Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pernapasan pada manusia adalah sistem menghirup oksigen dari


udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Dalam proses pernapasan,
oksigen merupakan zat kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh
dari udara di lingkungan sekitar. Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan
udara yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung
karbon dioksida dan uap air. Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh
energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan energi. Sistem pernapasan pada
manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan mekanisme
pernapasan.

Alat-alat pernapasan merupakan organ tubuh yang sangat penting. Jika alat
ini terganggu karena penyakit atau kelainan maka proses pernapasan akan
terganggu, bahkan dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, penyakit atau
gangguan saluran pernapasan akibat kerja yang disebabkan oleh debu
diperkirakan cukup banyak meskipun data yang ada masih kurang. Hasil
pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai HIPERKES dan
Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja
di 8 perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami
restriktif, 1% responden yang mengalami obstruktif dan 1% responden yang
mengalami combination (gabungan antara restriktif dan obstruktif).

Konsumsi obat generik di Tanah Air terus meningkat. Saat ini penggunaan
Obat Generik Berlogo (OGB) di Indonesia telah mencapai 60-70 persen.
Tingginya penggunaan obat generik di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
1
2

ini karena kesadaran dan kepercayaan masyarakat, termasuk tenaga kesehatan,


tentang obat generik yang semakin membaik. Selain itu pemerintah memang
membuat program untuk penggunaan obat generik bagi pasien peserta JKN.

Berdasarkan latar belakang tersebut sekiranya cukup sebagai dasar bagi


penulis untuk menyusun makalah Farmakologi Sistem Pernafasan mengingat
pentingnya mengetahui obat-obat yang penting untuk mengatasi masalah
pernafasan.

B. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Farmakologi pada sisten pernafasan

C. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian obat sistem respirasi
2. Untuk mengetahui macam-macam obat pada sistem respirasi
3. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada sistem
respirasi
4. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada obat sistem respirasi

BAB II
3

PEMBAHASAN

A. Sistem Respirasi
Fungsi sistem pernafasan adalah untuk mengambil oksigen O2 dari
atmosfer kedalam sel sel tubuh dan mentrasfer karbondioksida CO 2 yang
dihasilkan sel sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ organ respiratorik juga
berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam
basah, pertahanan tubuh melawan benda asing yang pengaturan hormonal
tekanan darah. Sisteem respirasi teridiri atas:
1. Stuktur hidung
Tulang rawan epiteluim dan lamina propia keduanya saling berkaitan, di
anggap sebagai bagian fungsional mukosa terbanyak yang berasal dari
rongga hidung.
a. Fungsi hidung dalam proses pernapasn meliputi
1) Udara di hangatkan, oleh permukaan konka dan septum nasalis
setelah melewati faring suhu lebih kurang 36o
2) Udara dilembabkan, sejumblah besar udara yang melewati hidung
bila mencapai faring kelembapanya lebih kurang 75o
3) Kotoran disaring oleh bulu bulu hidng
4) Penciuman. Pada pernapasan, biasa 5 – 10% udara pernapsan
melalui cela olfaktori.
2. Faring
Faring tekak adalah suatu saluran otot slaput kedudukan tegak lurus antara
basis krani dan vertebrae servikalis IV.

3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang
3
dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat, dan ligamentum.
Laring terdiri atas :
a. Epiglotis :katup kartilago yang menutup dan membuka
saat menelan
b. Glotis :lubang antara pita suara dan laring
4

c. Kartilago tiroid :kartilago yang terbesar pada trakea, terdapat


bagian yang membentuk jakun
d. Kartilago aritiloid :cicin kartilago yang utuh di laring
e. Kartilago aritenoid :digunakan pada pergerakan pita suar bersamaan
dengan kartilago tiroid
f. Pita suara :sebuah ligamen yang di kontrol oleh
pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menpel pada laring.
4. Trakea
Merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vetebrae
torakal ke-7 yang bercabang
5. Bronkus dan bronkiolus
Cabang bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih
vertikal dari pada cabang yag kiri. Bronkus disusun oleh jaringan kartilago
sedangkan kartilago sedangkan bronkiolus, yang berakhir di alveoli, tidak
mengandung kartilago
6. Paru – paru
Paru-paru lerletak pada rongga dada berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang pertama dasarnya berada pada diafragma. Paru paru
kanan menpunyai tiga lobus sedangkan paru paru kiri mempunyai dua
lobus.

7. Alveoli
Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil dan
merupakan akhir dari bronkiolus respiratorius sehingga memungkinkan
perutukaran O2 dan CO2
B. Pengertian obat sistem pernapasan
Obat sistem pernapasan adalah obat yang bekerja dan mempengaruhi
sistem pernafasan, tujuan umum dari pemberian obat pada gangguan sistem
respirasi adalah mengurangi obstruksi dengan memperbaiki diameter saluran
napas, menghilangkan sekresi yang tertahan, memberantas infeksi dan
mengoreksi ventilasi yang abnormal. Bentuk sediaan yang tersedia bisa
berupa : tablet atau kapsul, tablet lepas lambat, sirup dan drop, balsam,
inhaler, tetes hidung, serta nebulizer.
5

C. Macam-macam obat sistem pernapasan


Sistem respirasi atau sistem pernapasan merupakan kumpulan organ yang
bersinergi dan berfungsi mengatur keluar masuknya udara dalam tubuh. Salah
satu organ terpenting dalam sistem pernapasan adalah paru-paru. Paru-paru
berfungsi untuk oksigenasi darah dan ekskresi karbon dioksida serta air. Oleh
karena itu, paru-paru memiliki kaitan yang erat dengan jantung secara
fungsionalitas. Kinerja jantung dan paru-paru saling bergantung satu sama
lain, sehingga jika terjadi gangguan pada paru-paru maka kinerja jantung akan
terganggu dan menurunkan fungsi sistem kardiovaskuler.
Terdapat berbagai jenis gangguan pada sistem pernapasan khususnya
paru-paru, gangguan/penyakit ini biasanya bermanifestasi dalam bentuk batuk
dan ekspektoransi, dispneu, nyeri dada, dan hemoptisis. Obat respirasi dapat
dikelompokkan menjadi:

1. Antihistamin
Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin.
Antihistamin terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap
reaksi alergi atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin berlebih.
Antihistamin
a) Penggolongan obat
Pada garis besarnya antihistamin dibagi dalam 2 golongan besar,
yaitu menghambat reseptor H-1 dan H2 :
1) Menghambat reseptor H1
H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonir histamin
dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim.
Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf
(gatal, flare reaction).
2) Menghambat reseptor H2
H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat
secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat
6

histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di


lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam
klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah
menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak
lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga
sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan
kortikosteroida.
b) Indikasi
Untuk meringankan bersin dan mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh
c) Farmakokinetik
Biasanya obat ini ditemukan dalam bentuk tablet atau kapsul.
d) Efek Samping
1) Mengantuk
2) Efek antikolinergik
3) Diskrasia
4) Euphoria, gelisah, insomnia dan tremor.
5) Nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada
epigastrium, konstipasi atau diare.
e) Contoh
1) CTM
Bekerja untuk mencegah histamin bekerja pada reseptor H-1.
Mencegah stimulasi refleks bersin. Efek antimuskarinik
menurunkan sekresi lendir dan meningkatkan dilatasi bronkus.
Efek samping: Paralisis gerakan cilia, Efek antikolinergik,
Sedasi.
2) Diphenhydramin
Dosis Dewasa, Oral : 25-50 mg setiap 4-6 jam 10-50mg dosis
tunggal(IM,IV). Pertimbangan pemakaian yaitu alergi rhinitis,
urtikaria dan bisa dipakai antitusif. Menekan system syaraf
pusat bila di minum bersama alcohol, narkotik, hipnotik dan
barbiturate.
f) Cara kerja obat antihistamin
7

Histamin sudah lama dikenal karena merupakan mediator


utama timbulnya peradangan dan gejala alergi. Mekanisme kerja
obat antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala alergi
berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat histamin
berikatan dengan reseptor H1 atau H2 di organ sasaran. Histamin
yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor
H1. Reseptor yang baru tersebut akan diisi oleh antihistamin.
Peristiwa molekular ini akan mencegah untuk sementara timbulnya
reaksi alergi. Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina,
medula adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit,
otot polos saluran nafas, saluran cerna, saluran genitourinarius dan
jaringan vaskular. Reseptor H2 terdapat di saluran cerna dan dalam
jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks serebri dan
otot polos bronkus. Di kulit juga Terdapat reseptor H3 yang
merupakan autoreseptor, mengatur pelepasan dan sintesis histamin.
Namun, peranan dalam menimbulkan gatal dan inflamasi masih
belum jelas

2. Dekongestan
Obat ini menyebabkan konstriksi arterioral di mukosa hidung
sehingga mengurangi infiltrasi cairan dari pembuluh darah ke jaringan
sekitar yang dapat menyebabkan udem. Selain itu dekongestan juga dapat
menyebabkan relaksasi bronkus menyebabkan berkurangnya gangguan
aspirasi udara masuk ke paru-paru. Dekongestan sering diberikan melalui
aerosol untuk memperpendek onzet dan mengurangi efek samping
sistemiknya. Jika diberikan melalui oral, efeknya akan panjang tetapi
dapat menimbulkan efek samping seperti peningkaan tekanan darah dan
denyut jantung. Kombinasi dengan antihistamin hanya boleh diberikan
dalam beberapa hari untuk mengurangi fenomena rebound kongesti jika
pemberian obat dihentikan. Efek samping dan reaksi yang merugikan
8

adalah meningkatkan tekanan darah dan gula darah, jadi obat ini
merupakan kontra indikasi bagi penderita tekanan darah tinggi, Diabetes
Mellitus dan hipertiroid. Dibagi menjadi 2 macam yakni :
a) Nasal Dekongestan Sistemik
1) Indikasi
Untuk meringankan bersin-bersin hidung tersumbat.

