Anda di halaman 1dari 23

MATERI IBU MIKA

A. Penyakit Silikosis

Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang

terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini

banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang

mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak

terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.

Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika

bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara

bersama – sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon

dalam bentuk abu. Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa

inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala

penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi

dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan

sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak.

Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada

pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit

silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti

dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja

jantung.

B. Penyakit Asbestosis

Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau

serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam

silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak

dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat

asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.


Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala

sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya

akan tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka

akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk

berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan

dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.

C. Penyakit Bisinosis

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh

pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam

paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan

kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain

yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok

kursi dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda

awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada

hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin

bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta

sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran

pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut

atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan

mungkin juga disertai dengan emphysema.

D. Penyakit Antrakosis

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu

batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau

pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa

batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga

batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan

juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai

dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat

debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila

hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga

macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit

tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara.

Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak

begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi

atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema

maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti

oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit

dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit

tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis

lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada

paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil

tuberculosis yang menyerang paru-paru.

E. Penyakit Beriliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni,

oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran

pernapasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan

nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam,

batuk kering dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja

industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik

fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan

penunjang industri nuklir.

Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk

silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda
atau delayed berryliosis yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini

bisa berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu

logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan

yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul.

Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak

napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja

yang terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan

terus – menerus.

F. Virus Zika

Virus Zika adalah infeksi virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegpti – jenis

nyamuk yang juga menularkan demam berdarah dan chikungunya. Nyamuk Aedes

Aegpti menyebarkan virus Zika dengan cara mengisap virus dari orang yang terinfeksi,

kemudian menularkannya ke orang yang sehat. Virus Zika umum terjadi di daerah

tropis di mana banyak ditemukan nyamuk Aedes Aegpti. Virus ini bisa menyerang siapa

saja dalam berbagai kalangan usia. Namun, wanita hamil atau siapapun yang tinggal

atau bepergian ke daerah yang terdapat infeksi Zika memiliki risiko tinggi untuk

terinfeksi. Begitu pula orang yang berhubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi

Zika. Meski begitu, kondisi ini dapat ditangani dengan mengurangi faktor-faktor risiko.

Diskusikan dengan dokter untuk informasi lebih lanjut. Adapun tanda dan gejala virus

Zika yang paling umum terjadi: Merasa gatal hampir di semua bagian tubuh, Demam,

Kepala sakit dan pusing, Mengalami nyeri sendi dan bengkak pada persendian, Nyeri

otot, Mata menjadi merah, Merasa sakit di bagian punggung, Nyeri di bagian belakang

mata, Muncul bintik-bintik merah di permukaan kulit. Mengenai gejala virus Zika,

sejumlah pakar kesehatan melihat adanya banyak kesamaan gejala antara demam

berdarah dengan demam Zika. Namun, hal yang paling membedakan antara gejala

virus Zika dengan penyakit demam berdarah adalah demam yang muncul akibat infeksi

virus ini cenderung tidak terlalu tinggi, kadang maksimal hanya pada suhu 38 derajat

celcius. Dalam kebanyakan kasus, orang yang tertular penyakit Zika dapat pulih secara
total dan gejala membaik dengan sendirinya. Seseorang yang terinfeksi virus ini

umumnya akan kembali pulih dalam waktu 7 sampai 12 hari. Berikut ini faktor-faktor

yang meningkatkan risiko Anda terkena virus Zika, yaitu: ibu hamil, berhubungan tanpa

pengaman dan pergi ke daerah yang terinfeksi virus zika. pemeriksaan diagnosis yaitu

melakukan tes darah. Tes darah ini dilakukan untuk mendeteksi asam nukleat virus,

mengisolasi virus, serta uji serologis. Selain melakuan tes darah, dokter juga

memungkinkan untuk melakuan tes urine dan air liur pada hari ketiga sampai hari

kelima ketika gejala masih berlangsung.

