Brotowali Dan Sambiloto PDF
Brotowali Dan Sambiloto PDF
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
ABSTRAK
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
iv
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
Ketua Departemen Kimia
Tanggal lulus:
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah berjudul “Formulasi Ekstrak Sambiloto
(Andrographis paniculata) Dan Brotowali (Tinospora crispa) Sebagai Inhibitor α-
Glukosidase dan Analisis Sidik Jari Menggunakan Teknik Kromatografi”.
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi gabungan ekstrak sambiloto dan
brotowali sebagai inhibitor enzim α-Glukosidase serta penentuan sidik jari
menggunakan teknik kromatografi. Penelitian dilakukan sejak Maret 2011 sampai
Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Uji Pusat Studi
Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K
Darusman, MS dan Wulan Tri Wahyuni, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang
selalu memberi bimbingan, motivasi dan saran selama penelitian dan penyusunan
karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka dan Bagian Kimia
Analitik atas dilibatkannya penulis ke dalam penelitian ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Om Eman, Bu Nunung, Pak Dede, Pak Kosasih, dan Pak Ridwan
di Laboratorium Kimia Analitik, juga kepada Mba Salina, Ibu Nunuk, Antonio,
Pak Zaim dan segenap pegawai di Pusat Studi Biofarmaka yang telah banyak
membantu dalam pengerjaan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih tak terhingga
kepada Ayah dan ibu atas dukungan materi dan moril. Terima kasih kepada
teman-teman terdekat, rekan-rekan di Laboratorium Kimia Analitik serta keluarga
besar mahasiswa Kimia angkatan 44 atas segala dukungan dan bantuan dalam
proses pengerjaan dan penyelesaian karya tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juni 1989 dari pasangan Suyono
HS dan Siti Djulaeha. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo) pada
tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama menjalani perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia
Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2008/2009, Kimia Analitik
Layanan, serta Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik pada tahun ajaran
2010/2011. Penulis juga berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapang di
Laboratorium Research & Development (R&D) Balai Besar Penelitian
Pascapanen, Bogor.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
oray atau ki peurat (Jawa barat), bidara, takilo, tumbuhan ini yang banyak dimanfaatkan
sambiloto (Jawa Tengah), pepaitan, ampadu adalah bagian batangnya. Batang herba
(Sumatera), Kirayat (India), dan the creat brotowali secara tradisional digunakan
(inggris) (Dalimunthe 2009). sebagai obat antidiabetes, tekanan darah
Daun dan bagian lainnya dari herba tinggi, antimalaria, dan penambah nafsu
sambiloto telah banyak digunakan sebagai makan (Amom et al. 2008).
bahan obat untuk berbagai penyakit.
Sambiloto mengandung andrografolida, suatu
diterpena lakton kristalin, tak berwarna, dan
memiliki rasa pahit (Ahmad et al. 2006).
Andrografolida merupakan bahan aktif utama
di samping komponen lainnya seperti 14-
deoksi-11,12-didehidroandrografolida, dan
14-deoksiandrogrofolida. Menurut penelitian
yang telah dilakukan, dilaporkan bahwa
sambiloto memiliki aktivitas hipotensif yang
aktivitasnya berkorelasi kuat terhadap
keberadaan senyawa andrografolida (14-
deoksi-11,12-didehidroandrografolida dan 14-
deoksiandrogrofolida). Aktivitas
antitrombotik, antikanker, dan antioksidan
Gambar 2 Herba Brotowali
dari sambiloto juga telah dilaporkan
(Sumber : www.herbstohealth.blogspot.com)
(Subramanian et al. 2008).
Brotowali mengandung zat pahit
tinokriposid, damar lunak, pati, glikosida,
pikroretosid, harsa, kolumbin, kaokulin atau
pikrotoksin, dan beberapa alkaloid seperti
aporfin, beberin, dan palmatin. Senyawa yang
paling penting yang terdapat pada batang
brotowali diduga merupakan senyawa
tinokrisposid yang memiliki aktivitas sebagai
antimalaria, antiinflamasi, dan antidiabetes
(Marthianti 2006).
menjadi gula interseluler, akibatnya terjadi pseudo substrate (substrat semu) p-nitrofenil
penumpukan gula di dalam darah. Sedangkan glukopiranosida (p-NPG) di dalam buffer
DM tipe II tidak bergantung terhadap hormon fosfat yang ditambahkan ekstrak uji. Reaksi
insulin. DM tipe II dapat disebabkan oleh tersebut akan menghasilkan glukosa dan p-
abnormal atau rusaknya permukaan sel yang nitrofenol yang berwarna kuning dan dapat
berfungsi sebagai reseptor, kerusakan di dideteksi pada panjang gelombang sekitar 400
bagian dalam sel (post-receptor defects), atau nm (Gambar 3) yang diukur intensitasnya
kombinasi keduanya. DM dapat menyebabkan dengan metode spektrofotometri (Sugiwati et
komplikasi penyakit lain bagi penderitanya, al. 2009). Kontrol positif dapat menggunakan
seperti aterosklerosis, tekanan darah tinggi, akarbosa.
gagal ginjal, dan infeksi (Ahmad et al. 2006).
Postprandial hyperglycemia atau O-
O
peningkatan kadar gula kadar setelah makan N+
N+ OH
merupakan salah satu gangguan awal sebelum O
-O
berkembangnya penyakit DM tipe II lebih
O
jauh di dalam tubuh. Menghambat kenaikan OH
alkaloid, lignin, terpenoid, dan lain efek kapiler. Gelembung kavitasi akan
sebagainya (Henda et al. 2008). Proses terbentuk pada dinding sel tanaman akibat
industri tanaman obat dimulai dengan tahap adanya gelombang ultrasonik. Efek dari
ekstraksi dengan berbagai macam teknik dan pecahnya gelembung kavitasi ini dapat
teknologi. Teknik umum yang biasa mengakibatkan peningkatan pori-pori dinding
digunakan untuk ekstraksi komponen sel. Pecahnya gelembung kavitasi disebabkan
fitokimia tanaman obat adalah maserasi, oleh tipisnya bagian kelenjar dalam sel
infusi, perkolasi, digesti, dekoksi, soxhletasi, tumbuhan yang mudah dirusak dengan
ekstraksi arus-terbalik, microwave assisted sonikasi. Hal tersebut memudahkan pelepasan
extraction (MAE), ekstraksi ultrasonik, komponen esensial ke dalam pelarut
supercritical fluid extraction, pressurized (Melecchi et al. 2006)
liquid extraction, dan subcritical water Dengan kata lain, gelombang ultrasonik
extraction merupakan beberapa teknik yang dapat memfasilitasi terjadinya pembengkakan
dapat digunakan untuk ekstraksi komponen sel dan pelarutan komponen dalam tanaman
fitokimia dari tanaman obat (Kumar et al yang disebabkan pembesaran pori-pori
2006). dinding sel. Pembengkakan pori yang lebih
Subramanian et al (2008) memperoleh besar akan meningkatkan transfer massa
ekstrak sambiloto dengan teknik maserasi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
dingin menggunakan etanol 20% sebagai mengurangi waktu ekstraksi (Melecchi et al.
pelarut selama 7 hari, sedangkan Ahmad et al. 2006). Kelebihan lain dari ekstraksi ultrasonik
(2006) menggunakan teknik ekstraksi refluks adalah keterulangan ekstraksi baik, waktu
dengan air , etanol 95%, 50%, dan 20% ekstraksi yang jauh lebih singkat, lebih
sebagai pelarut. Noor et al. (1989) efisien, dan dapat digunakan untuk ukuran
menggunakan air sebagai pelarut dengan sampel yang beragam. Ekstraksi ultrasonik
teknik ekstraksi refluks untuk memperoleh sangat baik digunakan untuk ekstraksi
ekstrak herba brotowali. komponen organik polar (Said 2009).
Maserasi. Maserasi merupakan salah satu
teknik ekstraksi klasik dengan merendam Uji Toksisitas Larva Udang (Brine Shrimp
sampel dalam pelarut yang sesuai selama Lethality Test).
beberapa waktu (biasanya selama 24 jam).
