Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TAFSIR AYAT EKONOMI

KAJIAN Q.S 2:275, 276, 278, 279, 3:130, DAN 4: 161 RIBA

DISUSUN OLEH :

SYLVIA MEIRISA PUTRI

1536200283

DOSEN : Dr. NYIMAS ANISAH MUHAMMAD, MA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN RADEN FATAH PALEMBANG

2015-2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran ALLAH SWT yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat
kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah
dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada Ibu Dr. Nyimas
Anisah Muhammad, MA serta teman-teman sekalian yang telah membantu, sehingga
makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Saya menyadari sekali,
didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak
kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, untuk itu besar harapan
saya jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-
makalah saya dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan
apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang
lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari
judul ini KAJIAN Q.S 2:275, 276, 278, 279, 3:130 dan 4:161 tentang Riba sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Palembang, April 2016

Penyusun

Sylvia MeirisaPutri

1536200283

2
DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………2
DAFTAR ISI.................................………………………………………………….3
BAB 1 (PENDAHULUAN).
1.1 LATAR BELAKANG………………………………..................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................5
1.3 TUJUAN MASALAH..................................................................................5
BAB 2 (PEMBAHASAN)
2.1 Kajian Q.S 2:275................…………………………………….…………..6
2.2 Kajian Q.S 2:276.................................................................................11
2.3 Kajian Q.S 2:278.................................................................................13
2.4 Kajian Q.S 2:279.................................................................................14
2.5 Kajian Q.S 3:130.................................................................................15
2.6 Kajian Q.S 4:161.................................................................................19
BAB 3 (PENUTUP)
KESIMPULAN ………………………………………………………………........21

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….....22

3
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang

Dalam filologi Arab, kata riba berarti “kelebihan, tambahan,.” Orang-orang yang
melakukan riba di umpamakan sebagai orang yang telah dijadikan gila oleh setan. Pada
hari pengadilan, para pelaku riba ini akan dibangkitkan seperti orang-orang gila karena
memiliki perilaku yang zalim semasa di dunia. Perbuatan mereka itu membuat mata
akal mereka buta.

Suatu ketika Amirul Mukminun Ali as bertemu dengan seorang pelaku riba. Dia as
memintanya bertaubat dari perbuatannya. Setelah dia bertaubat, Ali as mengizinkannya
pergi dan berkata keadnaya, “seorang pelaku harus disuruh bertaubat dari perbuatannya
sama seperti seseorang yang disuruh bertaubat dari kemusyrikkan.”

Diriwayatkan dari Imam Baqir as, dia berkata, “ Pendapatan yang paling buruk
adalah (bunga dari) riba (al-Kafi jilid 5 hal. 147)

Rasulullah saw berkata, “Ketika Allah berkehendak menghancurkan suatu kota, riba
ada didalamnya.” (kanzul Ummal, jilid , hal.104) “Dan, Allah telah mengutuk pelaku
riba, kaki tangannya dan pencatat ribanya.” (Wasailusy Syiah, jilid 12 hal.430)

Syaikh Mufid mengutip dalam bukunya, (Muqna’ah, hal. 129) “Barangsiapa


menganggap riba itu sah, maka kepalanya harus dipenggal.”

Selain itu,tentang tujuan dilarangnya riba, dikatakan bahwa karena riba itu sejenis
penghalang bagi uang untuk digunakan dalam kegiatan dan pekerjaan yang bermanfaat
bagi kepentingan umum, dan hanya bunga dari uang itu yang dinikmati “bukan dar hasil
bekerja dan berusaha” maka riba diharamkan.

4
Riba itu tidak sah (bertentangan dengan hukum) dan keburukannya menimpa
mereka yang melakukannya. Kemajuan masyarakat Barat adalah berkat perhatian
mereka terhadap ilmu pengetahuan dan industri, bukan berkat riba.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam makalah ini adalah kajian
al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 275, 276, 278 dan 279 serta Al-Imran ayat 130 dan An-
Nisa’ ayat 161 tentang Riba.

1.3Tujuan Masalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dan penulis dapat
mengetahui apa sebenarnya manfaat mempelajari atau memahami kajian tentang riba.

