Anda di halaman 1dari 5

Metode Penilaian Bisnis Berbasis Pendapatan

Sandy Hardian.S.H.
Program Studi Meteorologi,
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,
Institut Teknologi Bandung,
Jalan Ganesha 10, Labtek XI
sandyherho@ymail.com

I. PENDAHULUAN
Secara historis penggunaan metode bisnis berbasis pendapatan berkembang dari banyaknya tugas pemilahan penilaian bisnis yang
dilakukan oleh akuntan – akuntan lokal di Amerika Serikat, yang memiliki sedikit latar belakang formal tentang metode penilaian
bisnis. Kelebihan metode penilaian bisnis berbasiskan pendapatan adalah karena metode ini sederhana, dan mudah dimengerti oleh
para akuntan, sehingga terdapat tendensi penggunaan metode ini secara luas. Sehingga pada akhirnya, metode ini menjadi metode
penilaian bisnis yang paling diakui kelebihannya oleh institusi – institusi bisnis. Dengan hal ini, tidak berarti metode penilaian bisnis
berbasiskan pendapatan adalah yang terbaik, dan yang paling menguntungkan di antara seluruh metode penilaian lainnya. Artikel ini
akan menjelaskan konsep utama dari metode ini, dan penerapannya dalam model sederhana. Artikel ini juga akan membahas masalah
– masalah signifikan yang dihadapi oleh model ini, dan berbagai kepercayaan sesat yang mewarnainya. Diharapkan melalui artikel
ini dapat memberi pencerahan pada pihak – pihak yang terlibat dalam bisnis dengan jalan memperbaiki kelemahan metode ini, dan
menambah keunggulan yang terdapat padanya. Dalam perkembangan dunia bisnis akhir – akhir ini, metode penilaian berbasis
pendapatan mulai ditingggalkan. Banyaknya kebangkrutan yang dikarenakan metode ini membuat para penilai bisnis membangun
metode – metode lainnya yang lebih canggih. Alasan – alasan masih adanya praktisi yang menggunakan metode ini adalah
ketidaktahuan, dan ketidakacuhan terhadap perkembangan metodologi – metodologi bisnis modern, dan dalam kasus yang lebih
buruk adalah karena metode penilaian ini mudah dimanipulasi, sehingga keuntungan yang diharapkan klien dapat diandaikan
tercapai. Alasan terakhir yang sangat picik ini sama sekali tidak dapat diterima.
II. METODOLOGI
Keuntungan metode penilaian berbasis pendapatan dijelaskan dalam IRS Appeals and Review Memorandum 34, yang mana
tercipta karena munculnya larangan penghitungan nilai perusahaan untuk kegunaan penghitungan ganti rugi dalam dalam
keberjalanannya yang membuat perusahaan tersebut kehilangan nilai intrinsiknya sendiri. Hal ini dipertegas kemudian pada IRS
Revenue Ruling 68 – 609 pada tahun 1968, dimana metodologi penilaian ini ditaksir sebagai pendekatan campuran antara penilaian
biaya, dimana penilaian berdasarkan aset – aset perusahaan, dan penilaian pendapatan, dimana penilaian didasarkan pada nilai saat
ini atau dengan kata lain pada aliran kas perusahaan.Hal ini dikarenakan pada praksisnya penghitungan pendapatan perusahaan
diasumsikan sebagai bagian terpisah dari aset – aset terukur, dan aset – aset tak terukur perusahaan. Secara kolektif aset – aset tak
terukur seringkali dikategorikan sebagai, muhibah (goodwill), yang mana didalamnya termasuk aset – aset seperti, nama perusahaan,
reputasi, pekerja yang terlatih, dan hal – hal lain yang berkaitan.
Metode penilaian berbasis pendapatan secara umum menyangkut perkalian nilai pasar dari aktiva terukur bersih perusahaan
dengan persentase tingkat pengembalian tahunan yang dapat dikatakan sebagai pendapatan. Hasil porsi pendapatan tahunan
perusahaan ini dapat dihubungkan dengan aset – aset terukur. Pendapatan ini awalnya berasal dari aset – aset terukur, kemudian
dipotong dengan total pendapatan perusahaan untuk menghasilkan sisa pendapatan yang secara teoretik bersumber dari aset – aset
tak terukur perusahaan, yang juga dikenal sebagai muhibah (goodwill). Dengan memisahkan aset – aset tak terukur dari tingkat
kapitalisasi yang berlaku dari aset – aset tak terukur, maka total nilai aset – aset tak terukur (nilai muhibah) dapat dihitung. Nilai
muhibah bisnis ini kemudian dijumlahkan dengan nilai aktiva berwujud bersih, untuk mendapatkan nilai total.
Dalam paragraf – paragraf berikutnya penulis akan membahas perusahaan fiktif ABC, Co., Inc. menggunakan metode penilaian
bisnis berbasis pendapatan yang sangat disederhanakan. Pemakaian metode ini pada dunia bisnis sesungguhnya mensyaratkan
beberapa langkah, dan perhitungan tambahan.
Tabel 1

