Anda di halaman 1dari 38

FORMULASI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis

paniculata) DAN BROTOWALI (Tinospora crispa)


SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE DAN ANALISIS
SIDIK JARI MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI

RONA JUTAMA YONANDA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii

ABSTRAK

RONA JUTAMA YONANDA Formulasi Ekstrak Sambiloto (Andrographis


paniculata) dan Brotowali (Tinospora crispa) sebagai Inhibitor α-Glukosidase dan
Analisis Sidik Jari Menggunakan Teknik Kromatografi. Dibimbing oleh
LATIFAH K. DARUSMAN dan WULAN TRI WAHYUNI.

Sumber bahan alam yang berpotensi sebagai penghambat aktivitas α-


glukosidase di antaranya adalah sambiloto dan brotowali. Penelitian ini bertujuan
memperoleh formula ekstrak sambiloto dan brotowali dengan penghambatan kerja
enzim α-glukosidase tertinggi dan informasi sidik jari formula tersebut. Metode
ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan ultrasonikasi dengan pelarut air,
etanol 30%, dan 70%. Ekstrak sambiloto ultrasonikasi dan ekstrak brotowali
maserasi menggunakan etanol 70% menunjukkan nilai IC50 terendah, berturut
turut 55.36 dan 68.28 ppm. Formula ekstrak sambiloto dan brotowali dengan
nisbah konsentrasi 2 IC50:1 IC50 merupakan formula paling baik dengan inhibisi
28.11%. Pada analisis kromatografi lapis tipis, fase gerak optimum pemisahan
komponen sambiloto yaitu etil asetat sedangkan untuk ekstrak brotowali adalah
campuran kloroform:etanol:etil asetat (0.487:0:0.513). Pemisahan komponen
formula dilakukan menggunakan fase gerak tunggal etil asetat. Analisis formula
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi pemisahan ekstrak
sambiloto tidak menunjukkan komponen yang berasal dari ekstrak brotowali,
sehingga masih perlu dilakukan pengoptimuman kondisi pemisahan formula.

ABSTRACT

RONA JUTAMA YONANDA Formulation of Sambiloto (Andrographis


paniculata) and Brotowali (Tinospora crispa) Extract as An α-Glucosidase
Inhibitor and Fingerprints Analysis Using Chromatography Techniques
Supervised by LATIFAH K. DARUSMAN and WULAN TRI WAHYUNI.

Two of many potential sources of natural materials as an α-glucosidase


inhibitors are sambiloto and brotowali. The aims of the study were to obtain the
best formula of sambiloto and brotowali extract with highest α-glucosidase
enzyme inhibition including its fingerprint information. Extractions were carried
out using maceration and ultrasonication methods with water, ethanol 30%, and
70% as the solvents. Sambiloto ultrasonication extract and brotowali maceration
extract using ethanol 70% as solvent showed the lowest IC50 value, respectively
55.36 and 68.28 ppm. Both of extracts were then formulated. Formula of
sambiloto and brotowali with the concentration ratio of 2 IC50:1 IC50 was the best
formula with inhibition value 28.11%. In thin layer chromatography separation,
ethyl acetate was the optimum mobile phase for sambiloto extract and
chloroform: ethanol: ethyl acetate (0.487: 0: 0.513) is the optimum mobile phase
composition for brotowali extract. Ethyl acetate used as mobile phase in formula
separation. Formula analysis using high performance liquid chromatography
technique with optimum separation condition of sambiloto extract did not show
components from brotowali extract, so the separation condition of the formula still
need to be optimized.
iii

FORMULASI EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis


paniculata) DAN BROTOWALI (Tinospora crispa)
SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE DAN ANALISIS
SIDIK JARI MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI

RONA JUTAMA YONANDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
iv

Judul Skripsi : Formulasi Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata) dan


Brotowali (Tinospora crispa) Sebagai Inhibitor α-Glukosidase
dan Analisis Sidik Jari Menggunakan Teknik Kromatografi
Nama : Rona Jutama Yonanda
NIM : G440670092

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Ir Latifah K. Darusman, MS. Wulan Tri Wahyuni S.Si, M.Si.


NIP. 19530824 197603 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS


NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:
v

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah berjudul “Formulasi Ekstrak Sambiloto
(Andrographis paniculata) Dan Brotowali (Tinospora crispa) Sebagai Inhibitor α-
Glukosidase dan Analisis Sidik Jari Menggunakan Teknik Kromatografi”.
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi gabungan ekstrak sambiloto dan
brotowali sebagai inhibitor enzim α-Glukosidase serta penentuan sidik jari
menggunakan teknik kromatografi. Penelitian dilakukan sejak Maret 2011 sampai
Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Uji Pusat Studi
Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K
Darusman, MS dan Wulan Tri Wahyuni, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang
selalu memberi bimbingan, motivasi dan saran selama penelitian dan penyusunan
karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka dan Bagian Kimia
Analitik atas dilibatkannya penulis ke dalam penelitian ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Om Eman, Bu Nunung, Pak Dede, Pak Kosasih, dan Pak Ridwan
di Laboratorium Kimia Analitik, juga kepada Mba Salina, Ibu Nunuk, Antonio,
Pak Zaim dan segenap pegawai di Pusat Studi Biofarmaka yang telah banyak
membantu dalam pengerjaan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih tak terhingga
kepada Ayah dan ibu atas dukungan materi dan moril. Terima kasih kepada
teman-teman terdekat, rekan-rekan di Laboratorium Kimia Analitik serta keluarga
besar mahasiswa Kimia angkatan 44 atas segala dukungan dan bantuan dalam
proses pengerjaan dan penyelesaian karya tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2011

Rona Jutama Yonanda


vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juni 1989 dari pasangan Suyono
HS dan Siti Djulaeha. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo) pada
tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama menjalani perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia
Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2008/2009, Kimia Analitik
Layanan, serta Spektrofotometri dan Aplikasi Kemometrik pada tahun ajaran
2010/2011. Penulis juga berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapang di
Laboratorium Research & Development (R&D) Balai Besar Penelitian
Pascapanen, Bogor.
vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii 

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii 

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 1 


Sambiloto (Andrographis paniculata)................................................................ 1 
Brotowali (Tinospora crispa) ............................................................................. 2 
Diabetes mellitus (DM) ...................................................................................... 2 
Enzim α-glukosidase .......................................................................................... 3 
Ekstraksi ............................................................................................................. 3 
Uji toksisitas larva udang (Brine Shrimp Lethality Test). .................................. 4 
Analisis sidik jari dan kromatografi ................................................................... 5 
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 6 
Alat dan Bahan ................................................................................................... 6 
Metode ................................................................................................................ 6 
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8 

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 15 


Simpulan ........................................................................................................... 15 
Saran ................................................................................................................. 15 
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15 

LAMPIRAN .......................................................................................................... 18 


viii

DAFTAR TABEL
Halaman

1  Sistem pereaksi pengujian aktivitas enzim α glukosidase .................................. 7 


2  Komposisi formula ekstrak kasar sambiloto dan brotowali ............................... 8 
3  Komposisi fase gerak menggunakan simplex centroid axial design .................. 8 
4 Nilai IC50 ekstrak etanol 70% sambiloto dan brotowali ................................... 10 
5  Inhibisi enzim α-glukosidase formula sambiloto-brotowali............................. 10 
6 Jumlah bercak pada elusi fase gerak tunggal ekstrak sambiloto dan
brotowali……………………………………………………………………. 11 
7  Jumlah pita pada elusi ekstrak sambiloto menggunakan fase gerak
campuran........................………………………………………………… .......12 
8  Jumlah pita pada elusi ekstrak brotowali menggunakan fase gerak
campuran...………………………………………………………................. ...12 
9   Jumlah pita dan nilai Rf formula menggunakan fase gerak optimum
sambiloto dan brotowali ....................................................................................13 
10  Jumlah pita dan nilai Rf ekstrak sambiloto, brotowali serta formula
sambiloto dan brotowali…………………………………………………….. ..14 
vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Herba Sambiloto ................................................................................................. 2 


2 Herba Brotowali .................................................................................................. 2 
3 Reaksi hidrolisis p-NPG oleh enzim α-Glukosidase menjadi p-nitrofenol dan
glukosa.................................................................................................................3 
4 Skema umum instrumen KCKT .......................................................................... 6 
5 Rendemen ekstrak sambiloto & brotowali metode maserasi. ............................ 9 
6 Rendemen ekstrak sambiloto & brotowali metode ultrasonikasi. ....................... 9 
7 Nilai LC50 ekstrak sambiloto dan brotowali...................................................... 10 
8 Profil KLT elusi ekstrak sambiloto menggunakan fase gerak campuran
komposisi 1-10 di bawah sinar UV 366 nm. .....................................................11 
9  Profil KLT elusi ekstrak brotowali menggunakan fase gerak campuran
komposisi 1-10 di bawah sinar UV 366 nm. .....................................................12 
10  Plot kontur jumlah pita campuran simplex centroid axial design optimasi
fase gerak terbaik ekstrak sambiloto. ................................................................12 
11  Plot kontur desirability campuran simplex centroid axial design optimasi
fase gerak terbaik ekstrak sambiloto. ................................................................12 
12 Plot jumlah pita campuran simplex centroid axial design optimasi fase gerak
terbaik ekstrak brotowali. ..................................................................................13 
13 Plot kontur desirability campuran simplex centroid axial design optimasi
fase gerak terbaik ekstrak brotowali. .................................................................13 
14   Profil KLT Formula menggunakan fase gerak optimum pemisahan ekstrak
sambiloto (1) dan brotowali (2). ........................................................................13 
15  Profil KLT formula (1), ekstrak sambiloto (2), ekstrak brotowali (3), dan
standar andrografolida (4) menggunakan fase gerak etil asetat di bawah
sinar UV 366 nm, serta profil KLT standar andrografolida di bawah sinar
UV 254 nm (5) ..................................................................................................14 
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan Alir Lingkup Kerja Penelitian................................................................ 19 