G. Ebola

Ebola adalah penyakit infeksi virus yang disebabkan virus ebola. Penyakit ini dikenal

dengan Ebola Virus Disease (EVD)atau Ebola Hemorrhagic Fever (EHF). Terdapat lima

macam genus virus ebola penyebab penyakit ini, yaitu Bundibugyo ebolavirus (BDBV),

Reston Ebolavirus , Sudan ebolavirus (SUDV), Zaire ebolavirus, dan Tai Forest virus

(TAFV) yang dulu dikenal dengan Ivory Coast Ebolavirus (CIEBOV). Ebola adalah

penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus dan menyebar melalui kontak langsung

dengan darah atau cairan tubuh penderita seperti urine, tinja, air liur, serta air mani.

Dalam hal ini, ‘kontak langsung’ berarti darah atau cairan tubuh lain (seperti air liur atau

ingus) penderita yang langsung menyentuh hidung, mata, mulut, atau luka terbuka.

Kelompok orang yang berisiko tinggi tertular virus ini umumnya adalah keluarga yang

tinggal serumah dengan penderita dan orang yang merawat penderita seperti petugas

medis. Apabila ada anggota keluarga Anda yang diduga menderita Ebola, Anda

sebaiknya tidak merawatnya sendiri di rumah dan segera membawanya ke rumah sakit.

Virus Ebola dapat bertahan di luar tubuh selama beberapa hari, termasuk pada kulit

penderita. Oleh sebab itu, tradisi pemakaman yang mengharuskan keluarga atau teman

dekat untuk memandikan jenazah juga berpotensi menularkan virus Ebola. Keluarga dan

petugas medis disarankan untuk menangani jenazah penderita Ebola dengan

perlindungan maksimal. Proses pemakaman sebaiknya diserahkan kepada pihak yang

terlatih dan berpengalaman dalam menangani kasus sejenis. cairan tubuh penderita
Ebola membutuhkan kontak langsung untuk menular. Tetesan air liur atau ingus

penderita Ebola yang tidak sengaja bersin atau batuk hanya dapat menularkan virus jika

terkena hidung, mata, mulut, serta luka terbuka seseorang. Oleh karena itu, penularan

Ebola melalui batuk atau bersin termasuk jarang terjadi.

Masa inkubasi (rentang waktu antara masuknya virus ke dalam tubuh hingga muncul

gejala pertama) dari penyakit Ebola adalah sekitar 2 hingga 21 hari. Harap diingat

bahwa penularan virus Ebola hanya mulai terjadi pada saat gejala sudah muncul.

Adapun gejalanya yaitu: Demam. Sakit kepala., Merasa sangat lemas, Nyeri pada otot

dan sendi serta Sakit tenggorokan. Setelah gejala-gejala yang tadi, akan muncul gejala

lanjutan yang berupa: Muntah, Sakit perut, Diare, Ruam, Gangguan fungsi hati dan

ginjal, Pendarahan dalam tubuh yang terkadang juga keluar melalui mulut, hidung, mata,

atau telinga. Untuk memastikan diagnosis, dokter akan menganjurkan pemeriksaan

khusus virus Ebola melalui darah dan cairan dari tubuh pasien. Selain tes virus, hasil tes

darah juga biasanya menunjukkan jumlah sel darah putih dan trombosit yang rendah,

serta peningkatan kadar enzim hati. Obat pemberantas ebola belum ditemukan.

Perawatan yang dilakukan hanya bertujuan untuk mendukung kekebalan tubuh pasien

dalam melawan virus. Pasien umumnya akan menerima cairan melalui infus untuk

mencegah dehidrasi. Selama tubuh memerangi penyakit Ebola, tekanan darah, kadar

oksigen dalam darah, serta fungsi organ-organ tubuh pasien harus dipertahankan

semaksimal mungkin. Sedangkan Langkah Pencegahan Penyebaran Virus Ebola

 pengaman (kondom).

