat kasar
(kerikil) yang dibutuhkan dalam adukan beton.
Dengan data-data yang didapat dari pemeriksaan berat jenis agregat halus
(pasir) SSD agregat halus (pasir) rata-rata 2,53 kondisi kering OD agregat halus
(pasir) sebesar 2,49 absopsi air rata-rata sebesar 1,64 %, dan Apparent specific
grafity sebesar 2,60dengan data pengujian tersebut kita dapat menentukan berapa
banyak volume agregat halus (pasir) yang dibutuhkan dalam adukan beton.
Dari perhitungan perancangan campuran beton (mix design) dengan didapatkan
jumlah semen sebesar 21,6 kg, berat air sebesar 13,2 kg, berat agregat halus
sebesar 31,2 kg, dan berat agregat kasar sebesar 62,4 kg.
Dalam pengujian kuat tekan didapatkan nilai kuat tekan silinder adalah
40,7 MPa dan nilai kuat tekan kuus adalah 36,8 MPa. Maka bedasarkan pengujian
yang kami lakukan hasil yang kami dapatkan melebihi dari kekuatan beton yang
direncanakan. Dalam pembuatan benda uji harus dilihat seberapa banyak air yang
52

dibutuhkan, karena apabila airnya terlalu banyak campuran beton akan menjadi
encer dan kekuatan beton akan berpengaruh terhadap daya tekan dan pada saat
bahan campuran telah dimasukkan ke silinder ketok bagian pinggirnya agar udara
yang terperangkap bisa keluar.

4.2 Saran
Dari pengalaman yang telah kami lakukan pada pengujian bahan II,
penulis mengharapkan kepada instruktur / dosen pembimbing beberapa hal :
1. Keselamatan kerja hendaknya selalu diperhatikan, terutama pada saat
penggunaan alat serta keamanan praktek juga sangat penting.
2. Dalam pembuatan beton dibutuhkan ketelitian, kecermatan, dan kesabaran.
Selain itu rangkaian beton yang dibuat harus sesuai standar dan komposisi
karena apabila banyak kesalahan akan mengakibatkan tidak efektif tidak
efisiennya bahan, waktu, tenaga, dan biaya.
3. Dalam pelaksaan praktek sebaiknya selalu diperhatikan kekompakan dalam
bekerja satu kelompok dengan kelompok lainnya. Karena bagaimanapun kerja
sama antar tim akan mempermudah dan meringankan pekerjaan yang akan
dikerjakan.
53

DAFTAR PUSTAKA

Musbar. 2005. Job Sheet Pengujian Bahan II. Lab. Bahan Bangunan, Politeknik
Negeri Lhokseumawe.
Majuar Edi, H.B Mahmud. 2006. Course Note Teknologi Beton (Beton Normal).
UPT, Perpustakaan. Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Anonym. 2015. Praktikum bahan bangunan, Laporan Teknik Sipil. (Online.
https://laporantekniksipil.wordpress.com). Diakses 24 Februari
2016)
Susilowati, Anni, Petunjuk Praktikum Laboratorium Pengujian Bahan,
Bandung, 1996.

Anda mungkin juga menyukai