Anda di halaman 1dari 10

www.oseanografi.lipi.go.

id

Oseana, Volume XII, Nomor 1 : 25-34, 1987 ISSN 0216-1877

SIFAT-SIFAT DETERJEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERAIRAN

oleh

J.M. Manik 1) dan Edward 1)

ABSTRACK

THE PROPERTIES OF DETERGENT AND ITS EFFECTS ON ENVIRONMENT.


Detergent is a petrochemical compound and has molecular structure, R-SO3Na+ (R
= alky I benzene). It is more easily dissolved in water than ordinary soap (R-
COONa+) and do not presipitate in hard water. Based on its electric charge, detergent
can be divided into three groups ie. anionic (has negatively charge ion), catio-nic (has
positively charged ion) and non-ionic detergent While, based on its molecular structure,
can be divided into two groups ie. straight chain (LAS = linear alkylbenzene sulfonate)
and branched chain detergent (ABS = alkylbenzene sulfonate). The straight chain
detergent is more degradable in aquatic environment than the branched one. Detergent
has strong cleaning capacity than ordinary soap, but an excess application will resulting
negative effect to aquatic environment e.g. accelerate shallowness process and reduce
esthetic value. At certain degree of concentration, it will be harmful to the life of
aquatic organisms.

PENDAHULUAN 1984). Pada proses pembuatan sabun, le-


mak (lemak hewan, minyak kelapa sawit,
Untuk membersihkan badan dan pera- minyak kelapa) yang dipanaskan dengan lo
bot rumah tangga, zaman dahulu biasa digu- gam alkali (lindi natron atau lindi kali),
nakan minyak zaitun dan cairan buah- akan menghasilkan gliserol dan garam
buahan, yang dicampur dengan abu dari natrium atau kalium dari asam lemak. Pro-
bermacam tumbuh-tumbuhan. Sabun belum- ses ini disebut proses penyabunan atau sapo-
lah dikenal pada waktu itu. Sabun adalah nifikasi. Sabun dari logam-logam alkali
hasil hidrolisis lemak dalam suasana alkalis, ini larut dalam air dan dipakai sebagai
yang menghasilkan gliserol dan garam alkali. bahan untuk pengemulsi dan pembersih,
Sabun merupakan zat pembersih, karena sedangkan sabun dari logam-logam lain
mempunyai sifat pengemulsi (emulgator) menurut HOLLEMAN (1946) biasanya tidak
dan dapat menurunkan tegangan permukaan larut dalam air dan tidak dapat dipakai un-
zat cair (surface tension) (ISKANDAR tuk pembersih. Secara kimia sabun adalah
1974). Beberapa sabun dengan berat mole- suatu garam dari asam lemak berantai pan-
kul yang tinggi dan derajat ketidakjenuhan jang dengan rumus kimia R-COONa+ (R
yang besar, merupakan zat pembunuh ku- adalah rantai hidrokarbon). Sabun yang
rnan yang selektif, seperti natrium resinolat, dipakai dalam kehidupan sehari-hari, biasa-
yang mempunyai daya detoksikasi terhadap nya adalah campuran dari garam natrium
tokan diphteri dan tetanus (WINARNO dengan lemak yang mempunyai jumlah atom

1). Balai Penelitian dan Pengembengan Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi - LIPI, Ambon.