2) Farmakokinetik
Obat ini sering dijumpai dalam bentuk tablet atau kapsul.
3) Efek Samping
i. Peningkatan tekanan darah
ii. Takikardia (Denyut jantung berlebih)
4) Contoh
i. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid yang dikenal sebagai obat
simpatomimetik aktif pertama secara oral. Efedrin sebagai obat
adrenergik dapat bekerja ganda dengan cara melepaskan
simpanannorepinefrin dari ujung saraf dan mampu bekerja
memacu secara langsung di reseptor α dan β. Pada sistem
kardiovaskuler, efedrin meninggikan tekanan darah baik sistolik
maupun diastolik melalui vasokonstriksi dan terpacunya jantung.
Efedrin berefek bronkodilatasi tetapilebih lemah dan lebih
lambat dibandingkan epinefrin atau isoproteronol. Efedrin
memacuringan SSP sehingga menjadi sigap, mengurangi
kelelahan, tidak memberi efek tidur dandapat digunakan sebagai
midriatik. Efedrin digunakan sebagai dekongestan hidung,
bekerjasebagai vasokonstriktor lokal bila diberikan secara
topikal pada permukaan mukosa hidung,karena itu bermanfaat
dalam pengobatan kongesti hidung pada Hay fever, rinitis
alergi,influenza dan kelainan saluran napas atas lainnya. Dosis :
pada asma, oral 3-4 dd 25-50 mg(HCl), anak-anak 2-3 mg/kg
sehari dalam 4-6 dosis. Nama Paten : Asmasolon
ii. Pseudoefedrin
9

Isomer dekstro dari efedrin dengan mekanisme kerja yang


sama, namun bronkodilatasinya lebih lemah, tetapi efek
sampingnya terhadap SSP dan jantung lebihringan. Obat ini, jika
masuk ke dalam sistem saraf pusat, dapat menyebabkan
kecemasan, peka rangsangan, dan gelisah. Efek samping lainnya
berupa denyut jantung lebih cepat,insomnia, efek alergi pada
kulit, kulit kering, retensi urin, anoreksia, halusinasi, sakit
kepala,mual, dan sakit perut. Pseudoefredin juga dikaitkan
dengan peningkatan risiko stroke. Obatini banyak digunakan
dalam sediaan kombinasi untuk flu. Dosis : oral 3-4 dd 60 mg
(hcl,sulfat) Nama Paten : Sinutab, Sudafed, Polaramin.
iii. Fenilpropanolamin
Phenylpropanolamine adalah sebuah dekongestan. Obat ini
bekerja dengan menyusutkan pembuluh darah (vena dan arteri)
dalam tubuh. Pengerutan pembuluh darah di sinus, hidung dan
dada membuat area tersebut kekeringan, sehingga menurunkan
nafsu makan. Indikasi : Untuk mengobati sumbatan yang
dihubungkan dengan alergi, demam karena alergi jerami (hay
fever), iritasi sinus, dan dingin yang biasa. Untuk menurunkan
nafsu makan. Efek Samping: Kegelisahan, kelelahan, insomnia,
kepeningan, mual, hipertensi, tachycardia, arrhythmias.
b) Nasal Dekongestan Topikal
1) Indikasi
Untuk meringankan hidung tersumbat.
2) Farmakokinetik
Balsam, inhaler, tetes hidung atau semprot hidung.
3) Efek Samping
i. Sakit Kepala
ii. Kepala pening/pusing
iii. Tremor
iv. Depresi
v. Apabila digunakan secara berturut-turut akan
menyebabkan iritasi pada hidung.
10

4) Contoh
i. Oksimetazolin
Mengurangi secret hidung yang menyumbat. Hal yang
harus diperhatikan: Hindari dosis melebihi yang
dianjurkan. Hati-hati sewaktu meneteskan kehidung, dosis
tepat dan masuknya kelubang hidung harus tepat, jangan
mengalir keluar atau tertahan.Tidak boleh digunakan lebih
dari 7-10 hari.
c) Mekanisme Kerja
α –agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada
penderita rhinitis alergika atau rhinitis vasomotor dan pada
penderita infeksi saluran napas atas dengan rhinitis akut. Obat-obat
ini menyebabkan venokontriksi dalam mukosa hidung melalui
reseptor α1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan
demikian mengurangi penyumbatan hidung. Reseptor α2 terdapat
pada arteriol yang membawa suplai makanan bagi mukosa hidung.
Vasokontriksi arteriol ini oleh α2 agonis dapat menyebabkan
kerusakan struktural pada mukosa tersebut. Pengobatan dengan
dekongestan nasal sering kali menimbulkan hilangnya efektivitas
pada pemberian kronik,serta rebound hyperemia dan
memburuknya gejala bila obat dihentikan. Mekanismenya belum
jelas,tetapi mungkin melibatkan desensitisasi reseptor dan
kerusakan mukosa.α1 agonis yang selektif lebih kecil
kemungkinannya untuk menimbulkan kerusakan mukosa.
3. Bronkodilator
Bronkodilator bekerja mencegah kontraksi otot polos bronkial,
meningkatkan relaksasi otot polos bronkial, dan menghambat pembebasan
mediator reaksi alergi. Sehingga bronkus dan saluran napas melebar
kembali seperti ukuran normal dan aliran udara kembali lancar. Beberapa
contoh obat bronkodilator antara lain adalah: teofilin, teobromin, dan lain-
lain. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
11