2 Kadar air sampel sambiloto dan brotowali........................................................ 20 
3 Indeks polaritas fase gerak menurut Snyder ..................................................... 21 
4 Uji Toksisitas Ekstrak Sambiloto dan Brotowali (metode larva udang) ........... 22 
5 Uji inhibisi enzim α-glukosidase (in vitro) ekstrak Sambiloto dan Brotowali . 23 
6 Uji inhibisi enzim α-glukosidase (in vitro) ekstrak sambiloto dan brotowali
etanol 70% .........................................................................................................24 
7 Uji inhibisi enzim α-glukosidase (in vitro) Glucobay (Akarbosa) .................... 26 
8 Profil KLT fase gerak tunggal........................................................................... 27 
9 Profil kromatogram analisis sidik jari formula menggunakan KCKT .............. 28 
1

enzim α-glukosidase dan α-amilase. Jika


PENDAHULUAN enzim tersebut dihambat kerjanya oleh bahan
Diabetes mellitus (DM) atau yang lebih tertentu, maka dapat mengurangi pemecahan
dikenal dengan kencing manis merupakan karbohidrat dan disakarida sehingga
penyakit yang disebabkan oleh gangguan penyerapan gula oleh tubuh menjadi
metabolik yang ditandai dengan tingginya terhambat (Sunil 2009).
kandungan gula darah (hiperglikemia) Sriyapai et al (2009) menemukan adanya
(Poretsky 2009). DM merupakan penyakit aktivitas hipoglikemia serbuk batang
dengan jumlah penderita yang cukup tinggi di brotowali terhadap pasien yang memiliki
dunia. Menurut World Health Organization gangguan metabolisme. Di sisi lain, Ahmad
(WHO) melalui riset yang dilakukan oleh et al. (2006) menemukan bahwa ekstrak
Wild et al. (2004), jumlah penderita DM pada etanol herba sambiloto memiliki aktivitas
tahun 2000 mencapai 171 juta jiwa dan hipoglikemia yang cukup baik.
diperkirakan angka ini akan naik menjadi 366 Kombinasi dari kedua ekstrak herba
juta jiwa pada 2030. Sedangkan penderita DM tersebut, dengan formula tertentu, diduga
di Indonesia mencapai 8.426 juta jiwa pada dapat menghasilkan aktivitas inhibisi enzim α-
2000 dan diperkirakan akan naik menjadi glukosidase yang lebih baik. Potensi
21.257 juta jiwa pada 2030. Sedangkan kombinasi ekstrak herba sambiloto dan
menurut penelitian yang dilakukan federasi brotowali sebagai antidiabetes melalui
diabetes internasional, pada 2010 penderita mekanisme inhibisi α-glukosidase akan diteliti
DM dalam rentang usia 20-79 tahun dan menjadi fokus pada penelitian ini.
diperkirakan telah mencapai 284 juta jiwa, Penelitian ini bertujuan memperoleh formula
dan pada 2030 akan mencapai 438 juta jiwa. gabungan ekstrak sambiloto-brotowali dengan
Pengobatan DM dapat dilakukan lewat aktivitas inhibisi α-glukosidase terbaik dan
terapi insulin atau pengobatan oral dengan mendapatkan sidik jari formula serta ekstrak
obat antidiabetes sintetik. Namun, kedua cara tunggal sambiloto dan brotowali.
pengobatan ini membutuhkan biaya yang
cukup besar dan memiliki efek samping TINJAUAN PUSTAKA
terhadap pasien. Oleh karena itu, pengobatan
tradisional menggunakan produk alam
Sambiloto (Andrographis paniculata)
semakin diminati masyarakat karena
dipercaya lebih aman untuk dikonsumsi.
Herba sambiloto (Andrographis
Penelitian mengenai potensi antidiabetes dari
paniculata) (Gambar 1) merupakan salah satu
produk alam kini semakin banyak dilakukan.
bahan obat tradisional yang banyak digunakan
Dari beragam jenis tumbuhan obat yang
dan telah dikenal sejak abad ke-18. Sambiloto
terdapat di Indonesia, terdapat beberapa
banyak dijumpai hampir di seluruh kepulauan
tanaman yang dipercaya memiliki potensi
nusantara. Secara taksonomi, sambiloto
aktivitas antidiabetes, di antaranya adalah
diklasifikasikan ke dalam divisi
sambiloto (Andrographis paniculata) (Ahmad
Spermathophyta, subdivisi Angiospermae,
et al. 2006) dan brotowali (Tinospora crispa)
kelas Dycotyledonae, subkelas Gamopetalae,
(Tinospora crispa) (Noor et al. 1989). Herba
ordo Personales, famili Acanthaceae,
sambiloto dan brotowali telah dimanfaatkan
subfamily Acanthoidae, genus Andrographis,
sejak lama oleh penduduk Indonesia karena
dan spesies Andrographis paniculata
khasiatnya sebagai obat bagi berbagai
(Dalimunthe 2009).
penyakit. Herba sambiloto dikenal memiliki
Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka
aktivitas antipiretik, diuretika, dan
seperti kebun, tepi sungai tanah kosong yang
antidiabetik (Yulinah et al. 2001). Sedangkan
agak lembab atau di pekarangan. Herba
herba brotowali dikenal memiliki aktivitas
sambiloto merupakan tanaman tahunan
antidiabetik, antihepatitis, dan dipercaya dapat
bercabang, dapat mencapai tinggi 60-70 cm
menyembuhkan gatal-gatal pada kulit
dengan daun tunggal, bertangkai pendek, letak
(Kresnady 2003).
berhadapan bersilang, pangkal dan ujung
DM tipe II adalah DM yang tidak
meruncing, tepi rata, permukaan atas hijau
bergantung insulin yang awalnya disebabkan
tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2-8
oleh peningkatan kadar gula darah
cm, dan lebar 1-3 cm (Subramanian et al.
pascamakan (Postprandial hyperglycemia).
2008). Bunga berbibir bentuk tabung kecil,
Postprandial hyperglycemia terjadi akibat
warnanya putih bernoda ungu. Sambiloto
penyerapan hasil pemecahan karbohidrat.
dikenal dengan beberapa nama lain, seperti ki
Pemecahan ini dibantu oleh enzim, seperti
2

oray atau ki peurat (Jawa barat), bidara, takilo, tumbuhan ini yang banyak dimanfaatkan
sambiloto (Jawa Tengah), pepaitan, ampadu adalah bagian batangnya. Batang herba
(Sumatera), Kirayat (India), dan the creat brotowali secara tradisional digunakan
(inggris) (Dalimunthe 2009). sebagai obat antidiabetes, tekanan darah
Daun dan bagian lainnya dari herba tinggi, antimalaria, dan penambah nafsu
sambiloto telah banyak digunakan sebagai makan (Amom et al. 2008).
bahan obat untuk berbagai penyakit.
Sambiloto mengandung andrografolida, suatu
diterpena lakton kristalin, tak berwarna, dan
memiliki rasa pahit (Ahmad et al. 2006).
Andrografolida merupakan bahan aktif utama
di samping komponen lainnya seperti 14-
deoksi-11,12-didehidroandrografolida, dan
14-deoksiandrogrofolida. Menurut penelitian
yang telah dilakukan, dilaporkan bahwa
sambiloto memiliki aktivitas hipotensif yang
aktivitasnya berkorelasi kuat terhadap
keberadaan senyawa andrografolida (14-
deoksi-11,12-didehidroandrografolida dan 14-
deoksiandrogrofolida). Aktivitas
antitrombotik, antikanker, dan antioksidan
Gambar 2 Herba Brotowali
dari sambiloto juga telah dilaporkan
(Sumber : www.herbstohealth.blogspot.com)
(Subramanian et al. 2008).
Brotowali mengandung zat pahit
tinokriposid, damar lunak, pati, glikosida,
pikroretosid, harsa, kolumbin, kaokulin atau
pikrotoksin, dan beberapa alkaloid seperti
aporfin, beberin, dan palmatin. Senyawa yang
paling penting yang terdapat pada batang
brotowali diduga merupakan senyawa
tinokrisposid yang memiliki aktivitas sebagai
antimalaria, antiinflamasi, dan antidiabetes
(Marthianti 2006).

Gambar 1 Herba Sambiloto Diabetes Mellitus (DM)


(Sumber :
(www.herbal.medicalonlinemedia.com) Diabetes Mellitus (DM) merupakan
penyakit metabolik kronis yang ditandai
Brotowali (Tinospora crispa) dengan kandungan gula darah di atas normal.
DM Secara klasik dikelompokkan ke dalam
Herba brotowali (Tinospora crispa) dua tipe, yaitu DM tipe I dan tipe II
(Gambar 2) telah lama digunakan sebagai berdasarkan sebab timbulnya penyakit.
tumbuhan obat oleh warga Asean karena Namun, menurut Poretsky (2009), terdapat
dipercaya memiliki khasiat dalam dua pengelompokan DM lain di samping tipe I
menyembuhkan berbagai macam penyakit, dan II. Kedua tipe DM tersebut adalah
baik penyakit dalam maupun luar. Secara Gestational DM (GDM) dan DM yang
taksonomi, brotowali diklasifikasikan ke disebabkan oleh sebab spesifik seperti
dalam divisi Magnoliophyta, kelas penyakit exocrine pancreas, kelainan genetik
Magnoliopsida, ordo Ranunculales, famili pada sel-β, dan keberadaan zat kimia & obat-
Menispermaceae, genus Tinospora, dan obatan serta kelainan genetika.
spesies Tinospora Crispa. DM Tipe I bergantung terhadap hormon
Tumbuhan ini menyukai tempat yang insulin. DM tipe I disebabkan oleh kurangnya
panas untuk tumbuh, dapat tumbuh mencapai produksi insulin oleh pankreas akibat
ketinggian 2.5 m, ukuran batang sebesar jari rusaknya sel-β pankreas yang bertanggung
kelingking, daun tunggal agak bundar, ujung jawab dalam produksi insulin sel, sehingga
meruncing dengan panjang 7-12 cm, lebar 5- insulin yang dihasilkan tidak cukup untuk
10 cm dan memiliki rasa pahit. Bagian mengubah gula yang berada dalam darah
3

menjadi gula interseluler, akibatnya terjadi pseudo substrate (substrat semu) p-nitrofenil
penumpukan gula di dalam darah. Sedangkan glukopiranosida (p-NPG) di dalam buffer
DM tipe II tidak bergantung terhadap hormon fosfat yang ditambahkan ekstrak uji. Reaksi
insulin. DM tipe II dapat disebabkan oleh tersebut akan menghasilkan glukosa dan p-
abnormal atau rusaknya permukaan sel yang nitrofenol yang berwarna kuning dan dapat
berfungsi sebagai reseptor, kerusakan di dideteksi pada panjang gelombang sekitar 400
bagian dalam sel (post-receptor defects), atau nm (Gambar 3) yang diukur intensitasnya
kombinasi keduanya. DM dapat menyebabkan dengan metode spektrofotometri (Sugiwati et
komplikasi penyakit lain bagi penderitanya, al. 2009). Kontrol positif dapat menggunakan
seperti aterosklerosis, tekanan darah tinggi, akarbosa.
gagal ginjal, dan infeksi (Ahmad et al. 2006).
Postprandial hyperglycemia atau O-
O
peningkatan kadar gula kadar setelah makan N+
N+ OH
merupakan salah satu gangguan awal sebelum O
-O
berkembangnya penyakit DM tipe II lebih
O
jauh di dalam tubuh. Menghambat kenaikan OH

gula darah setelah makan merupakan OH


O OH
O
pengobatan awal bagi penderita DM tipe II
(Sunil 2009). Pencegahan terjadinya OH -
Peningkatan kadar gula darah pascamakan HO OH

