I. Identitas pasien
Nama : Tn Siswanto
No RM : 142647
Umur / Tanggal lahir : 71 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Status Sosial : Menikah
Alamat : Margo Rahayu, Simpang Pematang
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan cara Autoanamnesis kepada pasien pada tanggal 11 Januari
2019 pada jam 17.30 WIB
Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada buah zakar sejak pukul 09.00 pagi
Keluhan Tambahan
Nyeri pada buah zakar
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan ke RSUD Menggala dengan keluhan terdapat benjolan di buah
zakar sejak pagi hari dan terasa nyeri. Awalnya benjolan kecil dan hilang timbul di lipat paha kiri
selama 1 tahun sebelumnya. Pasien mengatakan 1 bulan terakhir benjolan tersebut mulai turun
sampai ke kemaluan. Pasien mengatakan benjolan timbul terutama saat berdiri , mengedan dan
mengangkat sesuatu yang berat. Benjolan terasa nyeri dan akan masuk dengan sendirinya saat
pasien tiduran. Namun sejak pukul 09.00 wib benjolan tersebut tidak masuk lagi walaupun
pasien tiduran.
Pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah, susah BAB dan perut kembung.
Pasien BAB pada pagi hari dengan konsistensi lunak , tidak berdarah, BAK lancer, dan pasien
masih bisa kentut. Riwayat diurut (+)
Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah di operasi sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak muda dan tidak pernah mengkonsumsi
alcohol sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
III. Pmeriksaan Fisik
a. Status Generalisata
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 160/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8ºC
c. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normosefali, deformitas (-)
Mata : Sklera Ikterik (-), Konjungtiva anemis (-)
Hidung : Bentuk normal , septum deviasi (-), Sekret (-)
Mulut
Tonsil : T1 / T1
Mukosa Bibir : Tampak kering, Sianosis (-).
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, trakea teraba intak
di tengah.
Thorax
Jantung
o Inspkesi : ictus cordis tak terlihat(-)
o Palpasi :iktus cordis teraba di sela iga V linea
midclavicularis
Paru
o Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi
o Palpasi : Stem fremitus kedua lapangan paru simetris
o Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-
Abdominal
o Inspeksi : Datar
o Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani pada seluruh region abdomen
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
Daerah Inguinal
o Inspeksi : Terdapat benjolan di scrotum bagian kiri. Benjolan
berwarna sama dengan kulit sekitar. Berbentuk lonjong , kira kira
sebesar telur angsa dan berbatas tidak jelas
o Transluminasi : (-)
Pemeriksaan Hasil
Hb 14,4 gr/dL
Ht 42 %
Leukosit 9.600 ribu/mm3
Trombosit 208.000/mm3
Masa Perdarahan 4’
Masa Pembekuan 13’
MCV 87 gr
MCH 30 pgr
MCHC 34 %
Ureum 20 mg/dL
Creatinin 0,6 mg/dL
Glukosa sewaktu 116 mg/dL
HbsAg (-)
Anti HCV (-)
HIV (-)
V. Resume
Laki –laki usia 71 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan di scrotum yang terasa
nyeri sejak pagi hari. Awalnya benjolan di inguinal kiri 1 tahun seebelumnya dan 1 bulan terakhir
benjolan sudah turun ke scrotum tapi sifatnya masih reponibel. Tanda-tanda obstruksi usus (-),
gangguan sirkulasi usus (+). Pasien sadar dan tanda tanda vital stabil. Pemeriksaan fisik umum
dalam batas normal. Status lokalis pada scrotum tampak benjolan sebesar telur angsa yang
berwarna sama dengan kulit berbentuk lonjong dengan batas tidak tegas, pada auskultasi tidak
terdengan bising usus, pada perabaan lunak dan licin, nyeri tekan (+). Pemeriksaan penunjang
dilakukan dilakukan untuk persiapan operasi, laboratorium dan EKG dalam batas normal.
VII. Tatalaksana
Operasi cito
Dilakukan hernioraphy
Persiapan operasi
a) Puasa
b) Periksa lab (DL, Fungsi ginjal, EKG, Faktor Pembekuan) dan Foto Thoraks
c) Pasang NGT dan Kateter
d) IVFD RL 20 tpm
Inj Ceftizoxime 2 X 1 gram
e) Konsul Anastesi
Inj Ketorolac 3 X 1 amp
VIII. Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam
IX. Follow up
LAPORAN OPERASI
2.2. Anatomi
2.2.1. Kanalis Inguinalis
Lipat paha adalah daerah dinding abdomen yang lemah secara alami dan merupakan
tempat yang paling sering untuk terjadi hernia. Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan
oblik (miring) dengan panjang 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale. Dinding
yang membatasi kanalis inguinalis adalah:
- Anterior : Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan 1/3 lateralnya
muskulus obliqus internus.
- Posterior: Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis yang bersatu
dengan fasia transversalis dan membentuk dinding posterior dibagian lateral. Bagian
medial dibentuk oleh fasia transversa dan konjoin tendon, dinding posterior berkembang
dari aponeurosis muskulus transversus abdominis dan fasia transversal.
- Superior: Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus dan muskulus
transversus abdominis dan aponeurosis.
- Inferior : Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.
2.3 Defenisi
Secara umum, hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu organ melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis, isi perut (usus) menonjol melalui
defek pada lapisan musculo-aponeurotik dinding perut melewati canalis inguinalis dan turun hingga ke
rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah hernia inguinalis lateralis (indirek) yang
mencapai rongga scrotum. Ada beberapa macam hernia yang terdapat pada dinding abdomen yaitu:
2.4 Klasifikasi1,2
Menurut sifat atau keadaannya, hernia dibedakan menjadi:
1. Hernia Reponibel
Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam rongga perut dengan sendirinya. Usus
keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk ke perut, tidak ada
keluhan nyeri ataupun gejala obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel
Disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Ini
biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa
nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3. Hernia Inkarserata
Disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan
tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase seperti muntah, tidak bisa
flatus maupun buang air besar. Secara klinis, hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia
ireponibel dengan gangguan pasase.
4. Hernia Strangulata
Disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan
vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari
bendungan sampai nekrosis.
2.5 Epidemiologi2,3
Hampir 75% dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Hernia inguinalis dibagi menjadi
hernia ingunalis lateralis (indirek) dan hernia ingunalis medialis (direk) dimana hernia ingunalis lateralis
ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia ingunalis. Sepertiga sisanya adalah hernia inguinalis
medialis.
Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita, sedangkan pada wanita lebih sering
terjadi hernia femoralis. Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia ingunalis 7 : 1. Prevalensi
hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur.
Hernia inguinalis lateralis lebih sering terjadi pada bayi prematur daripada bayi aterm di mana
sebanyak 13,7% berkembang pada bayi yang lahir pada usia kandungan di bawah 32 minggu.
2.7 Patofisiologi4
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior gonad ke permukaan
interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati dinding abdomen yang mana pada sisi bagian ini
akan menjadi kanalis inguinalis. Processus vaginalis merupakan evaginasi diverticular peritoneum yang
membentuk bagian ventral gubernaculum bilateral. Pada pria testis awalnya terletak retroperitoneal dan
dengan adanya processus vaginalis, testis akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum akibat
adanya kontraksi pada ligamentum
gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga angka kejadiannya lebih
banyak pada sebelah kanan.
Proses selanjutnya yang terjadi adalah menutupnya processus vaginalis. Jika processus vaginalis tidak
menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Akan tetapi tidak semua hernia
ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya processus vaginalis dibuktikan pada 20%-30%
autopsi yang terkena hernia ingunalis lateralis proseccus vaginalisnya telah menutup sempurna.
2.9 Diagnosis5
Diagnosis hernia scrotalis dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Inspeksi Daerah Inguinal
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian daripadanya, melalui
lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls
hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan inspeksi daerah
inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan
hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini
dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan
periksalah kembali daerah itu.
Pemeriksaan Hernia Inguinalis
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum di atas testis kiri dan
menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin
inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan
kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.
Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke dalam
kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke atas ke arah cincin
inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna
dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis inguinalis, mintalah
pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan
terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada hernia, suruh pasien
berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan
terus-menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini
tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi
kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah
cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek
mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi
usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek.
Transluminasi Massa Skrotum
Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap,
sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan
testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel atau spermatokel.
Diagnosis Banding5
Adapun diagnosis banding dari hernia scrotalis seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.
2.10 Terapi
Terapi yang diberikan pada pasien dengan hernia dapat berupa tindakan konservatif maupun
operatif.
2.10.1 Konservatif
Tindakan ini terbatas pada reposisi, pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Tidak dilakukan pada hernia strangulate
kecuali anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit
tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Reposisi pada anak dapat dilakukan dengan
menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es diatas hernia. Bila reposisi
berhasil, anak disiapkan untuk operasi hari berikutnya. Bila tidak berhasil harus dilakukan
operasi segera (Nyhus, 1991; Sjamsuhidayat, 1997).
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia dan bukan
menyembuhkannya sehingga harus dipakai seumur hidup. Cara ini menimbulkan komplikasi
merusak kulit, dan tonus dinding perut di daerah yang ditekan sedangkan strangulasi tetap
mengancam. Pada anak dapat menyebabkan atrofi testis karena pembuluh darah testis pada
funikulus spermatikus ikut tertekan (Nyhus, 1991; Sjamsuhidayat, 1997)..
2.10.2 Operatif
Tindakan operatif merupakan satu-satunya tindakan pengobatan rasional untuk hernia.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas
herniotomi dan hernioplasty. Anatomi pembedahan berkaitan dengan tindakan operasi pada
pasien dengan hernia, dalam bukunya Skandalakis (1995), dinding abdomen pada dasar inguinal
terdiri dari susunan multi laminer dan seterusnya. Pada dasarnya inguinal dibentuk dari lapisan:
1. Kulit (kutis).
2. Jaringan sub kutis (camper’s dan scarpa’s) yang berisikan lemak.
3. Innominate fasia (Gallaudet) : lapisan ini merupakan lapisan superfisial atau lapisan luar
dari fasia muskulus obliqus eksternus. Sulit dikenal dan jarang ditemui.
4. Apponeurosis muskulus obliqus eksternus, termasuk ligamentum inguinale (Poupart),
Lakunare (Gimbernat) dan Colle’s.
5. Spermatik cord pada laki-laki, ligamen rotundum pada wanita.
6. Muskulus transversus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus internus, falx
inguinalis (Henle) dan konjoin tendon.
7. Fasia transversalis dan aponeurosis yang berhubungan dengan ligamentum pectinea
(Cooper), iliopubic tract dan falx inguinalis.
8. Preperitoneal connective tissue dengan lemak.
9. Peritoneum
10. Superfisial dan deep inguinal ring.
Bila dilihat dari lapisan-lapisan pada anatomi bedah inguinal di atas, maka lokasi hernia itu
sendiri seperti Gambar di bawah ini.
Herniotomi
Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia
dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit setinggi
mungkin lalu dipotong.
Hernioplastik
Dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik lebih penting dalam mencegah residif
dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal beberapa metode hernioplastik, seperti:
- Memperkecil annulus inguinalis internus dengan jahitan terputus
- Menutup dan memperkuat fascia transversa
- Menjahitkan pertemuan m. transverses internus abdominis dan m. oblikus internus
abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale
Poupart menurut metode Bassini.
- Menjahitkan fascia transversa, m. transverses abdominis, m. oblikuss internus
abdominis ke ligamentum Cooper pada metode Mc Vay.
Metode Bassini
Metode bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama dipublikasikan tahun 1887.
Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar lipat paha dengan cara
mengaproksimasi m. oblikus internus, m. transverses abdominis dan fascia transversalis dengan
traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik ini dapat diterapkan pada hernia direk
maupun indirek.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik herniotomi Bassini
adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot-otot yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini,
pada tahun 80-an dipopulerkan pendekatan operasi tension free. Pada teknik itu digunakan
prosthesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis tanpa menjahitkan otot-otot ke inguinal.
Pada hernia congenital pada bayi dan anak-anak yang factor penyebabnya adalah
prosesus vaginalis yang tidak menutup hanya dilakukan herniotomi karena annulus inguinalis
internus cukup elastic dan dinding belakang kanalis cukup kuat. Terapi operatif hernia bilateral
pada bayi dan anak dilakukan dalam satu tahap. Mengingat kejadian hernia bilateral cukup tinggi
pada anak, kadang dianjurkan eksplorasi kontralateral secara rutin, terutama pada hernia
inguinalis sinistra, dianjurkan melakukan operasi dalam satu tahap kecuali ada kontraindikasi.
Kadang ditemukan insufisiensi dinding belakang kanalis inguinalis dengan hernia
inguinalis medialis besar yang biasanya bilateral. Dalam hal ini diperlukan hernioplastik yang
dilakukan secara cermat dan teliti. Tidak satu pun teknik yang dapat menjamin bahwa tidak akan
menjadi residif. Yang penting diperhatikan ialah mencegah terjadinya regangan pada jahitan dan
kerusakan pada jaringan. Umumnya dibutuhkan plastic dengan bahan prosthesis mesh.
Terjadinya residif lebih banyak dipengaruhi oleh teknik reparasi dibandingkan dengan
factor konstitusi. Pada hernia inguinalis lateral penyebab residif yang paling sering adalah
penutupan annulus inguinalis internus yang tidak memadai. Diantaranya karena diseksi kantong
yang kurang sempurna, adanya lipoma preperitoneal atau kantong hernia tidak ditemukan. Pada
hernia inguinalis medialis penyebab residif umumnya karena tegangan yang berlebihan pada
jahitan plastic atau kekurangan lain dalam teknik. Pada operasi hernia secara laparoskopi
diletakan prosthesis mesh pre peritoneum dinding perut.
Shouldice
Menurut Abrahamson (1997) prinsip dasar tehnik Shouldice adalah Bassini multi layer,
di klinik khusus hernia Shouldice digunakan kawat baja no 32 atau 34 untuk menjahit defek
dinding posterior kanal inguinal. Tetapi penggunaan benang monofilamen sintetis non absorbsi
lebih biasa dipakai diluar Toronto. Adapun tahapan hernioplasty menurut Shouldice:
Langkah pertama setelah dilakukan insisi garis kulit sampai fasia, dengan preparasi saraf
ilioinguinal dan iliohipogastrika, bebaskan funikulus dari fasia transversalis sampai ke cincin
interna, membuang kantong dan ligasi setinggi mungkin. Dilanjutkan dengan memotong fasia
transversalis dan membebaskan lemak pre peritoneal.
Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan dibawahnya dengan
jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian seterusnya dengan menjahit tendon
konjoin ke ligamentum inguinal membentuk lapisan ke tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan
aponeorosis obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C).
BAB III
KESIMPULAN
Diagnosis hernia scrotalis dapat dilakukan dengan menggali anamnesa serta melakukan
pemeriksaan fisik yang tepat dan bila perlu didukung oleh pemeriksaan penunjang. Diagnosis
hernia yang telah ditegakkan akan menyokong indikasi penatalaksanaan berupa tindakan
operatif yang merupakan terapi definitive dari hernia sehingga dapat mencegah maupun
mengatasi komplikasi hernia seperti hernia inkarserata maupun strangulata.
DAFTAR PUSTAKA
Abrahamson J. Hernias in Maingot’s Abdominal Operation 10 th
ed.Vol I. Connecticut, Prentice
Hall Int; 1997:479-580.
Bax T, Brett C, Sheppard, Crass RA. Surgical Options in the Management of Groin Hernia.
American Family Physician. AAFP 1999.
Callesen T, Klarskov B, Bech K, Kehlet H. Short Convalescene After Inguinal Herniorrhaphy
with Standard Recommendations. Duration and Reasons for Delayed Return to Work.
Eur J Surg 1999 ; 165 (3) : 236 – 41.
Divilio T. Inguinal Hernias and The Prolene (Polypropylene) Hernia System, Sept 1997.
http://www.herniasolution.com/profesionalcontent/clin.
Ismail W, Taylor SJC, Beddow E. Advice on Driving After Groin Hernia Surgery in The United
Kingdom. Questionnaire Survey BMJ 2000 ; 321 : 1056 – 7.
Nyhus LM, Bombeck T, Klein MS. 1991. Hernias. In: Sabiston DC, editor. Text book of
surgery. 14th ed. Philadelphia: WB Saunders Company,:1141-4.
Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Malang: Sagung Seto.
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Mc-Graw-Hill Inc.
Schumpelick, V. 1990. Atlas of hernia surgery. 10th ed. Toronto: B.C. Decker Inc : 21-8.
Simarmata, Albiner. 2003. Perbandingan Pasca hernioplasty Shouldice “Pure Tissue” dengan
Lichtenstein “Tension Free”. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera utara.
Sjamsuhidayat R, Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. EGC: Jakarta.
Skandalakis J.E., Skandalakis P.N., Skandalakis LJ. Surgical Anatomy and Technique, New
York, Springer – Verley 1995 : 123 – 203.
Townsend et. Al. (e.d.) . Sabiston textbook of surgery, 17th edition. Elsevier-Saunders.
Wexler-MJ., 1997. Symposium on the Management of Inguinal Hernias 2. Overview the Repair
of Inguinal Hernia. 110 year after Bassini. Can J. Surg ; 40 (3) : 186 – 97.