a. Adrenergika
Untuk Andrenergika obat ang digunakan adalah β2-simpatomimetika
(β2-mimetik). Zat ini bekerja selektif terhadap reseptor β-2
(bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor β-1
(stimulasi jantung). Kelompok β2-mimetik adalah Salbutamol,
Fenoterol, Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol dan Tretoquinol.
Sedangkan yang bekerja terhadap reseptor β-2 dan β-1 adalah Efedrin,
Isoprenalin, Adrenalin.
b. Antikolinergika (Ipatropium, deptropin, tiazianium)
Di dalam otot polos terdapat keseimbangan antara system adrenergik
dan kolinergik. Bila reseptor β-2 sistem adrenergik terhambat, maka
sistem kolinergik menjadi dominan, sehingga terjadi penciutan
bronchi. Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik
pada otot polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergk menjadi
dominan dengan efek bronchodilatasi. Obat kelompok ini akan
menimbulkan beberapa efek samping, yaitu: tachycardia, pengentalan
dahak, mulut kering, obstipasi, sukar kencing, gangguan akomodasi.
Penggunaannya sebagai inhalasi dapat meringankan efek samping.
c. Derivat xantin (Teofilin, Aminofilin, dan Kolinteofinilat)
Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim
fosfodiesterase. Selain itu, Teofilin juga mencegah peningkatan
hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis. Kombinasi
dengan Efedrin praktis tidak memperbesar bronchodilatasi, sedangkan
efeknya terhadap jantung amat diperkuat. Oleh karena itu sediaan
kombinasi demikian tidak dianjurkan terutama bagi manula.
4. Ekspektoran
a. Indikasi
Untuk mngurangi batuk berdahak, dan melunakkan sekret bronkus
sehingga dapat dihilangkan dengan batuk.
b. Farmakokinetik
Lebih banyak ditemukan dalam bentuk sirup (cair) dan sedikit dalam
bentuk tablet.
12

c. Efek Samping
1) Mual
2) Muntah
3) Batu ginjal.
d. Contoh
1) Gliseril Guaiacolate
Merangsang iritan-reseptor di lambung, sebabkan stimulasi
parasimpatik pada saluran cerna dan saluran nafas. Sebabkan
sekresi mukus yang encer. Meningkatkan gerak cilia
Kelemahan : gangguan gastrointestinal
Obat lain: Saponin (radix polygalae, radix primulae), Obat Emetik
(radix ipekak, emetin), Amonium klorida, Kalium iodide, Minyak
atsiri (menthol, eukaliptus, thymi)
5. Mukolitik
Mukolitik adalah obat batuk berdahak yang bekerja dengan cara membuat
hancur formasi dahak sehingga dahak tidak lagi memiliki sifat-sifat
alaminya. Mukolitik bekerja dengan cara menghancurkan benang-benang
mukoprotein dan mukopolisakarida dari dahak. Sebagai hasil akhir, dahak
tidak lagi bersifat kental dan dengan begitu tidak dapat bertahan atau
berada di tenggorokan lagi seperti sebelumnya. Membuat saluran nafas
bebas dari dahak.
a. Indikasi
Untuk meringankan dan menghilangkan batuk berdahak.
b. Farmakokinetik
Mucolytic tersedia dalam bentuk tablet dan cair (sirup).
c. Efek Samping
1) Takikardia
2) Mulut kering
3) Gangguan saluran cerna
4) Retensi urine
d. Contoh
1) Bromheksin
merupakan secretolyticagent, yang bekerja dengan cara
memecah mukoprotein dan mukopolisakarida pada sputum
sehingga mucus yang kental pada saluran bronkial menjadi lebih
encer
13

