Anda di halaman 1dari 4

Khutbah Jumat: Tiga Pelajaran Penting Bencana

Alam bagi Tiap Muslim


Khutbah I

، ُ‫ض هل هه تَتَن ََّز ُل ْال َخي َْراتُ َو ْالبَ َركَات‬ ْ َ‫ َوبهف‬، ُ‫صا هل َحات‬ َّ ‫هي بهنه ْع َمته هه تَته ُّم ال‬ ‫ْال َح ْم ُد ه ه‬
ْ ‫لِل الَّذ‬
ُ‫ أ َ ْش َه ُد أ َ ْن ََل إهلَهَ إه ََّل هللاُ َو ْح َدهُ ََلش هَري َْك لَه‬. ُ‫اص ُد َو ْالغَايَات‬ ‫َو هبت َ ْو هف ْي هق هه تَت َ َحقَّ ُق ْال َمقَ ه‬
‫س هي هدنَا‬َ ‫علَى‬ َ ‫ار ْك‬ ‫س هل ْم َوبَ ه‬َ ‫ص هل َو‬ َ ‫ اللهم‬.ُ‫ي بَ ْع َده‬ َّ ‫س ْولُهُ ََلنَ هب‬ َ ‫َوأ َ ْش َه ُد أ َ ْن ُم َح َّمدًا‬
ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬
َ‫اض ُر ْون‬ ‫ فَيَا آيُّ َها ال َح ه‬،ُ‫ أ َ َّما بَ ْعد‬. َ‫الطا هه هريْن‬ َّ َ‫ص ْحبه هه ال ُم َجا هه هديْن‬ َ ‫علَى آ هل هه َو‬ َ ‫ُم َح َّم ٍد َو‬
َ َّ ‫ يَا أَيُّ َها الَّذهينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬. َ‫ع هت هه لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف هل ُح ْون‬
‫ّللا‬ َ ‫طا‬ ‫َّاي بهت َ ْق َوى ه‬
َ ‫هللا َو‬ َ ‫ص ْي ُك ْم َو هإي‬ ‫أ ُ ْو ه‬
‫الزا هد الت َّ ْق َوى‬ َّ ‫ َوت َزَ َّودُوا فَإ ه َّن َخي َْر‬، َ‫َح َّق تُقَاته هه َو ََل ت َ ُموت ُ َّن هإ ََّل َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْس هل ُمون‬
‫ به ْس هم‬،‫الر هجي هْم‬ َّ ‫ان‬ ‫ط ه‬َ ‫ش ْي‬ َّ ‫هلل همنَ ال‬ ‫ع ْوذُ بها ه‬ ُ َ ‫فَقَ ْد قَا َل هللاُ تَعَالَى فهي هكتَابه هه ْال َك هري هْم أ‬
ٍ ‫ أ َ ْينَ َما ت َ ُكونُوا يُ ْد هر ْك ُك ُم ْال َم ْوتُ َولَ ْو ُك ْنت ُ ْم فهي بُ ُر‬:‫الر هحي هْم‬
‫وج‬ َّ ‫الر ْح َم هن‬ َّ ‫هللا‬ ‫ه‬
ٌ‫س هيئَة‬
َ ‫ص ْب ُه ْم‬ ‫سنَةٌ يَقُولُوا َٰ َه هذ هه هم ْن هع ْن هد َّ ه‬
‫ّللا ۖ َو هإ ْن ت ُ ه‬ َ ‫ص ْب ُه ْم َح‬ ‫شيَّ َدةٍ ۗ َوإه ْن ت ُ ه‬ َ ‫ُم‬
َ‫ّللا ۖ فَ َما هل َٰ َه ُؤ ََل هء ْالقَ ْو هم ََل يَ َكادُونَ يَ ْفقَ ُهون‬ ‫هك ۚ قُ ْل ُك ٌّل هم ْن هع ْن هد َّ ه‬ َ ‫يَقُولُوا َٰ َه هذ هه هم ْن هع ْند‬
‫َحدهيثًا‬
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Sering kali kita mendengar istilah “musibah” yang biasanya dilawankan dengan istilah
“anugerah” atau “nikmat”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musibah berarti kejadian
(peristiwa) menyedihkan yang menimpa; bisa juga bermakna malapetaka atau bencana.
Sedangkan anugerah atau nikmat berarti pemberian atau karunia (dari Allah), atau enak,
lezat, dan kesenangan. Secara umum kira-kira bisa ditarik kesimpulan bahwa musibah
berkenaan dengan hal-hal yang menyenangkan, sementara anugerah berkaitan dengan
hal-hal yang tidak menyenangkan.