25

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


www.oseanografi.lipi.go.id

karbon banyak seperti asam palmitat, stearat tidak mengendap dalam air sadah. Disam-
dan oleat. Sabun yang terbuat dari campuran ping kelebihan deterjen dibandingkan de-
lemak dengan garam natrium disebut sabun ngan sabun, ada kekurangannya yaitu gugus
keras, sedangkan yang terbuat dari garam ka- R-SO 3 ini sukar diuraikan oleh bakteri.
lium, disebut sabun lunak. Sabun lunak lebih
mudah larut dalam air dibandingkan dengan SIFAT KIMIA DAN FISIKA
sabun keras. Reaksi dari pembuatan sabun DETERJEN
dapat dilihat pada Gambar l. Disamping itu
keuntungan dari sabun yaitu dibuat dari Sifat kimia deterjen yang terpenting
adalah sebagai zat pengemulsi (emulgator).
sumber alam yang dapat diperbaharui dan
Emulsi adalah dispersi atau suspensi suatu
mudah didegradesi oleh bakteri, sehingga
cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-
tidak menimbulkan polusi. Tetapi dalam
molekul kedua cairan tersebut tidak saling
penggunaannya terutama dalam air sadah,
bercamptir tetapi saling antagonis (WINAR-
sabun membentuk endapan dengan logam
NO 1984). Air dan minyak merupakan dua
magnesium dan kalsium, sehingga mengu-
cairan yang tidak saling bercampur, tetapi
rangi daya cuci sabun tersebut. Selain itu
saling ingin berpisah, karena air mempunyai
endapan bisa menempel pada kain dan ini
polaritas yang tinggi (merupakan senyawa
akan mengganggu dalam proses pencucian.
polar) sedangkan minyak mempunyai polari-
tas yang sangat rendah (senyawa non polar).
DETERJEN Setiap emulsi biasanya terdiri dari tiga bagi-
an utama yaitu bagian terdispersi, pendis-
Ilmu pengetahuan selamanya akan me- persi, dan emulsifier. Bagian terdispersi terdiri
nguntungkan masyarakat, karena dapat dari butir-butir molekul organik (biasanya
memberikan sumbangan yang berpianfaat. senyawa non polar seperti molekul lemak),
Contoh dari hasil ilmu pengetahuan dalam bagian pendispersi (continue phase) terdiri
bidang kimia adalah perubahan penggunaan dari molekul-molekul polar yaitu air,
sabun oleh deterjen. Setelah perang dunia sedangkan bagian emulsifier berfungsi untuk
kedua, ditemukan pengganti sabun yaitu menjaga kestabilan emulsi (HUTAGALUNG
deterjen. Hanya dalam waktu lebih kurang 1987, komunikasi pribadi). Emulsi merupa-
satu dekade deterjen mampu mendesak sa- kan salah satu sifat dari sabun maupun deter-
bun yang pemakaiannya telah bertahan lama jen. Zat-zat yang tidak larut oleh sabun mau-
dalam peradaban manusia (± 450 tahun). pun deterjen didispersikan sedemikian rupa
Kata deterjen berasal dari bahasa latin sehingga seolah-olah kelihatannya laut. Sabun
"detere" yang berarti membersihkan. Deterjen dan deterjen merupakan zat pengemulsi yang
sendiri diartikan sebagai bahan pencuci, baik. Daya kerja zat pengemulsi terutama
sedangkan dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh bentuk molekulnya yang
dimaksudkan dengan deterjen adalah terikat baik pada minyak maupun air. Bila
deterjen sintetis, selain sabun. Deterjen di- zat pengemulsi tersebut lebih terikat atau
buat dari bahan petrokimia, dengan rumus larut dalam air, maka molekul-molekul
kimia hampir menyerupai rumus kimia sa- minyak lebih mudah masuk ke dalam
bun, dimana gugus —COO pada sabun diganti molekul-molekul air, sehingga terjadi dispersi
dengan gugus —SO3, yaitu R—SO3Na+, minyak dalam air (O/W). Sebaliknya bila
sedangkan R adalah gugus alkil benzen yang zat pengemulsi lebih larut dalam minyak
dibuat dari propilen dan benzen, yang me- akan terjadi emulsi air dalam minyak (W/O).
rupakan hasil buangan produk petrokimia. Lebih lanjut diterangkan bila butir-butir
Senyawa deterjen lebih mudah larut di da- lemak telah berpisah karena adanya tenaga
lam air jika dibandingkan dengan sabun dan mekanik (pengocokkan), maka butir-butir

26

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


Oseana, Volume XII No. 1, 1987
27
www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 1. Reaksi-reaksi pembuatan sabun (MORRISON & ROBERT 1980).