dapat dilakukan dengan menghambat laju OH OH


OH
hidrolisis karbohidrat melalui penghambatan
enzim α-glukosidase. Hanya monosakarida,
seperti glukosa dan fruktosa yang langsung Gambar 3 Reaksi hidrolisis p-NPG oleh
dapat terserap masuk ke dalam aliran darah, enzim α-Glukosidase menjadi p-
sedangkan karbohidrat kompleks, nitrofenol dan glukosa (Sugiwati
oligosakarida, dan disakarida harus dipecah et al. 2009).
sebelum dapat masuk ke aliran darah (Sunil
2009). Ekstraksi
α-Glukosidase Ekstraksi adalah proses transfer
selektif suatu komponen dari suatu fase
α-Glukosidase merupakan enzim yang pelarut (biasanya air) ke pelarut lain yang
bekerja pada usus halus manusia dan berperan berbeda nilai kepolarannya (biasanya pelarut
dalam produksi glukosa. Enzim ini organik) (Meloan 1999). Proses ekstraksi
menghidrolisis karbohidrat dari makanan terjadi akibat nilai konstanta distribusi solut
menjadi glukosa dan monosakarida lain yang berbeda di kedua fase. Proses transfer ini
(Sugiwati et al.2006). Cara kerja enzim ini menggunakan prinsip like dissolve like.
adalah dengan mengkatalisis hidrolisis ikatan Pelarut polar akan melarutkan komponen
α-Glikosidik α-1,4 pada oligosakarida dan α- polar, sedangkan pelarut non-polar akan
D-Glikosida (Sou et al. 2000). Sejak awal melarutkan komponen non-polar (Skoog et al.
tahun 1990, kelas baru dalam golongan obat 2004). Terdapat beberapa faktor yang dapat
antidiabetik, yaitu inhibitor α-Glukosidase, mempengaruhi proses ekstraksi, di antaranya
dianggap merupakan pendekatan yang baik jenis dan volume pelarut, jumlah sampel, suhu
dalam pengobatan DM. dan waktu ekstraksi. Faktor-faktor tersebut
Produk awal inhibitor α-Glukosidase yang harus dioptimasi sedemikian rupa untuk
dijual bebas adalah Akarbosa yang diproduksi menghasilkan nilai recovery yang baik.
oleh Bayer Jerman AG dengan nama dagang Separasi selektif dari komponen target dengan
Glucobay®. Inhibitor α-Glukosidase menunda rendemen maksimum dan atau penghilangan
pemecahan oligosakarida dan disakarida interferen merupakan tujuan utama proses
menjadi monosakarida dengan menginhibisi ekstraksi (Dobiàš et al. 2010).
α-Glukosidase pada small intestinal brush Dalam konteks analisis tanaman obat,
border (Ye et al. 2002). proses ekstraksi akan memisahkan senyawa
Aktivitas inhibisi α-Glukosidase dapat metabolit yang larut dari sel yang tak larut
diuji baik secara in vitro maupun in vivo. Uji dalam pelarut. Produk yang diperoleh dari
in vivo biasanya menggunakan mencit sebagai tanaman dalam bentuk cairan, semi-padat,
hewan uji. Uji in vitro menurut Li et al. maupun serbuk merupakan campuran
(2010), dapat dilakukan dengan menggunakan metabolit yang kompleks, seperti flavonoid,
4

alkaloid, lignin, terpenoid, dan lain efek kapiler. Gelembung kavitasi akan
sebagainya (Henda et al. 2008). Proses terbentuk pada dinding sel tanaman akibat
industri tanaman obat dimulai dengan tahap adanya gelombang ultrasonik. Efek dari
ekstraksi dengan berbagai macam teknik dan pecahnya gelembung kavitasi ini dapat
teknologi. Teknik umum yang biasa mengakibatkan peningkatan pori-pori dinding
digunakan untuk ekstraksi komponen sel. Pecahnya gelembung kavitasi disebabkan
fitokimia tanaman obat adalah maserasi, oleh tipisnya bagian kelenjar dalam sel
infusi, perkolasi, digesti, dekoksi, soxhletasi, tumbuhan yang mudah dirusak dengan
ekstraksi arus-terbalik, microwave assisted sonikasi. Hal tersebut memudahkan pelepasan
extraction (MAE), ekstraksi ultrasonik, komponen esensial ke dalam pelarut
supercritical fluid extraction, pressurized (Melecchi et al. 2006)
liquid extraction, dan subcritical water Dengan kata lain, gelombang ultrasonik
extraction merupakan beberapa teknik yang dapat memfasilitasi terjadinya pembengkakan
dapat digunakan untuk ekstraksi komponen sel dan pelarutan komponen dalam tanaman
fitokimia dari tanaman obat (Kumar et al yang disebabkan pembesaran pori-pori
2006). dinding sel. Pembengkakan pori yang lebih
Subramanian et al (2008) memperoleh besar akan meningkatkan transfer massa
ekstrak sambiloto dengan teknik maserasi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
dingin menggunakan etanol 20% sebagai mengurangi waktu ekstraksi (Melecchi et al.
pelarut selama 7 hari, sedangkan Ahmad et al. 2006). Kelebihan lain dari ekstraksi ultrasonik
(2006) menggunakan teknik ekstraksi refluks adalah keterulangan ekstraksi baik, waktu
dengan air , etanol 95%, 50%, dan 20% ekstraksi yang jauh lebih singkat, lebih
sebagai pelarut. Noor et al. (1989) efisien, dan dapat digunakan untuk ukuran
menggunakan air sebagai pelarut dengan sampel yang beragam. Ekstraksi ultrasonik
teknik ekstraksi refluks untuk memperoleh sangat baik digunakan untuk ekstraksi
ekstrak herba brotowali. komponen organik polar (Said 2009).
Maserasi. Maserasi merupakan salah satu
teknik ekstraksi klasik dengan merendam Uji Toksisitas Larva Udang (Brine Shrimp
sampel dalam pelarut yang sesuai selama Lethality Test).
beberapa waktu (biasanya selama 24 jam).
Metode ini digunakan untuk sampel yang Komponen bioaktif hampir selalu
tidak tahan panas. Proses ekstraksi yang memiliki efek racun pada konsentrasi tinggi.
terjadi pada teknik maserasi merupakan difusi Farmakologi dapat dikatakan sebagai
molekular yang berjalan sangat lambat, toksikologi pada dosis rendah, begitu pula
pengadukan perlahan membantu terjadinya sebaliknya, toksikologi dapat dikatakan
difusi dan memastikan pengumpulan larutan sebagai farmakologi pada dosis tinggi
berkonsentrasi tinggi pada permukaan (McLaughlin et al. 1998). Letalitas in vivo
partikel. (Kumar et al. 2006). Pelarut akan organisme sederhana dapat digunakan untuk
menembus dinding sel tanaman dan masuk ke memprediksi aktivitas sitotoksik dari ekstrak
dalam rongga sel simplisia yang mengandung bahan alam (Mann et al. 2011). Pengujian
zat aktif dan melarutkannya (Indraswari sitotoksisitas menggunakan larva udang air
2008). Kelebihan metode ini adalah murah, laut (Artemia salina) merupakan metode yang
sederhana, dan menghindari kerusakan aman, praktis, dan murah. Telur udang
komponen yang tidak tahan panas. Sedangkan (Artemia salina) dapat dengan mudah
kekurangannya antara lain tidak efisien karena diperoleh dan disimpan bertahun-tahun dalam
tidak ada gaya lain yang membantu proses keadaan kering. (McLaughlin et al. 1998).
ekstraksi (hanya direndam), membutuhkan Udang air laut termasuk ke dalam divisi
pelarut yang banyak, dan waktu ekstraksi Arthropoda, kelas Crustacea. Siklus hidupnya
yang dibutuhkan cukup lama. dimulai saat penetasan telur. Telur yang
Ultrasonikasi. Ekstraksi ultrasonik awalnya inaktif, ketika terkena air laut akan
merupakan metode ekstraksi dengan mengalami rehidrasi dan pertumbuhan
menggunakan gelombang ultrasonik. Metode berlanjut hingga menetas menjadi larva. Larva
ini tidak membutuhkan waktu yang lama tersebut sangat sensitif terhadap zat racun.
dibandingkan dengan metode maserasi Nisbah antara larva mati dan hidup yang
ataupun soxhletasi. Prinsip ekstraksi dikoreksi terhadap kontrol digunakan sebagai
ultrasonik adalah peningkatan transfer massa perkiraan toksisitas bahan (Milhem et al.
yang disebabkan oleh meningkatnya penetrasi 2008), biasanya dinyatakan sebagai nilai
pelarut ke dalam jaringan tumbuhan lewat LC50, yaitu konsentrasi bahan atau zat yang
5