2) Ambroxol
Ambroxol, yang berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat
mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran
pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran
lendir dipermudah sehingga melegakan pernafasan. Sekresi
lendir menjadi normal kembali selama pengobatan dengan
Ambril. Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang
secara bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang berupa
selaput pada permukaan mukosa saluran pernafasan dapat
melaksanakan fungsi proteksi secara normal kembali.
Penggunaan jangka panjang dimungkinkan karena preparat ini
mempunyai toleransi yang baik.
a) Indikasi :
Gangguan saluran pernafasan sehubungan dengan sekresi
bronki yang abnormal baik akut maupun kronis, khususnya
pada keadaan-keadaan abnormal baik akut maupun kronis,
khususnya pada keadaan-keadaan eksaserbasi dari
penyakit-penyakit bronchitis asmatis, asma bronchial.
3) Asetilsistein
a) Farmakologi
Merupakan derivat asam amino alamiah sistein ini
berkhasiat mencairkan dahak yanng liat dengan jalan
memutuskan jembatan disulfida, sehingga rantai panjang
antara mukoprotein-mukoprotein panjang terbuka dan
lebih mudah dikeluarkan melalui batuk. Sebagi prekusor
dari glutathion, zat ini juga berdaya anti oksidan dengan
melindungi sel terhadap oksidasi dan perusakan oleh
radikal bebas. Asetilsistein juga mampu memperbaiki
gerakan bulu getar (cilia) dan membantu efek antibiotika
(doksisiklin, amoksisiklin, dan tiamfenikol).
b) Penggunaan
14

Sebagai mukolitik pada batuk berdahak dan sebagai


antidotum pada keracunan paracetamol.
c) Efek Samping Obat dan Kontraindikasi
Efek samping yang paling sering muncul adalah mual dan
muntah, maka penderita tukak lambung harus waspada.
Sebagai obat inhalasi zat ini menimbulkan kejang bronchi
pada penderita asma. Pada dosis tinggi (seperti pada
intoksikasi parasetamol) dapat menimbulkan reaksi
anafilaktis dengan rash, gatal, udema, hipotensi dan
bronchospasme.
d) Interaksi Obat
Meningkatkan efek antibiotika doksisiklin, amoksisiklin
dan tiamfenikol (Tjay dan Rahardja, 2007).
e) Dosis
Oral : 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd 600 mg granulat, anak –
anak 2-7 tahun 2 dd 200 mg, anak di bawah 2 tahun 2 dd
100 mg. Sebagai antidotum keracunan parasetamol 150
mg/kg berat badan dari larutan 5%, disusul dengan 75
mg/kg berat badan setiap 4 jam (Tjay dan Rahardja, 2007).
6. Antitusif (Obat Penekan Batuk)
Batuk merupakan respons fisiologis tubuh untuk mengeluarkan sesuatu
yang mengganggu saluran pernafasan atau paru-paru. Faktor pengganggu
tersebut bisa dikarenakan adanya infeksi bakteri, iritasi, inflamasi ataupun
karena adanya makanan atau minuman yang memasuki saluran pernafasan
dan paru-paru.
Batuk yang efektif bergantung pada kemampuan untuk mencapai
aliran udara dan tekanan intratorakal yang tinggi, serta kemampuan
meningkatkan pembuangan mukus yang menempel di dinding saluran
napas. Sedangkan batuk yang tidak efektif dapat terjadi saat otot
pernapasan menjadi lemah atau bila permukaan saluran pernapasan yang
bersangkutan mengalami perubahan. Meskipun batuk merupakan
mekanisme fisiologis dan tidak baik bila disupresi sembarangan, batuk
15

kronik dan berat akan sangat menggangu pasien. Pasien akan sulit
beristirahat dan merasa lelah, terutama pada pasien usia lanjut sehingga
diperlukan obat yang dapat mengurangi frekuensi dan intensitas batuk.
Berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja
di perifer dan antitusif yang bekerja di sentral (dibagi atas golongan
narkotik dan nonnarkotik).
a. Antitusif yang bekerja di perifer
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di
saluran napas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anestesi
langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran
napas.
1) Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan
garam fenol digunakan dalam pembuatan lozenges. Obat ini
mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi
hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan
saluran napas bawah.
2) Lidokain
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain
dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat
prosedur pemeriksaan bronkoskopi.
3) Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan
selaput lendir. Obat ini dipakai sebagai pelarut antitusif lain atau
sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan
anggur. Secara obyektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini
mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan
memberikan perbaikan subyektif obat ini banyak dipakai.
b. Antitusif yang bekerja sentral
Obat antitusif sentral bekerja dengan cara menekan refleks batuk
dengan meningkatkan ambang rangsang pusat refleks batuk di medula
oblongata sehingga kepekaan pusat refleks batuk terhadap rangsangan
16