 Hindari kontak langsung dengan kulit, darah, serta cairan tubuh pasien.

 Jenazah penderita Ebola harus ditangani dengan perlindungan maksimal dan oleh

pihak yang terlatih dan berpengalaman dalam menangani kasus sejenis ini.

 Jika Anda berada di daerah yang berisiko menularkan Ebola, hindari kontak dengan

hewan-hewan yang berpotensi menularkannya, termasuk daging atau darahnya.

Contohnya, kelelawar pemakan buah atau codot serta monyet.


H. DIFTERI

Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan oleh

corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit

dan atau mukosa.

Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan

melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan

yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di

sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan

peradangan. Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang

dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.

Tanda dan gejala tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini

bisa bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta

fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria,

virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium

diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor lain termasuk umur,

penyakit sistemik penyerta dan penyakit-penyakit pada daerah nasofaring yang sudah

ada sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari. Penderita pada umumnya datang untuk berobat

setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan

keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.

a) Diphtheria Hidung

Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala

sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian

mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan

tampak membran putih pada daerah septum nasi.

b) Diphtheria Tonsil-Faring

Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul

membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding

faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
c) Diphtheria Laring. Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi

lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.

d) Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga

Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada

dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada

konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra.

Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

Patofisiologi

Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan

menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau

mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage

menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi

dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan

suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga

sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan

RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang

menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat

diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya

terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-

abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran

tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan

difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas

sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita tampak

lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas. Berikut adalah yang perlu Anda lakukan saat

terkena difteri: Banyak bed rest alias istirahat di tempat tidur. Batasi aktivitas fisik apabila

jantung Anda terpengaruh. Anda mungkin memerlukan istirahat di tempat tidur selama

beberapa minggu atau sampai Anda telah pulih total. Isolasi ketat. Anda sebaiknya

menghindari penyebaran penyakit pada orang lain apabila Anda terinfeksi.


I. SARS

SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah penyakit pernapasan yang

disebabkan virus coronavirus. Coronaviruses adalah virus atau sekelompok yang halo

memiliki pembongkaran mahkota (korona) muncul ketika dilihat di mikroskop bawah.

Virus ini adalah penyebab umum ringan sampai sedang penyakit pernapasan atas pada

manusia dan yang berhubungan dengan pernafasan, hati gastrointestinal,, dan penyakit

saraf pada hewan. Coronaviruses sekali-sekali dikaitkan dengan pneumonia pada

manusia, terutama orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Virus ini juga dapat

menyebabkan penyakit yang parah pada hewan, termasuk kucing, anjing, babi, tikus,

dan burung. Untuk beberapa alasan, coronavirus yang menyebabkan SARS dapat

menyebabkan penyakit yang berpotensi mengancam hidup pada manusia.

Cara penularan penyakit melalui kontak langsung dengan penderita SARS baik karena

berbicara, terkena percikan batuk atau bersin (“Droplet Infection”). Penularan melalui

udara, misalnya penyebaran udara, ventilasi, dalam satu kendaraan atau dalam satu

gedung diperkirakan tidak terjadi, asal tidak kontak langsung berhadapan dengan

penderita SARS. Masa penularan dari orang ke orang belum teridentifikasi dengan jelas.

Untuk sementara, masa menular adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-tanda

gangguan pernafasan hingga penyakitnya dinyatakan sembuh. Periode aman dari

kemungkinan terjadinya penularan pada unit pelayanan atau pada kelompok masyarakat

yang terjangkit KLB SARS adalah setelah lebih dari 14 hari sejak kasus terakhir

dinyatakan sembuh.