mengakibatkan kematian pada 50% binatang persamaan atau perbedaan sehingga dapat
uji. digunakan sebagai alat kontrol kualitas suatu
ekstrak atau produk herbal (Liang et al. 2004).
Analisis Sidik Jari dan Kromatografi Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi
lapis tipis (KLT) merupakan salah satu teknik
Secara umum, satu atau dua komponen kromatografi partisi. KLT menggunakan
aktif farmakologis digunakan sebagai penciri lapisan tipis silika gel, alumunium oksida,
untuk mengevaluasi kualitas dan autentisitas atau selulosa sebagai fase diam yang
tanaman obat. Namun, penentuan seperti ini dilapiskan pada gelas, kaca, atau logam. Fase
tidak memberikan gambaran utuh susunan geraknya adalah pelarut atau campuran pelarut
komponen suatu produk herbal karena efek yang ditempatkan pada bejana pengembang.
terapi yang dihasilkan biasanya merupakan Sampel diaplikasikan pada bagian bawah pelat
hasil dari beragam komponen yang terdapat di KLT, pelat ini kemudian ditempatkan pada
dalam produk tersebut (Liang et al. 2004). bejana pengembang yang telah jenuh oleh fase
Oleh karena itu diperlukan suatu gambaran gerak pengembang. Perbedaan nisbah
utuh komponen-komponen yang terdapat di distribusi komponen pada dua fase akan
dalam suatu tumbuhan dan merupakan suatu menghasilkan pemisahan komponen-
sidik jari sehingga dapat digunakan sebagai komponen penyusunnya. KLT dapat
kontrol kualitas dan autentisitas suatu produk digunakan untuk pemisahan senyawa yang
obat (Cui et al. 2009). berbeda seperti senyawa organik dan senyawa
Analisis sidik jari merupakan teknik organik sintetik, serta kompleks anorganik-
analisis yang dikembangkan dengan tujuan organik (Gritter et al. 1991).
kontrol kualitas (autentisitas, identitas, mutu, KLT dapat memberikan informasi
dan reliabilitas) obat herbal yang berasal dari mengenai banyaknya komponen yang terdapat
tumbuhan. Metode kromatografi dapat di dalam suatu sampel dan dapat pula
digunakan sebagai penduga konsistensi digunakan untuk tujuan identifikasi dengan
kualitas dan stabilitas ekstrak atau produk membandingkan nilai retention factor (Rf)
herbal lewat observasi visual (kromatogram) komponen uji dengan Rf standar dalam
dan dilakukan dengan pembandingan pola kondisi sistem yang sama. Rf adalah
sidik jari dengan sidik jari standar (Rajkumar perbandingan jarak tempuh komponen dengan
& Sinha 2010). garis depan pelarut. KLT merupakan teknik
Cui et al. (2009) melakukan analisis sidik yang cepat, meyakinkan, dan murah sehingga
jari komponen aktif sambiloto menggunakan secara luas digunakan dalam analisis produk
metode KCKT pada beberapa tanaman herbal. KLT memiliki kelebihan dalam
sambiloto dengan tempat tumbuh berbeda. menguji banyak contoh pada satu pelat di saat
Kromatografi. Kromatografi merupakan yang sama (Gu et al. 2006). Saat dilakukan
teknik pemisahan berdasarkan perbedaan daya analisis campuran kompleks seperti sampel
adsorpsi suatu komponen di antara dua fase herba menggunakan KLT, konsentrasi dari
(fase gerak dan diam). Teknik pemisahan ini solut seringkali tidak diketahui, trial and error
dilakukan dengan melewatkan fase gerak yang perlu dilakukan pada pelat KLT dengan tujuan
mengandung sampel melalui fase diam di mengetahui konsentrasi yang tepat untuk
dalam suatu sistem tertentu sehingga terjadi penotolan sampel, konsentrasi yang digunakan
partisi komponen dalam sampel di antara fase untuk penotolan sampel biasanya disesuaikan
gerak dan fase diam. Komponen yang dengan metode deteksi yang digunakan
memiliki rasio distribusi lebih besar terhadap (Fernand 2003).
fase diam akan membutuhkan waktu lebih Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
lama untuk melewati sistem tersebut, begitu Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
juga sebaliknya (Harvey 2000). merupakan salah satu teknik kromatografi
Beberapa teknik kromatografi seperti cair. KCKT memiliki kelebihan dibanding
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kromatografi gas yang hanya terbatas pada
cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas sampel tahan panas dan volatile, sampel yang
(KG), dan elektroforesis kapiler telah secara tidak tahan panas dan nonvolatile dapat
luas digunakan dalam analisis sidik jari. Sidik dianalisis menggunakan metode ini. Pada
jari kromatografi merupakan pola KCKT, sampel cair atau sampel padat
kromatorgrafik dari ekstrak yang mengandung dilarutkan dalam pelarut yang sesuai,
komponen kimia yang aktif secara kemudian dilewatkan melalui kolom oleh fase
farmakologi. Profil kromatografik dapat gerak cair. Pemisahan komponen di dalamnya
menyatakan ekstrak yang dianalisis memiliki
6

ditentukan oleh interaksi komponen oven, microplate reader, bejana pengembang,


dengan fase diam (Harvey 2000). ultrasonic bath dengan frekuensi 38 kHz,
KCKT dapat digunakan untuk analisis sentrifus, Camag Linomat 5, penguap putar,
kuantitatif maupun kualitatif bagi sampel dan alat kromatografi cair kinerja tinggi
industri kosmetik, farmasi, dan lain Hitachi 20-AD.
sebagainya. Beberapa keuntungan yang
diperoleh dari analisis menggunakan KCKT Metode
antara lain waktu pemisahan yang cepat, dapat
menganalisis sampel yang beragam, dan Penelitian ini dibagi ke dalam 3 tahap
presisi pengukuran yang lebih baik (Harvey (Lampiran 1). Tahap pertama adalah ekstraksi
2000). herba sambiloto (daun dan batang) dan
brotowali (batang) menggunakan pelarut
etanol dan air, kemudian dilakukan pengujian
aktivitas inhibisi α-glukosidase pada beberapa
konsentrasi dari masing-masing ekstrak
tersebut hingga diperoleh nilai IC50. Tahap
kedua adalah memformulasikan ekstrak
dengan IC50 terendah dari kedua ekstrak,
kemudian diuji kembali aktivitas inhibisi α-
glukosidase dari masing-masing formula
tersebut. Tahap ketiga adalah melakukan
analisis sidik jari formula terbaik dan masing-
masing ekstrak tunggal dengan menggunakan
KLT lalu dilanjutkan dengan KCKT.
Gambar 4 Skema umum instrumen KCKT
(Harvey 2000) Preparasi Contoh
Daun dan batang sambiloto serta batang
KCKT merupakan metode yang umum brotowali yang digunakan dalam penelitian ini
digunakan dalam analisis obat herbal karena berasal dari Tawangmangu, Jawa Tengah,
mudah digunakan dan tidak terbatas oleh sifat Indonesia.
volatilitas dan stabilitas dari komponen Sampel dikeringkan hingga kadar air
sampel. Secara umum KCKT dapat kurang dari 10% di dalam oven bersuhu tidak
menganalisis hampir seluruh komponen dalam lebih dari 50 oC. Setelah itu, digiling hingga
obat herbal. Kolom fase terbalik pada KCKT menjadi serbuk. Serbuk ini selanjutnya
merupakan kolom yang paling banyak disebut simplisia.
digunakan dalam pemisahan analitis
komponen obat herbal. Kondisi pemisahan Penentuan Kadar Air (AOAC 1999)
optimum menggunakan KCKT dipengaruhi Masing-masing simplisia ditimbang
banyak faktor, seperti komposisi fase gerak, sebanyak 3 g kemudian dimasukkan ke dalam
pengaturan pH, tekanan pompa, dan lain cawan porselen yang telah dipanaskan
sebagainya (Liang et al. 2004). sebelumnya di dalam oven bersuhu 105 oC
selama 30 menit dan telah diketahui bobotnya.
Cawan porselin berisi sampel tersebut
BAHAN DAN METODE
kemudian dipanaskan di dalam oven bersuhu
105 oC selama 3 jam lalu didinginkan di
Alat dan Bahan dalam eksikator dan ditimbang. Pemanasan
kembali dilakukan di dalam oven hingga
Bahan-bahan yang digunakan antara lain diperoleh bobot konstan.
daun dan batang sambiloto, batang brotowali,
A−B
etanol 30% dan 70%, air suling, telur udang Kadar air (%) = × 100 %
laut (Artemia salina Leach), enzim α- A
glukosidase (Sigma-Aldrich), K2HPO4,
KH2PO4, serum bovin albumin, p-nitrofenil Keterangan:
glukopiranosida (p-NPG) (Sigma-Aldrich), A = bobot simplisia sebelum dikeringkan (g)
dimetil sulfoksida (DMSO), Na2CO3, HCl, B = bobot simplisia setelah dikeringkan (g)
Glucobay®(Bayer) akarbosa, aseton, metanol, Maserasi
kloroform, etil asetat, dan diklorometana p.a. Masing-masing simplisia ditimbang
Alat yang digunakan antara lain peralatan sebanyak 25 g, lalu ditambahkan pelarut (air
kaca sederhana, neraca analitik, pelat KLT,
7

suling, etanol 30%, dan etanol 70%) 2008). Campuran pereaksi diinkubasi pada
sebanyak 125 mL, didiamkan selama 3 × 24 suhu 37 oC selama lima menit. Setelah lima
jam, disaring setiap 24 jam dan dilakukan menit, ditambahkan larutan enzim α-
penambahan kembali pelarut. Ekstrak disaring glukosidase sebanyak 25 µL, kemudian
dan pelarutnya diuapkan menggunakan diinkubasi kembali selama 15 menit.
penguap putar sebelum dilakukan pengeringan Dilakukan penambahan Na2CO3 200 mM
beku hingga diperoleh ekstrak kering. sebanyak 100 µL untuk menghentikan reaksi
enzim. Akarbosa digunakan sebagai kontrol
Ultrasonikasi positif dengan melarutkan tablet akarbosa
Masing-masing simplisia ditimbang dalam buffer fosfat pH 7.0 dan HCl 2N (1:1)
sebanyak 25 gram, lalu masing-masing dengan konsentrasi 1%. Kemudian larutan
ditambahkan pelarut (air suling, etanol 30% , disentrifusa dan supernatannya diambil
dan 70%) sebanyak 125 mL, kemudian sebanyak 1 µL dan dimasukkan ke dalam
ditempatkan di dalam ultrasonic bath selama sistem pereaksi seperti sampel. Sistem
30 menit dengan frekuensi gelombang 38 pereaksi dapat dilihat pada Tabel 1.
kHz. Ekstrak disaring dan pelarutnya
diuapkan menggunakan penguap putar lalu Tabel 1 Sistem pereaksi pengujian aktivitas
dilakukan pengeringan beku hingga diperoleh enzim α glukosidase
ekstrak kering.
Volume (µL)
Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Larutan Blanko
Kontrol Kontrol Sampel
Lethality Test (BSLT) (+) (-) (So) (S1)
Penetasan telur udang dilakukan dengan Ekstrak - - 25 25
memasukkan sebanyak ± 100 mg telur udang
ke dalam wadah berisi air laut yang diberi Buffer 50 50 25 25
suplai udara menggunakan aerator selama 48 Substrat 25 25 25 25
jam. Larutan uji yang digunakan memiliki
konsentrasi 2500, 1000, 750, 500, dan 250 Inkubasi 37 oC, 5 menit
ppm. Buffer 25 - 25 -
Dipipet sebanyak 10 ekor larva udang
dalam maksimum 1000 µL air laut ke dalam
Enzim - 25 - 25
o
wadah uji, kemudian ditambahkan 1000 µL Inkubasi 37 C, 15 menit
masing-masing ekstrak dengan konsentrasi
dua kali lebih besar dari konsentrasi yang
Na2CO3 100 100 100 100
diinginkan. Setiap konsentrasi uji dilakukan
empat kali pengulangan. Perlakuan untuk Larutan tersebut kemudian diukur
kontrol sama seperti di atas, hanya saja tanpa absorbansnya menggunakan microplate
penambahan sampel. Larutan didiamkan reader pada 400 nm. Sampel dan kontrol
selama 24 jam, lalu dihitung jumlah kematian positif dilakukan tiga kali ulangan (triplo).
larva udang pada masing-masing wadah dan Persentase Inhibisi dapat dihitung
dilakukan koreksi terhadap kontrol. menggunakan persamaan sebagai berikut :
Nilai LC50 diperoleh dari hubungan antara Persentase Inhibisi
konsentrasi (x) dengan% mortalitas
menggunakan metode regresi. K − ( S1 − S 0 )
= × 100%
K
Uji Inhibisi Enzim α-glukosidase (Sugiwati
et al. 2009). K : absorbans kontrol - blanko
Masing-masing ekstrak yang akan diuji S1 : absorbans sampel dengan penambahan
dilarutkan di dalam dimetil sulfoksida enzim
(DMSO) dengan konsentrasi 2000 ppm. S 0: absorbans sampel tanpa penambahan
Larutan enzim dibuat dengan melarutkan enzim
sebanyak 1 mg enzim α-glukosidase dalam 10 Nilai IC50 diperoleh dengan memplot
mL buffer fosfat 100 mM (pH 7.0) yang konsentrasi ekstrak dengan log persen inhibisi
mengandung 200 mg serum bovin albumin. ekstrak menggunakan analisis regresi. Nilai
Sebanyak 0.5 mL larutan enzim tersebut IC50 adalah nilai konsentrasi yang
diencerkan 100 kali dengan buffer fosfat pH menghambat 50% kerja enzim.
7.0 sebelum digunakan. (Subramanian et al.
8