Tabel 2

ABC, Co., Inc. dalam pembukuannya dituliskan telah terdepresiasi berat, dimana pada buku akuntansinya tertera nilai perusahaan
tersebut hanyalah $200,000, dimana pada aset – aset yang sama nilai pasar ketika itu menunjukkan angka, $800,000 (berdasarkan
penaksiran). Oleh karena itu, kekayaan hak milik pemegang saham disesuaikan agar selaras dengan nilai pasar, bukannya pada nilai
pembukuan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Dengan cara yang sama, perusahaan ini memiliki piutang dagang sebesar
$400000 dalam pembukuannya. Meskipun demikian, kesetimbangan tidaklah dituliskan untuk mencerminkan, bahwa piutang sebesar
$100,000 tidak dapat ditagih semenjak konsumen dalam proses likuidasi kebangkrutan, dan tidak ada ganti rugi yang diharapkan.
Juru taksir haruslah mengembalikan nilai aset – aset perusahaan pada nilai aktual yang layak. Meski hak kekayaan pemegang saham
pada pembukuan sejumlah $2,500,000, nilai pasar yang sesuai untuk hak kekayaaan pemegang saham tersebut (nilai aktiva terukur
bersih) sebesar $3,000,000.

Tabel 3
Untuk menghitung pendapatan dari aktiva terukur bersih perusahaan, perlu mengalikan nilai aktiva terukur bersih pada Tabel 1
dengan persentase tingkat pengembalian, yang mana pembeli mengharapkan untuk mendapatkan investasi jenis ini dalam piutang
dagang. Inilah salah satu dari wilayah, dimana metode penilaian berbasis pendapatan menjadi kabur, semenjak juru taksir tidak setuju
dengan keabsahan cara menghitung tingkat pengembalian, terutama semenjak aset – aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan
pada dirinya sendiri karena isolasi.
Salah satu cara umum yang digunakan untuk menghitung tingkat pengembalian adalah menghitung seberapa banyak investasi
yang dibutuhkan setiap aset dapat dipinjam, dan pada kisaran persentase tingkat bunga mana. Sisa kapital yang diperlukan yang tidak
dapat dipinjamkan dapat dihitung dengan biaya saham (tingkat diskonto) untuk perusahaan. Hal ini dijelaskan pada Tabel 2.
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 2, 73% nilai aset berwujud perusahaan dapat dibayar dari hutang, dan 27% sisanya dapat
dibayar dari saham. Berdasarkan persentase ini, rata – rata tetimbang modal yang kembali pada aset – aset terukur sebesar 10.5%,
dimana perhitungannya ditunjukkan di Tabel 3. Biaya pembayaran (dalam contoh ini berdasarkan prime rate sebesar 8.5%) dikalikan
dengan tarif pajak pendapatan perusahaan untuk mendapatkan pembayaran sesudah pajak (dalam contoh ini sebesar 5.1%). Hal ini
dikarenakan pembiayaan bunga merupakan pajak yang sudah dikurangi, dan maka dari itu memiliki nilai yang rendah pasca
pembiayaan pajak, yang dihitung dengan cara mengalikan tingkat bunga dengan satu minus tarif pajak, yang hasilnya dalam bentuk
desimal. Dengan kata lain, 0.085 × (1 − 0.040) = 0.051 = 5.1%.
Biaya pembayaran ini dikalikan dengan bagian struktur modal perusahaan yang dapat dibayar dengan hutang (73%) untuk
mendapatkan biaya tetimbang dari hutang (3.7%). Dengan cara yang sama, biaya saham (25%) dikalikan dengan bagian struktur
modal yang tidak dapat dibayar dengan hutang (27%) untuk mendapatkan biaya tetimbang dari saham sebesar 6.8%. Biaya tetimbang
dari hutang (3.7%), dan dari saham (6.8%) kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan laba tetimbang tahunan keseluruhan pada
aktiva terukur bersih (10.5%) yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4