batuk berkurang. Antitusif sentral dibagi menjadi dua yaitu antitusif


narkotik dan antotusif non narkotik. Antitusif narkotik adalah obat
penekan batu yang berpotensi mengakibatkan kecanduan. Obat
antitusif narkotik antara lain kodein, morfin, dan lain-lain. Sedangkan
obat antitusif non narkotik merupakan obat penekan batuk yang tidak
memiliki potensi menyebabkan adiksi. Contoh dari obat antitusif non
narkotik antara lain adalah dekstrometorfan, noskapin, dan lain-lain.
c. Indikasi
Untuk meringankan batuk kering.
d. Farmakokinetik
Tersedia dalam bentuk sirup atau cairan, tablet, dan permen sebagai
pelega tenggorok
e. Efek Samping
1) Gangguan saluran cerna
2) Mulut kering
3) Retensi urine
f. Contoh
Antitusive dibedakan menjadi dua yakni :
1) Antitusive non narkotik
i. Dekstrometrofan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan.
Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8
jam, dosis dewasa 10-20 mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-
11 tahun 5-10 mg. Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya
2,5 – 5 mg setiap 4 jam.
ii. Butamirat sitrat
Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini
menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas
bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi
dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek
samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan
17

saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu


dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping
dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas
vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah
3×15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8 tahun 2×10 ml
sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2×15 ml.
iii. Difenhidramin
Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat
mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang
dapat ditimbulkan ialah mengantuk, kekeringan mulut dan
hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan
saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik karena
itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma,
retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan
sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi
100 mg/ hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12
tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50 mg/
hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4
jam dan tidak melebihi 25 mg / hari.
2) Antitusive narkotik
i. Kodein Fosfat
untuk kering dan batuk dengan nyeri, Peringatan : asma,
gangguan fungsi hati dan ginjal , riwayat penyalahgunaan obat,
Kontaindikasi : batuk berdahak, penyakit hepar, gngguan
ventilasi, Efek samping : konstipasi, depresi pernapasan pada
pasien yang sensitif atau pada dosis besar.
18

g. Farmakokinetik
Obat Batuk Antitusif dikenal juga Obat batuk untuk batuk tidak
berdahak (batuk kering). Obat-obat kelompok ini bekerja sentral
pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk dan menaikkan
ambang rangsang batuk.
7. Kortikosteroida
Kortikosteroid efektif untuk asma, terutama bermanfaat pada serangan
asma akibat infeksi virus/bakteri untuk melawan reaksi peradangan atau
reaksi alergi lambat.
Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi pada mukosa bronkus
(mengurangi edema dan sekresi mucus pada saluran pernapasan). Daya
bronchodilatasinya mempertinggi kepekaan β-2, sehingga dapat melawan
efek mediator seperti peradangan dan gatalgatal. Untuk mengurangi
hiperreaktivitas bronchi, zat-zat ini dapat diberikan per-inhalasi atau per-
oral.
Dalam keadaan gawat dan status asmathicus (kejang bronchi), obat ini
diberikan secara i.v. (per-infus) lalu disusul dengan pemberian oral.
Penggunaan oral untuk jangka lama dapat menekan fungsi anak ginjal.
a. Macam pemberian obat kortikosteroid.
1) Kortikosteroid Inhalasi. Kortikosteroid inhalasi dianjurkan sebagai
profilaksi asma pada pasien yang menggunkan stimultan beta-2
agonis lebih dari satu kali sehari. Kortikosteroid inhalasi
mempunyai efek samping lebih kecil dibandingkan dengan
pemberian secara sistemik.
2) Kortikosteroid Oral. Pada asma kronik lanjut, ketika respons
terhadap obat-obat antiasma yang lain relative kecil, pemberian
kortikosteroid oral dibutuhkan. Kortikosteroid oral biasanya berupa
dosis tunggal pada pagi hari untuk mengurangi gangguan terhadap
sekresi kotisol.

b. Farmakokinetik
19

Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2,


sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti
prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi
mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat
merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan
mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas,
meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi
keparahan asma jika digunakan secara teratur.
c. Indikasi dan Kontra indikasi
Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan
mencegah gejala asma. Kontraindikasi bagi pasien yang
hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.
d. Efek samping
Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai
mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi
pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih
besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat
menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan,
berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta
meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara
umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali
bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di
sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan,
iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari
dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek
samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid
inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-
anak, osteoporosis, dan karatak.
D. Intervensi Keperawatan pada Obat Sistem Pernapasan
1. Proses Keperawatan Gangguan Pernapasan Atas (Flu)
a) Pengkajian
20