5
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Q.S al-Baqarah :275

‫شيينطاَنن ُممنن‬‫ل ُنكنماَ ُينينقوُنم ُالشمذيِ ُينيتننخبشطننه ُال ش‬ ‫ل ُينينقوُنموُنن ُإم ش‬ ‫الشمذينن ُينأينكنلوُنن ُالرنباَ ُ ن‬
َ‫ك ُبمأننشينهيم ُنقاَنلوُيا ُإمنشنماَ ُايلبنييينع ُممثينل ُالرنباَ ُنوأننحشل ُال لنه ُايلبنييينع ُنونحشرنم ُالرنبا‬
‫س ُنذلم ن‬
‫الينم ر‬
‫فننمن ُنجاَءنه ُنميوُمعظنةة ُرمن ُشربرمه ُنفاَنتنينهنىَ ُفنيلننه ُنماَ ُنسلن ن‬
‫ف ُنوأنيمنرنه ُإمنلىَ ُال لمه ُنونمين ُنعاَند‬
‫ب ُالشناَمر ُنهيم ُمفينهاَ ُنخاَلمندونن‬ ‫صنحاَ ن‬ ‫فنأنيولنيئم ن‬
‫ك ُأن ي‬
Artinya :

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti


berdirinya orang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka
berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.” (al-Baqarah: 275)

Kata riba ditemukan dalam empat surah al-Qur’an, yaitu al-Baqarah, Ali’Imran,
an-Nisa’, dan ar-Rum. Tiga surah pertama turun di Madinah setelah Nabi berhijrah dari
Mekkah, sedang ar-Rum turun di Mekkah. Ini berarti ayat pertama yang berbicara
tentang riba adalah ayat 39 surah tersebut yang menyatakan, “Suatu riba (kelebihan)
yang kamu berikan agar ia menambah kelebihan pada harta manusia, maka riba itu
tidak bertambah di sisi Allah.” Sedang, ayat terakhir tentang riba adalah ayat-ayat yang
terdapat dalam surah al-Baqarah, dimulai dari ayat 275 ini. bahkan, ayat ini dinilai
sebagai ayat hukum terakhir atau ayat terakhir yang diterima oleh Rasul saw.1

1
M. Quraish Shihab.Tafsir Al-Mishbah Volume 1. Hal. 715

6
Dalam filologi Arab, kata riba berarti ‘kelebihan, tambahan’. Orang-orang yang
melakukan riba diiumpamakan sebagai orang yang telah dijadikan gila oleh setan. Pada
hari pengadilan, para pelaku riba ini akan dibangkitkan seperti orang-orang gila karena
memiliki perilaku yang zalim semasa di dunia. Perbuatan mereka itu membuat mata
akal mereka buta. Dengan perbuatan itu, mereka menciptakan perbedaan kelas dalam
masyarakat, karena mereka tidak pernah berpikir tentang simpati, kasih sayang dan
humanitarianisme. Mereka melangkah terlalu jauh sehingga kemiskinan dan kebencian
menciptakan suatu ledakan dalam masyarakat, dan prinsip kepemilikan juga menjadi
tidak stabil.2

Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih
yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu
barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang
menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan
padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliah.

Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak
dikembalikan. Maksudnya, barangsiapa yang sampai kepadanya ayat-ayat hukum yang
melarang dan mengharamkan memungut riba atau memakannya, lalu ia hentikan
dengan segera tanpa mengulanginya kembali karena mematuhi larangan Allah swt.,
maka ia tidak dibebani untuk mengembalikannya kepada orang dari siapa ia pernah
memungut riba. Yang telah terlanjur dipungut pada masa jahiliah itu, ya sudah tidak ada
persoalan lagi, terserah kepada Allah swt.3

2
M. Quraish Shihab.Tafsir Al-Mishbah Volume 1. Hal.719

3
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
April 2012 hal.13

7
Para pelaku riba dijauhkan dari ketenangan, dan sebagai akibatnya, mereka
mengganggu ketenangan ekonomi dalam masyarakat. Suatu pembenaran atas dosa
membuka jalan untuk lebih banyak lagi melakukan dosa.... itu karena mereka berkata:
jual beli itu sama seperti riba... Riba bisa dimaklumi bagi mereka yang tidak
mengetahui tentangnya (tentang larangannya), tetapi sama sekali tidak bagi mereka
yang mngetahuinya dan tetap melakukannnya.... Dan barangsiapa kembali melakukan
(riba) maka mereka adalah penghuni-penghuni neraka, di mana mereka tinggal
selama-lamanya....4

Larangan tentang riba dimulai melalui ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan


sejak sebelum hijrah Nabi saw. Misalnya, dalam surah ar-Rum, yang diturunkan di
Mekkah, terdapat sebuah ayat tentang riba,... tetapi, ia bertambah tidak dengan (izin)
Allah...5 Lalu, dalam surah Ali Imran, Allah memerintahkan, “Jangan engkau makan
bunga (riba)...6 yang berarti bahwa riba itu dilarang. Jadi, kritik dan larangan yang
paling tegas telah tercantum dalam ayat –ayat Surah al-Baqarah ini.

