AsKep GADAR ASMATIKUS Baru
AsKep GADAR ASMATIKUS Baru
ASMATIKUS
PENGERTIAN
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap
terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas,
penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok
adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin
dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam berat
kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk
serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonisβ 2 tidak
ada perbaikan atau malah memburuk.
PATOFISIOLOGI
Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan
mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada
status asmatikus. Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan
respirasi alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.
Terhadap penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan
peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan
pH turun, mencerminkan respirasi asidosis.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat
pada asma hebat – pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher,
mengi. Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin
besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan.
Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan
pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak napas
mendadak disertai bising mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun yang sangat
penting dalam upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat serangan terutama
menentukan apakah asam tersebut termasuk dalam serangan asma yang berat.
Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia
pertengahan atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami
serangan asma akut berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma
akut berat yang potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut.
a. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.
b. Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit
c. Denyut nadi lebih dari 110x/menit
d. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah
dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
e. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10
mmHg.
EVALUASI DIAGNOSTIC
1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan
napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah
( respirasi asidosis ), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan
membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan
perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi
mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka
yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak
berespons terhadap pengobatan awal.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif
jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin
dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan
apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena
konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti
infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan
lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips aminofilin.
Dokter yang merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan penderita meski
dikirim ke unit perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD
dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut.
1) Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia. Oksigen aliran rendah
yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen
yang diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO 2 dipertahankan antara 65 dan 85
mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap
pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
2) Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat diperjarang
pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain
dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secara injeksi. Bila
terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3) Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per drip
didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin
direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita
menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok.
Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau
anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera
dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4) Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya keadaan
serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis
keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative
adalah triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 – 10 mg. bila tidak tersedia
kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau
predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5) Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β 2
secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila
pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6) Pengobatan lainnya
a) Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan
penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk
dehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b) Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat ekspektorans
seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik
bromeksin maupun N-asetilsistein.
c) Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada
penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d) Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan
neutrofil leukositosis.
e) Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan intensif.
Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat
malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respon
pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising mengi, frekuensi
napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks, AGD, kadar serum
aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.
Indikasi perawatan intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif yangdiberikan perlu
dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan intensif. Adapun penderita yang
memerlukan perawatan intensif yaitu
a. Terdapat tanda- tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO 2 > 45 mmHg ) sesudah pemberian
oksigen.
Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan, terapi
intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 – 5 hari pertama semua pengobatan intravena
diganti, diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis β 2 dengan inhaler dosis terukur
6 – 8 x/ hari atau preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari 5 – 10, steroid oral ( predmison,
predmisolon ) diturunkan, obat agonis β2 dan aminofilin diteruskan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanda – tanda dehidrasi diidentifikasi dengan memeriksa turgor kulit. Masukan cairan
penting untuk melawan dehidrasi, mengencerkan sekresi, dan untuk memudahkan
ekspektorasi. Cairan intravena diberikan sesuai dengan yang diharuskan, hingga 3 sampai 4
L/hari, kecuali bila ada kontraindikasi.
Pemantauan terhadap pasien oleh perawat secara terus – menerus, penting dilakukan
dalam 12 sampai 24 jam pertama, atau sampai status asmatikus dapat diatasi. Energy pasien
harus dihemat dan ruangan harus tenang serta bebas dari iritan pernapasan, termasuk bunga,
asap, tembakau, parfum, atau bau bahan pembersih. Bantal nonalergik harus digunakan.
PENYULUHAN PASIEN
Penatalaksanaan lepas rawat
Sebagai patokan, penderita dapat dipulangkan bila :
a. Tidak ada sesak waktu istirahat
b. Bising mengi tidak ada atau minimal
c. Retraksi otot bantu napas minimal
d. Tidur sudah normal
e. APE > 70 % dari nilai normal atau nilai terbaik
Selama minggu pertama penderita dipulangkan, diberikan pengobatan yang sama
dengan hari – hari terakhir perawatan di rumah sakit. Yang terpenting adalah mengenai
penggunaan steroid. Penurunan dosis steroid 5 mg / hari baru dilakukan pada minggu kedua
pasca perawatan. Pada penderita asma kronik yang tergantung steroid penurunan steroid
dilakukan sampai dosis rendah yang masih ditoleransi penderita, sebaiknya diberikan dosis
tunggal di pagi hari setiap hari atau selang hari. Kalau memungkinkan lebih baik diberikan
steroid aerosol.
Mendidik pasien merupakan bagian penting dari perawatan jika kekambuhan dan
perwatan ulang dipertahankan minimal. Pasien diinstruksikan untuk dengan segera
melaporkan tanda – tanda dan gejala – gejala yang menyulitka, seperti bangun saat malam
hari dengan serangan akut, tidak mendapatkan peredaan komplit dari penggunaan inhaler,
atau mengalami infeksi pernapasan. Bronkodilator mungkin diperlukan sepanjang waktu.
Obat – obat tertentu ( yaitu teofilin dan kortikosteroid ) dapat ditambahkan atau dosisnya
dinaikkan ketika terjadi serangan asmatik. Hidrasi adekuat harus dipertahankan di rumah
untuk menjaga sekresi agar tidak mengental. Pasien harus diingatkan bahwa infeksi harus
dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.
Aktivitas perawatan diri tertentu meningkatkan penggagalan serangan hebat dan
memberikan suatu kemadirian. Jika diresepkan teofilin oral kerja lama, instruksi yang cermat
diberikan tentang bahaya penggunaan yang berlebihan. Adrenergic β2-selektif, seperti
metaproterenol atau albuterol, mungkin juga diresepkan untuk pemberian mandiri dengan
inhaler genggam dosis terukur. Bila bronkodilator ini tidak berhasil, kortikosteroid ( kerja
cepat, dosis besar ), biasanya prednisone, diresepkan. Intruksi tentang penggunaan obat –
obat ini juga diberikan dan pasien disarankan untuk mencari perawatan tindak lanjut sesuai
kebutuhan.
DISABILITY
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami
penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat
mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan . Namun pada
penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.
EXPOSURE
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan yang lebih intesif.