BAB I
PENDAHULUAN
kriteria, seperti kuat tekan rencana, nilai slump dll. Karakteristik dan sifat bahan
akan mempengaruhi hasil rancangan. Pada dasarnya perancangan campuran
dimaksudkan untuk menghasilkan suatu proporsi campuran bahan yang optimal
dengan kekuatan yang maksimum. Terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan dalam perencanaan campuaran beton, seperti ACI ( American Concrete
Institute) dan DOE (Metode British). Dalam metode ACI dibutuhkan beberapa
data, yaitu: diperlukan sifat fisis material, penentuan slump rencana, ukuran
agregat kasar maksimum, jumlah air, menetukan FAS (W/C), jumlah semen,
jumlah agregat kasar yang diperlukan jumlah kandungan udara dalam campuran,
jumlah agregat halus yang diperlukan dan menghitung density beton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material
Material atau bahan-bahan yang digunakan untuk membuat beton terdiri
dari agregat kasar (Coarse aggregate), agregat halus (Fine aggregate), semen
Portland dan air. Agregat yang digunakan dalam campuran beton atau didalam
praktikum ini berasal dari Laboratorium Teknik Sipil, baik agregat kasar ataupun
agregat halus. Sementara semen yang digunakan yaitu tipe 1 spesifik gravity 3.16
buatan PT. Semen Padang, sedangkan air berasal dari laboratorium bahan dan
bangunan Jurusan Teknik Sipil.
CaO (kapur)
SiO2 (silikat)
AL2O3 (aluminat)
Fe2O3 (ferit)
CaSO4 dan ditambah SO3MgO
Menurut cara pemakainnya semen Portland dapat dibagi 5 tipe :
1. Tipe I : Untnk konstruksi pada umumnya dimana tidak ada persyaratan
khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lainnya.
2. Tipe II : Untuk konstruksi umumnya terutama sekali bila disyaratkan
agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang.
3. Tipe III : Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan
kekuatan awal yang tinggi.
4. Tipe IV : Untuk konstruksi – konstruksi yang menuntut persyaratan
panas hidrasi yang rendah.
5. Tipe V : Untuk konstruksi-konstruksi yang menuntut persyaratan sangat
tahan terhadap sulfat.
Didalam mengerjakan praktikum bahan bangunan ini digunakan
semen Tipe I PT. Semen Padang yang merupakan semen untuk konstruksi. Semen
dalam campuran beton berfungsi sebagai bahan pengikat dengan dicampur air
sebagai pereaksi. Pada percobaan ini, sifat-sifat semen tidak di teliti lagi karena
mutunya sesuai Standar Industri Indonesia.
4. PH air = 7, air tidak boleh mengandung garam yang dapat larut dan dapat
merusak beton lebih dari 5 gram/liter.
5. Semua air yang mengandung unsur kimia yang meraguka agar dianalisis
da dievaluasi mutunya menurut pemakaiannya.
6. Bahan organic dalam air diizinkan lebih dari 2000 ppm.
7. Dibenarkan mengandung minyak (minyak mineral/minyak tanah) < 2%
berat semen yang dipakai.
8. Masih dibenarkan air dengan kandungan lempung yang terapung <
20000 ppm.
sehingga suhu pada saat terjadinya pengikatan akan jauh lebih besar dari pada
suhu pada waktu terjadi pengikatan hanya antara air dan semen sehingga waktu
pengikatan pada adukan beton akan berlangsung lebih lama.
Semakin banyak air yang anda gunakan, maka beton yang anda hasilkan
semakin jelek. Walaupun didalam pengerjaan beton jika air yang anda gunakan
banyak beton semakin mudah dikerjakan dan pekerjaan menjadi lebih ringan.
Pengujian kandungan air agregat ini bertujuan untuk menentukan persentase
air yang dikandung agregat yang dilakukan dengan cara pengeringan. Dengan
diketahuinya kandugan air dalam agregat maka air pada campuran beton dapat
dikoreksi takarannya. Kandungan air dalam agregat sangat tergantung pada
kondisi agregat dilapangan. Kandungan air agregat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
𝑊3 − 𝑊5
𝑤= × 100%
𝑊5
Dimana:
W3 = Berat benda uji asli (gram)
W5 = Berat benda uji oven dry (gram)
Wd
SG(OD) ............................................................. (2.2)
Ws Ww
Dimana :
SG(SSD)= berat jenis agregat kasar jenuh air kering permukaan;
SG(OD) = berat jenis agregat kasar kering oven;
Ws = berat agregat kasar jenuh air kering permukaan (gr);
Ww = berat agregat kasar jenuh air kering permukaan dalam air (gr)
Wd = berat agregat kasar kering oven (gr).
Berat jenis agregat halus jenuh air kering permukaan (SG(SSD)) dan berat
jenis agregat halus kering oven (SG(OD)) berdasarkan ASTM C.128-93 (Anonim,
2004), dihitung dengan Persamaan (2.3) dan (2.4) berikut.
Ws
SG( SSD) ............................................... (2.3)
Ws Wcsw' Wcw"
Wd
SG(OD) ................................................ (2.4)
Ws Wcsw' Wcw"
Dimana :
SG(SSD)= berat jenis agregat halus jenuh air kering permukaan;
SG(OD)= berat jenis agregat halus kering oven;
Ws = berat agregat halus jenuh air kering permukaan (gr);
Wd = berat agregat halus kering oven (gr);
Wcsw' = berat gelas + agregat halus jenuh air kering permukaan + air
(gr).
Wcw" = berat gelas dan air (gr).
9
Di mana:
W = Absorbsi agregat
maksimum yang digunakan Uraian saringan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1
dan 2.2.
Tabel 2.1 Ukuran saringan standar agregat untuk campuran beton
128 mm 100 mm - -
64 mm 90 mm - -
- 75 mm 75 mm -
- 63 mm 63 mm 63 mm
Sumber : Mulyono, (2015)
Berdasarkan tabel 2.1 dan 2.2 diatas dapat diketahui beberapa ukuran
standar susunan saringan yang digunakan untuk analisa saringan. Dengan
menganalisis susunan butiran agregat yang digunakan, maka dapat diketahui
apakah gradasi agregat tersebut dapat digunakan sebagai material pembentuk
beton yang baik, yaitu dengan mengetahui letak kurva gradasi agregat tersebut
apakah berada di daerah yang disyaratkan sesuai dengan pembagian daerah
susunan butiran pada kurva (SK.SNI T-15-1990-03:21).
Namun demikian, nilai faktor air semen yang rendah tidak selalu berarti bahwa
kekuatan beton semakin tinggi. Nilai faktor air semen yang rendah akan
menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan pelaksanaan pemadatan
yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai
minimum faktor air semen yang diberikan sekitar 0,4 dan nilai maksimum 0,65.
Bila mana beton tidak dipadatkan secara sempurna, maka sejumlah
gelembung udara mungkin terperangkap dan mengakibatkan rongga udara yang
lebih banyak lagi. Rongga udara akan mengurangi kuat tekan beton. Beton dengan
jumlah volume rongga udara yang paling minimal adalah yang terpadat dan yang
terkuat. Beton yang paling kuat diperoleh dengan mengunakan jumlah air yang
minimal untuk memberikan kepadatan maksimal. Beton yang mempunyai faktor
air semen minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang
dibutuhkan untuk pemadatan yang sempurna tanpa perkerjaan yang berlebihan,
merupakan beton yang terbaik.
Nugraha dan Antoni (2007), menyatakan air yang terlalu banyak akan
menempati ruang dimana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi
penguapan, ruang itu akan menjadi pori.
sejumlah faktor, selain oleh perbandingan air semen dan tingkat pemadatannya.
