Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Perumusan Masalah


Ekstraksi merupakan suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa
bahan sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan berada
dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan leaching. Ekstraksi Padat Cair
atau Leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam
pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut
kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan
kimiawi. Ekstraksi dari bahan padatan dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalam solvent pengekstraksi (Ariestya, 2010).
Metode yang diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah
konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat solid, dan
ukuran partikelnya. Bila konstituen yang akan larut ke dalam solvent lebih dahulu,
akibatnya sisa solid akan berpori-pori. Selanjutnya pelarut harus menembus lapisan
larutan dipermukaan solid untuk mencapai konstituen yang ada dibawahnya,
akibatnya kecepatan ekstraksi akan menurun dengan tajam karena sulitnya lapisan
larutan tersebut ditembus. Tetapi bila konstituen yang akan dilarutkan merupakan
sebagian besar dari solid, maka sisa solid yang berpori-pori akan segera pecah
menjadi solid halus dan tidak akan menghalangi perembesan pelarut ke lapisan yang
lebih dalam (Lucas, 1949).
Prinsip ekstraksi padat-cair adalah adanya kemampuan senyawa dalam suatu
matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh suatu pelarut
tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya kondisi optimum
ekstraksi antara lain: senyawa dapat terlarut dalam pelarut dengan waktu yang
singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa yang dikehendaki, senyawa analit
memiliki konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan ekstraksi serta tersedia metode
memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut pengekstraksi (Fajriati dkk, 2011).
Pada praktikum ini dilakukan percobaan pemisahan NaOH, hasil reaksi kostisasi

1
antara soda abu (Na2CO3) dan bubuk Ca(OH)2, dari padatan inert (CaCO3) dengan
menggunakan air sebagai pelarutnya dengan menggunakan operasi ekstraksi bertahap
4 dengan aliran berlawanan arah.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan Efisiensi untuk tahap pemisahan beberapa konfigurasi operasi
seperti co-current, counter current dan cross current.
2. Membuat data kesetimbangan system 3 (tiga komponen) untuk ekstraksi padat
cair.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Secara sederhana ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan
satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase yang lainnya. Namun dibalik definisi
sederhana ini tersimpan kerumitan yang cukup besar. Pemisahan berkebalikan dengan
intuisi termodinamik, karena entropi diperoleh melalui pencampuran, bukan
pemisahan. Metode ekstrkasi dikembangkan berdasarkan perpindahan menuju

2
kesetimbangan, sehingga kinetika perpindahan massa tidak dapat diabaikan (Tagora,
2012). Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa
bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan
(solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau
leaching (Ariestya, 2010).

2.2 Ekstraksi padat cair


Ekstraksi padat cair merupakan suatu cara pemisahan yang didasarkan atas
kelarutan zat padat yang ingin diektraksi terhadap fasa cairnya sebagai zat
pengekstrak. Jika ingin mengekstraksi zat padat, maka zat padat tersebut harus
dilarutkan ke dalam pelarut dalam fasa cairnya. Ekstraksi padat cair dapat
menggunakan metode sokletasi dan menggunakan sampel biji-bijian
yangmengandung ekstrak minyak yang sedikit. Proses ekstraksi sokletasi dapat
dilakukan dengan sirkulasi tertentu. Sirkulasi dapat dihentikan ketika tidak adalagi
perubahan karna dari pelarutnya (Tagora, 2012).
Proses ekstraksi padat cair ini sering disebut Leaching. Proses ini biasanya
digunakan untuk mengolah suatu larutan pekat dari suatu solute (konstituen) dalam
solid (leaching) atau untuk membersihkan suatu solute inert dari kontaminannya
dengan bahan (konstituen) yang dapat larut (washing). Metode yang
diperlukan untuk leaching biasanya ditentukan oleh jumlah konstituen yang akan
dilarutkan, distribusi konstituen di dalam solid, sifat solid, dan ukuran partikelnya.
Bila konstituen yang akan larut ke dalam solvent lebih dahulu, akibatnya sisa
solid akan berpori-pori. Selanjutnya pelarut harus menembus lapisan larutan
dipermukaan solid untuk mencapai konstituen yang ada dibawahnya,
akibatnya kecepatan ekstraksi akan menurun dengan tajam karena sulitnya
lapisan larutan tersebut ditembus. Tetapi bila konstituen yang akan dilarutkan
merupakan sebagian besar dari solid, maka sisa solid yang berpori-pori akan
segera pecah menjadi solid halus dan tidak akan menghalangi perembesan pelarut ke
lapisan yang lebih dalam (ilham dkk, 2017).
Umumnya mekanisme proses ekstraksi dibagi menjadi 3 bagian :

3
1. Perubahan fase konstituen (solute) untuk larut ke dalam pelarut, misalnya dari
bentuk padat menjadi liquid.
2. Difusi melalui pelarut di dalam pori-pori untuk selanjutnya dikeluarkan
dari partikel.
3. Akhirnya perpindahan solute (konstituen) ini dari sekitar partikel ke dalam
lapisan keseluruhannya (bulk).
Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan
ekstraksi, namun karena bagian pertama berlangsung dengan cepat, maka
terdapat kecepatan ekstraksi secara overall dapat diabaikan. Pada beberapa solid atau
sistem yang akan di ekstraksi, konstituen yang akan dilarutkan terisolasi oleh
suatu lapisan yang sangat sulit ditembus oleh pelarut, misalnya biji emas didalam
rock (batu karang) maka solid ini harus dipecah terlebih dahulu.
Demikian pula bila solute berada dalam solid yang berstruktur celluler akan
sulit di ekstraksi karena struktur yang demikian merupakan tahanan tambahan
terhadap rembesan. Untuk mengatasi solid semacam ini terlebih dahulu dipotong
tipis memanjang hingga sebagian dari sel –sel solid pecah. Pada ekstraksi
minyak dari biji –bijian, walaupun bentuk selnya celluler, ekstraksi tidak terlalu
solid karena solute (konstituen) sudah berbentuk liquid (minyak) (Ariestya, 2010)

Gambar 2.1 Ekstraksi solid-liquid (ilham dkk, 2017)

4
Pemilihan alat untuk proses leaching dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
membatasi kecepatan ekstraksi dikontrol oleh mekanisme difusi solute melalui
pori-pori solid yang diolah harus kecil, agar jarak perembesan tidak
terlalu jauh. Sebaliknya bila mekanisme solute dari permukaan partikel
kedalam larutan keseluruhan (bulk) merupakan faktor yang mengontrol,
maka harus dilakukan pengadukan dalam proses (Tagora, 2012).
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi
Ada empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam operasi ekstraksi
menurut Bachtiar (2016):
1) Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran
partikel maka areal terbesar antara padatan terhadap cairan memungkinkan terjadi
kontak secara tepat. Semakin besar partikel, maka cairan yang akan mendifusi akan
memerlukan waktu yang relative lama. Pengecilan ukuran ini juga bertujuan
menghancurkan matriks inert pengotor yang melingkupi solut atau juga untuk
memberikan bentuk irisan yang memungkinkan bahan padatan bersifat permeabel
pada ekstraksi secara tapisan. Namun demikian tidak dikehendaki ukuran yang
terlalu halus karena semakin halus partikel padatan.
2) Faktor pengaduk
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengaduk, seperti ukuran,
jenis dan posisi pengaduk. Namun yang lebih berpengaruh dalam operasi leaching
adalah laju putar dan lama pengadukan. Semakin cepat laju putar, partikel semakin
terdistribusi dalam pelarut sehingga permukaan kontak meluas dan dapat
memberikan kontak dengan pelarut yang diperbaharui terus. Begitu pula semakin
lama waktu pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama pengadukan
harus dibatasi pada harga optimum agar konsumsi energi tak terlalu besar. Pengaruh
faktor pengadukan ini hanya ada bila laju pelarutan memungkinkan.
3) Temperatur
Pengaruh temperatur terhadap operasi leaching dapat dikatakan dengan
Kelarutan dan laju pelarut. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat ditunjukkan
dengan :

5
..................................................2.1

H adalah panas pelarut yang dapat berharga positif maupun negatif. Untuk
pelarutan endoterm, harga K semakin besar pula bila temperatur naik sehingga
pelarutan membesar. Hal yang sebaliknya berlaku untuk pelarutan eksoterm.
Hubungan kecepatan pelarutan dengan temperatur ditunjukkan dengan rumus
berikut :
K = A.e-Ea/RT.................................................2.2
Harga Ea, energi aktifasi pelarutan selain positif sehingga kecepatan pelarutan
selalu bertambah dengan menaiknya temperatur. Pengaruh temperatur juga dapat
dihubungkan dengan sifat-sifat pelarut seperti densiti, viskositas dan difusivitas.
4) Pelarut
Ada dua hal yang berhubungan dengan faktor pelarut :
a. Jumlah Pelarut
Semakin banyak jumlah pelarut semakin banyak perolehan yang didapatkan
sebab :
1. Distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga
memperluas permukaan kontak
2. Perbedaan konsentrasi solute dalam pelarut dan padatan semakin besar
sehingga fluksi molar bertambah.
b. Sifat Pelarut
Sifat pelarut mencakup beberapa hal antara lain :
1. Selektivitas
Pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi artinya kelarutan zat yang
ingin dipisahkan dalam pelarut tadi harus besar sedang kelarutan dari padatan
pengotor kecil atau diabaikan. Secara kuantitatif, selektivitas dinyatakan
sebagai :

........................2.3

6
..........................2.4

Untuk operasi leaching harus lebih besar dari 1.


2. Kapasitas
Yang dimaksud kapasitas pelarut adalah besarnya kelarutan solute
dalam pelarut tersebut. Bila kapasitas pelarut kecil, maka :
a. Butuh jumlah pelarut yang lebih banyak
b. Larutan ekstrak lebih encer
c. Kebutuhan panas untuk evaporator/pemekatan larutan ekstrak
bertambah banyak.
d. Kemudahan Untuk Dipisahkan
Untuk penghematan, pelarut dipisahkan dari solut untuk dapat
dipakai kembali. Biayanya dengan cara evaporasi atau distilasi.
Oleh karena itu, pelarut biasanya dipilih yang bertitik didih rendah
namun tetap diatas temperatur operasi leaching.
e. Sifat-sifat Fisik Pelarut
Viskositas dan density pelarut akan berpengaruh pada pemakaian
daya untuk pengadukan. Selain itu viskositas akan berpengaruh
pada laju difusi sedang density akan berpengaruh pada pemisahan
mekanik.
5) Efisiensi Tahap
Bila dimisalkan suatu operasi leaching dimana pengaruh adsorpsi padatan
inert terhadap solute tidak ada dan pemisahan sempurna solute dari padatan inert
dapat dilakukan maka seluruh solut yang ada dapat terbawa dalam larutan ekstrak.
Operasi semacam ini dikatakan mempunyai efisiensi 100%. Jadi efisiensi dapat
dinyatakan sebagai :

....................2.5

7
Bila perhitungan efisiensi diatas dilakukan untuk tiap tahap operasi maka
diperoleh efisiensi tahap dan bila dilakukan terhadap seluruh tahap dalam suatu
metode operasi maka hasil yang diperoleh disebut efisiensi keseluruhan (overall).
2.4 Prinsip kerja Ekstraksi Padat-Cair
Jika suatu komponen dari suatu campuran merupakan padatan yang sangat
larut dalam pelarut tertentu,dan komponen yang lain secara khusus tidak larut, maka
di ikuti dengan proses penyaringan. Akan tetapi apabila komponen sangat lambat,
maka perlu dilakukan pemisahan dengan ektraksi soxhlet. Prinsip dasar dari ekstraksi
pelarut ini adalah distribusi zat terlarut kedalam pelarut yang bercampur (Giyatmi,
2015)
Menurut Bachtiar (2016) kesetimbangan fasa dalam sistem padatan solute
pelarut ini mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Pada kondisi termodinamika tertentu (P,T tertentu) terdapat hubungan
kesetimbangan yang dapat digambarkan dalam bentuk kurva
kesetimbangan.
b. Pada sistem yang telah setimbang tidak terjadi difusi netto komponen-
komponen diantara kedua fasa. Ini berarti laju difusi dari fasa padatan ke
fasa pelarut sama dengan laju difusi dari fasa pelarut ke fasa padatan.
c. Untuk sistem yang belum tercapai kesetimbangannya, difusi komponen-
komponen mendorong sistem menuju kesetimbangan.
Secara mikroskopik proses difusi antara fasa sering dapat diwakili oleh teori
dua film Whitman. Asumsi yang diterapkan dalam metode ini adalah :
1) Hambatan perpindahan massa hanya terdapat dalam masing-masing fasa. Ini
berarti bahwa di dalam setiap fasa terbentuk gradien konsentrasi.
2) Pada antar muka fasa terjadi kesetimbangan secara seketika. Laju
perpindahan massa solut dari fasa padatan ke fasa pelarut dinyatakan dengan
persamaan fick berikut ini :
NA = KS (XAS – XAI) [ = ] { massa / (luas x waktu) }
= KL (XAI – XAL) berdasarkan kekekalan massa.....................2.6
dengan :
NA = fluks komponen A