Laba tahunan pada aktiva terukur bersih (10.5%) kemudian dikalikan kembali dengan nilai pasar pada aktiva terukur bersih
($3,000,000), hingga didapatkan pendapatan bersih perusahaan yang secara teoretik diperoleh dari investasi dalam aktiva berwujud
bersih sebesar $315,000 yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Dengan anggapan bahwa pendekatan pendapatan terkapitalisasi dapat digunakan dengan baik dalam laporan penilaian secara
keseluruhan, tingkat kapitalisasi didapatkan sebesar 20%, berdasarkan tingkat diskonto 25%, dikurangi laju pertumbuhan tahunan
jangka panjang sebesar 5%. Tingkat kapitalisasi ini berlaku di seluruh perusahaan, dari seluruh sumber aset berwujud, dan tak
berwujud secara total. Meskipun demikian, dalam metode penilaian berbasis pendapatan, hanya pendapatan dari aset – aset tak
terukur yang terkapitalisasi. Pertanyaan kuncinya adalah, bagaimana juru taksir dapat dipercaya dalam memperkirakan tingkat
kapitalisasi ini? Sebab, pada kasus inilah terbentang banyak permasalahan dalam metode pendekatan berdasarkan pendapatan ini.
Terdapat berbagai sumber data yang tersedia bagi juru taksir yang dapat digunakan untuk menghasilkan nilai tingkat kapitalisasi
yang dapat diterapkan pada pendapatan, atau aliran kas perusahaan secara keseluruhan. Akan tetapi, tidak tersedia sumber data
mengenai pasar pada tingkat kapitalisasi aset – aset tak terukur. Oleh karena itu, permasalahan signifikan dalam metode penilaian
berbasis pendapatan adalah terdapatnya subjektivitas yang cukup besar dalam penentuan tingkat kapitalisasi dibandingkan metode –
metode lainnya.
Salah satu pendekatan yang paling mungkin adalah penggunaan tingkat kapitalisasi pada seluruh pendapatan perusahaan sebagai
titik awal dalam mengembangkan tingkat kapitalisasi untuk aset – aset tak terukur. Tingkat pengembalian pada aset – aset tak terukur
menjadi lebih rendah, semenjak risikonya berkurang jika dibandingkan muhibah. Jika saja perusahaan mengalami kebangkrutan
dalam perjalanannya, investor tetap memiliki aset – aset terukur yang dapat dijual sebagai ganti rugi pada apa yang telah mereka
investasikan. Sebagai pembanding, jika perusahaan mengalami kebangkrutan, muhibah hanya memiliki nilai yang kecil, atau bahkan
tidak bernilai sama sekali di mata pembeli, membuatnya lebih berisiko. Jika tingkat kapitalisasi pendapatan sebesar 20% dimasukan
ke dalam perhitungan pendapatan dari seluruh sumber, baik yang berasal dari aset – aset terukur, maupun aset – aset tak terukur, dan
laba dari aset – aset terukur lebih kecil ketimbang dari aset – aset terukur, adalah masuk akal untuk memperbesar tingkat pendapatan
dari aset – aset tak terukur melebihi 20%. Seberapa besar tingkat kapitalisasi tersebut sepenuhnya bergantung pada subjektivitas.
Dalam penilaian perusahaan, peningkatan tingkat kapitalisasi sebesar 5% umumnya dilakukan untuk menghindari risiko yang
berkaitan dengan muhibah. Hal ini menghasilkan tingkat kapitalisasi yang dapat diterapkan pada pendapatan dari aset – aset tak
terukur sebesar 25%, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5

Mendapatkan nilai pendapatan perusahaan dari aset – aset tak terukur dapat dilakukan dengan perhitungan matematika yang
cukup mudah. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, pendapatan perusahaan yang berhubungan dengan aset – aset tak terukur
($685,000), yang terdiri dari tingkat kapitalisasi yang berhubungan dengan pendapatan dari aset – aset tak terukur (25%), yang mana
menentukan nilai total muhibah perusahaan tersebut ($2,740,000). Nilai total muhibah tersebut kemudian ditambahkan dengan nilai
pasar ($3,000,000) untuk mendapatkan nilai perusahaan secara keseluruhan ($5,740,000).