Secara permukaan, orang kemudian memaknai bencana alam hampir selalu sebagai
musibah. Hal tersebut sangat wajar karena peristiwa-peristiwa menyedihkan yang
mengiringinya, seperti kehilangan anggota keluarga, kehilangan tempat tinggal, mengalami
luka-luka, hingga kehidupan yang mendadak berubah menjadi serba-sulit: kekurangan
makanan, air bersih, obat-obatan, sanitasi yang layak, dan lain sebagainya.

Secara lebih mendalam, sejatinya bencana alam bersifat relatif: bisa bermakna musibah,
bisa juga justru merupakan anugerah (karunia dari Allah). Hal itu sangat tergantung pada
diri seseorang dalam menyikapi bencana. Karena relatif, bencana alam bagi tiap orang
memiliki sudut pandang berbeda-beda: bisa jadi adalah musibah bagi satu orang, namun
anugerah bagi orang lainnya—tergantung cara dia merespons peristiwa itu. Dengan bahasa
lain, bencana adalah kiriman yang mengandung pelajaran, bukan hanya bagi yang tertimpa
bencana tapi juga yang tidak terkena bencana. Sekali lagi, pelajaran itu berlaku buat semua
orang, entah mengalami bencana itu ataupun tidak.

Kapan bencana alam itu menjadi musibah dan kapan ia merupakan anugerah?
Jawabannya sangat tergantung seberapa jauh pelajaran dari bencana alam itu terserap dan
berpengaruh positif pada diri seseorang, baik yang tertimpa bencana itu atau yang sekadar
menyaksikannya. Dalam kesempatan kali ini, khatib memaparkan setidaknya tiga pelajaran
penting dalam peristiwa bencana alam.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Pelajaran pertama adalah muhâsabah atau introspeksi diri. Kita dianjurkan untuk
mengevaluasi diri kita, apa saja kekurangan dan kesalahan yang perlu dibenahi. Bencana
alam seperti tsunami, gempa bumi, dan gunung meletus adalah fenomena yang tidak bisa
dikendalikan manusia. Ini bukti kelemahan manusia, dan seyogianya bencana alam
menyadarkan mereka untuk kian merendah serendahnya di hadapan Allah ‫ﷻ‬. Bila bencana
itu disadari akibat kesalahan manusia, maka seharusnya bencana alam berdampak pada
perubahan sikap kita menjadi lebih baik.

Muhasabah ini penting dilakukan baik oleh mereka yang menjadi korban maupun bukan
korban. Sayyidina Umar bin Khattab pernah berkutbah:

َ ‫سبُوا فَإهنَّهُ أ َ ْه َونَ هل هح‬


‫سا هب ُك ْم‬ َ ‫س ُك ْم قَ ْب َل أ َ ْن ت ُ َحا‬
َ ُ‫َحا هسبُوا أ َ ْنف‬
Artinya: “Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab. Karena sesunguhnya hal itu akan
meringankan hisabmu (di hari kiamat).”

Pesan dari pidato Sayyidina Umar sangat jelas bahwa kita dianjurkan untuk mengevaluasi
diri sendiri, bukan mengevaluasi orang lain. Bagi korban, bencana adalah fase penting
memeriksa dosa-dosa sendiri, tingkat penghambaan kepada Allah, pergaulan sosial, dan
sikap terhadap lingkungan alam selama ini. Bagi mereka yang bukan korban dan di luar
lokasi bencana, hal ini adalah peringatan bagi diri sendiri untuk kian menjaga perilaku dan
sifatnya baik kepada Allah, sesama manusia, dan juga alam sekitar.

Sangat disesalkan bila ada orang yang kebetulan tak menjadi korban menuding bahwa
bencana alam yang menimpa saudara-saudaranya di lokasi tertentu merupakan azab atas
dosa-dosanya. Apalagi jika tuduhan itu dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu. Sikap
yang demikian tak hanya bertentangan dengan prinsip muhâsabatun nafsi (evaluasi diri
sendiri, bukan orang lain), tapi juga dapat mendorong mudarat baru karena bisa
menyinggung perasaan para korban dan menunjukkan tidak adanya empati kepada korban.
Terkait hal ini, Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkâr pernah membolehkan orang yang
selamat dari bencana untuk mengucap syukur tapi sembari memberi catatan: harus dengan
suara sangat pelan (sirr) agar tidak melukai perasaan mereka yang sedang mengalami
penderitaan.