Metode ini digunakan untuk sampel yang Komponen bioaktif hampir selalu
tidak tahan panas. Proses ekstraksi yang memiliki efek racun pada konsentrasi tinggi.
terjadi pada teknik maserasi merupakan difusi Farmakologi dapat dikatakan sebagai
molekular yang berjalan sangat lambat, toksikologi pada dosis rendah, begitu pula
pengadukan perlahan membantu terjadinya sebaliknya, toksikologi dapat dikatakan
difusi dan memastikan pengumpulan larutan sebagai farmakologi pada dosis tinggi
berkonsentrasi tinggi pada permukaan (McLaughlin et al. 1998). Letalitas in vivo
partikel. (Kumar et al. 2006). Pelarut akan organisme sederhana dapat digunakan untuk
menembus dinding sel tanaman dan masuk ke memprediksi aktivitas sitotoksik dari ekstrak
dalam rongga sel simplisia yang mengandung bahan alam (Mann et al. 2011). Pengujian
zat aktif dan melarutkannya (Indraswari sitotoksisitas menggunakan larva udang air
2008). Kelebihan metode ini adalah murah, laut (Artemia salina) merupakan metode yang
sederhana, dan menghindari kerusakan aman, praktis, dan murah. Telur udang
komponen yang tidak tahan panas. Sedangkan (Artemia salina) dapat dengan mudah
kekurangannya antara lain tidak efisien karena diperoleh dan disimpan bertahun-tahun dalam
tidak ada gaya lain yang membantu proses keadaan kering. (McLaughlin et al. 1998).
ekstraksi (hanya direndam), membutuhkan Udang air laut termasuk ke dalam divisi
pelarut yang banyak, dan waktu ekstraksi Arthropoda, kelas Crustacea. Siklus hidupnya
yang dibutuhkan cukup lama. dimulai saat penetasan telur. Telur yang
Ultrasonikasi. Ekstraksi ultrasonik awalnya inaktif, ketika terkena air laut akan
merupakan metode ekstraksi dengan mengalami rehidrasi dan pertumbuhan
menggunakan gelombang ultrasonik. Metode berlanjut hingga menetas menjadi larva. Larva
ini tidak membutuhkan waktu yang lama tersebut sangat sensitif terhadap zat racun.
dibandingkan dengan metode maserasi Nisbah antara larva mati dan hidup yang
ataupun soxhletasi. Prinsip ekstraksi dikoreksi terhadap kontrol digunakan sebagai
ultrasonik adalah peningkatan transfer massa perkiraan toksisitas bahan (Milhem et al.
yang disebabkan oleh meningkatnya penetrasi 2008), biasanya dinyatakan sebagai nilai
pelarut ke dalam jaringan tumbuhan lewat LC50, yaitu konsentrasi bahan atau zat yang
5
mengakibatkan kematian pada 50% binatang persamaan atau perbedaan sehingga dapat
uji. digunakan sebagai alat kontrol kualitas suatu
ekstrak atau produk herbal (Liang et al. 2004).
Analisis Sidik Jari dan Kromatografi Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi
lapis tipis (KLT) merupakan salah satu teknik
Secara umum, satu atau dua komponen kromatografi partisi. KLT menggunakan
aktif farmakologis digunakan sebagai penciri lapisan tipis silika gel, alumunium oksida,
untuk mengevaluasi kualitas dan autentisitas atau selulosa sebagai fase diam yang
tanaman obat. Namun, penentuan seperti ini dilapiskan pada gelas, kaca, atau logam. Fase
tidak memberikan gambaran utuh susunan geraknya adalah pelarut atau campuran pelarut
komponen suatu produk herbal karena efek yang ditempatkan pada bejana pengembang.
terapi yang dihasilkan biasanya merupakan Sampel diaplikasikan pada bagian bawah pelat
hasil dari beragam komponen yang terdapat di KLT, pelat ini kemudian ditempatkan pada
dalam produk tersebut (Liang et al. 2004). bejana pengembang yang telah jenuh oleh fase
Oleh karena itu diperlukan suatu gambaran gerak pengembang. Perbedaan nisbah
utuh komponen-komponen yang terdapat di distribusi komponen pada dua fase akan
dalam suatu tumbuhan dan merupakan suatu menghasilkan pemisahan komponen-
sidik jari sehingga dapat digunakan sebagai komponen penyusunnya. KLT dapat
kontrol kualitas dan autentisitas suatu produk digunakan untuk pemisahan senyawa yang
obat (Cui et al. 2009). berbeda seperti senyawa organik dan senyawa
Analisis sidik jari merupakan teknik organik sintetik, serta kompleks anorganik-
analisis yang dikembangkan dengan tujuan organik (Gritter et al. 1991).
kontrol kualitas (autentisitas, identitas, mutu, KLT dapat memberikan informasi
dan reliabilitas) obat herbal yang berasal dari mengenai banyaknya komponen yang terdapat
tumbuhan. Metode kromatografi dapat di dalam suatu sampel dan dapat pula
digunakan sebagai penduga konsistensi digunakan untuk tujuan identifikasi dengan
kualitas dan stabilitas ekstrak atau produk membandingkan nilai retention factor (Rf)
herbal lewat observasi visual (kromatogram) komponen uji dengan Rf standar dalam
dan dilakukan dengan pembandingan pola kondisi sistem yang sama. Rf adalah
sidik jari dengan sidik jari standar (Rajkumar perbandingan jarak tempuh komponen dengan
& Sinha 2010). garis depan pelarut. KLT merupakan teknik
Cui et al. (2009) melakukan analisis sidik yang cepat, meyakinkan, dan murah sehingga
jari komponen aktif sambiloto menggunakan secara luas digunakan dalam analisis produk
metode KCKT pada beberapa tanaman herbal. KLT memiliki kelebihan dalam
sambiloto dengan tempat tumbuh berbeda. menguji banyak contoh pada satu pelat di saat
Kromatografi. Kromatografi merupakan yang sama (Gu et al. 2006). Saat dilakukan
teknik pemisahan berdasarkan perbedaan daya analisis campuran kompleks seperti sampel
adsorpsi suatu komponen di antara dua fase herba menggunakan KLT, konsentrasi dari
(fase gerak dan diam). Teknik pemisahan ini solut seringkali tidak diketahui, trial and error
dilakukan dengan melewatkan fase gerak yang perlu dilakukan pada pelat KLT dengan tujuan
mengandung sampel melalui fase diam di mengetahui konsentrasi yang tepat untuk
dalam suatu sistem tertentu sehingga terjadi penotolan sampel, konsentrasi yang digunakan
partisi komponen dalam sampel di antara fase untuk penotolan sampel biasanya disesuaikan
gerak dan fase diam. Komponen yang dengan metode deteksi yang digunakan
memiliki rasio distribusi lebih besar terhadap (Fernand 2003).
fase diam akan membutuhkan waktu lebih Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
lama untuk melewati sistem tersebut, begitu Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
juga sebaliknya (Harvey 2000). merupakan salah satu teknik kromatografi
Beberapa teknik kromatografi seperti cair. KCKT memiliki kelebihan dibanding
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kromatografi gas yang hanya terbatas pada
cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas sampel tahan panas dan volatile, sampel yang
(KG), dan elektroforesis kapiler telah secara tidak tahan panas dan nonvolatile dapat
luas digunakan dalam analisis sidik jari. Sidik dianalisis menggunakan metode ini. Pada
jari kromatografi merupakan pola KCKT, sampel cair atau sampel padat
kromatorgrafik dari ekstrak yang mengandung dilarutkan dalam pelarut yang sesuai,
komponen kimia yang aktif secara kemudian dilewatkan melalui kolom oleh fase
farmakologi. Profil kromatografik dapat gerak cair. Pemisahan komponen di dalamnya
menyatakan ekstrak yang dianalisis memiliki
6
suling, etanol 30%, dan etanol 70%) 2008). Campuran pereaksi diinkubasi pada
sebanyak 125 mL, didiamkan selama 3 × 24 suhu 37 oC selama lima menit. Setelah lima
jam, disaring setiap 24 jam dan dilakukan menit, ditambahkan larutan enzim α-
penambahan kembali pelarut. Ekstrak disaring glukosidase sebanyak 25 µL, kemudian
dan pelarutnya diuapkan menggunakan diinkubasi kembali selama 15 menit.
penguap putar sebelum dilakukan pengeringan Dilakukan penambahan Na2CO3 200 mM
beku hingga diperoleh ekstrak kering. sebanyak 100 µL untuk menghentikan reaksi
enzim. Akarbosa digunakan sebagai kontrol
Ultrasonikasi positif dengan melarutkan tablet akarbosa
Masing-masing simplisia ditimbang dalam buffer fosfat pH 7.0 dan HCl 2N (1:1)
sebanyak 25 gram, lalu masing-masing dengan konsentrasi 1%. Kemudian larutan
ditambahkan pelarut (air suling, etanol 30% , disentrifusa dan supernatannya diambil
dan 70%) sebanyak 125 mL, kemudian sebanyak 1 µL dan dimasukkan ke dalam
ditempatkan di dalam ultrasonic bath selama sistem pereaksi seperti sampel. Sistem
30 menit dengan frekuensi gelombang 38 pereaksi dapat dilihat pada Tabel 1.
kHz. Ekstrak disaring dan pelarutnya
diuapkan menggunakan penguap putar lalu Tabel 1 Sistem pereaksi pengujian aktivitas
dilakukan pengeringan beku hingga diperoleh enzim α glukosidase
ekstrak kering.
Volume (µL)
Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Larutan Blanko
Kontrol Kontrol Sampel
Lethality Test (BSLT) (+) (-) (So) (S1)
Penetasan telur udang dilakukan dengan Ekstrak - - 25 25
memasukkan sebanyak ± 100 mg telur udang
ke dalam wadah berisi air laut yang diberi Buffer 50 50 25 25
suplai udara menggunakan aerator selama 48 Substrat 25 25 25 25
jam. Larutan uji yang digunakan memiliki
konsentrasi 2500, 1000, 750, 500, dan 250 Inkubasi 37 oC, 5 menit
ppm. Buffer 25 - 25 -
Dipipet sebanyak 10 ekor larva udang
dalam maksimum 1000 µL air laut ke dalam
Enzim - 25 - 25
o
wadah uji, kemudian ditambahkan 1000 µL Inkubasi 37 C, 15 menit
masing-masing ekstrak dengan konsentrasi
dua kali lebih besar dari konsentrasi yang
Na2CO3 100 100 100 100
diinginkan. Setiap konsentrasi uji dilakukan
empat kali pengulangan. Perlakuan untuk Larutan tersebut kemudian diukur
kontrol sama seperti di atas, hanya saja tanpa absorbansnya menggunakan microplate
penambahan sampel. Larutan didiamkan reader pada 400 nm. Sampel dan kontrol
selama 24 jam, lalu dihitung jumlah kematian positif dilakukan tiga kali ulangan (triplo).
larva udang pada masing-masing wadah dan Persentase Inhibisi dapat dihitung
dilakukan koreksi terhadap kontrol. menggunakan persamaan sebagai berikut :
Nilai LC50 diperoleh dari hubungan antara Persentase Inhibisi
konsentrasi (x) dengan% mortalitas
menggunakan metode regresi. K − ( S1 − S 0 )
= × 100%
K
Uji Inhibisi Enzim α-glukosidase (Sugiwati
et al. 2009). K : absorbans kontrol - blanko
Masing-masing ekstrak yang akan diuji S1 : absorbans sampel dengan penambahan
dilarutkan di dalam dimetil sulfoksida enzim
(DMSO) dengan konsentrasi 2000 ppm. S 0: absorbans sampel tanpa penambahan
Larutan enzim dibuat dengan melarutkan enzim
sebanyak 1 mg enzim α-glukosidase dalam 10 Nilai IC50 diperoleh dengan memplot
mL buffer fosfat 100 mM (pH 7.0) yang konsentrasi ekstrak dengan log persen inhibisi
mengandung 200 mg serum bovin albumin. ekstrak menggunakan analisis regresi. Nilai
Sebanyak 0.5 mL larutan enzim tersebut IC50 adalah nilai konsentrasi yang
diencerkan 100 kali dengan buffer fosfat pH menghambat 50% kerja enzim.
7.0 sebelum digunakan. (Subramanian et al.
8
tradisional, yaitu 10% (SK( Menkes RI No rendemen paada ekstrak dengan pelarutt yang
661/IMENK KES/SK/VII/1994). Kadaar air memiliki polaaritas cukup ttinggi menunjjukkan
simplisia sambiloto lebihh tinggi dibanddingkan banyaknya komponen
k poolar yang teerdapat
dengan brotowali
b d
dikarenakan bagian pada tanamann brotowali.
tumbuhan sambiloto yang dijadikan siimplisia
berasal darii daun dan baatang lunak sehingga
lebih banyaak menganduung air, seddangkan
simplisia brrotowali berassal dari batanng kaku
yang lebih sedikit menngandung airr. Oleh
karena itu, dengan perlaakuan preparrasi dan
analisis yanng sama kem mungkinan perbedaan
kadar air siimplisia sambbiloto dan brrotowali
sangat munggkin terjadi.
Inhibisi formula B menunjukkan hasil Tabel 6 Jumlah bercak pada elusi fase gerak
paling baik, yaitu 28%. Namun, jika tunggal ekstrak sambiloto dan
dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak brotowali di bawah sinar UV 366 nm
masiing-masing sambiloto dan brotowali yang
dicampurkan ( ½ - 2 kali nilai IC50), maka Fase gerak Jumlah bercak
Sambiloto Brotowali
terlihat aktivitas inhibisi yang lebih rendah.
Etanol 1 3
Hal ini mungkin terjadi diakibatkan tidak
Kloroform 2 3
sinergisnya perpaduan antara ekstrak
Diklorometana 2 2
sambiloto dan brotowali dalam menginhibisi
Aseton 1 2
kerja enzim α-glukosidase. Mekanisme kerja
Metanol 1 1
komponen dalam kedua ekstrak yang berbeda Etil asetat 4 5
mungkin menjadi salah satu alasan lebih
tingginya aktivitas inhibisi ekstrak tunggal
Ketiga fase gerak terbaik kemudian
dibandingkan dengan aktivitas inhibisi
dikomposisikan sesuai Tabel 3 (simplex
formula. Sebagai pembanding aktivitas
centroid axial design). Hasil elusi dari
inhibisi enzim α-glukosidase, digunakan
komposisi fase gerak ini dapat dilihat pada
Glucobay® akarbosa. IC50 akarbosa yang
Gambar 8 (sambiloto) dan 9 (brotowali)
diperoleh sangat rendah, yaitu < 0.390625
sementara jumlah pita yang dihasilkan dapat
ppm (Lampiran 7).
dilihat pada Tabel 7 (sambiloto) dan Tabel 8
(brotowali)
Analisis Sidik Jari
(1) (2)
dibanding fase gerak optimum ekstrak Terdapat perbedaan juumlah pita dan d Rf
brotowali ((kloroform
m:etanol:etil asetat (Tabel 10) pada proffil KLT fo ormula
(0.487:0:0.5513)). Untuk lebih meyaakinkan, dibandingkann ekstrak tuunggal pada elusi
dilakukan annalisis mengggunakan pirannti lunak menggunakann pelarut yangg sama, ditunjjukkan
Image J verrsi 1.40g, keluuaran yang dihhasilkan pada pita denngan nilai Rff 0.42 yang muncul
m
berupa punccak-puncak layyaknya kromaatogram pada formulla namun tiidak muncul pada
hasil repressentasi pita-ppita pada pem misahan masing-masinng ekstrak peenyusunnya, hal h ini
KLT yang luasnya berbanding lurus dengan mungkin diseebabkan oleh interaksi kom mponen
warna pita pada
p pelat KLT T. masing-masinng ekstrak yang memb bentuk
Hasill pengolahhan menunnjukkan senyawa denngan kepolarann berbeda seh hingga
intensitas piita-pita yang terdapat padda pelat. kemudian muuncul pada profil KLT fo ormula.