8
KS = koefisien difusi pada fasa padatan
KL = koefisien solute A pada fasa pelarut
XAI, XAL, XAS : konsentrasi solute A pada fasa padatan, antar fasa dan fasa pelarut.
Dari hitungan di atas dapat diketahui bahwa laju perpindahan massa
dipercepat dengan peningkatan koefisien difusi dan/atau beda konsentrasi diantara
kedua fasa (sebagai suku gaya pendorong fasa). Keberhasilan proses ekstraksi padat-
cair dipengaruhi oleh persiapan umpan, langkah-langkah persiapan padatan,
karakteristik padatan serta tujuan dan kendala proses yang berlaku .
a. Pada beberapa kasus dijumpai solut yang dilengkapi matrik padatan tak larut
untuk mempermudah kontak solute dengan padatan. Pelarutan dilakukan dengan
penggilingan padatan, sehingga solute yang semula ditangkap oleh padatan.
b. Pengaruh temperatur
Pada umumnya temperatur yang lebih tinggi akan lebih menguntungkan
sebagian proses ekstraksi padat cair, karena akan meningkatkan harga difusivitas
perpindahan massa sebagai perpindahan solute, kelarutan solute dan pelarut.
2.5 Mekanisme Ekstraksi Padat-Cair
Adapun mekanisme padat cair menurut zulmanwardi (2007) yaitu :
1. Padatan dikontakkan dengan pelarut sehingga pelarut akan bergerak dari bulk
solvent solution menuju permukaan padatan. Kontak padatan dengan pelarut dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu perkolasi (padatan disusun menyerupai unggun
tetap dan solvent dialirkan melewati unggun tersebut) atau dispersi (padatan
didispersikan ke dalam pelarut hingga seluruh permukaan padatan diselimuti oleh
pelarut, dispersi dapat dibantu dengan pengadukan). Pada penelitian ini, kontak
dilakukan secara disperse menggunakan magnetic strirrer.
2. Pelarut berdifusi ke dalam padatan. Pada proses difusi, suatu zat akan
berpindah melewati membran dari daerah berkonsentrasi tinggi menuju ke
konsentrasi rendah. Peristiwa difusi dapat terjadi karena adanya driving force berupa
perbedaan konsentrasi.
3. Solute yang terkandung dalam padatan akan larut dalam pelarut yang telah
masuk ke dalam padatan. Solute dapat larut dalam solvent karena adanya gaya
antaraksi diantara molekul-molekulnya, yaitu gaya dipol-dipol dimana zat yang

9
bersifat polar-polar atau non polar-non polar akan saling berikatan. Selain itu juga
terdapat gaya van der walls yang terjadi antara dipol-dipol yang lemah sehingga
memungkinkan pelarut polar melarutkan senyawa non polar.
4. Solute akan menuju permukaan padatan dan berdifusi kembali keluar padatan.
Difusi ini terjadi karena konsentrasi pelarut yang mengandung solute lebih besar
dibandingkan konsentrasi pelarut di luar padatan yang tidak mengandung solute.
5. Solute berpindah ke dalam bulk solution. Ekstraksi dilakukan hingga
tercapainya waktu kesetimbangan, dimana driving force bernilai nol (atau mendekati
nol).
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencapai kinerja ekstraksi yang
baik, antara lain:
1. Memperkecil ukuran padatan sehingga lintasan kapiler yang harus dilewati
(secara difusi) menjadi lebih pendek dan tahanan akan berkurang. Solute seringkali
terkurung didalam sel sehingga perlu dilakukan kontak langsung dengan pelarut
melalui pemecahan dinding sel. Pemecahan dapat dilakukan dengan penekanan atau
penggerusan, namun ukuran partikel tidak boleh terlalu kecil.
2. Temperatur yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan solute
lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. Namun,
temperatur ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan
menyebabkan pelarut menguap. Biasanya temperatur ekstraksi yang paling baik
adalah sedikit di bawah titik didih pelarut.
3. Semakin banyak pelarut yang digunakan akan meningkatkan kinerja ekstraksi,
namun akan meningkatkan biaya operasi sehingga pemilihan perbandingan pelarut
yang optimal perlu diperhatikan.
4. Semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan unjuk kerja ekstraksi,
namun jika terlalu lama peningkatan perolehan ekstrak terhadap waktu menjadi tidak
sebanding dan tidak efisien (Geankoplis, 1997).
2.6 Neraca Massa
Bentuk umum persamaan untuk leaching adalah

10
Gambar 2.2 Neraca massa leaching (Geankoplis,1997)

Keterangan :
V = massa larutan overflow.
L = massa liquid dalam larutan slurry.
B = massa kering, zat terlarut-bebas solid
N = massa kering, (B)/(L)
xa = Fraksi A dalam larutan overflow
ya = Fraksi A dalam larutan slurry

11
Gambar 2.3 Grafik kesetimbangan saat Xa = Va (Geankoplis,1997)

Gambar 2.4 Grafik kesetimbangan saat Xa (Geankoplis 1997)

2.6.1 Single Stage Leaching


Dari persamaan umum didapatkan persamaan sebagai berikut :
L0+ V2 = L1 + V1= M.............................................................................2.7
Neraca massa zat terlarut atau komponen