www.oseanografi.lipi.go.id

lemak yang terdispersi tersebut segera dise- (Gambar 4). Pada B gaya tarik menarik ha-
lubungi oleh selaput tipis zat pengemulsi nya kearah bawah, sehingga pada B hanya
(Gambar 2). Bagian molekul zat pengemulsi ada tegangan kebawah. Jadi pada permuka-
yang tidak berkutub, larut dalam lapisan an ada tegangan yang membuat selaput
hiar butir-butir lemak, sedangkan bagian permukaan itu tidak pecah. Dalam Gambar
yang berkutub, menghadap ke pelarut (Gam- 5 (belahan dari suatu cairan), pada A ter-
bar 3). dapat gaya tarik ke segala arah, pada B
Senyawa deterjen umumnya mudah la- hanya ada gaya tarik kearah titik pusat,
rut dalam air, dan dalam air sadah tidak sehingga pada permukaan ada gaya yang
membentuk endapan dengan logam magne- menahan selaput itu agar tidak pecah.
sium dan kalsium serta mempunyai gugus R- Gaya-gaya ini disebut tegangan permukaan
SO3 yang sangat stabil, sehingga sukar (surface tension) dan dinyatakan dalam
diuraikan oleh bakteri. gr.cm-1 atau dyne.cm-1. Tegangan per-
Secara fisika deterjen merupakan zat mukaan ini dipengaruhi oleh beberapa fak-
yang berfungsi menuiunkan tegangan per- mtor antara lain: suhu, sabun, deterjen, alko-
mukaan zat cair (surface tension). Me- hol, asam-asam organik dan ester-ester.
nurut ISKANDAR (1974), tegangan per- Dengan perkataan lain faktor ini dapat
mukaan adalah suatu tegangan yang diper- menurunkan tegangan permukaan. Pada
lukan agar selaput permukaan tidak pecah. waktu mencuci, tanpa menggunakan sabun
Deterjen ataupun sabun merupakan zat atau deterjen, air akan sulit memasuki
aktif permukaan yang dapat menurunkan bagian kotoran (Gambar 6), karena terha-
tegangan permukaan air dan meningkatkan lang oleh tegangan permukaan air yang me-
daya pembersih air dengan jalan mengemul- nyentuh kotoran tersebut. Dalam hal ini
sikan lemak atau kotoran-kotoran yang ada. deterjen atau sabun mempunyai sifat meru-
Seperti sabun, deterjen dapat juga mem- sak tegangan permukaan air atau menurun-
perlihatkan aktivitas permukaan yang baik, kan tegangan permukaan tersebut. Penu-
dimana molekul-molekul yang larut tidak runan tegangan permukaan oleh sabun atau
terbagi rata dalam larutan, tetapi berkumpul deterjen, akan menyebabkan air dapat me-
pada bidang batas dan menurunkan te- ngeluarkan kotoran dari pakaian, sehingga
gangan permukaan pada bidang batas pakaian menjadi bersih (HUTAGALUNG
tersebut. Akibat penurunan tegangan permu- 1987, komunikasi pribadi).
kaan pada bidang batas ini, larutan deterjen Pada umumnya deterjen digolongkan
atau sabun lebih mudah memasuki ruangan- atas 3 bagian yaitu deterjen anionik, deter-
mangan kapiler dari air murni. Penggum- jen kationik, dan deterjen non-ionik. Deter-
palan pada bidang batas antara kain dan jen anionik adalah deterjen yang bagian
kotoran, dan antara kotoran dengan kotor- muatan negatifnya dapat menurunkan te-
an itu sendiri, ditingkatkan oleh daya gabung gangan permukaan zat cair. Deterjen anionik
tertentu bidang batas terhadap molekul-mo- ini mudah larut dalam air (Gambar 7). Deter-
lekul sabun yang diionisasi. Akibat dari jen kationik adalah deterjen yang bagian
adsorpsi ini, terjadi keadaan tolak menolak muatan positifnya dapat menurunkan te-
antara kain dan kotoran dan antara kotoran gangan permukaan zat cair. Seperti deter-
dengan kotoran itu sendiri. Dengan demi- jen anionik, deterjen kationik juga mudah
kian, deterjen maupun sabun membuat kain larut dalam air (Gambar 8). Sedangkan
menjadi bersih dan mendispersikan kotoran- deterjen non-ionik sama sekali tidak mengan-
kotoran ke dalam larutan. Proses terjadinya dung muatan positif maupun negatif. Ber-
tegangan permukaan, dimana pada A ter- beda dengan kedua jenis deterjen terdahulu,
dapat gaya tarik menarik ke segala arah, deterjen non-ionik sukar larut dalam air
sehingga molekul A dapat bergerak bebas (Gambar 9).