Pelajaran kedua adalah rasa syukur dan optimisme. Sikap ini berdasar pada hadits
Rasulullah ‫ﷺ‬:

ُ‫ؤمنَ ش َْو َكةٌ فَ َما فَ ْوقَ َها إَل َرفَعَه‬


‫يب ال ُم ه‬
ُ ‫ص‬‫قالت قا َل رسو ُل هللا ﷺ َل يُ ه‬ْ َ‫شة‬
َ ‫عن عائه‬
ً‫َطيئَة‬ َ ‫هللا به َها َد َر َجةً َو َحط‬
‫ع ْنهُ بها خ ه‬
Dari 'Aisyah, ia berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: "Tidaklah seorang mukmin terkena duri
atau yang lebih menyakitkan darinya kecuali Allah mengangkatnya satu derajat dan
menghapus darinya satu kesalahan." (HR. Tirmidzi)

Dalam konteks ini, bersyukur bagi para korban adalah ridha atas bencana yang
menimpanya dan menilai penderitaan saat ini adalah cara Allah melebur dosa-dosanya dan
menaikkan kualitas kepribadiannya. Sebagaimana ujian akhir semester bagi siswa sekolah
untuk naik ke semester berikutnya, bencana merupakan ujian bagi para korban untuk bisa
mendaki pada derajat yang lebih mulia.

Hadits tersebut merupakan cara Rasulullah memberikan optimisme kepada umatnya agar
tidak larut secara terus-menerus dalam kesedihan, banyak mengeluh, apalagi sampai putus
asa. Dalam penderitaan, kita mesti husnudh dhan (berprasangka baik) bahwa ada maksud
khusus dari Allah untuk meningkatkan mutu diri kita, baik dalam ibadah (menghamba
kepada Allah) maupun muamalah (hubungan sosial).
Bagi mereka yang tak terdampak bencana, syukur dalam konteks ini mengacu pada
karunia keamanan dari Allah kepada dirinya, sehingga tidak hanya bisa muhâsabah atas
peristiwa yang disaksikannya tapi juga bisa beribadah dalam situasi yang lebih nyaman
dibanding saudara-saudaranya yang tertimpa musibah. Mereka juga harus belajar dari
kesalahan-kesalahan dan optimis menatap perjalanan ke depan.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Pelajaran ketiga adalah tentang ladang amal ibadah pascabencana. Jika bencana adalah
ujian kenaikan derajat, maka kenaikan tersebut hanya terjadi bila yang bersangkutan benar-
benar lulus dari ujian. Bencana alam merupakan wasilah bagi para korban yang isinya
menuntut manusia untuk sabar, ikhtiar, tawakal, dan semakin mendekatkan diri kepada
Allah ‫ﷻ‬. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn, sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan
sungguh kepada-Nya kita kembali. Kualitas kepribadian mereka sebagai hamba meningkat
manakala “materi ujian” dapat dilalui dengan baik dan benar.

Bagi mereka yang tidak menjadi korban, bencana alam adalah ujian untuk menunjukkan
kepedulian kemanusiaan atas mereka yang sedang ditimpa kesulitan. Pertolongan berupa
tenaga, pikiran, dana, harta benda, makanan, doa, dan lain sebagainya penting disalurkan.
Syukur atas keselamatan diri kita dari bencana bisa ditunjukkan dengan kesediaan berbagi
kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan. Bisa dengan menjadi relawan, donatur
bantuan, atau keterlibatan lainnya yang dapat meringankan beban para korban.

