Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

SKABIES

1. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Sinonim dari skabies
adalah kudis, the itch, gudik, budukan, atau gatal agogo.

2. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 300 juta kasus skabies dilaporkan setiap tahunnya di seluruh dunia. Ada
dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Di negara-negara
maju, umumnya epidemi skabies ditemukan di penjara, rumah sakit, dan panti.
Skabies lebih sering terjadi pada musim gugur dan dingin di negara tersebut.
Prevalensi skabies di negara berkembang lebih tinggi daripada negara maju.
Menurut survey di Malaysia, sebagian besar penderita skabies berusia 10-12 tahun,
dan ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Daerah
endemik skabies sebagian besar adalah negara tropis dan subtropis, diantaranya:
Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia,
Kepulauan Karibia, India dan Asia Tenggara.

3. FAKTOR RISIKO
a) Usia muda
b) Banyak anak yang tinggal dalam satu rumah
c) Illiterasi
d) Pendapatan keluarga yang rendah
e) Kondisi lingkungan rumah dan sekitar yang buruk
f) Kebiasaan mandi yang tidak rutin
g) Kebiasaan menggunakan handuk dan alat mandi bersama dengan orang lain
h) Immunocompromised
4. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, famili Sarcoptes. Pada manusia, disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.
Secara morfologik, Scabies merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan perutnya rata. Tungau berwarna putih kotor, translusen,
dan tidak memiliki mata. Ukuran tungau betina sekitar 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan tungau jantan berukuran lebih kecil, yaitu 200-240 mikron x
150-200 mikron. Tungau dewasa mempunyai 4 kaki. Siklus hidup Sarcoptes scabiei
sebagai berikut :

Setelah kopulasi terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, sementara tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum (kunikulus)
dengan kecepatan 2-3 mm per hari, sambil meletakkan telurnya 2 hingga 4 butir sehari
sampai mencapai 40 atau 50 telur. Tungau betina yang dibuahi dapat hidup sebulan
lamanya. Dalam 3-5 hari, telur akan menetas, menjadi larva dengan 3 pasang kaki.
Larva ini dapat tinggal dalam kunikulus, tetapi juga dapat keluar kulit tubuh. Setelah
2-3 hari, larva akan menjadi nimfa jantan atau betina dengan 4 pasang kaki. Sejak
berupa telur hingga dewasa dari siklus hidup tungau membutuhkan waktu antara 8-12
hari.
Cara penularan atau transmisi dapat berupa kontak langsung maupun tidak
langsung. Kontak langsung (skin to skin) seperti berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual. Sementara kontak tidak langsung biasanya melalui perantara benda,
seperti pakaian, handuk, sarung bantal, seprai, selimut, dan lain-lain.
Penularan bersumber dari Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
dapat juga ditularkan oleh larva tungau. Sarcoptes scabiei var. animalis juga dapat
menularkan manusia secara tidak langsung, terutama pada yang memelihara hewan
seperti anjing.

5. PATOGENESIS
Reaksi hipersensitivitas terhadap tungau dan produknya berperan dalam
perkembangan lesi serta timbulnya rasa gatal. Infestasi Sarcoptes scabiei ke dalam
epidermis (stratum korneum) tidak segera memberikan gejala klinis pruritus. Rasa gatal
akan timbul 1 bulan setelah infestasi primer dan adanya reinfestasi sebagai manifestasi
respon imun terhadap tungau dan atau sekret yang dihasilkannya di bawah kulit.
Sarcoptes scabiei melepaskan substansi sebagai respon antara tungau dengan
keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi ke epidermis. Penelitian
sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV.
Pada reaksi tipe I, antigen S.scabiei dan IgE pada sel mast bertemu di epidermis,
menyebabkan degranulasi sel-sel mast sehingga antibodi IgE meningkat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV akan menunjukkan gejala 10-30 hari setelah sensitisasi tungau,
dan akan timbul lesi pada kulit seperti papul, nodul inflamasi dengan perubahan
histologik dan jumlah sel limfosit T banyak ditemui pada infiltrate kutaneus. Selain lesi
yang disebabkan langsung oleh S.scabiei, dapat pula terjadi lesi akibat garukan
penderita dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan menjadi infeksi sekunder.
6. GEJALA KLINIS
Terdapat empat tanda kardinal sebagai manifestasi klinis penyakit skabies, dimana
apabila ditemukan 2 dari tanda kardinal tersebut, diagnosis skabies dapat dibuat :
 Pruritus nocturnal, yaitu rasa gatal pada malam hari akibat aktivitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
 Penyakit menyerang manusia secara berkelompok, seperti dalam keluarga serumah
dan asrama. Tidak seluruh anggota keluarga yang terkena infestasi tungau
menunjukkan gejala, ada juga yang tidak, yang disebut keadaan hiposensitisasi.
Penderita tersebut bersifat pembawa (carrier).
 Adanya terowongan (kunikulus) pada regio predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, dengan panjang sekitar 1 cm,
pada ujungnya terdapat papul atau vesikel. Apabila timbul infeksi sekunder, akan
muncul ruam kulit polimorf, seperti pustule, ekskoriasi, dan lain-lain. Regio
predileksi pada skabies biasanya adalah yang stratum korneumnya paling tipis, yaitu
di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae, umbilicus, bokong, genitalia eksterna pada
pria, dan perut bagian bawah. Sementara bayi sering juga predileksinya di telapak
tangan dan kaki.
 Menemukan tungau, adalah hal yang paling menunjang diagnosis pada stadium
manapun ditemukannya.

Terdapat salah satu jenis skabies yang dinamakan Skabies Norwegia (crusted
scabies) yang ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang
distrofik, dan skuama generalisata. Skabies ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya
minimal dibandingkan skabies klasik. Pada pemeriksaan mikroskopik, tungau dapat
ditemukan dalam jumlah sangat banyak. Kelompok yang paling berisiko terkena
skabies Norwegia ini adalah penderita dengan retardasi mental, kelemahan fisik,
gangguan imunologik, AIDS, dan psikosis.

7. DIAGNOSIS
Diagnosis skabies harus dipertimbangkan pada setiao penderita dengan keluhan
gatal menetap. Pada umumnya, dengan ditemukannya dua tanda kardinal sudah dapat
menegakkan diagnosis klinis skabies, namun untuk menegakkan diagnosis pasti perlu
dengan ditemukannya tungau Sarcoptes scabiei melalui pemeriksaan mikroskop, yang
dapat dilakukan dengan cara :

a) Kerokan kulit
Papul atau terowongan ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan
kerokan kulit dengan mengangkat papul atau atap terowongan dengan scalpel steril
nomor 15, yang diletakkan ke kaca objek, kemudian diberi minyak imersi dan
diperiksa pada pembesaran 20x atau 100x.

b) Epidermal shave biopsy


Menjepit lesi yang diduga terowongan dengan kedua jari, lalu mengiris puncak
lesi dengan scalpel steril nomor 15 secara superfisial, tanpa menimbulkan
perdarahan. Spesimen diletakkan ke kaca objek, dan diberi minyak imersi, lalu
diperiksa dengan mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik juga dapat menggunakan
pewarnaan HE.

c) Burrow ink test


Papul skabies ditetesi tinta cina dan dibiarkan sekitar 20 menit, kemudian
diswab dengan kapas alkohol, maka akan tampak jejak terowongan sebagai garis
gelap yang karakteristik, berbelok-belok, karena adanya akumulasi tinta di dalam
kunikulus.

d) Uji tetrasiklin topikal


Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai, setelah 5 menit
dibiarkan kering, hapus larutan dengan isopropyl alkohol. Tetrasiklin akan
menembus stratum korneum, terowongan akan tampak dengan Wood’s lamp
sebagai garis linier kuning keemasan, barulah tungau dapat ditemukan.

8. DIAGNOSIS BANDING
Skabies merupakan great imitator karena menyerupai banyak penyakit kulit
dengan keluhan gatal, diantaranya :
 Dermatitis atopik
 Dermatitis kontak
 Prurigo hebra
 Insect bite
 Dishidrosis dermatitis

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan skabies idealnya adalah :
 Harus efektif terhadap semua stadium tungau
 Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
 Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mengotori warna pakaian
 Mudah diperoleh dan harganya murah

Secara umum, penatalaksanaan skabies meliputi edukasi kepada pasien mengenai :


 Meningkatkan personal hygiene seluruh anggota keluarga
 Menjelaskan pemakaian skabisid topical sebaiknya malam hari sebelum tidur
secara merata ke seluruh permukaan kulit kecuali area mata, hidung, dan mulut.
Apabila waktu pemakaian yang dianjurkan telah selesai, mandi hingga bersih.
 Edukasi pasien bahwa setelah pemakaian skabisid topical, rasa gatal masih
mungkin terasa, namun apabila tidak kunjung menghilang dalam +4 minggu
atau muncul lesi baru, periksakan kembali ke dokter.
 Kebiasaan mandi 2x sehari, menggunakan sabun, setelah itu mengeringkan
badan dengan handuk yang digunakan masing-masing (bukan satu untuk
bersama) dan mengganti pakaian dengan yang bersih.
 Tidak menggunakan baju, pakaian dalam, dan handuk secara bersama
 Rendam seluruh pakaian, seprai, handuk, selimut, sarung bantal yang
digunakan pasien selama 3 hari terakhir dalam air panas, kemudian cuci bersih
dengan detergen dan jemur di bawah terik matahari
 Jemur kasur di bawah terik matahari
 Semua anggota keluarga serumah atau rekan sekamar (asrama) sebaiknya
diperiksakan ke dokter untuk mendapat terapi secara serentak agar tidak terjadi
reinfeksi setelah pengobatan.

Penatalaksanaan khusus meliputi :


 Pemberian skabisid topical
a) Sulfur presipitatum dengan kadar 4-20% bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak
efektif untuk membasmi stadium telur, jadi penggunaannya tidak boleh kurang
dari 3 hari. Kekurangan lainnya seperti berbau dan mengotori pakaian. Preparat ini
boleh digunakan bayi berusia kurang dari 2 tahun.
b) Benzyl Benzoate Emulsion (20-25%) efektif untuk semua stadium, diberikan tiga
hari setiap malam, namun sulit didapat obatnya.
c) Gama Benzena Heksa Klorida (Gameksan) kadar 1% dalam bentuk krim atau lotio.
Dapat digunakan untuk semua stadium, jarang memberikan iritasi dan mudah
digunakan. Namun tidak dianjurkan untuk anak di bawah 6 tahun dan ibu hamil.
Pemberiannya sekali, tetapi apabila masih ada gejala dapat diberikan 1 minggu
kemudian.
d) Krotamiton 10% bentuk krim atau lotio dapat berfungsi sebagai skabisid sekaligus
antigatal, penggunaan jangan mengenai area mata, mulut dan uretra.
e) Permethrin krim 5%, tidak setoksik gameksan, efektivitasnya baik, aplikasi cukup
sekali selama 10-12 jam. Apabila belum membaik dapat diulang satu minggu
kemudian, namun tidak dianjurkan untuk bayi di bawah usia 2 bulan.
 Pengobatan simptomatik
a) Antihistamin sebagai antipruritus terutama pada rasa gatal yang menetap setelah
pengobatan skabisid topikal.
b) Emolien
c) Kortikosteroid topikal, pada bayi dapat menggunakan hidrokortison 1%,
sementara untuk dewasa diberikan triamsinolon 0,1%.
d) Antibiotik apabila telah disertai infeksi sekunder.

Anda mungkin juga menyukai