i. Tentukan apakah penderita memiliki tekanan darah tinggi, terutama


jika dekongestan merupakan salah satu obatnya.
ii. Periksa tanda-tanda vital dasar, Suatu kenaikan suhu tubuh dan
37,20C (99F) sampai 38,30C (101F) bisa menunjukkan adanya flu
yang disebabkan oleh infeksi virus.
b) Perencanaan
Flu kiien akan berlangaung selama 7 hari,Infekai sekunder oleh bakten
tidak terjadi
c) Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang paling penting pada pasien dengan flu
adalah menberitahukan pasien rentang cara pencegahan infeksi
lanjutan. Tindakan yang cukup efektif untuk meminirnalkan transmisi
infeksi adalah dengan mencuci tangan, menggunakan tissue sekali
pakai (disposable tissue),menutup mulut ketika batuk, dan
menghindari area yang ramai. Untuk intervensi yang berhubungan
dengan diagnosis keperawatan, tindakan yang dapat dilakukan secara
umum hampir sama dengan tindakan pada penyakit sistem pernapasan
lainnya.
2. Proses Keperawatan Gangguan pernapasan Bawah (COPD dan Asthma)
a) Pengkajlan
1) Dapatkan riwayat medis dan obat dari kilen. Jika terdapat gangguan
jantung (hipertensi, angina, aritmia jantung), simpatomimetik
(adrenergik) biasanya dihindari. Riwayat adanya tukak peptik,
penyakit hati, atau penyakit ginjal harus dilaporkan pada dokter.
2) Dapatkan tanda-tanda vital dasar klien untuk mengidentifikasi
adanya kelainan dan perbandingan pada masa mendatang.
3) Kaji terhadap mengi, penurunan bunyi napas, batuk, dan produksi
dahak.
4) Nilai keadaan sensoris untuk mengetahui adanya kebingungan dan
kegelisahan akibat hipoksia dan hiperkapnea (meningkatnya C02).
b) Perencanaan
Kiien akan bebas dari mengi dan bidang paru akan bersih dalam 2
sampai 5 hari.
21

Klien memakai obat-obat oral atau inhaler seperti yang diresepkan.


c) Intervensi Keperawatan
1) Pantau tanda-tanda Vital, Tekanan darah dan denyut jantung dapat
meningkat dengan tinggi. Periksa adanya aritmia jantung.
2) Sediakan hidrasi yang memadai. Dengan masukan cairan yang
bertambah akan membantu mengencerkan sekresi bronkus.
3) Pantau t.erapi obat, Amati adanya efek samping. Periksa kadar
teofilin serum dan plasma. Kadar normalnya adalah 10 sampai 20
g/mL.
4) Sediakan terapi pernapasan dengan menepuk dada dan drainase
postural.
Penyuluhan Kepada Klien
5) Beritahu kiien untuk memakai inhaler atau nebulizer dengan benar.
Nasehatkan klien untuk tidak memakai inhaler atau nebulizer secara
berlebihan karena efek sampingnya dan dapat terjadi toleransi.
6) Ajar klien bagaimana caranya untuk memantau denyut nadi setelah
pengobatan inhaler aerosol atau nebulizer atau pada waktu-waktu
tertentu dalam sehari. Takikardia dapat terjadi pada pemakaian
inhaler simpatomimetik.
7) Nasehatkan kiien yang memakai preparat teofilin bahwa diet tinggi
protein dan rendah karbohidrat meningkatkan eliminasi teofllin.
Sebaliknya, diet rendah protein dan tinggi karbohidrat akan
memperpanjang waktu paruh dan teofihin, sehingga memperlambat
eliminasi obat, dan dosis mungkin perlu diubah.
8) Beritahu klien untuk tidak memakai obat-obat bebas sebelum
memeriksakannya ke dokter terlebih dulu. Beberapa dan obat bebas
dapat mempunyai efek aditif pada regimen obat yang diresepkan,
dan dapat timbul efek samping.
9) Beritahu kilen untuk menghindari merokok. Merokok dapat
menambah eliminasi obat. Perokok berat membutuhkan dosis
teofilin yang lebih tinggi.
10) Bicarakan cara untuk menghilangkan anasietas, seperti teknik
relaksaai dan musik.
22

11) Nasehatkan kiien yang senng mengalami serangan asma akut untuk
mengenakan gelang pengenal atau tanda pengenal
12) Anjurkan kiien yang bermaksud untuk hamil untuk meminta
nasehat medis terlebih dulu sebelum memakai preparat teofilin.
Efek teofilin pada janin belum diketahui sepenuhnya.
d) Evaluasi
1) Evaluasi efektifitas bronkodilator. Klien dapat bernapas tanpa
menngi dan tanpa efek samping.
2) Evaluasi kadar teofilin serum untuk memastikan kadarnya berada
dalam batas-batas yang dapat diterima.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem Pernafasan terdiri atas saluran nafas dan pusat-pusat pernafasan.
Saluran nafas terbagi atas saluran nafas bagian atas yang terdiri dari laring,
nasofaring, rongga hidung dan saluran nafas bagian bawah yang terdiri dari atas
alveolus,bronchus, bronchiolus dan trachea. Pusat-pusat Pernafasan berfungsi
mengatur ritme pernafasan. Pusat batuk berhubungan dengan pusat pernafasan.
Gangguan Sistem Pernafasan terjadi depresi pusat pernafasan, hambatan pada
saluran nafas, radang saluran nafas dan emfisema, pleuritis, asma dan tumor.
Apabila pusat pernafasan mengalami depresi karena keracunan obat depresan
seperti morfin, barbiturat, anestesi atau bahan industri umumnya diberi
pernafasan buatan. Penderita gangguan sistem pernafasan pada umumnya
mengalami kesulitan mengeluarkan dahak sehingga diberi obat mukolitik seperti
bromheksin, fluimucil dls.
23

Prinsip pengobatan pada sistem respirasi berdasarkan pada keluhan dan


bertujuan agar fungsi pernafasan berjalan dengan baik. Obat di butuhkan untuk
meredakan dan menangani keluhan terkait fungsi pernafasan. Seperti contoh
untuk pengobatan batuk, maka tujuan pengobatannya adalah pengeluaran dahak.
1. Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamine,
terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau
keadaan lain yang disertai pelepasan histamin berlebih. Antihistamin dibagi
dalam 2 golongan besar, yaitu menghambat reseptor H-1 dan H2. H1-
blockers mengantagonis histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot
licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan
rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal,
flare reaction). H2-blockers menghambat secara efektif sekresi asam
lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap
reseptor-H2 di lambung. Efeknya
25 adalah berkurangnya hipersekresi asam
klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun.
2. Dekongestan menyebabkan konstriksi arterioral di mukosa hidung sehingga
mengurangi infiltrasi cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar yang
dapat menyebabkan udem. Selain itu dekongestan juga dapat menyebabkan
relaksasi bronkus menyebabkan berkurangnya gangguan aspirasi udara
masuk ke paru-paru. Dekongestan sering diberikan melalui aerosol untuk
memperpendek onzet dan mengurangi efek samping sistemiknya. Jika
diberikan melalui oral, efeknya akan panjang tetapi dapat menimbulkan efek
samping sepertipeningkaan tekanan darah dan denyut jantung. Kombinasi
dengan antihistamin hanya boleh diberikan dalam beberapa hari untuk
mengurangi fenomena reboun kongesti jika pemberian obat dihentikan. Efek
samping dan reaksi yang merugikan adalah meningkat kan tekanan darah
dan gula darah, jadi obat ini merupakan kontra indikasi bagi penderita
tekanan darah tinggi, Diabetes Mellitus dan hipertiroid.
3. Bronkodilator, Adalah obat yang berkhasiat melebarkan bronkhus. Jenis obat
bronkhodilator adalah Epinefrin, yang memiliki efek samping dan reaksi
24

yang merugikan yaitu tremor, hipertensi dan takhikardi, jantung berdebar,


disritmia dan angina. Selain itu adalah beta 2 adrenegik. Derivat
methilxantin ( xantin), meliputi teofilin, aminofilin dan kafein. Xantin juga
merangsang saraf pusat dan pernafasan, mendilatasi pembuluh pulmonar dan
koronaria. Karena efeknya terhadap respirasi dan pembuluh pulmonar, maka
xantin dipakai mengobati asma. Efek samping dan reaksi yang merugikan
adalah mual, muntah, nyeri lambung karena peningkatan sekresi asam
lambung, pedarahan usus, disritmia, palpitasi, hipotensi berat hiperreflek dan
kejang.
4. Mukolitik dan Ekspektoran, tujuan penggunaan obat ini adalah untuk
mengurangi kekentalan mucus di saluran pernapasan agar memudahkan
pengeluaran lender dalam kasus infeksi tenggorokan dan dada.
5. Antitusif (Obat Penekan Batuk)
Batuk merupakan respons fisiologis tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang
mengganggu saluran pernafasan atau paru-paru. Meskipun demikian, pasien
dengan batuk kronik dan berat akan sulit beristirahat dan merasa lelah,
terutama pada pasien usia lanjut sehingga diperlukan obat yang dapat
mengurangi frekuensi dan intensitas batuk. Antitusif (obat batuk) dibagi atas
antitusif yang bekerja di perifer ( lidokain, demulcent) dan antitusif yang
bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan
narkotik seperti Kodein dan hidrokodon dan nonnarkotik Dekstrometorfan,
Butamirat sitrat dan Noskapin serta Difenhidramin. Efek samping obat
narkotika adalah penekanan pusat napas, konstipasi, kadang-kadang mual
dan muntah, serta efek adiksi
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat penulis
harapkan guna kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
25

DAFTAR PUSTAKA

Joyce L. Kee dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses


Keperawatan. Terjemahan : dr. Peter Anugrah. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Lestari Siti. 2016. Modul Bahan Cetak Ajar : Farmakologi Dalam Keperawatan.
Kemenkes: Pusdik SDM Kes Kemenkes.

Nuryati. 2017. Bahan Ajar Rekam Medis Daan Informasi Kesehatan: Farmakologi.
Kemenkes: Pusdik SDM Kes Kemenkes.

Priyatno.2010.Farmakologi Dasar.Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi


(LESKONFI): Depok

Anda mungkin juga menyukai