Tabel 3 Komposisi fase gerak menggunakan


Formulasi Ekstrak Sambiloto dan simplex centroid axial design
Brotowali
Formula ekstrak yang dibuat terdiri atas Fase Perbandingan komposisi fase
beberapa komposisi (Tabel 2) yang gerak gerak (v/v/v)
merupakan gabungan dari masing-masing A B C
ekstrak sambiloto dan brotowali dengan nilai 1 1 0 0
IC50 terendah. Kemudian dilakukan pengujian 2 0 0 1
aktivitas inhibisi α-glukosidase dari formula- 3 0 1 0
formula tersebut hingga diperoleh nilai IC50. 4 ½ 0 ½
Pada formula terbaik (nilai IC50 paling rendah) 5 0 ½ ½
dilakukan analisis sidik jari menggunakan 6 ½ ½ 0
KLT lalu dilanjutkan dengan KCKT sebagai 7 1/3 1/3 1/3
pembanding. 8 1/6 2/3 1/6
9 1/6 1/6 2/3
Tabel 2 Komposisi formula ekstrak kasar 10 2/3 1/6 1/6
sambiloto dan brotowali

Perbandingan komposisi ekstrak Analisis Sidik Jari Menggunakan


(IC50) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Formula Ekstrak sambiloto, formula, dan standar
Sambiloto Brotowali andrografolida (senyawa penciri pada
A 1 IC50 1 IC50 sambiloto) diinjeksikan ke dalam alat KCKT
B 2 IC50 1 IC50 dengan pemisahan menggunakan kolom fase
C 1 IC50 2 IC50 terbalik. Fase gerak yang digunakan adalah
D 11/2 IC50 1/2 IC50 metanol:air (52.5:47.5) dengan laju alir 1
E 1/2 IC50 11/2 IC50 mL/menit, volume injeksi sampel 10 µL pada
panjang gelombang 220 nm.
Pemilihan Fase Gerak Terbaik
Enam jenis pelarut yang memiliki tingkat
polaritas berbeda diujikan sebagai fase gerak, HASIL DAN PEMBAHASAN
yaitu etanol, metanol, aseton, diklorometana,
Penentuan Kadar Air Simplisia
etil asetat, dan kloroform pada pelat KLT
yang telah ditotolkan masing-masing ekstrak Simplisia disiapkan dari tanaman
sambiloto, brotowali, serta formula sambiloto sambiloto dan brotowali yang telah
dan brotowali. Kemudian pelat dimasukkan ke dikeringkan di bawah suhu 50 oC hingga
dalam bejana berisi fase gerak tersebut. kandungan airnya kurang dari 10%, kemudian
Pengembangan dihentikan ketika fase gerak digiling dan ditentukan kadar airnya
telah mencapai ± 1 cm dari tepi atas pelat menggunakan metode gravimetri tak langsung
KLT. Kemudian pelat diangkat, dikeringkan pada suhu 105 oC.
dan dideteksi dengan lampu UV 254 nm dan Penentuan kadar air pada penelitian ini
366 nm. Tiga fase gerak yang menghasilkan bertujuan mengetahui kandungan zat pada
pita terbanyak dan terpisah dipilih untuk sampel yang dinyatakan dalam persen bahan
digunakan sebagai fase gerak (A, B, C) pada kering (Harjadi 1986). Menurut Harjadi
analisis sidik jari. Ketiga fase gerak tersebut (1986), jumlah air yang terkandung dalam
dikombinasikan menggunakan rancangan bahan bergantung pada perlakuan yang telah
simplex centroid axial design dengan dialami bahan tersebut, kelembaban udara
komposisi seperti pada Tabel 3. dan faktor lainnya.
Pengembangan komponen kemudian Dalam ruang lingkup analisis tanaman
dilakukan di dalam bejana pengembang. obat, kadar air menjadi sangat penting. Selain
Deteksi komponen dilakukan di bawah lampu karena dapat digunakan sebagai parameter
UV dengan panjang gelombang 254 nm dan ketahanan bahan dalam penyimpanan
366 nm. Dihitung nilai Rf dari masing-masing (Winarno 1992), kadar air juga berperan
pita yang terbentuk. Data yang diperoleh sebagai faktor koreksi terhadap rendemen
kemudian diolah menggunakan peranti lunak hasil ekstraksi bahan. Kadar air simplisia
Stat ease Design Expert 8.0.6 trial version, sambiloto yang diperoleh adalah 5.47% dan
sehingga dapat ditentukan komposisi fase brotowali 4.67% (Lampiran 2). Hasil tersebut
gerak terbaik untuk pemisahan komponen masih berada di bawah persyaratan
dalam ekstrak. maksimum kadar air untuk bahan baku obat
9

tradisional, yaitu 10% (SK( Menkes RI No rendemen paada ekstrak dengan pelarutt yang
661/IMENK KES/SK/VII/1994). Kadaar air memiliki polaaritas cukup ttinggi menunjjukkan
simplisia sambiloto lebihh tinggi dibanddingkan banyaknya komponen
k poolar yang teerdapat
dengan brotowali
b d
dikarenakan bagian pada tanamann brotowali.
tumbuhan sambiloto yang dijadikan siimplisia
berasal darii daun dan baatang lunak sehingga
lebih banyaak menganduung air, seddangkan
simplisia brrotowali berassal dari batanng kaku
yang lebih sedikit menngandung airr. Oleh
karena itu, dengan perlaakuan preparrasi dan
analisis yanng sama kem mungkinan perbedaan
kadar air siimplisia sambbiloto dan brrotowali
sangat munggkin terjadi.

Ekstraaksi Simplisiaa Sambiloto dan


d
Brotowwali
Jenis ekkstraksi yangg digunakan adalah
Rendemen ekkstrak sambiloto &
Gambar 5 R
maserasi daan ultrasonikkasi menggunnakan 3
b
brotowali metoode maserasi.
jenis pelarutt, yaitu air, etaanol 30%, dann etanol
70%. Eksttraksi samppel sambilotto dan
Ultrasoniikasi. Rendemmen ekstrak kering
brotowali deengan metodee maserasi dilakukan
yang diperooleh untuk sampel sam mbiloto
3 ulangan setiap
s perlakuuan. Penggunnaan air
menggunakann pelarut air, etanol 30% %, dan
dan etanol sebagai
s pelaruut bertujuan menarik
m
etanol 70% berturut-turuut adalah 15 5.88%,
senyawa pollar yang mem miliki aktivitas sebagai
14.89%, dan 17.13%, sedanngkan untuk sampel
s
obat.
brotowali adaalah 11.39%, 11.19%, dan 8.16%
Polaritass suatu pelarrut lazim dinnyatakan
(Gambar 6).. Rendemen ekstrak sam mbiloto
dalam indekks polaritas. Semakin
S besarr indeks
tertinggi merrupakan eksttrak hasil ek kstraksi
polaritas, semakin
s polaar pelarut tersebut,
t
menggunakann etanol 70% %, sedangkan n pada
begitu pulaa sebaliknyaa. Menurut Snyder
brotowali eksstrak air mengghasilkan rendemen
(Lampiran 3)3 indeks polaaritas air adalaah 10.2,
yang paling tinggi. Secarra umum rendemen
sedangkan indeks
i polarittas etanol adaalah 4.3.
ekstraksi mennggunakan m metode ultraso onikasi
Polaritas etaanol 30% daan etanol 70% % dapat
lebih rendah dibandingkan
d n rendemen ek kstraksi
ditentukan dari hasil kali proporsii etanol
menggunakann metode maserasi.
dengan inddeks polaritassnya lalu diitambah
hasil kali proporsi air a dengan indeks
polaritasnyaa. Polaritas etanol 30%
berdasarkann perhitunggan adalah 8.43
sedangkan etanol
e 70% addalah 6.07.
Maserassi.. Rendemenn ekstrak kerinng yang
diperoleh untuk s
sampel saambiloto
menggunakaan pelarut aiir, etanol 30%, dan
etanol 70% % berturut-turrut adalah 19.19%, 1
25.60%, dann 26.39%, seddangkan untukk sampel
brotowali adalah 11.000%, 12.86% %, dan
11.28% (G Gambar 5). Rendemen ekstrak
terendah, baaik untuk sam mbiloto dan brrotowali
adalah eksttrak air. Padaa sambiloto, ekstrak Gambar 6 R
Rendemen eksstrak sambilotto &
etanol 70% % merupakaan ekstrak dengan b
brotowali metoode ultrasonik
kasi.
rendemen tertinggi,
t diiikuti ekstrak etanol
30%, dengann perbedaan yang y kecil. Tinngginya
Penggunaaan pelarut polar pada ek kstraksi
rendemen ekstrak
e etanol 70% terkait dengan
simplisia sam
mbiloto dan brrotowali didaasarkan
banyaknya komponenn pada t
tanaman
atas polarittas komponnen yang diduga d
sambiloto yang
y memilikii polaritas meendekati
memiliki keeaktifan padaa kedua tan naman
polaritas etanol
e 70%. Sedangkann pada
tersebut. Pada sam
mbiloto, teerdapat
brotowali, ekstrak etanol 30% merrupakan
andrografolidda yang merrupakan kom mponen
ekstrak denngan rendemen tertinggi, diikuti
utama pembberi efek obbat pada tan naman
dengan ekkstrak etanoll 70%. Tinngginya
sambiloto yaang mudah llarut dalam etanol,
e
10