Tabel 6

III. PERMASALAHAN PENGGUNAAN METODE PENILAIAN BISNIS BERBASIS PENDAPATAN


Seperti yang telah dijelaskan di bagian awal artikel ini, International Revenue Service awalnya mengembangkan metode ini
sebagai pendekatan pada waktu peristiwa depresi besar. Pada tahun 1968, dalam IRS Revenue Ruling 68 – 609, organisasi tersebut
menguatkan alasan penggunaan metode ini, akan tetapi, disebutkan bahwa, “Pendekatan menggunakan formula ini haruslah tidak
digunakan, jika saja nilai dari aset – aset tak terukur dapat dihitung.”. Permasalahan utama penggunaan metode ini adalah
permasalahan konseptual, dimana pada metode penilaian bisnis berbasis pendapatan terdapat kesulitan dalam perhitungan dua tingkat
pengembalian yang berbeda secara objektif.
Secara konseptual, metode penilaian bisnis berbasis pendapatan mengasumsikan dua bagian pendapatan yang terpisah satu
dengan yang lainnya, yaitu pendapatan yang berasal dari aset – aset terukur, dan aset – aset tak terukur. Metode penilaian bisnis
berbasis pendapatan menganggap bahwa keduanya terpisah, dan tidak terkait satu sama lain. Dianggap bahwa aset – aset terukur,
dan pendapatan darinya adalah aliran pendapatan yang dapat dikuantifikasi. Padahal, pada kenyataannya, aset – aset tersebut
merupakan dasar dari berdirinya suatu perusahaan. Setiap bisnis memiliki inventaris, dan pencapaian, serta memiliki pula penugasan,
dan jabatan, tetapi aset – aset tersebut pada dirinya sendiri tidak menghasilkan pendapatan. Sama halnya juga dengan muhibah pada
metode penilaian bisnis ini yang merupakan suatu aset tidak terpisah yang mana dapat menghasilkan pendapatan pada dirinya sendiri,
sedangkan harusnya hal ini dipisahkan dari aset – aset tak terukur, agar suat bisnis dapat beroperasi.
Metode ini berasumsi bahwa laba yang terpisah dapat diidentifikasikan untuk setiap aset – aset, dimana pada realitanya tidak
tersedia data pasar yang objektif untuk mengestimasikan setiap laba tersebut. Metode – metode ini digunakan oleh para juru taksir
untuk mengembangkan taksiran tersebut sangat kompleks, dan menggunakan matematika yang cukup rumit.Akan tetapi, ketelitian
ini terkesan dibuat – buat. Pada realitanya, tidak terdapat sumber data yang terpercaya yang dapat melihat keinginan penjual, dan
pembeli di dunia nyata, sebagai ekspektasi pendapatan dari aset – aset tak terukur. Terdapat banyak sekali kepercayaan yang subjektif
dalam penentuan tingkat kapitalisasi yang nantinya diterapkan pada aset – aset tak terukur. Menarik untuk dicatat bahwa, IRS
Revenue Ruling 68 – 609 tidak mengusulkan penggunaan metode ini secara kaku, tanpa modifikasi. Aturan tersebut hanya
mengatakan, bahwa tingkat pengembalian harus didasarkan pada persentase yang berlaku pada industri yang bersangkut paut pada
tanggal penilaian. Permasalahan bagi para juru taksir adalah tidak tersedianya data – data dunia industri yang bersangkut paut yang
tersedia.
IV. KESIMPULAN
Adannya kecenderungan banyaknya permasalahan dalam metode bisnis berbasis penilaian, membuat dunia perbisnisan saat ini
sudah seharusnya berhenti menggunakan metode ini. Apakah dengan begitu berarti dunia perbisnisan harus sama sekali metode ini?
Metode penilaian berbasis pendapatan masih dapat digunakan pada kasus – kasus dimana distribusi sederhana. Untuk kasus – kasus
yang rumit, ada baiknya metode penilaian bisnis haruslah berbasiskan pada tingkat kapitalisasi yang lebih mencerminkan kondisi
dunia nyata.

Anda mungkin juga menyukai