Pengobatan para penderita SARS biasanya dilakukan dengan perawatan intensif di

rumah sakit, terutama jika terjadi sesak napas. Penderita akan ditempatkan di ruang

isolasi agar tidak menyebarkan virus ke mana-mana. Obat yang dipakai biasanya adalah

obat yang mengandung kortikosoid dan antivirus ribavirin. Walaupun demikian, obat ini

belum 100% efektif mengobati SARS. Dan sampai saat ini belum ada satu pun obat

yang efektif dalam mengobati SARS, Hindarilah bepergian atau naik kendaraan umum

namun jika terpaksa maka jangan menutup jendela atau pintu, Hindarilah tempat-tempat
umum dan ramai khususnya di daerah dekat rumah sakit, internet cafe, tempat-tempat

nongkrong, bioskop, dan perpustakaan, jika kamu melakukannya maka pakailah masker

dan cucilah tangan anda secara bersih dan teratur, Hindarilah mengunjungi pasien dan

periksa ke dokter di rumah sakit khususnya yang ada pasien SARSnya, Ajarilah anak-

anak untuk cuci tangan dengan sabun dan jangan menyentuh mulut, hidung, dan mata

dengan tangan telanjang, Jagalah keseimbangan gizi diet Anda dan hendalah

berolahraga secara teratur untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh kita

gejala-gejala penderita SARS : Demam lebih dari 38°C, Mengalami gangguan

pernafasan seperti batuk (biasanya batuk kering tanpa dahak), nafas pendek, sesak

nafas atau sulit bernafas, Sakit kepala, Otot kaku, Nafsu makan hilang, Badan lemah,

Mengalami gangguan kesadaran, Muncul bercak merah pada kulit, Diare. Penyebab

penyakit SARS disebabkan oleh coronavirus (family paramoxyviridae) yang pada

pemeriksaan dengan mikroskop electron. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada suhu

kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Seperti

virus lain, corona menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu

bersarang di paru-paru. Lalu berinkubasi dalam paru-paru selama 2-10 hari yang

kemudian menyebabkan paru-paru akan meradang sehingga bernapas menjadi sulit.

Metode penularannya melalui udara serta kontak langsung dengan pasien atau terkena

cairan pasien. Misalnya terkena ludah (droplet) saat pasien bersin dan batuk. Dan

kemungkinan juga melalui pakaian dan alat-alat yang terkontaminasi.

Cara penularan : SARS ditularkan melalui kontak dekat, misalnya pada waktu

merawat penderita, tinggal satu rumah dengan penderita atau kontak langsung dengan

secret atau cairan tubuh dari penderita suspect atau probable. Penularan melalui udara,

misalnya penyebaran udara, ventilasi, dalam satu kendaraan atau dalam satu gedung

diperkirakan tidak terjadi, asal tidak kontak langsung berhadapan dengan penderita

SARS. Untuk sementara, masa menular adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-

tanda gangguan pernafasan hingga penyakitnya dinyatakan sembuh.


Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan yang kontak

langsung dengan penderita mempunyai risiko paling tinggi tertular, lebih-lebih pada

petugas yang melakukan tindakan pada sistem pernafasan seperti melakukan intubasi

atau nebulasi.

J. MERS

MERS atau Middle East Respiratory Syndrome adalah penyakit saluran pernapasan

yang disebabkan oleh virus korona. Asal virus korona belum diketahui secara pasti,

namun diduga bahwa virus ini kemungkinan besar berasal dari unta yang tinggal di Arab

Saudi dan sekitarnya. MERS memang menular, tapi penularannya tidak semudah flu

biasa. Virus penyebab MERS umumnya menular melalui kontak langsung, misalnya

pada orang yang merawat penderita MERS yang tidak menerapkan prosedur

perlindungan diri terhadap virus dengan baik. MERS memiliki gejala yang mirip dengan

flu biasa karena virus penyebabnya yang sejenis. Gejala-gejala MERS yang umumnya

muncul meliputi: Demam, Batuk-batuk, Napas pendek,Gangguan pencernaan,

seperti diare, mual, dan muntah, Nyeri otot. MERS dengan tingkat keparahan yang tinggi

berpotensi memicu gagal organ, terutama ginjal, dan syok sepsis. Oleh sebab itu, pasien

yang mengalaminya membutuhkan penanganan darurat di rumah sakit.