metanol, assam asetat, piridina,


p dan aseton konsentrasi 250-1000 pppm.. Dari hasil
(Wongkittippong et al. 2004). Sedangkkan pada tersebut, eksstrak etanol 770% secara umum
brotowali, yang
y dinyatakkan oleh Nooor et al menunjukkann aktivitas innhibisi yang lebih
(1989), ekstrak air brotoowali memiliiki efek tinggi dibanddingkan ekstrrak air dan etanol
hipoglikemiia, namun bellum diketahuii secara 30% sehingga dilakukann pengujian lebih
pasti kom mponen apa yang sajaa yang lanjut dengann rentang konnsentrasi lebihh lebar
bertanggungg jawab terhaadap aktivitas ekstrak (Lampiran 5 dan 6). Nilaii IC50 terendaah dari
brotowali seebagai obat. masing-masinng ekstrak etaanol 70% sam mbiloto
dan brotowalii yaitu ekstrakk sonikasi sam
mbiloto
Uji Tok
ksisitas Larvaa Udang ekstrak dengan IC50 sebesar 55.36 ppm dan ekstrake
maserasi brootowali dengaan IC50 68.29 9 ppm
Pada peenentuan tokksisitas larva udang ditunjukkan pada
p Tabel 4.
digunakan ekstrak
e yang berasal
b dari saatu jenis Tabel 4 Niilai IC50 ekkstrak etanol 70%
metode ekkstraksi, yaaitu ekstrak hasil sam
mbiloto dan brrotowali
maserasi. Dilakukan
D emppat kali pengulangan
untuk setiapp perlakuan. Nilai LC50 ekstrak Ekstrak Metode eksttraksi IC50(ppm)
(
sambiloto dengan pelarutt air, etanol 300%, dan
Maserassi 916.54
etanol 70%% yang dipeeroleh berturrut-turut Sambiloto
adalah 674.01 ppm, 659..60 ppm, dann 522.37 Ultrasonikkasi 55
5.36
ppm, sedanngkan ekstrakk brotowali memiliki
m
Maserassi 68
8.29
LC50 sebesaar 680.80 ppm m, 659.60 pppm, dan Brotowali
588.77 ppm m (Lampirann 4). Suatu ekstrak Ultrasonikkasi 889.23
dikatakan tooksik atau aktif jika memiliiki LC50
< 1000 ppm m (Juniarti ett al. 2009), sehingga
ekstrak sam mbiloto dan brotowali dengan Nilai IC500 ekstrak soniikasi brotowaali dan
pelarut air, etanol 30% %, dan etanool 70% maserasi sammbiloto memiliki nilai IC50 yang
memiliki akktivitas bioloogis yang berrpotensi cukup tinggi ( > 800 ppm)), yaitu di ataas nilai
sebagai obatt. LC50 masing--masing ekstraak tersebut seh hingga
Nilai LC50 selainn berguna untuk berpotensi memberikan
m efek racun n jika
mengetahui aktivitas biologis suatu bahan, dikonsumsi pada
p konsentrrasi tersebut. Maka
juga berguuna sebagai acuan terhadap t ekstrak sonikkasi etanol 770% sambilotto dan
konsentrasi bahan yangg aman dann tidak ekstrak masserasi etanoll 70% kem mudian
menyebabkaan toksisitass jika dikoonsumsi, diformulasikaan dengan perrbandingan terrtentu.
sehingga pada
p penelitian ini, nilaai LC50
dijadikan acuan u
untuk menentukan Formula Eksstrak Sambiloto dan Brotowali
konsentrasi uji pada peneentuan inhibissi enzim Formula dengan kompposisi sepertii pada
α-glukosidase. Tabel 2 (foormula A-E) dibuat, kem mudian
dilakukan pengujian
p innhibisi enzim
m α-
glukosidase kembali
k terhadap kelima foormula
tersebut. Haasil pengujiaan inhibisi enzim
terhadap foormula menuunjukkan fo ormula
dengan tinggkat inhibisii terbesar adalah
formula B, yang
y komposiisinya terdiri atas 2
kali IC50 ekstrak sambilotoo berbanding dengan
d
1 kali IC50 ekkstrak brotowwali (hasil pen
ngujian
dapat dilihat pada
p Tabel 5)).
Tabel 5 Inhhibisi enzimm α-gluko
osidase
forrmula sambilooto-brotowali
Peerbandingan kkomposisi
Gambar 7 Nilai LC50 ekkstrak sambilooto dan ekstrak (IC
C50) %
brotowali Formula
nhibisi
in
Sambiloto B
Brotowali
nhibisi Enzim
Uji In m α-glukosidase A 1 1 6.77
B 2 1 28.11
Ekstrak tunnggal C 1 2 26.37
Pengujiaan awal innhibisi enzim α- D 11/2 1/2 8.08
glukosidase dilakukann pada rentang E 1/2 11/2 1.79
11

Inhibisi formula B menunjukkan hasil Tabel 6 Jumlah bercak pada elusi fase gerak
paling baik, yaitu 28%. Namun, jika tunggal ekstrak sambiloto dan
dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak brotowali di bawah sinar UV 366 nm
masiing-masing sambiloto dan brotowali yang
dicampurkan ( ½ - 2 kali nilai IC50), maka Fase gerak Jumlah bercak
Sambiloto Brotowali
terlihat aktivitas inhibisi yang lebih rendah.
Etanol 1 3
Hal ini mungkin terjadi diakibatkan tidak
Kloroform 2 3
sinergisnya perpaduan antara ekstrak
Diklorometana 2 2
sambiloto dan brotowali dalam menginhibisi
Aseton 1 2
kerja enzim α-glukosidase. Mekanisme kerja
Metanol 1 1
komponen dalam kedua ekstrak yang berbeda Etil asetat 4 5
mungkin menjadi salah satu alasan lebih
tingginya aktivitas inhibisi ekstrak tunggal
Ketiga fase gerak terbaik kemudian
dibandingkan dengan aktivitas inhibisi
dikomposisikan sesuai Tabel 3 (simplex
formula. Sebagai pembanding aktivitas
centroid axial design). Hasil elusi dari
inhibisi enzim α-glukosidase, digunakan
komposisi fase gerak ini dapat dilihat pada
Glucobay® akarbosa. IC50 akarbosa yang
Gambar 8 (sambiloto) dan 9 (brotowali)
diperoleh sangat rendah, yaitu < 0.390625
sementara jumlah pita yang dihasilkan dapat
ppm (Lampiran 7).
dilihat pada Tabel 7 (sambiloto) dan Tabel 8
(brotowali)
Analisis Sidik Jari

Penentuan Fase Gerak Terbaik


Enam jenis pelarut digunakan sebagai fase
gerak, yaitu kloroform, etil asetat, etanol,
metanol, diklorometana dan aseton. Hasil
pemisahan KLT keenam fase gerak tunggal
dapat dilihat pada Lampiran 8 dan jumlah spot
dapat dilihat pada Tabel 6. Tampak terlihat
perbedaan kemampuan keenam fase gerak
tersebut dalam memisahkan komponen
melalui bercak yang dihasilkan. Elusi ekstrak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
sambiloto dengan fase gerak diklorometana,
metanol, dan etil asetat menunjukkan jumlah Gambar 8 Profil KLT elusi ekstrak
bercak yang lebih banyak dan atau sambiloto menggunakan fase
keterpisahan bercak yang lebih baik dibanding gerak campuran komposisi 1-10
elusi menggunakan etanol, kloroform, dan di bawah sinar UV 366 nm.
aseton, sehingga ketiga fase gerak ini
Dilihat dari jumlah pita yang dihasilkan
kemudian dipilih untuk dimasukkan ke dalam
dan keterpisahan pita, maka fase gerak
model simplex centroid axial design yang
komposisi 2 untuk ekstrak sambiloto yang
bertujuan untuk mengetahui komposisi fase
merupakan fase gerak etil asetat tunggal dan
gerak terbaik bagi pemisahan komponen
komposisi 4 untuk ekstrak brotowali yang
dalam ekstrak sambiloto menggunakan KLT.
terdiri atas kloroform:etanol:etil asetat
Pada elusi ekstrak brotowali, fase gerak
(½:0:½) merupakan fase gerak yang
etanol, kloroform, dan etil asetat
menghasilkan jumlah pita terbanyak dengan
menghasilkan jumlah bercak yang lebih
pemisahan yang baik sehingga dapat
banyak dan atau keterpisahan bercak yang
digunakan dalam pemisahan komponen
lebih baik dibandingkan ketiga fase gerak
ekstrak sambiloto dan brotowali. Selanjutnya
lainnya, sehingga ketiga fase gerak ini
dilakukan pengolahan data menggunakan
digunakan dalam penentuan fase gerak terbaik
piranti lunak untuk mengetahui komposisi
menggunakan model simplex centroid axial
optimum dari pemisahan.
design.
12

Stat-Ease Design Expert 8.0.6 trial version


untuk memperoleh komposisi optimum yang
memberikan hasil elusi terbaik. Hasil
pengolahan data menunjukkan komposisi
optimum untuk elusi ekstrak sambiloto adalah
komposisi fase gerak
diklorometana:metanol:etil asetat (0:0:1)
dengan perkiraan jumlah pita sebanyak
4.32222 (Gambar 10) dan nilai desirability
sebesar 0.831 (Gambar 11.). Sedangkan untuk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ekstrak brotowali, komposisi fase gerak
optimun terjadi pada komposisi
Gambar 9 Profil KLT elusi ekstrak kloroform:etanol:etil asetat (0.487:0:0.513)
brotowali menggunakan fase dengan perkiraan jumlah pita sebanyak
gerak campuran komposisi 1-10 8.61459 (Gambar 12) dan nilai desirability
di bawah sinar UV 366 nm. sebesar 0.936 (Gambar 13).

Tabel 7 Jumlah pita pada elusi ekstrak


sambiloto menggunakan fase gerak
campuran di bawah sinar UV 366
nm
Fase gerak Jumla
Komposi
(diklorometana:metanol:
si h pita
etil asetat )
1 1 :0: 0 1
2 0 :0: 1 5
3 0 :1: 0 1
4 ½ :0: ½ 3
5 0 : ½: ½ 1
6 ½ :½: 0 1
7 1/3 :0: 1/3 2
8 1/6 :2/3: 1/6 1 Gambar 10 Plot kontur jumlah pita
9 1/6 :1/6: 2/3 3 campuran simplex centroid
10 2/3 :1/6: 1/6 3 axial design optimasi fase gerak
terbaik ekstrak sambiloto.

Tabel 8 Jumlah pita pada elusi ekstrak


brotowali menggunakan fase gerak
campuran
Fase gerak
Jumlah
Komposisi (kloroform:
pita
etanol:etil asetat )
1 1 :0: 0 6
2 0 :0: 1 6
3 0 :1: 0 3
4 ½ :0: ½ 9
5 0 : ½: ½ 3
6 ½ :½: 0 3
7 1/3 :0: 1/3 4
8 1/6 :2/3: 1/6 3
9 1/6 :1/6: 2/3 6
10 2/3 :1/6: 1/6 5 Gambar 11 Plot kontur desirability
campuran simplex centroid
Pengoptimuman fase gerak terbaik axial design optimasi fase gerak
Jumlah pita dalam elusi menggunakan terbaik ekstrak sambiloto.
fase gerak campuran dijadikan parameter
respon dan diolah menggunakan peranti lunak
13

pemisahan komponen ekstrak brotowali


merupakan campuran kloroform:etanol:etil
asetat (0.487:0:0.513). Profil KLT dari elusi
formula dengan kedua komposisi fase gerak
tersebut dapat dilihat pada Gambar 14 dan
jumlah pita serta nilai Rf dapat dilihat pada
Tabel 9.

Gambar 12 Plot kontur jumlah pita


campuran simplex centroid
axial design optimasi fase gerak
terbaik ekstrak brotowali.

(1) (2)

Gambar 14 Profil KLT dan kromatogram


Formula hasil pengolahan
piranti lunak menggunakan fase
gerak optimum pemisahan
ekstrak sambiloto (1) dan
brotowali (2) di bawah sinar UV
366 nm.

