Syok Hemoragik
Syok Hemoragik
PENDAHULUAN
1
BAB II
SYOK HEMORAGIK
2.1. Definisi
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh
yang biasanya terjadi akibat perdarahan yang masif.4,5
2.2. Etiologi
Beberapa penyebab tersering pada syok hemoragik:6
Terapi antitrombosis
Koagulopati
Perdarahan saluran pencernaan
o Varises esofagus
o Ulkus peptikum dan duodenum
o Ca gaster dan esofagus
Obstetrik/ginekologi
o Plasenta previa
o Abruptio plasenta
o Ruptur kehamilan ektopik
o Ruptur kista ovarium
Paru
o Emboli pulmonal
o Ca paru
o Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis
Ruptur aneurisma
Perdarahan retroperitoneal
Trauma
o Laserasi
2
o Luka tembus pada abdomen dan toraks
o Ruptur pembuluh darah besar
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai
akibatnya akan menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah
jantung menurun di bawah normal dan timbul syok.
2.3. Klasifikasi
Sistem klasifikasi syok hemoragik berdasarkan dari American College of
Surgeon Committee on Trauma dibagi menjadi 4 kelas. Sistem ini berguna
untuk memastikan tanda-tanda dini syok hemoragik.3
3
Gambar 2.1 Perubahan konsumsi O2
2.4. Patofisiologi
Perdarahan akut menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan
nadi. Perubahan ini dikenali oleh baroreseptor pada arkus aorta dan atrium.
Dengan berkurangnya volume darah yang beredar, terjadi peningkatan
rangsang simpatis. Reaksi ini menimbulkan peningkatan frekuensi nadi,
vasokonstriksi, dan penurunan distribusi aliran darah pada organ-organ
nonvital, seperti kulit, saluran pencernaan, dan ginjal.7
4
Pada perdaharan, terjadi respon-respon hormonal. Corticotropin-
releasing hormone terstimulasi secara langsung. Hal ini menyebabkan
pelepasan glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitari posterior
akan melepas vasopressin, menyebabkan retensi air pada tubulus distal.
Renin dilepaskan oleh kompleks juxtamedularis sebagai respon dari
penurunan MAP (Mean Arerial Pressure), sehingga meningkatkan
aldosteron dan berujung resoprsi natrium dan air. Hiperglikemia sering
didapatkan pada perdarahan akut karena glukagon dan growth hormone
meningkat pada gluconeogenesis dan glikogenosis. Peredaran katekolamin
menghambat pelepasan dan aktivitas insulin secara relative sehingga terjadi
peningkatan kadar gula darah.7
Semakin memburuknya hipovolemia dan hipoksia jaringan, terjadi
peningkatan ventilasi sebagai usaha kompensasi dan dapat menjadi asidosis
metabolik dari karbon dioksida yang diproduksi.6
Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan
perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi
yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran darah akan dipertahankan
secara konstan melalui MAP. Ginjal juga mentoleransi penuruunan aliran
darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran darah pada
saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik.
Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu
bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam
pertahanan tubuh.
5
Untuk perdarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah
dari rectum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang
hilang dari saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari
rectum harus diduga adanya perdarahan hebat sampai dibuktikan sebaliknya.
Syok umumnya memberi gejala klinis seperti turunnya tanda vital tubuh:
hipotensi, takikardi, penurunan urin output, dan penurunan kesadaran.
Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh. Gejala
umum lainnya yang bisa timbul adalah kulit kering, pucat, dan dengan
diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi, dan tidak sadar. Pada fase awal
nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya, tekanan darah sistolik bisa
saja masih dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat,
seperti yang terdapat pada anemia kronik.
Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan
adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk
mengevaluasi apakah terdapat gejala hemotoraks, suara nafas akan turun,
serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan. 7 Periksa abdomen dari
tanda perdarahan intra-abdominal. Periksa panggul apakah ada ekimosis
yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Lakukan pemeriksaan rectum
untuk mengetahui asal darah yang keluar dari rectum.
Pasien dengan riwayat perdarahan vagina dilakukan pemeriksaan pelvis
lengkap dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik.
6
BAB III
PENATALAKSANAAN SYOK HEMORAGIK
7
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya
pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia
jantung yang tak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardia dari
stimulasi nervus vagus yang berlebihan. Distensi lambung menyebabkan
terapi syok menjadi sulit. Pada pasien tidak sadar, distensi lambung
membesarkan risiko aspirasi isi lambung dan dapat menjadi suatu
komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan
dengan memasukkan NGT.
Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau
produksi urin. Darah pada uretra atau prostat dengan letak tinggi, mudah
bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi
mutlak bagi pemasangan kateter uretra sebelum ada konfirmasi
radiografis tentang uretra yang utuh.3
Pengobatan dengan posisi kepala di bawah. Dengan menempatkan
penderita dengan kepala 5 inci lebih rendah daripada kaki akan sangat
membantu dalam meningkatkan alir balik vena dan dengan demikian
menaikkan curah jantung. Posisi kepala di bawah ini adalah tindakan
pertama dalam pengobatan berbagai macam syok.2
8
seksi pada vena safena di kaki. Pada anak di bawah 6 tahun, teknik
penempatan jarum intra oseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur
vena sentral.
Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia
atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian
kemungkinan terjadinya pneumotoraks atau hematotoraks.3
9
untuk jumlah total volulme kristaloid yang secara akut diperlukan adalah
mengganti setiap millimeter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid,
sehingga memungkinkan restitusi volume plasma yang hilang ke dalam
ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal sebagai “hukum 3 untuk 1” (“3
for 1 rule”). Namun lebih penting untuk menilai respon penderia kepada
resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai,
misalnya keluar urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer.2,3
10
turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan
resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambah penggantian
volume dan usaha diagnostik.3
Bila telah jelas ada perbaikan hemodinamik (tekanan sistolik ≥100, nadi
≤100, perfusi hangat, urin 0,5 ml/kg/jam), infus harus dilambatkan dan
biasanya transfuse tidak diperlukan. Bahaya infus yang cepat adalah oedem
paru, terutama pasien geriatri. Perhatian harus ditunjukkan agar jangan
sampai terjadi kelebihan cairan. Namun jika hemodinamik memburuk,
teruskan cairan (2-4x estimated blood loss), jika membaik tetapi Hb < 8 gr,
Ht < 25%, beri transfusi darah dan koloid. Bila hemodinamik tetap buruk,
segera diberikan transfusi.9
11
Kadang-kadang plasma juga tidak tersedia. Dalam hal ini, berbagai
pengganti plasma sudah dikembangkan, yang sama melaksanakan fungsi
hemodinamika hampir tepat dengan sasaran. Salah satunya adalah larutan
dekstran. Syarat utama suatu pengganti plasma yang benar-benar efektif
adalah yang tetap tinggal di sistem sirkulasi yaitu tidak tersaring melalui
pori-pori kapiler ke dalam ruang jaringan. Selain itu larutan tidak boleh
toksik dan mengandung bahan yang mempunyai ukuran molekul cukup
besar untuk mendesak tekanan osmotik koloid.
Sejauh ini bahan yang paling memuaskan untuk tujuan tersebut adalah
dekstran, suatu polimer posakarida glukosa yang besar. Dekstran dengan
besar molekul yang sesuai tidak dapat melewati pori kapiler dank arena itu
dapat menggantikan protein plasma sebagai bahan osmotik koloid.3
12
Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun-tahun menjadi perbantahan
sengit, yaitu:
a. Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok.
Hemodilusi dengan cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi
mempertahankan hemodinamik dan perfusi yang baik sementara darah
donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan koreksi deficit
cairan ekstraseluler (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak
tersedia, dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer
anti A rendah (Rh negatif) atau packed red cell-O.9
b. Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran,
gelatin, HES) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal
elbih lama di intravaskular. Namun deficit ECF tidak dapat dikoreksi
oleh pasma expander. Dari segi harga juga jauh lebih mahal
dibandingkan dengan Ringer Laktat. Reaksi anafilaktik dapat terjadi
pada pemberian dextran atau gelatin.9
c. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang
baik dari segi volume effect. Tetapi harganya sangat mahal dibandingkan
dengan Ringer Laktat untuk mendapatkan volume effect yang sama.9
d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini mirip komposisinya dengan ECF. Meskipun pemberian
infus diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga
setelah cairan interstitial penuh. Cairan lain seperti dextrose dan NaCl
0,45% tidak dapat digunakan.
Cairan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau
dextrose, tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu
singkat sebagian besar akan keluar dari intravaskular, sehingga volume
yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang
hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 11-30 menit.
13
Ekspansi cairan dari ruang intravaskular ke interstitial berlangsung
selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam
sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan
volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.11
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.
Keuntungannya yaitu mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan
kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh
sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremia, hipokhloremia, atau alkalosis
metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan
cairan eksraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah
besasr kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan
asidosis metabolik, kombusio, dan sindrom syok. NaCl 0,45% dalam
larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk
mengganti kehilangan cairan insensible.9
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolism laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal,
sedangkan asetat dimetabolisme pada hamper seluruh jaringan tubuh
dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat
sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan
fugsi hati berat seperti sirosis hepatis dan asidosis laktat. Adanya laktat
dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.7
3.7. Penyulit
Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantung, pada proses
metabolisme, atau pada paru.
a. Dekompensasi jantung
14
Dekompensasi ditandai oleh kenaikan PCWP (Pulmonary Capillary
Wedge Pressure). Bahaya terjadinya dekompensasi jantung sangat kecil,
kecuali pada jantung yang sudah sakit sebelumnya. Pada pemberian
koloid dapat mengalami kenaikan PCWP 50% yang potensial akan
mengalami dekompensasi jantung.9
b. Edema paru
Akibat pengenceran darah, terjadi transient hypoalbuminemia.
Penurunan albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik. Batasan aman
kadar albumin terendah yang masih aman adalah 2,5 mg%. apabila
albumin perlu dinaikkan, pemberian infus albumin 11-25% dapat
diberikan dengan tetesan lambat 2 jam/100 ml. Dosis ini akan
menaikkan kadar 0,25-0,5 mg%.9
Jika terjadi edema paru, berika furosemide 1-2 mg/kgBB. Gejala
sesak napas akan berkurang setelah urin keluar 1-2 L. Lakukan
digitalisasi atau berikan dopamine drip 5-10 µg/kgBB/menit. Sebagai
terapi simptomatik berikan oksigen.9
c. Asidosis asam laktat
Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis asam
laktat karena syok. Asam laktat diubah hepar menjadi bikarbonat yang
menetralisir asidosis metabolik pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat
pemberian volume justru menurunkan laktat darah karena perbaikan
transport oksigen ke jaringan, metabolism aerobic bertambah.
d. Gangguan hemostasis
Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi
sudah mencapai 1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah
trombosit, pemberian Fresh Frozen Plasma tidak berguna karena tidak
mengandung trombosit, sedangkat faktor V dan VIII dibutuhkan dalam
jumlah sedikit. Trombosit dapat diberikan sebagai fresh blood, platelet
rich plasma, atau thrombocyte concentrate dengan masa simpan kurang
dari 6 jam pada suhu 4oC. Dextran juga dapat menimbulkan gangguan
jika dosis melebihi 10 ml/kgBB.9
15
16
BAB IV
KESIMPULAN
Syok hemoragik adalah suatu kondisi saat perfusi jaringan menurun dan
menyebabkan inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel.
Yang ditandai dengan penurunan volume darah, akral dingin, pucat, takikardi,
hipotensi, dan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan syok hemoragik meliputi pemeriksaan jasmani, akses
pembuluh darah, terapi cairan, transfusi darah, dan terapi lain.
Komplikasi yang paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian
volume yang tidak adekuat. Terapi yang segera, tepat, dan agresif untuk
memulihkan perfusi organ akan memperkecil kejadian yang tidak dikehendaki
sedikitpun. Terdapat beberapa penyulit pula dalam pemberian cairan resusitasi,
sehingga harus berhati-hati terdapat pemberian cairan.
17
DAFTAR PUSTAKA
18