َ ‫ع ْو هن ْالعَ ْب هد َما َكانَ ْالعَ ْب ُد هف ْي‬


‫ع ْو هن أ َ هخ ْي هه‬ َ ‫َوهللاُ هفي‬
“Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR
Muslim)

Apabila kita mendengar kata hikmah di balik bencana, maka itu artinya terkait dengan
sikap-sikap bijak kita dalam menyikapi bencana. Karena kata hikmah bermakna
kebijaksanaan. Semoga bencana alam yang merupakan bagian dari fenomena alamiah tak
menimbulkan bencana baru dalam kehidupan spiritual kita. Wallâhu a‘lam bish shawâb

‫ َونَفَعَنهي َو هإيَّا ُك ْم به َمافه ْي هه هم ْن آيَ هة َو هذ ْك هر‬،‫آن اْلعَ هظي هْم‬ ‫ار َك هللا هلي َولَ ُك ْم فهى اْلقُ ْر ه‬ َ َ‫ب‬
‫ َوأَقُ ْو ُل قَ ْو هلي َهذَا‬،‫س هم ْي ُع العَ هل ْي ُم‬ َّ ‫ْال َح هكي هْم َوتَقَبَّ َل هللاُ همنَّا َو هم ْن ُك ْم هتالَ َوتَهُ َو هإنَّهُ ُه َو ال‬
َّ ‫هللا العَ هظي َْم إهنَّهُ ُه َو الغَفُ ْو ُر‬
‫الر هحيْم‬ َ ‫فَأ ْست َ ْغ هف ُر‬
Khutbah II

َّ‫ َوأ َ ْش َه ُد أ َ ْن َلَ اهلَهَ إهَل‬.‫لى ت َ ْو هف ْي هق هه َوا ْهمتهنَا هن هه‬


َ ‫ع‬ َ ُ‫ش ْك ُر لَه‬ ُّ ‫سانه هه َوال‬
َ ‫لى هإ ْح‬
َ ‫ع‬ ‫ا َ ْل َح ْم ُد ه‬
َ ‫هلل‬
َ ‫س ْولُهُ الدَّا هعى‬
‫إلى‬ ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬
َ ‫سيه َدنَا ُم َح َّمدًا‬ َ ‫أن‬َّ ‫هللاُ َوهللاُ َو ْح َدهُ َلَ ش هَري َْك لَهُ َوأ َ ْش َه ُد‬
‫س هل ْم ت َ ْس هل ْي ًما‬
َ ‫ص َحابه هه َو‬ْ َ ‫علَى ا َ هل هه َوأ‬ َ ‫سيه هدنَا ُم َح َّم ٍد هو‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ص هل‬ َ ‫ الل ُه َّم‬.‫هرض َْوانه هه‬
‫هكثي ًْرا‬