Selain itu, al-Qur”an, melalui pernyataan Dan (tentang) mengambil bunga,


walaupun telah jelas-jelas dilarang, mereka menentangnya....,7 menyatakan bahwa riba
juga telah dilarang dalam agama Yahudi. Larangan ini dinyatakan dalam Taurat secara
jelas.8

4
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an, Jilid 3, Terjemahan dari Nur al-Qur’an: An Englightening
Commentary into The Light of The Holy Qur’an, Jakarta 2003 hal.57

5
QS. Ar-Rum: 39

6
QS. Ali Imran: 129

7
QS. An-Nisa: 161

8
Perjanjian Lama, Keluaran, Pasal 23, dan Levitious, Pasal 25

8
Ancaman yang dikutip dalam al-Qur”an tentang larangan mengambil bunga
dalam riba dan larangan menerima dominasi penguasa yang tidak sah begitu beratnya,
bahkan melebihi ancaman terhadap pembunuhan, penindasan, minuman keras,
perjudian, dan perzinaan. Oleh karenanya, larangan riba telah jelas-jelas dikategorikan
sebagai sebuah dosa besar oleh semua mazhab Islam.

... Oleh karenanya, barangsiapa menerima peringatan dari Tuhannya, lalu


berhenti, maka baginyalah apa yang telah lalu, dan urusannya terserah kepada Allah...

Diriwayatkan dalam sebuah hadis, ketika Imam Shadiq as diberitahu bahwa


orang ini dan itu adalah pelaku riba, dia berkata, “Jika aku diizinkan oleh Allah, maka
akan kupenggal lehernya.”9

Dalam kondisi apapun seorang Muslim tidak boleh memakan riba atau
mengambil dari peminjam tambahan atas pokok modal yang dipinjamkannya.
Barangsiapa menambahkan atau meminta tambahan maka ia telah melakukan transaksi
riba, orang yang mengambil dan yang memberikan riba serta saksi dan penulis dalam
transaksi riba.10

Transaksi riba bisa merusak ruh persaudaraan dan tolong menolong di antara
sesama manusia. Pada umumnya riba menyebabkan kefakiran dan krisis ekonomi, serta
hilangnya pokok harta atau tanah yang biasanya pada akhirnya dijual untuk menutupi
utang berikut bunganya yang menumpuk.

9
Wasailusy Syi’ah, jilid 1, h.429

10
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith Jilid 1, Jakarta : Gema Insani, 2012
hal 145

9
Pada kenyataannya riba merupakan tindakan memanfaatkan kebutuhan orang
yang sedang kesulitan, menindas, memakan harta secara batil, dan mengambil
keuntungan tanpa usaha dan kerja. Riba mengharuskan datangnya murka dan
pembalasan Allah. Karenanya, Allah SWT mengharamkan riba dengan segala jenisnya,
dan memperingatkan pelakunya bahwa ia akan bangkit dari kuburnya pada hari Kiamat
dalam keadaan linglung, seperti orang yang kerasukan jin. Adapun orang-orang yang
berbuat baik dan beriman, yang memberi pinjaman tanpa bunga, pada hari Kiamat
mereka beda dalam rasa aman dan tenteram, tidak ada rasa takut maupun sedih, tidak
ada kerisauan aau pun rasa sakit.11

Mengambil kelebihan uang, tanpa melakukan pekerjaan yang bermanfaat adalah


tidak adil dan terlalu membebani (orang lain), yang menyebabkan kebencian dan
permusuhan. Pembayar bunga kadang-kadang harus gagal (membayar), dan sebagai
akibat dari hutang yang bertambah dengan cepat, ia harus menerima berbagai macam
penghinaan dan hukuman.

Riba menganggu ketenangan masyarakat dan menjadikannya terbagi dalam dua


kutub: penindas dan yang tertindas. Riba menjadikan shalat tidak sah.

Berkaitan dengan sebab-sebab merusak ini, bukan hanya dalam agama Islam,
tetapi dalam semua agama samawi, riba telah diharamkan. Namun, dengan berbagai
macam dalih, orang-orang yang mengejar dunia berusaha untuk menjustifikasi riba atau
mencoba memperoleh jalan untuk mempraktikannya. Namun, sudah tentu riba memiliki
efek merusak yang jelas walaupun beberapa kelompok sosial telah menerimanya dalam
sistem ekonomi mereka.12

11
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith Jilid 1, Jakarta : Gema Insani, 2012 hal
145

12
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an, Jilid 3, Terjemahan dari Nur al-Qur’an: An Englightening
Commentary into The Light of The Holy Qur’an, Jakarta 2003 hal 60-61

10
2.2 Kajian Q.S al-Baqarah : 276

‫اك لأ يكثحبب ككفل أكففاَّمر أأثثيِمم‬ ‫صأدقأاَّ ث‬


‫ت أو ا‬ ‫اك ارلرربأاَّ أويكررثبيِ ال ف‬
‫ق ا‬
‫يأرمأح ك‬
Artinya :

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (al-Baqarah: 276)

Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau
meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah
memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipatgandakan
berkahnya atau Allah menghapuskan sistem kapitalisme, dan mengembangkan sistem
sosialisme.13

Lantas, istilah riba bunga riba, dengan makna pertambahan yang tetap,
digunakan untuk hubungan yang berlawanan. Ayat ini memperingatkan bahwa
walaupun seorang pelaku riba mengambil bunga dari orang lain agar bisa menimbun
kekayaan, Allah merampas kelimpahan itu dan hasil-hasil yang baik yang dia harapkan
dari besarnya kekayaan yang diperolehnya melalui riba. Harta yang di hasilkan dari riba
mungkin tidak selalu lenyap dengan sendirinya, namun tujuan-tujuannnya, yang
diharapkan dari menimbun harta itu telah gagal.

Pelaku riba adalah orang yang sangat tidak berterima kasih, dan dosa telah
bertahta dalam jiwanya. Para pendosa yang tak tahu terima kasih. 14

13
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
April 2012 hal 20

14
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an, Jilid 3, Terjemahan dari Nur al-Qur’an: An Englightening
Commentary into The Light of The Holy Qur’an, Jakarta 2003 hal 63

11
Dengan mengambil bunga, dia membuat dirinya sendiri banyak berhutang pada
orang lain. Dia membuat kehidupannya menjadi haram bagi dirinya, dan juga, ia
membatalkan ibadah-ibadahnya. Dia membiarkan kekerasan hati, ketamakan dan
kerakusan mendominasi dirinya.

...dan Allah tidak mencintai para pendosa yang tak tahu terima kasih...

Ya, dia sangat tidak tahu terima kasih dan juga sorang pendosa.

Menghapuskan harta yang muncul dari riba adalah perlakuan Allah yang akan
berlangsung selama-lamanya. Rujukan bagi makna ini adalah kata dalam al-Qur’an
yamhaqu menghapuskan yang dalam bahasa Arab memiliki struktur kalimat yang
bermakna senantiasa berlangsung dan ini menyatakan bahwa kata kerja tersebut terus
berlangsung.15

Apabila seseorang meminjamkan sejumlah dana kepada saudaranya untuk


jangka waktu tertentu, kemudian peminjam berhalangan melunasi utangnya pada waktu
yang telah ditentukan, maka hendaknya pemberi pinjaman memberi penangguhan dan
menunggunya hingga waktu lain yang sekiranya peminjam mampu melunasi utangnya.
Pada kondisi demikian hendaknya pemberi pinjaman menunggu hingga peminjam
mendapatkan kemudahan dan kelonggaran. Inilah yang disebut sebagai “penangguhan
orang yang kesusahan hingga waktu lapang.”

Maknanya, apabila kalian bertransaksi dengan seorang fakir yang berkesusahan,


maka hendaklah kalian memberi penangguhan hingga waktu lapang dan longgar.
Semoga Allah SWT memberi kemudahan bagi kalian semua.

15
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an, Jilid 3, Terjemahan dari Nur al-Qur’an: An Englightening
Commentary into The Light of The Holy Qur’an, Jakarta 2003 hal 64

12
2.3 Kajian Q.S al-Baqarah :278

‫يأاَّ أأبيأهاَّ الفثذيأن آأمكنُوُرا اتفكقوُرا ا‬


‫اأ أوأذكرورا أماَّ بأقثأيِ ثمأن الرربأاَّ ثإنِ ككنُكتم‬
‫بمرؤثمثنُيِأن‬
Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 278)

Bertawalah kepada Allah, yakni hindarilah siksa Allahatau hindari jatuhnya


sanksi dari Allah, Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaberat siksa-Nya. Menghindari hal
itu, antara lain dengan menghindari praktik riba, bahkan meninggalkan sisa-sisanya.

Tinggalkan sisa riba, yakni yang belum dipungut. Al-Abbas, paman Nabi
Muhammad saw., bersama seorang keluarga Bani-al-Mughirah, bekerja sama
mengutangi orang-orang dari kabilah Tsaqif secara riba. Setelah turunnya larangan riba,
mereka masih memiliki sisa harta yang belum mereka tarik.16

Orang-orang Bani Amr dan Banil Mughirah berselisih dalam masalah


pembayaran utang karena hasil riba mereka. Lalu mereka mendatangi Attab bin Usaid
yang ketika itu menjadi Gubernur Mekkah. Orang-orang Banil Mughirah berkata,
“Kami menjadi orang yang paling sengsara karena riba. Sedankan, Rasulullah telah
membatalkan riba dari orang-orang selain kami.”

Bani Amr pun menyahut, “Kami telah berdamai dengannya (Muhammad) dan
telah sepakat bahwa riba kami dari orang-orang (selain orang-orang muslim) adalah hak
kami.”

16
M. Quraish Shihab.Tafsir Al-Mishbah Volume 1. Hal 725

13
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikhrimah, dia berkata. “Ayat ini turun pada orang-
orang Tsaqif. Di antara mereka terdapat Mas”ud, Habib, Rabi’ah, dan Abdu Yalail,
mereka adalah dari Bani Amr dan Bani Umair.17

2.4 Kajian Q,S Al-Baqarah :279

‫سوُلثثه أوثإنِ تكربتكرم فألأككرم‬


‫اث أوأر ك‬ ‫ب رمأن ا‬ ‫فأثإنِ لفرم تأرفأعكلوُرا فأأرأذكنوُرا بثأحرر م‬
ِ‫ظلأكموُأن‬ ‫س أأرمأوُالثككرم لأ تأ ر‬
‫ظلثكموُأنِ أولأ تك ر‬ ‫كركؤو ك‬
Artinya :

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya.” (al-Baqarah 279)

Pelaku riba adalah petarung melawan Allah. Semua pelaku riba tahu bahwa di
medan pertarungan ini, dia (manusia biasa yang lemah dan tak berarti) berada di satu
sisi, dan Allah Yang Mahakuasa berada di sisi yang lain. “Tetapi jika engkau tidak
melakukan(nya), maka bersiaplah untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya...

Karena pelaku riba adalah seorang petarung melawan Allah, adalah kewajiban
pemerintahan Islam untuk mengambil tindakan terhadap para pelaku riba. Hak pelaku
riba adalah tetap hanya pada harta awal (modal) tanpa bunga apapun.18

17
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
April 2012 hal 16

18
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an, Jilid 3, Terjemahan dari Nur al-Qur’an: An Englightening
Commentary into The Light of The Holy Qur’an, Jakarta 2003 hal 70

14
Islam mengatur urusan transaksi dan akad di antara manusia berlandaskan
prinsip kebenaran, keadilan dan hikmah. Islam melindungi hak-hak manusia, menjaga
harta mereka, dan menganjurkan mereka untuk menguatkan akad dan transaksi yang
ditangguhkan dengan ketulusan dan jaminan, dengan kesaksian dan para saksi, sebagai
bentuk kehati-hatian bagi manusia dan menjauhkan dari kemungkinan penolakkan hak
pokok atau tidak mengakuinya, disebabkan minimnya semangat keagamaan, lemahnya
keyakinan, rusaknya jaminan (kepercayaan), serta berkuasanya sifat tamak dan serakah.

Pengaturan berbagai bentuk transaksi disampaikan dalam ayat terpanjang di


dalam Al-Qur’anul Karim, sebagai bentuk perhatian terhadapnya, keinginan kuat untuk
mewujudkan maslahat dan mencegah persengketaan dan permusuhan disebabkan
harta.19

2.5 Kajian Q.S Ali-Imbran :130

‫ضاَّأعفأةة أواتفكقوُرا‬ ‫يأاَّ أأبيأهاَّ الفثذيأن آأمكنُوُرا لأ تأأركككلوُرا الرربأاَّ أأ ر‬


‫ضأعاَّفاَّ ة بم أ‬
ِ‫اأ لأأعلفككرم تكرفلثكحوُأن‬
‫ا‬
Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
(Al-Imran: 130)

Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi’ah. Menurut sebagian besar ulama
bahwa Riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Ayat ini,
adalah ayat yang mula-mula diturunkan mengenai hukum riba. Riba secara harfiah
berarti: pembesaran atau penambahan. Tapi tidak berarti setiap penambahan adalah
dosa. Riba dibagi dalam dua jenis, sebagai berikut:

19
M. Quraish Shihab.Tafsir Al-Mishbah Volume 1. Hal 278

15
1. Riba Nasi’ah

Riba Nasi’ah ialah bila kreditor (pihak yang meminjamkan uang) meminjamkan
uangnya pada batas waktu tertentu dengan memungut bunga sebagai tambahan kepada
modal (pokok) nya. Jika Debitur (pihak yang meminjam) belum mampu membayar
utangnya pada saat jatuh tempo, maka kreditor bersedia memberikan tenggang waktu
pembayaran kepada debitur dengan syarat ia bersedia menambah pembayaran di atas
jumlah pokok yang dipinjamnya tadi. Jika pada saat jatuh tempo berikutnya debitur
masih belum sanggup membayar utangnya (sekurang-kurangnya bunganya saja), maka
kreditor bersedia lagi memberikan tenggang waktu asal debitur bersedia pula menambah
pembayaran. Selanjutnya, jumlah utang akan bertambah setiap kali tenggang waktu
telah habis pula, sedangkan si peminjam masih belum mampu membayarnya, maka
kreditor akan menentukan pula sesuatu jumlah tambahan di atas jumlah yang sekarang
menjadi utangnya.

Dalam hal ini Prof. Dr. Mahmoud Syaltout bekas Rektor Universitas Al-Azhar menulis
sebagai berikut:

“Dengan menerapkan hukum-hukum syara’ dan kaidah-kaidah fikih yang benar, kami
berpendapat bahwa bunga tabungan adalah Halal dan tidak Haram. Sebab uang yang
ditabung bukanlah piutang dari pemilik kepada pos, dan pos juga tidak meminjam
kepada pemiliknya, tapi pemilik uang itu sendiri dengan sukarela datang ke kantor pos
minta supaya uangnya diterima (disimpan). Pemilikuang ini tahu bahwa pos memutar
uang tersebut dalam lapangan perdagangan yang jarang, bahkan tak ada mengalami
kerugian. Menabung inu dimaksudkan: Pertama untuk menyimpan uangnya agar tidak
hilang dan membiasakan dirinya untuk menabung dan berlaku hemat. Kedua
memberikan tambahan modal kepada jawatan pos agar dapat memperluas kegiatannya,
sehingga labanya pun akan banyak dan dapat memberi manfaat kepada karyawannya,
juga kepada pemerintah. Kehalalan mu’amalah (kerja sama) ini tidak tergantung pada
bentuk-bentuk serikat-serikat yang biasa dikenal oleh para ahli fiqih dan yang mereka
tentukan hukum-hukumnya. Pada hakikatnya kerja sama ini dengan segala macam cara
dan pengaturannya dan terjaminnya keuntungan belum dikenal oleh para ahli fiqih kita

16
dahulu sewaktu mereka membicarakan bentuk-bentuk serikat dan menentukan syarat-
syaratnya.”

2. Riba Fadhl

Riba Fadhl ialah mempertukarkan atau memperjualbelikan suatu barang dengan barang
yang sejenis atau yang mirip dengannya. Misalnya mempertukarkan atau
memperjualbelikan 10 kg beras yang berkulitas baik dengan 15 kg beras yang
berkualitas buruk atau mempertukarkan 10 gram emas murni dengan 15 gram emas
yang sudah bercampur. Dalam hal ini bila seseorang membutuhkan beras yang
berkualitas baik, sedangkan beras yang ada padanya berkualitas buruk, hendaklah ia
menjual berasnya itu lebih dahulu, lalu dengan hasil penjualannya itu dibelinya beras
yag berkualitas baik.