28

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


www.oseanografi.lipi.go.id

29

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


www.oseanografi.lipi.go.id

30

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 10. Jenis deterjen rantai lurus dan rantai cabang.

31

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


www.oseanografi.lipi.go.id

DAMPAK DETERJEN Karena sifat deterjen yang aktif permukaan,


maka dengan kadar yang rendahpun (kira-
Walaupun kehadiran deterjen cukup kira 0,5 ppm), deterjen sudah membentuk
mendapat sambutan hangat dari para konsu- busa. Busa ini akan menghambat diffusi
men, namun tidak berarti bahwa deterjen oksigen dari udara ke perairan. Air buang-
tidak mempunyai dampak negatif. Dampak an deterjen dapat meresap ke dalam air
negatif deterjen terhadap lingkungan per- tanah, sehingga pemanfaatan air tanah
airan, dapat dikategorikan atas 3 bagian yang mengandung deterjen ini sebagai air
yaitu pendangkalan perairan, pencemaran minum atau air mandi akan mengganggu
lingkungan dan pencemaran biota. kesehatan manusia. Terhadap lingkungan,
dampak deterjen dapat menimbulkan eutro-
1. Pendangkalan perairan
fikasi (pengayaan zat hara), dan ini akan
Ada beberapa jenis deterjen yang gugus
merangsang pertumbuhan biota nabati air
alkilnya adalah bukan turunan alkana yang
yang tidak diinginkan dan dapat menurun-
mempunyai rantai lurus. Jenis deterjen ini
kan estetika (KANTOR NEGARA KEPEN-
dibuat secara sintetis dari bahan minyak
DUDUKAN dan LINGKUNGAN HIDUP
bumi. Pada umumnya deterjen ini merupa-
1984). Oleh karena deterjen yang mempu-
kan turunan alkana dengan rantai berca-
nyai rantai bercabang, seperti alkil benzen
bang dari gugus alkil dan sukar diuraikan
sulfonat sukar didegradesi oleh mikroorga-
oleh bakteri. Menurut HAMMERTON
nisme, maka diadakanlah penelitian tentang
(1955) dan SHARMAN (1964) deterjen sin-
pembuatan deterjen yang mudah terurai
tetis yang dibuat dari bahan dasar alkil
di alam. Hasil penelitian menunjukkan
benzen sulfonat yang tidak bercabang,
bahwa deterjen yang berantai lurus ternyata
tallow alkil sulfat dan alkil etoksilat sulfat
lebih mudah terurai dibandingkan deter-
adalah jenis-jenis deterjen yang dapat di-
jen yang bercabang (Gambar 10), kemu-
uraikan oleh bakteri, tetapi deterjen sintetis
dian penemuan baru lagi dengan ditemu-
yang dibuat dari bahan dasar alkil benzen
kannya senyawa natrium alkil sulfat dengan
sulfonat yang bercabang sukar diuraikan
rumus kimia R-OSO3Na+ . Deterjen ini
oleh bakteri.
paling mudah terdegradesi dan kecepatan
Menjelang tahun 1971, diperkirakan
degradesinya hampir sama dengan kecepatan
30% — 40% fosfor yang masuk ke perairan
degradesi sabun (Gambar 11).
berasal dari deterjen fosfat (GRUNDY 1971)
3. Pencemaran Biota
dan menurut LAWS (1981) dalam setiap
Deterjen sintetis pada konsentrasi ter-
gram deterjen, dijumpai 6% - 8% unsur fos-
tentu akan bisa mencegah perkembangan
for. Gugus fosfat sukar diuraikan oleh bak-
populasi plankton, seterusnya populasi orga-
teri, karena itu hams diganti dengan gugus
nisme dalam suatu perairan. Daerah toksis
lain, yang dalam hal ini ditemukan gugus
konsentrasi deterjen baik yang anionik
nitrilo triasetat sebagai pengganti. Akibat
maupun yang non-ionik terhadap berbagai
sukarnya gugus fosfat diuraikan oleh bakteri, organisme dapat dilihat pada Gambar 12.
maka akan terjadi penimbunan fosfat, yang Daerah toksis untuk fitoplankton berkisar
makin lama makin bertambah banyak. Bila antara 10 ppm — 600 ppm, makropita ber-
hal ini memasuki lingkungan perairan, kisar antara 0,8 ppm — 100 ppm, krus-
dapat menimbulkan terjadinya pendangkalan tasea berkisar antara 2 ppm - 950 ppm,
suatu perairan. ikan berkisar antara 0,8 ppm - 600 ppm,
2. Pencemaran lingkungan moluska berkisar antara 0,2 ppm — 950
Pada dasarnya deterjen tidak beracun, ppm, anelida berkisar antara 0,1 ppm —
tetapi pada kadar yang cukup tinggi deterjen 10 ppm, dan koelenterata berkisar antara
dapat menimbulkan gangguan kesehatan. 9 ppm - 500 ppm (PATIN 1982).

32

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


www.oseanografi.lipi.go.id

0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 12. Daerah toksis konsentrasi deterjen terhadap berbagai organisme.

33

Oseana, Volume XII No. 1, 1987


www.oseanografi.lipi.go.id

KESIMPULAN DAN SARAN HOLLEMAN, L.W.J. 1946, Kimia organik.


Edisi ke 16. J.B.Wolter Djakarta, Groni-
Deterjen sintetis akan mempercepat gen, 723 hal.
teijadinya proses pendangkalan perairan. ISKANDAR, Y. 1974. Biokimia. Seri penun-
Hal ini disebabkan adanya jenis-jenis deter- tun kuliah, bag. 1. Inst. For Personality
jen sintetis tertentu yang tidak dapat diurai- and Educat. Res. Yayasan Dharma
kan oleh bakteri. Umumnya deterjen dibuat Graha Jakarta, 149 hal.
dari alkil benzen sulfonat dengan rantai KANTOR MENTERI NEGARA KEPEN-
yang bercabang. Untuk menjaga kelestarian DUDUKAN dan LINGKUNGAN HI-
lingkungan suatu perairan, perlu diperhati- DUP 1984. Bahan Penyusun RPP
kan pemakaian jenis deterjen sintetis serta Baku Mutu Air Laut untuk Mandi dan
menghindari pembuangan sampah deterjen Renang, Biota laut, dan Budidaya
ini secara berlebihan ke dalam suatu ling- Biota laut. Hasil Lokakarya Baku
kungan perairan. Mutu lingkungan Laut, Bogor, 32 hal.
LAWS, E.A. 1981. Aquatic pollution. John
Wiley & Sons, United States, 482 pp.
MORRISON, R.T. and N. ROBERT 1980.
Organic chemistry. 3rd ed. Allyn and
DAFTAR PUSTAKA Bacon Inc, United States, 1258 pp.
PATIN, S.A. 1982. Pollution and the biolo-
GRUNDY, R.D. 1971. Strategies for control gical resources of the ocean. Butter-
of man made eutrophication. Environ. worth, London, 287 pp.
Sci. Tech. 5 : 1184-1190. SHARMAN, S.H. 1984. Extensive biodegra-
HAMMERTON, C. 1955. Observation on the dation of synthetic detergents. Nature
decay of synthetic anionic detejgents 201 : 704 - 705.
in natural waters. J. Apol. Chem. 5 : WINARNO, G.F. 1984. Kimia pangan dan
517-524. gizi P.T. Gramedia, Jakarta 239 hal.

34

Oseana, Volume XII No. 1, 1987

Anda mungkin juga menyukai