َ ‫ع َّما نَ َهى َوا ْعلَ ُم ْوا أ َ َّن‬


‫هللا‬ َ ‫هللا فه ْي َما أ َ َم َر َوا ْنت َ ُه ْوا‬
َ ‫اس اهتَّقُوا‬ ُ َّ‫أ َ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّ َها الن‬
ُ‫هللا َو َمآلئه َكتَه‬ َ ‫أ َ َم َر ُك ْم بهأ َ ْم ٍر بَ َدأ َ فه ْي هه بهنَ ْف هس هه َوثَـنَى به َمآل ئه َكته هه بهقُ ْد هس هه َوقَا َل تَعاَلَى هإ َّن‬
‫ص هل‬ َ ‫ الل ُه َّم‬.‫س هل ُم ْوا ت َ ْس هل ْي ًما‬ َ ‫صلُّ ْوا‬
َ ‫علَ ْي هه َو‬ َ ‫لى النَّ هبى يآ اَيُّ َها الَّ هذيْنَ آ َمنُ ْوا‬ َ ‫ع‬ َ َ‫صلُّ ْون‬ َ ُ‫ي‬
‫علَى ا َ ْن هبيآئه َك‬ َ ‫علَى آ هل‬
َ ‫س هيدهنا َ ُم َح َّم ٍد َو‬ َ ‫علَ ْي هه َو‬
َ ‫س هل ْم َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫س هي هدنَا ُم َح َّم ٍد‬َ ‫علَى‬ َ
‫الرا هش هديْنَ أَبهى بَ ْك ٍر‬ َّ ‫اء‬ ‫ع هن اْل ُخلَفَ ه‬َ ‫ض الل ُه َّم‬ َ ‫ار‬ ْ ‫س هل َك َو َمآلئه َك هة اْل ُمقَ َّربهيْنَ َو‬ُ ‫َو ُر‬
‫ص َحابَ هة َوالتَّا هب هعيْنَ َوتَا هب هعي التَّا هب هعيْنَ لَ ُه ْم‬‫ع ْن بَ هقيَّ هة ال َّ‬
‫ع هلى َو َ‬ ‫عثْ َمان َو َ‬‫ع َمر َو ُ‬‫َو ُ‬
‫اح هميْنَ‬ ‫عنَّا َمعَ ُه ْم به َر ْح َمته َك يَا أ َ ْر َح َم َّ‬
‫الر ه‬ ‫ض َ‬ ‫ار َ‬ ‫ان اهلَىيَ ْو هم ه‬
‫الدي هْن َو ْ‬ ‫س ٍ‬‫بها ْهح َ‬
‫ت اََلَ ْحيآ ُء هم ْن ُه ْم‬ ‫ت َواْل ُم ْس هل هميْنَ َواْل ُم ْس هل َما ه‬‫اَلل ُه َّم ا ْغ هف ْر هل ْل ُمؤْ همنهيْنَ َواْل ُمؤْ همنَا ه‬
‫الش ْر َك َواْل ُم ْش هر هكيْنَ‬ ‫ت الل ُه َّم أ َ هع َّز اْ هإل ْسالَ َم َواْل ُم ْس هل هميْنَ َوأ َ هذ َّل ه‬ ‫َواَْلَ ْم َوا ه‬
‫اخذُ ْل َم ْن َخذَ َل‬ ‫الديْنَ َو ْ‬ ‫ص َر ه‬ ‫ص ْر َم ْن نَ َ‬ ‫ص ْر هعبَا َد َك اْل ُم َو هح هديَّةَ َوا ْن ُ‬ ‫َوا ْن ُ‬
‫الدي هْن‪ .‬الل ُه َّم ا ْدفَ ْع‬ ‫الدي هْن َوا ْع هل َك هل َماته َك هإلَى يَ ْو َم ه‬ ‫اْل ُم ْس هل هميْنَ َو َد هم ْر أ َ ْع َدا َء ه‬
‫ظ َه َر هم ْن َها َو َما‬ ‫س ْو َء اْل هفتْنَ هة َواْ هلم َحنَ َما َ‬ ‫الزَلَ هز َل َواْ هلم َحنَ َو ُ‬
‫عنَّا اْلبَالَ َء َواْ َلوبَا َء َو َّ‬ ‫َ‬
‫ان اْل ُم ْس هل هميْنَ عآ َّمةً يَا َربَّ اْلعَالَ هميْنَ ‪.‬‬ ‫سائه هر اْلبُ ْل َد ه‬‫صةً َو َ‬ ‫ع ْن بَلَ هدنَا اه ْندُونه ْي هسيَّا خآ َّ‬ ‫طنَ َ‬ ‫بَ َ‬
‫ظلَ ْمنَا ا َ ْنفُ َ‬
‫سنَا‬ ‫ار‪َ .‬ربَّنَا َ‬ ‫اب النَّ ه‬ ‫عذَ َ‬‫سنَةً َوقهنَا َ‬ ‫آلخ َر هة َح َ‬‫سنَةً َوفهى اْ ه‬ ‫َربَّنَا آتهنا َ فهى ال ُّد ْنيَا َح َ‬
‫هللا يَأ ْ ُم ُرنَا‬‫هللا ! إه َّن َ‬ ‫اإن لَ ْم ت َ ْغ هف ْر لَنَا َوت َ ْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْون ََّن همنَ اْلخَا هس هريْنَ ‪ .‬هعبَا َد ه‬ ‫َو ْ‬
‫شآء َواْل ُم ْن َك هر َواْلبَ ْغي‬ ‫ع هن اْلفَ ْح ه‬ ‫بى َويَ ْن َهى َ‬ ‫ْتآء ذهي اْلقُ ْر َ‬ ‫ان َوإهي ه‬ ‫س ه‬ ‫هباْلعَ ْد هل َواْ هإل ْح َ‬
‫لى نهعَ هم هه يَ هز ْد ُك ْم‬ ‫ع َ‬ ‫هللا اْلعَ هظي َْم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوهُ َ‬ ‫ظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُر ْونَ َوا ْذ ُك ُروا َ‬ ‫يَ هع ُ‬
‫هللا أ َ ْكبَ ْر‬
‫َولَ هذ ْك ُر ه‬

Anda mungkin juga menyukai