Analisis olehh piranti lunakk dimulai darii bagian Senyawa hasiil interaksi ini kemungkinaan juga
atas pelat laalu menurun hingga bagiaan dasar merupakan komponen yang bertan nggung
pelat, kem mudian dikoonversi ke dalam jawab terhadaap aktivitas foormula sebagaai obat.
kromatogram m dimulai darri sebelah kiri hingga
Tabel 10 JJumlah pita ddan nilai Rf ekstrak
e
bagian kaanan kromaatogram. Perbedaan
s
sambiloto, brotowali serta
intensitas dan
d jumlah puuncak cukup terlihat
f
formula sambiloto dan bro otowali
pada baggian tengahh hingga kanan
d bawah sinarr UV 366 nm
di
kromatogram m di mana terlihat
t pengggunaan
fase gerak optimum pemisahan
p saambiloto Rf
menghasilkaan intensitas pitap dan keterrpisahan
puncak-punccak yang lebiih baik. Olehh karena Piita Broto- Andro-
Formula Sambiloto
itu, fase gerrak optimum pemisahan
p kom mponen wali grafolida
sambiloto diigunakan sebaagai fase geraak untuk
pemisahan komponen
k forrmula. 1 0.06 0.07 - -
Perbandiingan profil KLT K ekstrak tunggal 2 0.13 0.13 0.14 -
sambiloto, brotowali,, dan formula
3 0.26 - 0.29 -
menggunakaan fase gerakk tunggal etiil asetat
dapat dilihatt pada Gambaar 15. 4 0.31 0.33 0.35 -
5 0.39 0.39 0.40 -
6 0.42 - - -
7 0.46 0.48 0.49 0.49
8 - - 0.60 -
9 0.65 0.65 0.69 0.67
10 0.73 0.73 0.75 -
11 0.80 0.81 0.83 -
Marthianti A. 2006. Pengaruh pemberian Skoog DA, West DM, Holler FJ, Crouch SR.
ekstrak batang Tinospora crispa 2004. Fundamental of Analysis Chemistry.
dibandingkan dengan kloroquin terhadap Edisi ke-8. Canada : Brooks/Cole-
jumlah eritrosit mencit Swiss yang Thomson Learning.
diinfeksi Plasmodium berghei [Skripsi].
Semarang : Fakultas Kedokteran, Snyder LR, Kirkland JJ. 1979. Introduction to
Universitas Diponegoro. Modern Liquid Chromatography. New
York: Wiley.
McLaughlin JL, Rogers LL, Anderson JE.
1998. The use of biological assays to Sou S, et al. 2000. Novel α-glucosidase
evaluate botanicals. Drug Information J inhibitors with tetrachloropthlamide
22:513-524. skeleton. Bioorganic & MedChem Letters
10:1081-1084.
17
\
LAMPIRAN
19
Forrmulasi
Sambiloto
Bobot
Bobot
simplisia Kadar air
Ulangan simplisia
setelah (% b/b)
awal
dikeringkan
1 3.0050 2.8422 5.42
2 3.0029 2.8406 5.40
3 3.0023 2.8344 5.59
rerata 5.47
Brotowali
Bobot
Bobot
simplisia Kadar air
Ulangan simplisia
setelah (% b/b)
awal
dikeringkan
1 3.0014 2.8620 4.64
2 3.0056 2.8665 4.63
3 3.0020 2.8601 4.73
rerata 4.67
Keterangan:
A : Bobot simplisia sebelum dikeringkan (g)
B : Bobot simplisia setelah dikeringkan (g)
21
Lampiran 4 Uji Toksisitas Ekstrak Sambiloto dan Brotowali (metode larva udang)
Sambiloto
Pelarut Persamaan garis R2 LC50 (ppm)
Air y = 58.88 ln(x) - 333.5 0.897 674.01
Etanol 30% y = 56.75 ln(x) - 318.4 0.956 659.60
Etanol 70% y = 55.19 ln(x) - 295.4 0.995 522.37
Brotowali
Pelarut Persamaan garis R2 LC50 (ppm)
Air y = 51.37 ln(x) - 285.1 0.876 680.80
Etanol 30% y = 56.75 ln(x) - 318.4 0.956 659.60
Etanol 70% y = 59.36 ln(x) - 328.6 0.919 659.60
Lampiran 5 Uji inhibisi enzim α-glukosidase (in vitro) ekstrak Sambiloto dan
Brotowali
Sambiloto Brotowali
Maserasi Maserasi
Etanol 70%
Etanol 70%
25 96.30
12.5 95.87
6.25 96.05
3.125 90.80
1.5625 83.24
0.78125 72.93
0.390625 57.54
27
Sambiloto
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6
Brotowali
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6