Disusun Oleh :
Kelompok 2
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena
limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya saya mampu untuk
menyelesaikan makalah saya dengan judul “Makalah Konsep Tentang
Pendidikan Sexsualitas Pada Balita” ini.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan
nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan
petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah
pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna
dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari
pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi
kembali. Karena kami sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami
buat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Penyusun,
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….…..i
Latar Belakang………………....…………………………………...……ii
BAB II PEMBAHASAN………………………………………..………ii
Pengertian…………………………………….…………………………iv
Karakteristik……………………………...………………………………v
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….…………viii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kesadaran orang tua dan pendidik akan pendidikan seks kepada para
remaja masih sangat minim dan kurang jelas. Salah satunya adalah
menyembunyikan urusan seksual dari anak-anak pada saat mereka
membutuhkan bimbingan yang murni, yaitu umur tujuh hingga empat
belas tahun, sehingga mereka tidak mengatahui apa-apa tentang masalah
seksual sampai mereka menginjak usia puber. Padahal dalam islam,
seorang anak mumayiz harus dikenalkan pada kaidah-kaidah yang
berkaitan dengan pendidikan seksual, untuk mempersiapkan anak
menghadapi perubahan dalam pertumbuhannya.
PEMBAHASAN
1.Pengertian
1. Usia
Data dari U.S. Department of Health and Human Services tahun 1996
menunjukkan 10% korban CSA berada pada rentang usia 0-3 tahun.
Presentase meningkat pada usia 4-7 tahun yaitu 28.4%. usia 8-11 tahun
sejumlah 25.4%, dan anak usia 12 tahun ke atas sejumlah 35.9%.
sejumlah pihak meyakini bahwa umur sebagai factor resiko memiliki
perbedaan pada laki-laki dan perempuan, dimana pada perempuan
resiko muncul lebih awal dan berlangsung lebih lama.
2. Cacat
Menurut Westcott and Jones, cacat fisik, terutama pada anak buta, tuli,
dan retardasi mental berasosiasi dengan meningkatnya factor resiko.
Tiga factor yang berkontribusi dalam meningkatnya kerentanan
tersebut adalah: ketergantungan, perawatan institusional, dan kesulitan
komunikasi.
3. Status Sosial-Ekonomi.
Ras dan etnis tampaknya tidak menjadi faktor risiko untuk CSA,
meskipun penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mereka dapat
mempengaruhi ekspresi gejala.Dua studi menemukan bahwa anak
perempuan Latin lebih buruk dalam masalah emosional dan perilaku
daripada Afrika-Amerika atau perempuan kulit putih.
5. Konstelasi Keluarga
PENUTUP
Kesimpulan