L0.yA0+ V2. xA2= L1.xA1+ V1.xA1 = MxAM................................................2.8


Neraca massa solid atau komponen

B = N0L0+ 0= N1L1 + 0 = NMM.............................................................2.9

12
Gambar 2.5 Korelasi antara besaran (Geankoplis,1997).

2.6.2 Multi Stage Counter Current


Adapun skema neraca massa Multi Stage Counter Current Leaching
Sebagai berikut :
Gambar
2.6 Multi
Stage

Counter
Current Leaching (Geankoplis,1997)

Kita bisa memperoleh neraca massa total dan komponen dari solute A hingga
N- stage sebagai: :
VN+1+L0= V1 + LN............................................................................................2.10
VN+1.XN+1 +L0.y0 = V1.x1+ LNyN.......................................................................2.11
Total komponen B solid :
B = N0L0= NNLN= NMM..................................................................................2.12
2.7 Metode Operasi Ekstraksi Padat-Cair
Metoda operasi ekstraksi padat-cair tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara berikut:
a) Operasi dengan Sistem Bertahap Tunggal.
Operasi sistem bertahap tunggal (Gambar 2.7) dilakukan dengan pengontakan
antara padatan dan pelarut yang dilakukan sekaligus, dan kemudian disusul dengan

13
pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemukan dalam operasi industri
karena perolehan solute yang rendah

Gambar 2.7 Sistem ekstraksi bertahap tunggal (Tim penyusun, 2019).

b) Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau aliran
silang.
Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut dalam
tahap pertama; kemudian aliran bawah dari tahap ini dikontakkan dengan pelarut baru
pada tahap berikutnya, dan demikian seterusnya. Larutan yang diperoleh sebagai
aliran atas dapat dikumpulkan menjadi satu seperti yang terjadi pada sistem dengan
aliran sejajar (Gambar 2.8), atau ditampung secara terpisah, seperti pada sistem
dengan aliran silang (Gambar 2.9) (Tim penyusun, 2019).

Gambar 2.8 Sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar (Tim penyusun, 2019)

14
Gambar 2.9 Sistem bertahap
banyak dengan aliran silang (Tim penyusun, 2019)

c) Operasi secara kontinu dengan aliran berlawanan.


Dalam sistem ini, aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan. Operasi
dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat yang merupakan
aliran atas tahap kedua, dan padatan baru. Operasi berakhir pada tahap ke-n (tahap
terakhir),dimana terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan yang berasal
dari tahap ke-n (n-1). Dapat dimengerti bahwa sistem ini memungkinkan
didapatkannya perolehan solute yang tinggi, sehingga banyak digunakan di dalam
industri (Tim penyusun, 2019).

Gambar 2.10 Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan (Tim penyusun,
2019)

15
d) Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran
berlawanan.
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun berderet
atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi (extraction battery).
Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangki dan dikontakkan
dengan beberapa larutan yang konsentrasinya makin menurun. Padatan yang hampir
tidak mengandung solute meninggalkan rangkaian setelah dikontakkan dengan
pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu
dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki yang lain (Tim penyusun, 2019).

Gambar 2.11 Operasi Batch bertahap empat dengan aliran berlawanan (Tim
penyusun, 2019)

2.8 Aplikasi Leaching dalam Industri


Leaching banyak ditemukan pada industri-industri. Biasanya ditemukan
pada industri biologi atau industrimakanan, terdapat proses yang dilakukan
untuk memisahkan suatu produk dari struktur alaminya. Misalnya dari produksi gula,
proses leaching dilakukan untuk memisahkan gula dari tebu. Contoh lainnya dapat
kita lihat pada produksi minyak makan, pelarut yang organik seperti aseton atau eter
digunakan untuk mengekstrak minyak dari kacang-kacangan, gula dari umbi,
kopi dari biji-bijian, dll (Nasir, 2009).
Leaching juga dapat kita temukan pada proses logam, diantaranya
sebagai berikut :
1. Leaching Emas

16
2. Leaching Alumunium
3. Leaching Tembaga pengambilan garam-garam logam dari pasir besi juga
disebut proses leaching.
Proses ini merupakan ekstraksi yang digabungkan dengan reaksi kimia.
Dalam hal ini ekstrak, dengan bantuan suatu asam anorganik misalnya,
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk yang larut. Pada material biologi
biasanya solute berada dalam sel. Sehingga proses leaching menjadi lambat
karena terhalang oleh membran sel. Sehingga pada pemrosesan leaching
material biologi, bahan yang akan di leaching dipotong-potong tipis terlebih
dahulu untuk mempercepat proses leaching. Dapat kita lihat pada proses
pengekstrakan gula pada tebu, terlebih dahulu tebu tersebut dipotong-potong
untuk mempermudah proses leaching (Nasir dkk, 2009)

2.9 Natrium Karbonat


Natrium Karbonat (juga dikenal sebagai soda cuci dan soda abu) Na2CO3,
adalah garam natrium dari asam karbonat yang mudah larut dalam air. Natrium
karbonat murni berwarna putih, bubuk tanpa warna yang menyerap embun dari udara,
punya rasa alkalin/pahit, dan membentuk larutan alkali yang kuat (Merck, 2018).

Gambar 2.12 Natrium Karbonat (Mirza dkk, 2013)

17
Adapun Sifat fisika dan kimia dari senyawa natrium karbonat yaitu :
a. Rumus Kimia : Na2CO3
b. Massa Molar : 105,99 g/g mol
c. Penampilan : Padatan putih
d. Densitas : 2,54 g/cm3 (anhidrat)
e. Titik Lebur : 852 °C (1566 °F)
f. Kelarutan : tidak larut dalam etanol, aseton. Tetapi
larut dalam gliserol, dimetilformamida.
g. Kebasaan (pKb) : 3,67
h. Indeks Bias : 1,485
i. Kapasitas kalor (C) : 109,2 J/mol·K
j. Entropi molar standar : 136,4 J/mol·K
k. Entalpi pembentukan : -1131 kJ/mol
standar
l. Energi bebas Gibbs : -1047,5 kJ/mol

2.10 Natrium Hidroksida


Natrium Hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau
sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk
dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di
berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses
produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium
hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Gambar 2.13 Natrium Hidroksida (Mirza dkk, 2013)


Adapun Sifat fisika dan kimia dari senyawa natrium hidroksida yaitu :
a. Rumus Kimia : NaOH
b. Massa Molar : 40 g/g mol
c. Penampilan : Putih
d. Specific gravity : 2,13

18
e. Titik Lebur : 318 °C (604 °F)
f. Kelarutan : 111 g/100 g air
g. pH : 13-14
h. Densitas :>1
2.11 Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2.
Kalsium hidrokida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium
hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini
juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium
klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) (Patnaik dan pradyot,
2003).

Gambar 2.14 Kalsium hidroksida (Mirza dkk, 2013)

Adapun Sifat fisika dan kimia dari senyawa la;sium hidroksida yaitu :
a. Rumus Kimia : Ca(OH)2
b. Massa Molar : 74,09 g/g mol
c. Penampilan : Padatan putih
d. Titik Lebur : 550 °C
e. Kelarutan dalam air : 1,7 g/dm3 pada 20 °C
f. pH : 12,6 pada 20°C
g. Density : 2,24 g/cm3 pada 20°C

2.12 Kalsium Karbonat


Kalsium karbonat ialah senyawa kimia dengan formula CaCO3. Senyawa ini
merupakan bahan yang umum dijumpai pada batu di semua bagian dunia, dan
merupakan komponen utama cangkang organisme laut, siput, bola arang, mutiara,

19
dan kulit telur. Kalsium karbonat ialah bahan aktif di dalam kapur pertanian, dan
tercipta apabila ion Ca di dalam air keras bereaksi dengan ion karbonat
menciptakan limescale. Ini biasanya digunakan dalam pengobatan sebagai
tambahan kalsium atau sebagai antasida, tetapi konsumsi berlebihan bisa berbahaya
(Zumdhal dan steven, 2009)

Gambar 2.15 Kalsium Karbonat (Mirza dkk, 2013)


Adapun Sifat fisika dan kimia dari senyawa Kalsium karbonat yaitu :
a. Rumus Kimia : CaCO3
b. Massa Molar : 100,0869 g/g mol
c. Penampilan : serbuk putih halus
d. Titik Lebur : < -15°C
e. Kelarutan dalam air : larut pada 20°C
f. pH : 2,8- 4 pada 20°C
g. Density : 1,09 g/cm3 pada 20°C
h. Viskositas : 2,5-2,7 mPa.s pada 25°C

20
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan-bahan yang digunakan:


1. Na2CO3
2. Ca(OH)2
3. Air (H2O)
4. HCL untuk titrasi NaOH

3.2 Alat yang digunakan:


1. Erlenmeyer
2. Buret
3. statif
4. Pipet tetes
5. Corong
6. Labu ukur
21
7. Spatula
8. Neraca analitik
9. Oven
10. Magnetic stirrer
11. Gelas ukur
12. Gelas kimia

3.3 Prosedur percobaan


1. Campuran Na2CO3 dan Ca(OH)2 dengan perbandingan masing-masing 16,96
gram dan 5,92 gram dimasukkan ke dalam gelas piala 4, kemudian pada
campuran ditambahkan H2O sebanyak 200 ml lalu diaduk selama 3 menit.
2. Setelah diaduk lali diendapkan selama 2 menit kemudian larutan dipisahkan
dari padatan yang dihasilkan dari langkah 1 diatas.
3. Pelarut baru ditambahkan ke dalam gelas piala 4 yang masih berisi padatan
sisa pada langkah pertama diaduk selama 3 menit.
4. Biarkan selama 2 menit lalu pisahkan dari padatannya, dan ditambahkan ke
dalam gelas gelas piala 3 yang telah diisi campuran larutan jenuh Na 2CO3 dan
bubur Ca(OH)2 dengan perbandingan yang sama seperti pada langkah 1.
5. Demikian seterusnya, langkah-langkah percobaan ini dilakukan seperti yang
digambarkan pada skema.
6. Ulangi percobaan dengan variasi jumlah tahapan dengan 12 tahapan
pemisahan.

22
1

10

11
12

Gambar 3.1 Skema Percobaan Ekstraksi Padat-Cair 12 Tahap

3.4 Rangkaian Alat

4
Nama Alat:
1. Gelas Kimia
2
2. Statif dan klem
3. Stirrer
23
4. Motor Pengaduk
3

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Proses Pengadukan

Nama Alat:
1 Buret
1 2 Erlenmeyer
3
3 Statif dan klem

Gambar 3.3 Rangkaian Alat Proses Titrasi


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


4.1.1 Run I
Perbandingan Mol Na2CO3:Ca(OH)2 = (0,16:0,8) dengan penambahan
aquades 200 mL.
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan pada 8 Stages

24
Volume Berat
Volume Konsentrasi ρ
HCl Kering
Tahap NaOH (M) (gram/
NaOH (mL)
CaCO3
(mL) mL)
1 2 1 2 Rerata (gram)

5 170 9 9,8 0,9 0,98 0,94 1,0228 11,168

6 165 9,4 9,2 0,94 0,92 0,93 1,0184 11,099

7 150 10,6 10,4 1,06 1,02 1,04 1,0136 10,971

8 145 10,2 9,2 1,02 0,92 0,97 1,0128 10,103

Tabel 4.2 Data Efisiensi Reaktor pada Run I


Konsentrasi NaOH Berat Kering Efisiensi Reaktor
Tahap
(M) CaCO3 (gram) (%)

5 0,94 11,168 99,875

6 0,93 11,099 95,906

7 1,04 10,971 97,5

8 0,97 10,103 87,906

Rata-rata 0,97 10,835 95,297

4.1.2 Run II
Perbandingan Mol Na2CO3:Ca(OH)2 = (0,16:0,8) dengan penambahan
aquades 200 mL.
Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan pada 12 Stages
Volume Berat
Volume HCl ρ
Konsentrasi Kering
Tahap NaOH (mL) (gram/
NaOH (M) CaCO3
(mL) mL)
1 2 Rerata (gram)

9 150 10,5 10,5 10,5 1,05 1,0976 5,86

25
10 149 11,5 11,5 11,5 1,15 1,0156 5,18

11 140 11,07 10,6 10,6 1,06 1,0148 5,5

12 135 10,9 10,8 10,85 1,085 1,012 5,65

Tabel 4.4 Data Efisiensi Reaktor pada Run II


Konsentrasi NaOH Berat Kering
Tahap Efisiensi Reaktor
(M) CaCO3 (gram)

9 1,05 5,86 98,437

10 1,15 5,18 107,093

11 1,06 5,5 92,75

12 1,085 5,65 91,547

Rata-rata 1,086 5,547 97,457

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini digunakan metode ekstraksi padat-cair (leaching) bertahap
4 dengan aliran berlawanan arah. NaOH diekstrak dari campuran residu (CaCO3)
menggunakan pelarut aquades. Sebanyak 16,96 gram Na2CO3 dan 5,92 gram Ca(OH)2
dimasukkan kedalam gelas piala 4, 3, 2 dan 1. Pelarut ditambahkan sebanyak 200 mL
pada gelas ke 4, dan penambahan ke gelas selanjutnya sesuai dengan fitrat yang
dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi leaching antara lain ukuran partikel, jenis
pelarut, temperature, dan pengadukan. Zat terlarut dari fasa padat dapat diekstrak
dengan menggunakan pelarut. Aquades digunakan sebagai pelarut karena memiliki
viskositas yang kecil yakni 0.899 cP, sehingga sirkulasi pada saat kontak dengan zat
padat berlangsung dengan sempurna, dan waktu pengendapannya akan menjadi
semakin singkat.

Na2CO3(aq) + Ca(OH)2(aq) → CaCO3(s) + 2NaOH (aq)

26
Na2CO3 dan Ca(OH)2 diaduk dengan pengaduk magnetik selama 3 menit yang
bertujuan untuk mempercepat terjadinya kontak antara padatan. Sehingga, massa zat
yang terlarut berupa NaOH akan berpindah dari permukaan padatan ke larutan. Dengan
adanya pengadukan, maka aliran dalam reaktor menjadi turbulen sehingga laju difusi
akan bertambah. Kemudian larutan didiamkan selama 2 menit untuk memudahkan
proses pemisahan (dekantasi).

4.2.1 Hubungan Jumlah Tahap Pencucian terhadap Konsentrasi NaOH

Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi NaOH

Berdasarkan grafik diatas, konsentrasi NaOH antara Run I dan Run II meningkat
dengan penambahan tahap. Semakin banyak tahap pencucian, kandungan NaOH yang
terdapat pada endapan akan semakin kecil karena semakin banyak NaOH yang telah
terekstrak. Hal ini dapat terjadi karena akan semakin banyak NaOH yang berdifusi ke
pelarut seiring dengan bertambahnya waktu kontak. Dapat ditinjau pada Run I tahap
ke 8 reaktor 1 konsentrasinya 0,97 N. Hasilnya jauh lebih kecil dibandingkan Run II
tahap ke 12 reaktor 1 dengan hasil konsentrasi 1,085 N. Hubungan tahap pencucian
akan mempengaruhi konsentrasi ekstrak yang terbentuk karena semakin banyak tahap
pencucian kandungan NaOH yang terdapat pada filtrat akan semakin besar
(Geankoplis, 1997).

27
4.2.2 Efisiensi Reaktor
Efisiensi reaktor dipengaruhi oleh konsentrasi filtrat, berat molekul suatu
senyawa, dan volume ekstrak. Dimana semakin besar konsentrasi ekstrak (NaOH)
maka efisiensi yang dihasilkan akan semakin besar. Dari hasil percobaan konssentrasi
dari Run I lebih kecil dibandingkan konsentrasi Run II. Sehingga efisiesi rata-rata
Run I sebesar 95,297% lebih kecil dibandingkan Run II sebesar 97,457%. Hasil ini
dipengaruhi oleh tahap, pada Run II tahapnya lebih banyak yakni 12 stages,
sedangkan pada Run I hanya 8 stages. Namun terdapat data yang menyimpang pada
tahap 10, sehingga efisiensi yang diperoleh melebihi 100%. Hal ini disebabkan
karena pada saat titrasi melewati titik kesetimbangan, sehingga konsentrasi yang
diperoleh dari hasil perhitungan menjadi lebih besar.

Gambar 4.2 Grafik Persentase Efisiensi Reaktor

4.2.3 Hubungan Jumlah Tahap Pencucian terhadap Padatan CaCO3

28
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Jumlah Tahap Pencucian terhadap Padatan CaCO3

Dari Gambar 4.3 diatas dapat dikethaui bahwa semakin banyak tahap yang
digunakan maka akan semakin sedikit jumlah padatan CaCO 3 yang diperoleh. Hal ini
karena semakin banyak tahap pencucian, NaOH yang terdapat dalam padatan semakin
berkurang. NaOH yang semula terikat pada padatan CaCO 3 telah berpindah ke larutan
aquades bersamaan dengan banyaknya jumlah tahap pencucian.

29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Semakin banyak tahap yang digunakan semakin kecil konsentrasi NaOH pada
padatan, dan semakin banyak konsentrasi NaOH pada filtrat. Konsentrasi NaOH
pada Run II lebih besar dibandingkan Run I
2. Efisiensi reaktor Run I adalah 95,297% dan efisiensi reaktor Run II adalah
97,457%
3. Semakin besar konsentrasi NaOH maka akan semakin besar efisiensi reactor.
Efisiensi Run II lebih besar dari pada Run I

4.2 Saran
1. Pada praktikum ekstraksi padat cair akan lebih baik apabila tahap yang
digunakan semakin banyak agar konsentrasi NaOH yang diperoleh semakin
besar

30
2. Pada saat proses titrasi harus lebih teliti agar tidak melewati titik
kesetimbangan
3. Pada saat proses pemisahan campuran antara padatan dan filtrat harus
dilakukan secara hati-hati supaya dapat terpisah dengan sempurna

DAFTAR PUSTAKA

Ariestya. 2010. Pengaruh Temperatur dan Ukuran Biji Terhadap Perolehan Minyak
Kemiri Pada Ekstraksi Biji Kemiri Dengan Penekanan Mekanis. Jurusan
Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Katolik Parahyangan.
Bandung
Departemen Teknik Kimia ITB. 2012. Modul Ekstraksi Padat Cair. Panduan
Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/I (sumber
http://akademik.che.itb.ac.id)
Fajriati, I., Rizkiyah, M., Muzakky, 2011. .Studi Ekstraksi Padat Cair Menggunakan
Pelarut HF dan HNO3 pada Penentuan logam Cr dalam Sampel Sungai di
Sekitar Calon PLTN Muria. Jurnal Ilmu Dasar,Vol. 12 No. 1, 15 : 22.
Geankoplis, C.J. 1997. Transport Process and Unit Operation. Edisi 3. New Delhi:
Prentice-Hall of India
Giyatmi. 2015. Petunjuk Praktikum Operasi Teknik Kimia 2. STTN-BATAN:

31
Yogyakarta
Ilham, A,P. G,I, Nafisa. S,P, Juwita. 2017. Leaching (Ekstraksi Padat-cair). Laporan
Operasi Teknik Kimia 2. Jurusan Teknik Kimia Industri Politeknik Negeri
Malang. Malang
Lucas, 1949. Principles And Practice In Organic Chemistry. New York : Jhon Willey
And Sons, Inc
www. merck.com/ Lembaran Data Keselamatan Bahan Menurut Peraturan (UE) No.
1907/2006/akses 24 maret 2019
Mirza, M. R,Ali. P,Rine. 2013. Pengaruh Peremdapaman Larutan KOH dan NaOH
terhadap Kualitas Rumput Laut Sargassum polycycstum C,A, Agardh.
Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 41-47
Nasir, S. Fitriyanti. K, Hilma. 2009. Ekstraksi Dedak Padi Menjadi Minyak Mentah
Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) Dengan Pelarut N-Hexane Dan Ethanol.
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16 (1-10)]
Patnaik, Pradyot (2003). Handbook of Inorganic Chemical Compounds. McGraw-
Hill. ISBN 0-07-049439-8.
Tagora. 2012. Penentuan Kondisi Keseimbangan Unit Leachingpada Produksi
Eugenol dari Daun Cengkeh. Fakultas Teknik. Universitas Sumatra
Utara. Vol 1[1]
Tim, Penyusun. 2019. Ekstraksi Padat-Cair. Modul Praktikum Laboratorium
Instruksional teknik kimia II. Pekanbaru, Universitas Riau
Wahyuni Bachtiar. 2016. Ekstraksi Padat-Cair (Leaching). Laporan praktikum satuan
operasi II. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang,
Makassar
Zulmanwardi. 2007. Petunjuk Praktikum Laboratorium Satuan Operasi II. Jurusan
Teknik Kimia. Politeknik Negeri Ujung Pandang: Makassar
Zumdahl, Steven S. (2009). Chemical Principles 6th Ed. Houghton Mifflin Company.
hlm. A21. ISBN 0-618-94690-X.

32
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

1. Perhitungan rasio mol


Bahan yang digunakan yaitu Na2CO3 dan Ca(OH)2 dengan rasio mol 2:1
a. Mr Na2CO3 = (2 x Ar Na)+(1 x Ar C)+(3 x Ar O)
= (2 x 23)+(1 x 12)+(3 x 16)
=46+12+48
=106 gr/mol
n Na2CO3 = 0,16 mol (untuk rasio 2:1)

n =

0,16 mol =

= 16,96 gr
b. Mr Ca(OH)2 = (1 x Ar Ca)+(2 x Ar O)+(2 x Ar H)
= (1 x 40)+(2 x 16)+(2 x 1)
=40 + 32+ 2

33
=74 gr/mol

n Na2CO3 = 0,08 mol (untuk rasio 2:1)

n =

0,08 mol =

= 5,92 gr
2. Perhitungan konsentrasi
Pengenceran HCl untuk titrasi
Volume larutan = 100 ml
Konsentrasi HCl (N1) = 10 N
Konsentrasi HCl untuk titrasi (N2) =1N
V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 10 N = 100 ml × 1 N
V1 = 10 ml

a. Run 1
 Gelas piala 4
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 9,4 ml
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 9,4 ml = N2 x 10 ml
N2 = 0, 94 N
 Gelas piala 3
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 9, 3 ml
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 9, 3 ml = N2 x 10 ml
N2 = 0, 93 N
 Gelas piala 2
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 10,4 ml
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 10,4 ml = N2 x 10 ml
N2 = 1,04 N
 Gelas piala 2
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 9,7 ml

34
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 9,7 ml = N2 x 10 ml
N2 = 0,97 N

b. Run 2
 Gelas piala 4
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 10,5 ml
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 10,5 ml = N2 x 10 ml
N2 = 1,05 N
 Gelas piala 3
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 11,5 ml
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 11,5 ml = N2 x 10 ml
N2 = 1,15 N
 Gelas piala 2
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 10,6 ml
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 10,6 ml = N2 x 10 ml
N2 = 1,06 N
 Gelas piala 2
Vlarutan NaOH = 10 ml
Vlarutan HCl = 10,85 ml
N1 x V1 = N2 x V2
1 N x 10,85 ml = N2 x 10 ml
N2 = 1,085 N

3. Perhitungan densitas
Volume piknometer = 25 ml
Berat pikno kosong = 20, 23 gr
a. Run 1
 Gelas piala 4
Berat piknometer + larutan = 45,80 gr

= =

= 1,0228 gr/ml
 Gelas piala 3

35
Berat piknometer + larutan = 45,69 gr

= =

= 1,0184 gr/ml

 Gelas piala 2
Berat piknometer + larutan = 45,57 gr

= =

= 1,0136 gr/ml
 Gelas piala 1
Berat piknometer + larutan = 45,55 gr

= =

= 1,0128 gr/ml
b. Run 2
 Gelas piala 4
Berat piknometer + larutan = 47,67 gr

= =

= 1,0976 gr/ml
 Gelas piala 3
Berat piknometer + larutan = 45,62 gr

= =

= 1,0156 gr/ml
 Gelas piala 2
Berat piknometer + larutan = 45,60 gr

36
= =

= 1,0148 gr/ml
 Gelas piala 1
Berat piknometer + larutan = 45,53 gr

= =

= 1,012 gr/ml

4. Menentukan Berat NaOH dalam Larutan Ekstrak (Ws)


Mr NaOH = 40 gr/mol

Rumus berat NaOH :


M x BM NaOH x Vekstraksi
Ws  NaOH
1000

Run I
 Pengadukan ke-1 (Gelas piala 4)

= gram

 Pengadukan ke-2 (Gelas piala 3)

= gram

 Pengadukan ke-3 (Gelas piala 2)

= gram

 Pengadukan ke-4 (Gelas piala 1)

= gram

Run II
 Pengadukan ke-1 (Gelas piala 4)

37
= gram

 Pengadukan ke-2 (Gelas piala 3)

= gram

 Pengadukan ke-3 (Gelas piala 2)

= gram

 Pengadukan ke-4 (Gelas piala 1)

= gram

5. Menghitung Berat Endapan CaCO3

Run I

 Gelas piala 4
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 11,85 – 0,682 = 11,168 gram

 Gelas piala 3
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 11,78 – 0,681 = 11,099 gram

 Gelas piala 2
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 11,65 – 0,679 = 10,971 gram

 Gelas piala 1
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 10,79 – 0,687 = 10,103 gram

Run II

 Gelas piala 4

38
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 6,51 – 0,65 = 5,86 gram

 Gelas piala 3
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 5,89 – 0,71 = 5,18 gram

 Gelas piala 2
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 6,17– 0,67 = 5,5 gram

 Gelas piala 1
Berat CaCO3 = (Berat Kertas Saring + Sampel) – (Berat Kertas Saring)

= 6,31 – 0,66 = 5,65 gram

6. Menentukan Efisiensi Produk


Berat Na2CO3 mula-mula = 16,96 gram

BM Na2CO3 = 106 gram/mol

Mol Na2CO3

Berat Ca(OH)2 mula-mula = 5,92 gram

BM Ca(OH)2 = 74 gram/mol

Mol Ca(OH)2

Mol NaOH = 2 x mol

= 2 x 0,08 mol Ca(OH)2

= 0,16 mol

Jadi, berat NaOH yang terbentuk dalam reaktor:

39
Wm = mol NaOH x Mr NaOH

= 0,16 mol x 40 gram/mol

= 6,4 gram

Run I

Efisiensi NaOH dalam reaktor :

 1R4 = Ws x 100% =
Wm

 2R3 = Ws x 100% =
Wm

 3R2 = Ws x 100% =
Wm

 4R1 = Ws x 100% =
Wm

Run II

Efisiensi NaOH dalam reaktor :

 1R4 = Ws x 100% =
Wm

 2R3 = Ws x 100% =
Wm

 3R2 = Ws x 100% =
Wm

 4R1 = Ws x 100% =
Wm

40
7. Neraca Massa
a. Neraca massa Run 1: volume akuadest 200 ml
16,96 gr 5,92 gr 16,96 gr 5,92 gr 16,96 gr 5,92 gr
Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2

x4 x3 y2
200 ml
R4 R3 R2
10,971 gr
air

y4 y3
x2
11,168 gr 11,099 gr

16,96 gr
R1 Na2CO3
x1
5,92 gr
Ca(OH)2
y1

10,103 gr

R4:
Mass input = mass output
(m akuadest + m Na2CO3 + m Ca(OH)2) = y4 + x4
ρV + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y4 + x4
(1 x 200) + 16,96 + 5,92 = 11,168 + x4
222,88 = 11,168 + x4
x4 = 211,712 gr
Densitas NaOH = 2,13 gr/ml
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

R3:
x4 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y3 + x3

41
211,712 + 16,96 + 5,92 = 11,099 + x3
234,592 = 11,099 + x3
x3 = 223,49 gr
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

R2:
x3 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y2 + x2
223,49 + 16,96 + 5,92 = 10,971+ x2
246,373 = 10,971+ x2
x2 = 235,402 gr
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

R1:
x2 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y1 + x1
235,402 + 16,96 + 5,92 = 10,103 + x1
258,28 = 10,103 + x1
x1 = 248,152 gr
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

b. Neraca massa Run 2: volume akuadest 200 ml


16,96 gr 5,92 gr 16,96 gr 5,92 gr 16,96 gr 5,92 gr
Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2 Na2CO3 Ca(OH)2

x4 x3 y2
200 ml R4 R3 R2
5,5 gr
air

y4 y3
42
5,86 gr 5,18 gr

x1 y1
x2

16,96 gr
R1 Na2CO3
5,92 gr
Ca(OH)2

5,65 gr

R4:
Mass input = mass output
(m akuadest + m Na2CO3 + m Ca(OH)2) = y4 + x4
ρV + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y4 + x4
(1 x 200) + 16,96 + 5,92 = 5,86 + x4
222,88 = 5,86 + x4
x4 = 217,02 gr
Densitas NaOH = 2,13 gr/ml
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

R3:
x4 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y3 + x3
217,02 + 16,96 + 5,92 = 5,18 + x3
239,9 = 5,18 + x3
x3 = 234,72 gr
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

R2:
x3 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y2 + x2

43
234,72 + 16,96 + 5,92 = 5,5 + x2
257,6 = 5,5 + x2
x2 = 252,1 gr
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

R1:
x2 + m Na2CO3 + m Ca(OH)2 = y1 + x1
252,1 + 16,96 + 5,92 = 5,65 + x1
274,98 = 5,65 + x1
x1 = 269,33 gr
Jadi, didapatkan voleme pada x4

V(x4) = ml

LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

44
Gambar B.1 Penimbangan Na2CO3 Gambar B.2 Proses pengadukan
dan Ca(OH)2 campuran pada setiap
tahap

Gambar B.4 Larutan dititrasi secara


Gambar B.3 Campuran didiamkan
duplo menggunakan HCl
agar larutan dan padatan
1N
terpisah

45
Gambar B.5 Penentuan densitas Gambar B.6 Larutan NaOH yang
NaOH dengan diperoleh
piknometer

Gambar B.7 Padatan CaCO3 yang


diperoleh

46

Anda mungkin juga menyukai