Para pakar juga berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang diduga bisa

meningkatkan risiko seseorang untuk tertular MERS. Faktor-faktor tersebut adalah:

Usia. Para lansia lebih rentan terkena penyakit ini, Sistem kekebalan tubuh yang

menurun, misalnya pada pengidap HIV, Penyakit kronis, contohnya kanker, diabetes,

atau penyakit paru-paru, Konsumsi daging unta kurang matang atau susu unta

mentah, Pernah berkunjung ke Arab Saudi. Jika Anda mengalami demam serta gejala

MERS dalam dua minggu setelah bepergian ke negara tersebut, segera periksakan diri

Anda ke dokter, Sering berada di dekat penderita MERS, misalnya bagi petugas

medis yang merawat penderita di rumah sakit atau keluarga yang tinggal serumah
dengan penderita, Sering berinteraksi dengan unta, karena MERS ditemukan pada

beberapa unta.

Untuk mendiagnosis pasien yang diduga penderita MERS, biasanya dokter harus

melakukan uji laboratorium. Dua jenis uji laboratorium yang dilakukan pada pasien yang

dicurigai menderita MERS adalah:

 Uji molekular. Uji ini dilakukan untuk mendiagnosis infeksi MERS aktif.

 Uji serologi. Uji ini dilakukan untuk mengevaluasi tanda-tanda infeksi MERS yang

sudah lalu, dengan mendeteksi antibodi terhadap MERS.

Hingga saat ini, belum ada metode pengobatan khusus yang bisa digunakan untuk

mengatasi MERS. Vaksin untuk penyakit ini juga belum tersedia. Langkah penanganan

dari dokter akan dilakukan berdasarkan gejala yang dialami oleh penderita serta kondisi

kesehatannya.

Untuk menghindari penularan MERS, ada beberapa cara pencegahan yang bisa Anda

lakukan, meliputi:

 Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun, setidaknya selama 20 detik. Terutama

sebelum makan atau menyentuh wajah.

 Membersihkan dan mensterilkan permukaan atau benda yang sering disentuh

banyak orang, sesering mungkin. Contohnya, pegangan pintu atau telepon.

 Menutup hidung maupun mulut ketika bersin atau batuk dengan tisu, dan langsung

membuang tisu tersebut ke tempat sampah.

 Tidak memakai peralatan yang sudah digunakan penderita MERS, misalnya piring,

sendok, atau handuk.

 Tidak menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.

 Menghindari kontak fisik atau berbagi pakai peralatan makan dengan penderita

MERS
K. Flu Burung

Flu burung adalah suatu jenis penyakit influenza yang ditularkan oleh burung kepada

manusia. Dua jenis virus flu burung, yaitu H5N1 dan H7N9, sampai saat ini

menyebabkan wabah di Asia, Afrika, Timur Tengah, dan beberapa bagian Eropa. Masa

inkubasi virus dari masuk ke tubuh manusia sampai menimbulkan gejala adalah 3-5 hari.

Seseorang yang terkena flu burung akan mengalami gejala seperti demam, sakit kepala,

pegal-pegal, pilek, batuk, dan sesak. Namun sebelum gejala tersebut muncul, ada juga

penderita flu burung yang terlebih dahulu mengalami: Muntah, Sakit perut, Diare, Gusi

berdarah, Mimisan, Nyeri dada.

Pengobatan flu burung harus dilakukan secepat mungkin. Jika tidak, penyakit ini sangat

berpotensi menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa penderitanya,

seperti: Infeksi paru-paru, Gagal multi organ (misalnya gangguan jantung dan disfungsi

ginjal).

Virus flu burung merupakan virus influenza yang sebenarnya menyerang unggas, baik

itu unggas liar maupun unggas peternakan (ayam, bebek, angsa, atau burung). Infeksi

virus flu burung terhadap manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1997 dengan

jenis virus H5N1. