Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

IBU HAMIL DENGAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS

Disusun oleh:

LILIS SETYOWATI

(P 27220016 126)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

PRODI SARJANA TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN


2018
I. KONSEP DASAR PARTUS PREMATURUS IMMINENS

A. Definisi
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan
sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau
dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang
dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir.
Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus prematur adalah
persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu)
atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37
minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Sedangkan menurut
Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-
tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan
berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
2. riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus
prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih
dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada
kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus adalah
sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,
jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi,
jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,
komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

C. Tanda dan Gejala


Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan
tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik
sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan
sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

D. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya
gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur persalinanan
normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah,
yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran darah ke
plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas
jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan
resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang
menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.
E. Pathway

Sosial ekonomi Penyakit ibu Anatomi genital Faktor kebidanan Faktor umur

Persalinan Prematur

Kontraksi Uterus

Terapi penanda Viskositas pembuluh darah uterus

Pemberian obat Tirah baring Metabolisme anaerob


tokolitik

Resiko tinggi Metabolisme sel dan Penimbunan


keracunan jaringan menurun asam laktat

Energi menurun Nyeri

Kerja otot menurun Informasi tidak adekuat

Kelemahan Kesalahan Interprestasi

Intoleransi Kurang
aktivitas pengetahuan

Ansietas

(Norwintz, 2007)
F. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010),
yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai
berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali
dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus,
urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik,
cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan
uterus.

G. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8
jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi
berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg,
2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg
setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema
paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara
bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini
jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu
ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada,
dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases
(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan
penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular
pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada
indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks
percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi relatif
penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil
dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,


Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah
perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana
usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid
ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus
tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing
hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian
dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol,
karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam
pembentukan surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang
tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah
eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500
mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin.
Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

H. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi pada
ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi endometrium
sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi.
Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti
resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan
intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan
prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas
jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :

1. Sirkulasi: Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK),


penyakit sebelumnya.
2. Intregitas Ego : Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan : Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan : Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang
dari 10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan : Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau
infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat, Membran
mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat aborsi, persalinan
prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi berlebihan, karena
hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500
gram)
b. Tes nitrazin : menentukan KPD
c. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan
adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi
amniotikPemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis),
kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler, tirah baring,
kelemahan.
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng dirasakan
atau aktual pada diri dan janin.
4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan
prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis),
kontraksi otot dan efek obat-obatan.
Tujuan :

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri,


dengan kriteria hasil:

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik


nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
f. Tidak mengalami gangguan tidur

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
h. Kolaborasi : Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler, tirah
baring, kelemahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap
aktivitas dengan Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi
dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat

Intervensi :

a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas


b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
e. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
f. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran
terapi yang tepat.
h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
i. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng


dirasakan atau aktual pada diri dan janin.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama......takut klien teratasi dengan kriteria


hasil :

a. Memiliki informasi untuk mengurangi takut

b. Menggunakan tehnik relaksasi

c. Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi peran

d. Mengontrol respon takut

Intervensi :

a. Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit


b. Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien dan keluarga
c. Sediakan reninforcement positif ketika pasien melakukan perilaku untuk
mengurangi takut
d. Sediakan perawatan yang berkesinambungan
e. Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat menyebabkan misinterprestasi
f. Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi dan rasa takutnya
g. Perkenalkan dengan orang yang mengalami penyakit yang sama
h. Dorong klien untuk mempraktekan tehnik relaksasi.

4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan


prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi,
tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan pengetahuan


tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:

a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis


dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga


b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat
d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
g. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
h. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
i. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan
j. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran


Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC

NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.

Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info Media

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono


Prawirohardjo.

Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai