Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN Tn. M DENGAN ENCHEPALITIS


DI RUANG 25 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Syarat Tugas Praktik Klinis Profesi NERS Departemen


Keperawatan Medikal Bedah

OLEH :
RAHIL ZILFAH
201810461011001

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan di ruang 25 RSUD dr. Saiful


Anwar Malang yang disusun oleh:
Nama : Rahil Zilfah
NIM : 201810461011001
Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas praktik klinik Profesi Ners
departemen Keperawatan Medikal Bedah
Malang, Maret 2019
Mahasiswa (Ners Muda)

Rahil Zilfah. S.Kep

Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

2
LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN ENCHEPALITIS

A. Anatomi Fisiologi Otak


Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan merupakan salah satu
organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam
organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Otak mempunyai lima bagian utama,
yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum),
sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.

a) Otak besar (serebrum)


Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan.Otak besar merupakan sumber dari semua
kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga
beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna
kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di
sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan.

3
b) Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan
otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja
kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus
optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.

c) Otak kecil (serebelum)


Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan
yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak
mungkin dilaksanakan.

d) Jembatan varol (pons varoli)


Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang
.
e) Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari
medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi
jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan
kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar
pencernaan.Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang
lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.

B. Pengertian
1) Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
2) Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang
dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit (Tarwoto: 2007).

4
C. Etiologi
a. Albovirus
Albovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
serangga. Masa inkubasinya antara 5-15 hari.
b. Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zooster.
c. Herpeks simpleks
Herpeks simpleks merupakan penyebab meningitis yang sangat
mematikan di amerika utara (Hickey dam Donna, 1995).
d. Amoeba
Amoeba penyebab ensefalitis adalah amoeba naegleria dan
acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui
mukosa mulut saat berenang.
e. Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binnatang yang terkena rabies setelah masa
inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f. Jamur
Jamur yang dapat menyebabkan ensefalitis adalah fungus blastomyces
dermatitihis, biasanya menyerang pria yang bekerja diluar rumah.
Tempat masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.
(Tarwoto,2007)

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ensefalitis tergantung dari penyebabnya, masing-masing
berbeda. Namun secara umum tanda dan gejala ensefalitis:
1) Nyeri kepala, photofobia, nyeri sendi, nyeri leher dan nyeri pinggang.
2) Kesadaran menurun,
3) Mengantuk
4) Vomitus,
5) Demam ,
6) Defisit neurologi,
7) kelumpuhan saraf kranial,

5
8) Adanya tanda-tanda iritasi serebral,
9) Peningkatan tekanan intrakranial,
10) Kejang,
11) Tremor
12) Aphasia .

E. Klasifikasi
Ensefalitis diklasifikasikan menjadi :
a) Ensefalitis Supurativa
 Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media,
mastoiditis, sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses di
dalam paru, bronkiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,
trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini
jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang
disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang
meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula.
Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
 Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis seperti :
1) Demam.
2) Kejang.
3) Kesadaran menurun.
4) Bila ensefalitis berkembang menjadi abses serebri akan timbul
gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah,
penglihatan kabur, kejang, dan kesadaran menurun.
5) Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
6) Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
 Terapi pada ensefalitis supurativa adalah dengan pemberian:
1) Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2) Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.

6
b) Ensefalitis Siphylis
 Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui
epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui kelenjar limfe
kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa
waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar
diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.
 Manifestasi Klinis
Adapun gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu :
 Gejala-gejala neurologis
a. Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan.
b. Afasia.
c. Apraksia.
d. Hemianopsia.
e. Penurunan kesadaran
f. Pupil Agryll- Robertson.
g. Nervus opticus dapat mengalami atrofi.
h. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang bersifat
progresif.

 Gejala-gejala mental
a. Timbulnya proses dimensia yang progresif.
b. Intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang
efektifnya kerja.
c. Daya konsentrasi mundur.
d. Daya ingat berkurang.
e. Daya pengkajian terganggu.
 Terapi pada ensefalitis siphylis
1) Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari.

7
2) Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskular + probenesid 4x500mg
oral 14 hari.
Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan :
3) Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
4) Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
5) Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu.
6) Ceftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
c. Ensefalitis Virus
Adapun virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia adalah sebagai
berikut :
 Virus RNA
a. Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili.
b. Rabdovirus : virus rabies.
c. Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue).
d. Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus).
e. Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.
 Virus DNA
a. Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus
Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia.
b. Retrovirus: AIDS.
 Manifestai Klinis
a. Demam.
b. Nyeri kepala
c. Vertigo.
d. Nyeri badan.
e. Nausea.
f. Kesadaran menurun.
g. Kejang-kejang.
h. Kaku kuduk.
i. Hemiparesis dan paralysis bulbaris.

 Terapi pada ensefalitis karena virus

8
1) Pengobatan simtomatis
a. Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg.
b. Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
2) Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab
herpes zoster-varicella.
3) Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg
peroral tiap 4 jam selama 10 hari.

d. Ensefalitis Karena Parasit


 Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan
utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga
menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis
fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul adalah demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan yang terjadi.
 Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-
gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh
manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan
jaringan otak.
 Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di
air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-
gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan
kesadaran menurun.
 Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa
dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat
tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak.
Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna.

9
Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala
neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan yang terjadi.

 Terapi pada ensefalitis karena parasit


1) Malaria serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8
jam hingga tampak perbaikan.
2) Toxoplasmosi
a. Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
b. Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
c. Spiramisin 3 x 500 mg/hari.
3) Amebiasis : Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.

e. Ensefalitis Karena Fungus


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistem saraf pusat ialah
meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah
daya imunitas yang menurun.
 Terapi pada ensefalitis karena fungus
1) Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6
minggu.
2) Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.

 Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang
terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh
darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi
trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, sukar tidur, kemudian
mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi
yang tersebar.
 Terapi pada riketsiosis serebri

10
1) Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari.
2) Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

11
F. Patofiologis

Staphylococcus aureus, E. Coli, M. Tuberculosa ,Toksin

Masuk melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna

Infeksi menyebar Infeksi menyebar


melalui
Melalui darah system syaraf

Mengenai CNS

Ensefalitis

Aktivitas virus meningkat Disfungsi hipotalamus Anoreksia

Pelepasan zat progen endogen Hipermetabolik BB


menurun

Kerja PGE2 Mual muntah


Hipotalamus MK: Nutrisi
kurang
dari kebutuhan

Infeksi termoregulasi MK : Gangguan cairan


dan elektrolit
Suhu tubuh meningkat

12
MK : Hipertermi
Mengikuti aliran darah sistemik

Kejang
Penyebaran infeksi sistemik
koordinasi otot
menurun Sepsis

MK : Gangguan mobilitas MK: Resti Injuri


fisik

G. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Biakan :
 Dari darah
Viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
 Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi)

13
Akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotika.
 Dari feses
Untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
 Dari swap hidung dan tenggorokan
idapat hasil kultur positif
b. Pemeriksaan serologis
Uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi.
Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM
dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah
Terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
e. EEG/Electroencephalography
EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai
dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi
sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat
menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.(Smeltzer, 2002)
f. CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti
Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal.(Victor, 2001)

2.9 Penatalaksanaan Medis


a. Isolasi
Isolasi betujuan mengurangi stimulus/ rangsangan dari luar sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur

14
Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
 Ampicillin : 200 mg / kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
 Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
Bila encephalitis disebabkan oleh virus ( HSV ), agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30
mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10 – 14 hari untuk mencegah
kekambuhan ( Victor, 2001 ).Untuk kemungkinan infeksi sekunder
diberikan antibiotika secara polifragmasi.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak.
 Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan ; jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
 Glukosa 20 %, 10 ml intrvena beberapa klai sehari disuntikan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
 Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
c. Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
 Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3 – 0, 5 mg/kgBB/kali.
 Bila 15 menit belum teratasi/ kejang lagi bisa diulang dengan dosis
yang sama.
 Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
d. Mempertahankan ventilasi
Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai dengan kebutuhan ( 2 – 31/
menit )
e. Penatalaksanaan shock septic
f. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
g. Untuk mengatasi hiperpireksia
Diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,

15
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4
mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per
oral.(Hassan, 1997)

16
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ENSEFALITIS

2.1 Pengkajian
1. Biodata
 Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden
tertinggi terjadi pada anak-anak
 Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan
perempuan
 Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku
bangsa, ras.
2. Keluhan utama
 Demam
 Kejang
3. Riwayat kesehatan sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise,
nyeri ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan
kesadaran.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga
dan tenggorokan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh: Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,
Streptococcus , E Coli dan lain-lain.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
 Kebiasaan. Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan
buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah
kumuh)
 Status Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

17
2) Pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolisme. Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri
tenggorokan dan Berat badan menurun.
 Pola aktivitas. Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan
mempengaruhi pola aktivitas.
 Pola istirahat dan tidur. Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh karena
demam, sakit kepala dan lain-lain, yang sehubungan dengan penyakit
ensefalitis.
 Pola eliminasi. Kebiasaan Defekasi sehari-hari, Biasanya pada klien
Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi
obstivasi. Kebiasaan BAK sehari-hari, Biasanya pada klien Ensefalitis
kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun
,konsentrasi urine pekat.
 Pola hubungan dan peran. Efek penyakit yang diderita terhadap peran yang
diembannya sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi dengan
keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang, karena
kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
 Pola penanggulangan stress. Akan cenderung mengeluh dengan keadaaan
dirinya (stress).
2.2 Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dumulai
dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis biasanya
didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-49°C. Keadaan ini
biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.Apabila disertai peningkatan
frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

18
umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami
ensefalitis.TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering
didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada
system pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi bunyi napas tambahan sperti ronkhi pada klien dengan
ensefalitis berhubungan akulasi sekreet dari penurunan kesadaran.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
1. Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Apabila klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau
pemberian asuhan keperawatan.
2. Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik.
Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
 Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien
ensefalitis
 Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai

19
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK.
 Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan.
Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
 Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga
mengganggu proses mengunyah.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris
karena adanya paralisis unilateral.
 Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
 Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecap normal.
 Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan
koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.

4. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dada, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien
ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
5. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia.Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi.Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan ensefalitis.Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.

20
6. Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal,
perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal. Peradangan pada selaput otak
mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis.Tanda
tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung.Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena
anoreksia dan adanya kejang.
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
klien lebih banyak dibantu orang lain.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, kehilangan cairan.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah, anoreksia, kelemahan, intake yang tidak adekuat.
3. Hipertermi b/d infeksi,
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologik,
5. Resiko injuri: jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status
mental. (Tarwoto, 2007)

2.3 Intervensi dan Implementasi

21
1. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Tujuan :Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
 Suhu tubuh normal 36.5-37.5 0C
 Tanda vital normal
 Turgor kulit baik
 Pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur tanda vital setiap 4 jam. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit menimbulkan perubahan
tanda vital seperti penurunan
darah dan peningkatan nadi.
2. Monitor hasil pemeriksaan Mengetahui perbaikan atau
laboratorium terutama elektrolit. ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Mencegah secara dini terjadinya
dehidrasi.

4. Catat intake dan output cairan. Mengetahui keseimbangan cairan.

5. Berikan minuman dalm porsi kecil Mengurangi distensi gaster.


tetapi sering.
6. Pertahan temperatur tubuh dalam Peningkatan temperatur
batas normal. mengakibatkan pengeluaran
cairan lewat kulit bertambah.
7. Kolaborasi dam pemberian cairan Pemenuhan kebutuhan cairan
intravena. dengan IV akan mempercepat
pemulihan dehidrasi.
8. Pertahankan dan monitor tekanan Tekanan vena sentral untuk
vena sentral. mengetahui keseimbangan cairan.

22
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah, anoreksia, kelemahan, intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutri terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Nafsu makan baik,Terjadi peningkatan BB secara bertahap,
 Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan,
 Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada,
 Hb dan albumin dalam batas normal,
 Tanda-tanda vital normal.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kesukaan makanan pasien. Meningkatka selera makan pasien.
2. Berikan makan dalam porsi kecil Menghindari mual dan muntah.
tapi sering.
3. Hindari berbaring kurang dari 1 Posisi berbaring saat makan
jam setelah makan. dalamlambung penuh dapat
mengakibatkan refluks dan tidak
nyaman.
4. Timbang BB 3 hari sekali secara Penurunan BB berarti kebutuhan
periodik. makanan berkurang.
5. Berikan antiemetik 1 jam sebelum Menekan rasa mual dan muntah.
makan.
6. Kuranngi minum sebelum makan. Minum yang banyak sebelum
makan mengurangi intake
makanan.
7. Hindari keadaan yang Meningkatkan selera makan
mengganggu selera makan: pasien.
lingkungan kotor, bau, kebersihan
tempat makan.
8. Sajikan makanan dalam keadaan Meningkatkan selera makan.
hangat dan hygine, menarik.
9. Lakukan perawatan mulut. Menigkatkan nafsu makan.

23
10. Monitor kadar Hb dan Albumin. Mengetahui status nutrisi.

3. Hipertermi b.d infeksi


Tujuan : suhu badan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh normal 36.5-37.5 0C
 Tanda vital normal
 Turgor kulit baik
 Pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor suhu setiap 2 jam Mengetahui suhu tubuh.
2. Monitir tanda vital. Efek dari peningkatan suhu adalah
perubahan nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
3. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Tubuh dapat kehilangan cairan
melalui kullit dan penguapan.
4. Beri obat antipireksia. Mengurangi suhu tubuh.
5. Berikan minum cukup 2.000 CC / hari. Mencegah dehidrasi.
6. Lakukan kompres hangat. Mengurangi suhu tubuh.
7. Monitor tanda-tanda kejang. Suhu tubuh yang panas beresiko
kejang.

4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologik,


Tujuan :tidak ada gangguan mobilitas fisik.
Kriteria hasil:
 Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal,
 Integritas kullit utuh,
 Tidak terjadi atrofi,
 Tidak terjadi kontraktur
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan mobilisasi. Hemiparise mungkin dapat terjadi.

24
2. Alih posisi pasien setiap 2 jam. Menghindari kerusakan kulit.
3. Lakukan massage bagian tubuh yang Melancarkan aliran darah dan
tertekan. mencegah dekubitus.
4. Lakukan ROM pasif. Menghindari kontraktur dan atrofi.
5. Monitor trombo emboli, konstipasi. Mencegah komplikasi imobilisasi.
6. Konsul pada ahli fisioterapi jika Perencanaan yang penting lebih
diperlukan. lanjut.

5. Resiko injuri: jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status
mental.
Tujuan: tidak terjadi injuri.
Kriteria hasil:
 Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi,
 Kejang tidak terjadi,
 Injuri tidak terjadi.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status neurologi steiap 2 jam. Menentukan keadaan pasien dan
resiko kejang.
2. Pertahankan keamanan pasien Mengurangi resiko injuri dan
seperti penggunaan penghalang mencegah obstruksi pernafasan.
tempat tidur, kesiapan suction,
spatel, oksigen.
3. Catat aktivitas kejang dan tinggal Merencanakan intervensi lebih lanjut
bersama pasien selama kejang. dan mengurangi kejang.
4. Kaji status neurologi dan tanda vital Mengetahui respon post kejang.
setelah kejang.
5. Orientasikan pasien dan Setelah kejang kemungkinan pasien
lingkungan. disorientasi.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat Mengurangi resiko kejang/
anti kejang. menghentikan kejang.

25
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Fransisca B. Batticaca, (2008). Asuhankeperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Ginsberg, Lionel. (2007) . Lecture Notes : Neurology . Jakarta :Erlangga
Mansjoer ,Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran,edisi 2 jilid 3. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Shodikin, M. 2013. Anatomi dan fisiologi sistem persarafan . Jakarta : EGC
Tarwoto, et al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Sagung Seto.

26

Anda mungkin juga menyukai