Faktor-faktor penting lainnya:
a. Jenis semen dan kualitasnya; mempengaruhi kekuatan rata-rata dan kuat
batas beton
b. Jenis dan lekak-lekuk bidang permukan agregat; kenyataan menunjukan
bahwa penggunaan agregat batu pecah menghasilkan beton dengan kuat
desak maupun kuat tarik yang lebih besar daripada penggunaan kerikil
halus di sungai
c. Efisiensi dari perawatan (curring); kehilangan kekuatan dapat terjadi
sampai 40% bila pengeringan diadakan sebelum waktunya. Perawatan
adalah hal yang sangat penting ada pekerjaan lapangan dan pembuatan
benda uji.
d. Suhu; pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan
bertambahnya suhu.
e. Umur; pada keadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan
bertambahnya umur.
Menurut Anonim (1990), disebutkan bahwa benda uji standar yang
digunakan dalam uji kuat tekan adalah selinder beton dengan diameter 15 cm dan
tinggi 30 cm. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan bentuk dan ukuran benda uji yang lain, dengan konsekuensi harus
diberikan koreksi terhadap nilai hasil pengujian yang diperoleh. Ukuran benda uji
tidak boleh kurang dari 3 (tiga) kali ukuran maksimum agregat kasar, yang
digunakan untuk meminimalisasi pengaruh ketidak seragaman bahan beton dalam
benda uji.
Apabila dilakukan uji kuat tekan pada benda uji silinder beton dengan
panjang dan diameter silinder berbeda dengan standar yang telah ditetapkan yaitu
15 cm x 30 cm, maka harus dilakukan koreksi nilai kuat tekan,
dengan faktor koreksi kuat tekan silinder beton diameter benda uji (L/D = 2).
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar,
menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan
kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton sampai hancur.
19
Tata cara pengujian umumnya dipakai standar ASTM C39-86. Kuat tekan
masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi (f'c) yang
dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Menurut
Mulyono (2004 : 137), kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya
umur beton. Kekuatan beton akan naik secara cepat sampai umur 28 hari, tetapi
setelah itu kenaikannya akan kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil uji
kuat tekan beton yaitu kondisi ujung benda uji. Ukuran benda uji, arah
pembebanan, laju penambahan beban, dan bentuk benda uji.
Kuat tekan beton dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.10)
menurut Amri (2005 : 162) :
P
f c = ………………………………………………………. ............ (2.10)
A
di mana:
f’c = kuat tekan silinder beton (kg/cm2);
P = beban tekan maksimum/hancur (kg); dan
A = luas penampang benda uji (cm2).
20
BAB III
PENGUJIAN LABORATORIUM
𝐶−𝐷
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 𝑥 100 % = 0,38 %
𝐷
𝐶−𝐷
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 𝑥 100 % = 0,39 %
𝐷
3.1.6 Kesimpulan
Pada pengujian kadar air dari berbagai jenis besar butiran :
1. Untuk kadar air rata-rata agregat halus (pasir) yaitu sebesar 0,38 %.
2. Untuk kadar air rata-rata agregat kasar (batu pecah) yaitu sebesar
0,37%.
Dari hasil pengujian diatas kita dapat mengetahui seberapa banyak
kandungan air yang terkandung didalam agregat kasar dan halus, sehingga saat
pencampuran air dilapangan (FAS) tidak terjadi kesalahan teknis/keenceran.
%TertahanKomulatif
Modulus Kehalusan =
100
Pengaruh Gradasi Agregat Halus berkaitan dengan besar nya luas permukaan
agregat, berbagai standar menyarankan dan menetapkan batas-batas susunan besar
24
butir yang baik untuk beton. Gradasi Agregat Halus menurut BS dan SK.SNI T-
15-1990-03 kekasaran pasir dikelompokan menjadi 4 Zona :
a. Zone 1 : Pasir Kasar.
b. Zone 2 : Pasir Agak Kasar.
c. Zone 3 : Pasir Agak Halus.
d. Zone 4 : Pasir Halus.
5. Sikat kuningan
6. Sendok dan kuas.
Bahan yang digunakan :
1. Agregat kasar (batu pecah) sebanyak 2500 gram
2. Agregat halus (pasir) sebanyak 500 gram.
Gambar 3.1
Gambar 3.2
3.2.6 Simpulan
Dari hasil pengujian diperoleh Fineness Modulus untuk masing-masing
agregat yaitu :
1. Agregat Halus (Pasir) = %TertinggalKomulatif
100
= 255,3
100
=2,6
%TertinggalKomulatif
2. Agregat Kasar (batu pecah) =
100
653,62
=
100
= 6,6
3.3.6 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian kandungan 29rganic agregat halus (pasir)
didapatkan cairan yang terdapat pada benda uji No.1 berwarna kuning Tua, hal
tersebut menyatakan bahwa agregat halus tidak dapat digunakan dalam campuran
beton.
30
A B
3. Persentase abrpsopsi air = x100%
B
Keterangan :
A = Berat Material SSD
B = Berat Material kering oven OD
C = Berat pikno + air + benda uji kondisi SSD.
6. Keranjang besi.
AC
3. Persentase abrpsopsi air = x100%
C
Keterangan :
A = Berat contoh SSD
B = Berat contok kering oven
C = Berat pikno + air + benda uji kondisi SSD.
32
C
Apparent Specific Gravity 2,71
CB
C
Bulk Spec. Grav. Kondisi Kering 2,59
A B
A
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD A B 2,63
AC
Persentase Abrpsopsi Air x100% 1,68
C
Rata – Rata
Apparent Specific Gravity 2,70
Bulk spec. Grav. Kondisi Kering 2,59
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD 2,63
Persentase Abrpsopsi Air 1,59
33
3.4.6 Simpulan
Berdasarkan data – data pengujian berat jenis didapatkan berat jenis agregat
kasar (kerikil) SSD agregat kasar (kerikil) rata-rata 2,63 kondisi kering OD
agregat kasar (kerikil) sebesar 2,59 dan absopsi air rata-rata sebesar 1,59 %,
dengan data tersebut kita dapat menentukan berapa banyak volume agregat kasar
(kerikil) yang dibutuhkan dalam adukan beton.
E
Apparent specifik grafity =
E D C
E
Bulk spec. grav. Kondisi kering = B D C
B
Bulk spec. grav. Kondisi SSD = B D C
BE
x100%
Persentase abrpopsi air = E
34
Keterangan :
A :Berat piknometer
B :Berat benda uji kondisi SSD
C :Berat piknometer + air + benda uji kondisi SSD
D :Berat piknometer + air
E :Berat benda uji kondisi OD
E
Apparent specifik grafity =
E D C
E
Bulk spec. grav. Kondisi kering = B D C
B
Bulk spec. grav. Kondisi SSD = B D C
BE
x100%
Persentase abrpopsi air = E
Keterangan :
A = Berat piknometer
B = Berat benda uji kondisi SSD
C = Berat piknometer + air + benda uji kondisi SSD
D = Berat piknometer + air
E = Berat benda uji kondisi
37
E
Bulk Spec. Grav. Kondisi Kering 2,47
B D C
B
Bulk Spec. Grav. Kondisi SSD 2,51
B D C
3.5.6 Simpulan
Dengan data-data yang didapat dari pemeriksaan berat jenis agregat halus
(pasir) SSD agregat halus (pasir) rata-rata 2,53 kondisi kering OD agregat halus
(pasir) sebesar 2,49 absopsi air rata-rata sebesar 1,64 %, dan Apparent specific
grafity sebesar 2,60 dengan data pengujian tersebut kita dapat menentukan berapa
banyak volume agregat halus (pasir) yang dibutuhkan dalam adukan beton.
3.5.5.Simpulan
42
3.6.6 Simpulan
45
Dalam pembuatan benda uji harus dilihat seberapa banyak air yang
dibutuhkan, karena apabila airnya terlalu banyak campuran beton akan menjadi
encer dan kekuatan beton akan berpengaruh terhadap daya tekan dan pada saat
bahan campuran telah dimasukkan ke silinder ketok bagian pinggirnya agar udara
yang terperangkap bisa keluar.
3.8.6 Simpulan
Dari hasil pengujian slump test yang kami lakukan, nilai penurunan slump
test di dapatkan sebesar 13 cm, pengujian tersebut termasuk kedalam reng yang
telah ditentukan, nilainya berkisar antara 130 mm.
Tujuan dari pengujian kuat tekan beton adalah untuk dapat membuat beton
sesuai dengan rencana beton yang direncanakan dapat dilakukan proses
pematangan (curing) dari benda uji setelah dibuat dari cetakan.
3.9.5 Kesimpulan
50
Dari hasil pengujian kuat tekan yang kelompok 4 lakukan saat praktek dilab
dan akan dilakukan pengujian penekanan dengan mesin tekan beton yaitu dengan
massa waktu selama 3 hari benda uji didiamkan agar terjadinya pengerasan.
Setelah benda uji sudah 3 hari di diam kan dan mengalami pengerasan maka
lakukan penekanan dengan alat tekan beton.
Kuat tekan karakteristik pada beton selama 3 hari yaitu 23,3 Mpa, Dengan Standar
Deviasi (SD) yaitu : 8. konstanta statistik (k) yaitu: 1,64 dan Kuat tekan
karakteristik yaitu 43Mpa.
BAB IV
51
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum pengujian bahan II dilaboratorium Teknik
Sipil Politeknik Negeri Lhokseumewe, maka kami dapat menyimpulkan sebagai
berikut :
Pada pengujian kadar air dari berbagai jenis besar butiran :
1. Untuk kadar air rata-rata agregat halus (pasir) yaitu sebesar 0,38 %.
2. Untuk kadar air rata-rata agregat kasar (batu pecah) yaitu sebesar 0,37%.
Dari hasil pengujian diperoleh Fineness Modulus untuk masing-masing agregat
yaitu :
1. Agregat Halus (Pasir) =2,6
2. Agregat Kasar (batu pecah) = 6,6
dibutuhkan, karena apabila airnya terlalu banyak campuran beton akan menjadi
encer dan kekuatan beton akan berpengaruh terhadap daya tekan dan pada saat
bahan campuran telah dimasukkan ke silinder ketok bagian pinggirnya agar udara
yang terperangkap bisa keluar.
4.2 Saran
Dari pengalaman yang telah kami lakukan pada pengujian bahan II,
penulis mengharapkan kepada instruktur / dosen pembimbing beberapa hal :
1. Keselamatan kerja hendaknya selalu diperhatikan, terutama pada saat
penggunaan alat serta keamanan praktek juga sangat penting.
2. Dalam pembuatan beton dibutuhkan ketelitian, kecermatan, dan kesabaran.
Selain itu rangkaian beton yang dibuat harus sesuai standar dan komposisi
karena apabila banyak kesalahan akan mengakibatkan tidak efektif tidak
efisiennya bahan, waktu, tenaga, dan biaya.
3. Dalam pelaksaan praktek sebaiknya selalu diperhatikan kekompakan dalam
bekerja satu kelompok dengan kelompok lainnya. Karena bagaimanapun kerja
sama antar tim akan mempermudah dan meringankan pekerjaan yang akan
dikerjakan.
53
DAFTAR PUSTAKA
Musbar. 2005. Job Sheet Pengujian Bahan II. Lab. Bahan Bangunan, Politeknik
Negeri Lhokseumawe.
Majuar Edi, H.B Mahmud. 2006. Course Note Teknologi Beton (Beton Normal).
UPT, Perpustakaan. Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Anonym. 2015. Praktikum bahan bangunan, Laporan Teknik Sipil. (Online.
https://laporantekniksipil.wordpress.com). Diakses 24 Februari
2016)
Susilowati, Anni, Petunjuk Praktikum Laboratorium Pengujian Bahan,
Bandung, 1996.