Tabel 9 Jumlah pita dan nilai Rf formula


menggunakan fase gerak optimum
sambiloto dan brotowali
Gambar 13 Plot kontur desirability Fase gerak terbaik
campuran simplex centroid Pita
axial design optimasi fase gerak Sambiloto Brotowali
terbaik ekstrak brotowali. 1 - 0.05

Hasil pengolahan data menggunakan 2 0.11 0.12


piranti lunak menghasilkan kondisi optimum 3 0.18 0.17
fase gerak untuk elusi ekstrak sambiloto yang
sama jika dibandingkan dengan hasil elusi 4 0.27 0.24
yang telah dilakukan, yaitu fase gerak etil 5 0.35 -
asetat tunggal. Sedangkan untuk brotowali,
kondisi optimum fase gerak sedikit berbeda 6 0.43 0.43
antara hasil elusi awal dibanding setelah 7 0.51 0.48
dilakukan optimasi menggunakan piranti
8 0.60 -
lunak.
Sidik jari formula kemudian dianalisis 9 - 0.65
menggunakan KLT dengan fase gerak
10 0.75 0.77
optimum dari masing-masing pemisahan
ekstrak tunggal sambiloto dan brotowali. Fase Profil KLT pada Gambar 14,
gerak optimum pemisahan komponen ekstrak menunjukkan fase gerak optimum ekstrak
sambiloto merupakan fase gerak tunggal etil sambiloto (etil asetat) menghasilkan jumlah
asetat, sedangkan fase gerak optimum pita dan pemisahan yang sedikit lebih baik
14

dibanding fase gerak optimum ekstrak Terdapat perbedaan juumlah pita dan d Rf
brotowali ((kloroform
m:etanol:etil asetat (Tabel 10) pada proffil KLT fo ormula
(0.487:0:0.5513)). Untuk lebih meyaakinkan, dibandingkann ekstrak tuunggal pada elusi
dilakukan annalisis mengggunakan pirannti lunak menggunakann pelarut yangg sama, ditunjjukkan
Image J verrsi 1.40g, keluuaran yang dihhasilkan pada pita denngan nilai Rff 0.42 yang muncul
m
berupa punccak-puncak layyaknya kromaatogram pada formulla namun tiidak muncul pada
hasil repressentasi pita-ppita pada pem misahan masing-masinng ekstrak peenyusunnya, hal h ini
KLT yang luasnya berbanding lurus dengan mungkin diseebabkan oleh interaksi kom mponen
warna pita pada
p pelat KLT T. masing-masinng ekstrak yang memb bentuk
Hasill pengolahhan menunnjukkan senyawa denngan kepolarann berbeda seh hingga
intensitas piita-pita yang terdapat padda pelat. kemudian muuncul pada profil KLT fo ormula.
Analisis olehh piranti lunakk dimulai darii bagian Senyawa hasiil interaksi ini kemungkinaan juga
atas pelat laalu menurun hingga bagiaan dasar merupakan komponen yang bertan nggung
pelat, kem mudian dikoonversi ke dalam jawab terhadaap aktivitas foormula sebagaai obat.
kromatogram m dimulai darri sebelah kiri hingga
Tabel 10 JJumlah pita ddan nilai Rf ekstrak
e
bagian kaanan kromaatogram. Perbedaan
s
sambiloto, brotowali serta
intensitas dan
d jumlah puuncak cukup terlihat
f
formula sambiloto dan bro otowali
pada baggian tengahh hingga kanan
d bawah sinarr UV 366 nm
di
kromatogram m di mana terlihat
t pengggunaan
fase gerak optimum pemisahan
p saambiloto Rf
menghasilkaan intensitas pitap dan keterrpisahan
puncak-punccak yang lebiih baik. Olehh karena Piita Broto- Andro-
Formula Sambiloto
itu, fase gerrak optimum pemisahan
p kom mponen wali grafolida
sambiloto diigunakan sebaagai fase geraak untuk
pemisahan komponen
k forrmula. 1 0.06 0.07 - -
Perbandiingan profil KLT K ekstrak tunggal 2 0.13 0.13 0.14 -
sambiloto, brotowali,, dan formula
3 0.26 - 0.29 -
menggunakaan fase gerakk tunggal etiil asetat
dapat dilihatt pada Gambaar 15. 4 0.31 0.33 0.35 -
5 0.39 0.39 0.40 -
6 0.42 - - -
7 0.46 0.48 0.49 0.49
8 - - 0.60 -
9 0.65 0.65 0.69 0.67
10 0.73 0.73 0.75 -
11 0.80 0.81 0.83 -

Pada proffil KLT brotowwali, terlihat adanya


a
pita pada Rff 0.60 yang tidak muncull pada
profil kromattogram formuula, hal ini mu ungkin
saja disebabbkan oleh keecilnya konsentrasi
brotowali yang dicaampurkan dalam
pembuatan foormula, sehinggga tidak terd deteksi
1 2 3 4 5 pada profil KLT
K formula. Digunakan standar
s
andrografolidda sebagai peenciri untuk ekstrak
e
Gambar 15 Profil KLTT formula (1), ekstrak sambiloto dann formula.
sambiloto (2),
( ekstrak brrotowali
(3), dan standar androggrafolida Pemisahan Kompon nen Fo
ormula
(4) mengguunakan fase geerak etil Menggunakaan Kromatoggrafi Cair Kinerja
K
asetat di bawah
b sinar UV
U 366 Tinggi
nm, serta profil KLT standar Dilakukann analisis KCK
KT terhadap standar
s
andrografollida di bawaah sinar andrografolidda, ekstrak sambiloto, dan
UV 254 nm m (5) formula. Haasil yang diiperoleh, sam mbiloto
mengandung komponen aandrografolidaa yang
ditandai denggan puncak yyang identik dengan
d
15

standar pada waktu retensi yang hampir sama DAFTAR PUSTAKA


(Lampiran 9). Pemisahan formula dilakukan
menggunakan kondisi pemisahan yang sama
dengan metode pemisahan komponen Ahmad M, Razak A, Akowuah GA, Asmawi
sambiloto. Hasil pemisahan formula yang Z, Zhari I. 2007. HPLC profile and
dilakukan ternyata tidak menghasilkan puncak antihyperglycemic effect of ethanol
baru yang memiliki intensitas tinggi jika extracts of Andrographis paniculata in
dibandingkan dengan puncak-puncak pada normal and streptozotocin-induced
profil kromatogram ekstrak sambiloto. diabetic rats. J Nat Med 61:422-429.
Artinya, pemisahan komponen formula
sambiloto dan brotowali menggunakan Amom Z, et al. 2009. Nutritional
kondisi pemisahan ekstrak sambiloto tidak composition, antioxidant ability and
dapat memisahkan komponen brotowali flavonoid content of Tinospora crispa
dengan baik sehingga perlu dilakukan stem. Adv in Nat and Appl Sci3(1): 88-94.
optimasi kondisi pemisahan formula untuk
memperoleh sidik jarinya. Dalimunthe A. 2009. Interaksi Sambiloto
(Andrographis paniculata).
SIMPULAN DAN SARAN Medan:Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatra Utara.
Simpulan
Dobiáš P et al. 2010. Comparison of
pressurised fluid and ultrasonic extraction
Ekstrak sambiloto dengan aktivitas
methods for analysis of plant antioxidants
inhibisi enzim α-glukosidase terbaik adalah
and their antioxidant capacity. Central Eur
ekstrak ultrasonikasi etanol 70% dengan IC50
J of Chem 8(1):87-95.
sebesar 55.36 ppm. Sedangkan, ekstrak
brotowali terbaik adalah ekstrak maserasi
Fernand VE. 2003. Initial characterization of
etanol 70% dengan IC50 68.29 ppm.
crude extracts from phyllanthus amarus
Formula dengan komposisi ekstrak
schum. and thonn. and quassia amara l.
sambiloto:ekstrak brotowali (2 IC50:1 IC50)
using normal phase thin layer
merupakan formula dengan aktivitas inhibisi
chromatography [Tesis]. Fakultas
enzim α-glukosidase paling baik, dengan
pascasarjana, Lousiana State University.
persen inhibisi 28.11%. Aktivitas inhibisi
formula ekstrak sambiloto dan brotowali
Gu M, Su Z, Ouyang F. 2006. Fingerprinting
etanol 70% lebih rendah dibandingkan
of salvia miltiorrhiza bunge by thin-layer
aktivitas inhibisi masing-masing ekstrak
chromatography scan compared with high
tunggalnya. Komposisi fase gerak terbaik
speed countercurrent chromatography. J
untuk pemisahan ekstrak sambiloto
Liquid Chromatography and Related
menggunakan model simplex centroid axial
Tech29:1503-1514.
design adalah komposisi
diklorometana:metanol:etil asetat (0:0:1),
Gritter R, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991.
sedangkan untuk brotowali, kondisi fase gerak
Pengantar Kromatografi. Padmawinata K,
optimum terjadi pada komposisi komposisi
penerjemah. Bandung: ITB Press.
kloroform:etanol:etil asetat (0.487:0:0.513).
Terjemahan dari : Introduction to
Kondisi pemisahan KCKT untuk sambiloto
Chromatography.
yang digunakan untuk analisis sidik jari
formula tidak memberikan informasi
Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh
mengenai komponen-komponen penyusun
DD. 2008. Extraction Technologies For
yang berasal dari brotowali.
Medicinal And Aromatic Plants. Trieste :
Saran International Centre For Science And High
Technology.
Perlu diteliti mekanisme kerja komponen-
komponen dalam ekstrak sambiloto dan Harvey D. 2000. Modern Analytical
brotowali dalam kaitan pengobatan DM tipe II Chemistry. USA : McGraw-Hill
dan perlu pula dilakukan optimasi formulasi Companies, Inc.
serta kondisi KCKT untuk memperoleh sidik
jari formula campuran sambiloto dan
brotowali.
16

Indraswari A. 2008. Optimasi pembuatan Melecchi et al. 2006. Optimization of the


ekstrak daun dewandaru (Eugenia uniflora sonication extraction method of Hibiscus
l.) menggunakan metode maserasi dengan tiliaceus L. flowers. Ultrasonics
parameter kadar total senyawa fenolik dan sonochemistry 13:242-250.
flavonoid[Skripsi]. Surakarta : Fakultas
Farmasi, Universitas Muhammadiyah Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New
Surakarta. York : J Wiley.

Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Milhem MM, Al-Hiyasat AS, Darmani H.


Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas 2008.Toxicity testing of restorative dental
(Brine Shrimp Lethality Test) dan materials using brine shrimp larvae
antioksidan (1,1-diphenyl-2- (Artemia salina). J Applied Oral Sci
pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga 16(4):297-301.
(Abrus precatorius L.). Makara, Sains,
13(1):50-54. Noor H, Hammonds P, Sutton R, Ashcroft
SJH. 1989. The hypoglycaemic and
Kresnady B. 2003. Khasiat & Manfaat insulinotropic activity of Tinospora
Brotowali : Si Pahit Yang Menyembuhkan. crispa: studies with human and rat islets
Depok : PT Agromedia Pustaka. and HIT-T15 B cells. Diabetologia
32:354-359.
Kumar P, Chu C, Krishnaiah D, Bono A.2006.
High hydrostatic pressure extraction of Poretsky L. 2009. Principle of Diabetes
antioxidants from morinda citrifolia fruit- Mellitus. New York : Springer.
process parameters optimization. J
Engineering Sci& Tech 1(1):41-49. Rajkumar T, Sinha BN. 2010.
Chromatographic finger print analysis of
Li CM, et al. 2010. Comparison of Crataegus budmunchiamines in Albizia amara by
pinnatifida bunge var. typica Schneider HPTLC technique. Int J Res Pharm Sci
and C. pinnatifida bunge fruits for 1(3):313-316.
antioxidant, anti-α-glucosidase, and anti-
inflammatory activities. Food Said KABM. 2009. Ultrasonic extraction of
Sci.Biotech19(3):769-775. antioxidant compound in Guava [Tesis].
Pahang : Faculty of Chemical & Natural
Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality Resources Engineering, Universiti
control of herbal medicine. J Malaysia Pahang.
Chromatography B 812:53-70.
[SK MenKes] Surat Keputusan Menteri
Mann A, Ibrahim K, Oyewale AO, Amupitan Kesehatan Republik Indonesia. 1994.
JO, Fatope MO, Okogun JI. 2011. Brine Keputusan Menteri Kesehatan Republik
shrimp toxicity evaluation of the root bark Indonesia Nomor
extract of Terminalia avicennioides. 661/Menkes/Sk/VII/1994 Tentang
African J Sci Research 4(1):221-228. Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta.

Marthianti A. 2006. Pengaruh pemberian Skoog DA, West DM, Holler FJ, Crouch SR.
ekstrak batang Tinospora crispa 2004. Fundamental of Analysis Chemistry.
dibandingkan dengan kloroquin terhadap Edisi ke-8. Canada : Brooks/Cole-
jumlah eritrosit mencit Swiss yang Thomson Learning.
diinfeksi Plasmodium berghei [Skripsi].
Semarang : Fakultas Kedokteran, Snyder LR, Kirkland JJ. 1979. Introduction to
Universitas Diponegoro. Modern Liquid Chromatography. New
York: Wiley.
McLaughlin JL, Rogers LL, Anderson JE.
1998. The use of biological assays to Sou S, et al. 2000. Novel α-glucosidase
evaluate botanicals. Drug Information J inhibitors with tetrachloropthlamide
22:513-524. skeleton. Bioorganic & MedChem Letters
10:1081-1084.
17

Subramanian R, Asmawi MZ, Sadikun A. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H.


2008. In vitro α-glucosidase and α- 2004. Global prevalence of diabetes
amylase enzyme inhibitory effects of estimates for the year 2000 and projections
Andrographis paniculata extract and for 2030. Diabetes Care 27(5):1047-1055.
andrographolide. Acta Biochimica
Polonica 55(2):391-398. Wongkittipong R, Plat L, Damlonglerd S,
Gourdon C. 2004. Solid–liquid extraction
Sugiwati S, Kardono LBS, Bintang M. 2006. of andrographolide from plants—
α-Glucosidase inhibitory activity and experimental study, kinetic reaction and
hypoglycemic effect of Phaleria model. Separation and Purification Tech
macrocarpa fruit pericarp extract by oral 40:147-154.
administration to rats. J Appl Sci
6(10):2312-2316. Ye F, Shen Z, Xie M. 2002. Alpha-
glucosidase inhibition from a Chinese
Sugiwati S, Setiasih S, Afifah E. 2009. medical herb (Ramulus mori) in normal
Antihyperglycemic activity of mahkota and diabetic rats and mice. Phytomedicine
dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) 9:161-166.
Boerl.] leaf extracts as an alpha-
glucosidase inhibitor. Makara Kesehatan Yulinah E, Sukrasno, Fitri MA. 2001.
13(2):74-78. Aktivitas antidiabetika ekstrak etanol
Herba sambiloto (Andrographis paniculata
Sunil C, et al. 2009. α-Glucosidase inhibitory Nees (Acanthaceae)). JMS 6(1):13-20.
and antidiabetic activities of ethanolic
extract of Pisonia alba span. Leaf. Int J
Integrative Biology 6(1):41-45.

Verbitski SM, Gourdin GT, Ikenouye LM,


McChesney JD. 2008. Detection of Actaea
racemosa adulteration by Thin-Layer
Chromatography and combined Thin-
Layer Chromatography-bioluminescence.
J AOAC Int 91:268-275.

\
LAMPIRAN
19

Lampiran 1 Bagan Alir Lingkup Kerja Penelitian

Batang tanaman brotowali Daun dan batang tanaman sambiloto

Ekstraksi (maserasi dan ultrasonikasi Ekstraksi (maserasi dan ultrasonikasi


dengan air suling, etanol 30 dan 70%) dengan air suling, etanol 30 dan 70%)

Uji aktivitas inhibisi α-glukosidase Uji aktivitas inhibisi α-glukosidase

Nilai IC50 Nilai IC50

Konsentrasi ekstrak dengan aktivitas Konsentrasi ekstrak dengan aktivitas


inhibisi terbaik inhibisi terbaik

Forrmulasi

Uji aktivitas Uji aktivitas inhibisi α-glukosidase formula

Formula dengan aktivitas inhibisi α-glukosidase terbaik

Analisis sidik jari formula terbaik


Menggunakan KLT dan KCKT
20

Lampiran 2 Kadar air sampel sambiloto dan brotowali

Sambiloto
Bobot
Bobot
simplisia Kadar air
Ulangan simplisia
setelah (% b/b)
awal
dikeringkan
1 3.0050 2.8422 5.42
2 3.0029 2.8406 5.40
3 3.0023 2.8344 5.59
rerata 5.47

Brotowali
Bobot
Bobot
simplisia Kadar air
Ulangan simplisia
setelah (% b/b)
awal
dikeringkan
1 3.0014 2.8620 4.64
2 3.0056 2.8665 4.63
3 3.0020 2.8601 4.73
rerata 4.67

Kadar air (KA) (%) = A − B × 100 %


A
3 .0050 − 2 .8422
= × 100 %
3 .0050
= 5.42%

Keterangan:
A : Bobot simplisia sebelum dikeringkan (g)
B : Bobot simplisia setelah dikeringkan (g)
21

Lampiran 3 Indeks polaritas fase gerak menurut Snyder

Fase gerak Indeks polaritas


Air 10.2
Aseton 5.1
Kloroform 4.1
Etanol 4.3
Metanol 5.1
Etil Asetat 4.4
Diklorometana 3.1
22

Lampiran 4 Uji Toksisitas Ekstrak Sambiloto dan Brotowali (metode larva udang)

Sambiloto
Pelarut Persamaan garis R2 LC50 (ppm)
Air y = 58.88 ln(x) - 333.5 0.897 674.01
Etanol 30% y = 56.75 ln(x) - 318.4 0.956 659.60
Etanol 70% y = 55.19 ln(x) - 295.4 0.995 522.37

Regresi Linier : Plot Log konsentrasi sebagai X dan % mortalitas sebagai Y


y = a + bx
50 = 58.88 ln(x) - 333.5
x = 674.01 ppm

Brotowali
Pelarut Persamaan garis R2 LC50 (ppm)
Air y = 51.37 ln(x) - 285.1 0.876 680.80
Etanol 30% y = 56.75 ln(x) - 318.4 0.956 659.60
Etanol 70% y = 59.36 ln(x) - 328.6 0.919 659.60

Regresi Linier : Plot Log konsentrasi sebagai X dan % mortalitas sebagai Y


y = a + bx
50 = 51.37 ln(x) – 285.1
x = 680.80 ppm
23

Lampiran 5 Uji inhibisi enzim α-glukosidase (in vitro) ekstrak Sambiloto dan
Brotowali

Sambiloto Brotowali
Maserasi Maserasi

Etanol 70%
Etanol 70%

Konsentrasi inhibisi rerata Konsentrasi inhibisi rerata


(ppm) (%) (ppm) (%)
250 56.87659 100 40.19
500 61.62448 250 36.92
750 57.46518 500 32.91
1000 51.22621 750 20.94
1000 23.77
Sonikasi 1250 41.45
1500 54.96
Etanol 70%
Sonikasi
Konsentrasi
inhibisi rerata (%) Etanol 70%
(ppm)
100 53.76403
250 62.97119 Konsentrasi
inhibisi rerata (%)
500 57.93394 (ppm)
750 54.56465 250 29.86294
1000 52.82997 500 29.86294
1250 52.29622 750 -10.5859
1500 64.40564 1000 25.61388
24

Lampiran 6 Uji inhhibisi enzim


m α-glukosid
dase (in vitrro) ekstrak sambiloto dan
d
brotowwali etanol 70%
7
 
 
sambiloto sonikasi etanol 70%
Konseentrasi Inhibisi rerrata
(ppm) (%)
15000 86.81
7550 37.69
3775 46.71
1877.5 55.26
93.75 58.29
46.8875 50.02
23.4375 32.45

sambiloto maserasi ettanol 70%


Konsentrrasi I
Inhibisi r
rerata
(ppm) (
(%)
15000 79.95
7550 23.36
3775 27.18
1877.5 41.12
93.75 34.15
46.8875 25.09
23.4375 16.94
25

Brotowali sonikasi ettanol 70%


Konseentrasi Inhibisi rerrata
(ppm) (%)
15000 83.89
7550 17.13
3775 19.06
1877.5 35.17
93.75 44.27
46.8875 37.22
23.4375 30.80

Brotowali maserasi ettanol 70%


Konseentrasi Inhibisi rerrata
(ppm) (%)
15000 87.87
7550 33.24
3775 29.70
1877.5 48.64
93.75 57.78
46.8875 38.44
23.4375 36.27
26

Lampiran 7 Uji inhibisi enzim α-glukosidase (in vitro) Glucobay (Akarbosa)

Konsentrasi (ppm) Inhibisi rerata (%)

25 96.30
12.5 95.87
6.25 96.05
3.125 90.80
1.5625 83.24
0.78125 72.93
0.390625 57.54
27

Lampiran 8 Profil KLT fase gerak tunggal

Sambiloto

Di bawah sinar UV 254 nm Di bawah sinar UV 366 nm

1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6

Brotowali

Di bawah sinar UV 254 nm Di bawah sinar UV 366 nm

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Keterangan : 1. Etanol, 2. Kloroform, 3. Diklorometana, 4. Aseton, 5. Metanol,


6. Etil asetat
28

Lampiran 9 Profil kromatogram analisis sidik jari formula menggunakan KCKT

Kromatogram standar andrografolida 30 ppm

Kromatogram ekstrak sambiloto

Kromatogram formula sambiloto dan brotowali

Anda mungkin juga menyukai