Ayat-ayat Al-Qur’anul Karim mengandung berbagai arahan dan nasihat bagi


kaum mukminin menunjukkan mereka kepada yang baik dan yang utama, mencegah
mereka dari keburukan dan kehinaan, demi memberantas kebatilan dan membangun
masyarakat yang bermartabat. Berikut ini sejumlah perintah dan larangan, disertai
penjelasan tentang balasan yang mulia bagi dipenuhnya perintah dan dijauhinya
larangan Allah SWT berfirman,

Pada permulaan himpunan ayat ini Allah SWT melarang kaum mukminin untuk
meniru tindakan kaum Yahudi dan bangsa Arab jahiliah yang memakan riba dengan
berlipat ganda. Tradisi mereka apabila sebuah utang telah jatuh tempo dan peminjam
tidak mampu melunasi utang, pemberi pinjaman berkata kepada peminjam. “Entah
kamu lunasi atau kamu berikan riba (tambahan)-nya.” Dengan terpaksa si peminjam
memilih saran untuk melipatgandakan riba atau bunganya, maka jangka waktu utang
diperpanjang satu tahun lagi (misalnya). Ini adalah tindakan yang nista dan investasi
yang tercela. Altujuh lah SWT melarang semua jenis riba, yang sedikit maupun banyak.
Setiap pinjaman yang mendata ngkan manfaat bagi pemberi pinjaman dengan imbalan
penangguhan pelunasan adalah riba, baik manfaat itu berupa uang ataupun barang,
banyak ataupun sedikit, berdasarkan firman Allah SWT,

17
“Wahai Bani Israil Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu. Dan
penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan takutlah
kepada-Ku saja.” (al-Baqarah: 40)

Kemudian Allah SWT memerintahkan agar menjaga diri dari neraka yang
dipersiapkan untiuk para pelaku kemaksiatan dan kaum kafir. Menjaga diri dari neraka
dilakukan dengan taat kepada Allah, menunaikan perintah-Nya dan meninggalkan
kemaksiatan serta kemungkaran. Neraka memiliki tujuh tingkat, tingkatan tertinggi
yaitu neraka Jahanam diperuntukan bagi orang-orang kafir, sedangkan tingkatan paling
bawah diperuntukkan bagi kaum munafik yang memperlihatkan keislaman namun
menyembunyikan kekafiran.

Selanjutnya Allah memerintahkan ketaatan kepada-Nya dan kepda Rasul-Nya.


Ketaatan adalah tindakan menyesuaikan diri dengan perintah sebagaimana yang
dikehendaki oleh pemberi perintah, dengan tujuan agar Allah merahmati kita di dunia
dengan kebaikan kondisi dan keteraturan urusan, juga di akhirat dengan balasan yang
baik. Nabi saw. Bersabda,

“Barangsiapa taat kepadaku maka ia telah taat kepada Allah, dan barangsiapa
menentangku maka ia telah menentang ALLAH.”135

Ketaatan menuntut kesegeraan untuk melakukan tindakan yang mengharuskan


ada ampunan Allah. Alasan bagi orang-orang yang taat adalah surga yang lapang dan
luas, luasnya seperti luas langit dan bumi, dipersiapkan bagi orang-orang yang
bertakwa, yang menjaga diri dari adzab Allah dengan amal saleh. Sifat orang bertakwa
ialah:

Orang-orang yang berinfak pada masa mudah dan masa sulit, pada saat
berkesusahan dan berkecukupan, menutupi kemarahan dan mampu menahan diri ketika
marah, sehingga tidak sewenang-wenang terhadap orang lain bila mereka memiliki
kekuatan dan kekuasaaan.20

20
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
April 2012 hal 17-18

18
2.6 Kajian Q.S An-Nissa :161

َ‫س ُمباَلينباَمطمل ُنوأنيعتنيدننا‬


‫نوأنيخمذمهنم ُالرنباَ ُنوقنيد ُنينهوُيا ُنعيننه ُنوأنيكلممهيم ُأنيمنوُانل ُالشناَ م‬
‫لميلنكاَفممرينن ُمم ينينهيم ُنعنذابااَ ُأنمليماَا‬
Artinya :
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya, dan mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.” (An-Nisa’: 161)

Praktek riba telah dilarang oleh Allah, namun masih ada saja pihak-pihak yang
melakukannya. Dalam melakukan praktek riba tersebut banyak yang menggunakan
berbagai dalih dan pembelaan agar terlihat seperti bukan riba namun mirip dengan riba.
Pada dasarnya, mereka tetap memilih untuk mengambil dan memakan harta dengan
cara yang batil (tidak benar).21

Atas perbuatan mereka tersebut, Allah menyediakan azab yang sangat pedih.
Apabila kita lihat kembali sejarah perjalanan bank di dunia, banyak dari mereka yang
mencoba memanipulasi pencatatan keuangan agar terihat seolah-olah tidak melakukan
riba. Bagaimanapun juga, Allah Maha Mengetahui apa yang diniatkan oleh manusia di
dalam hatinya. Siksaan pedih telah menunggu mereka yang memakan riba setelah
adanya penjelasan bahwa perbuatan riba tersebut telah dilarang.22

Pengharaman sebagian dari apa yang tadinya dihalalkan adalah juga disebabkan
mereka memakan riba, yang merupakan sesuatu yang sangat tidak manusiawi padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang oleh Allah dari mengambilnya, dengan demikian
mereka menggabung dua keburukan sekaligus, tidak manusiawi dan melanggar perintah

21
Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Kemudahan Dari Allah – Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 1, Gema Insani, 1999.

22
Syibli Sjarjaya, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, Jakarta: Rajawali Press, 2008.

19
Allah dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil seperti melalui
penipuan atau sogok menyogok dan lain-lain. Kami telah menyediakan untuk orang-
orang yang kafir di antara mereka, yakni Ahl al-Kitab, siksa yang pedih, di akhirat
kelak.23

Riba adalah menjual satu dirham dengan dua dirham hingga tempo yang di
tentukan dan praktik jual beli lain yang merusak, berbahaya, dan memanfaatkan orang
lain.24

23
M. Quraish Shihab.Tafsir Al-Mishbah Volume 2. Hal 807

24
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith Jilid 1, Jakarta : Gema Insani, 2012 hal
364

BAB 3

PENUTUP

20
KESIMPULAN:

Dalam Al-Qur’an ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat,
tiga diantaranya turun setelah Nabi Hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau masih di
Makkah. Yang di Makkah walaupun menggunakan kata riba (Q.S. Ar-Rum (30) : 39)
ulama sepakat bahwa riba yang dimaksud di sana bukan riba yang haram karena ia
diartikan sebagai pemberian hadiah, yang bermotif memperoleh imbalan banyak dalam
kesempatan yang lain. Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an tidakditurunkan
sekaligus melainkan diturunkan dalam empat tahap.

Di dalam bahasa Arab, bahwa lafadz “Riba” itu bisa mengandung ma’na
tambahan secara mutlaq atau bahwa Riba secara bahasa bermakna: Zidayah/tambahan.
Dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara
umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambil
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil dan
bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Tetapi dalam lafadz yang terdapat
dalam Surat Ar-Ruum ayat 39, tambah disini yang dimaksud tidak lahil hanyalah dalam
perihal Pemberian hadiah supaya orang yang memberi hadiah tersebut mendapat
tambahan yang lebih. Ini sekilas dari pada uraian lafadz Riba yang dibaca Jer sebab
kemasukan huruf Jer Min.

Riba di dalam muamalah yang tidak akan menjadikan tambah di sisi Allah, tidak
mendapat pahala orang yang melakukan riba atau tambahan. Anggaplah saja yang
ditolak bahwa pinjaman riba yang pada diri orang yang memberi hadiah, seolah-olah
menolong merek yang membutuhkannya dan juga melakukan suatu perbuatan untuk
mendekati takkarud kepada Allah.

DAFTAR PUSTAKA

21
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an, Jilid 3, Terjemahan dari Nur al-Qur’an: An Englightening
Commentary into The Light of The Holy Qur’an, Jakarta 2003

Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
April 2012

Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Kemudahan Dari Allah – Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 1, Gema Insani, 1999.

Syibli Sjarjaya, Tafsir Ayat-ayat Ahkam, Jakarta: Rajawali Press, 2008.

Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith Jilid 1, Jakarta : Gema Insani, 2012

M. Quraish Shihab.Tafsir Al-Mishbah Volume 1.

M. Quraish Shihab.Tafsir Al-Mishbah Volume 2.

22

Anda mungkin juga menyukai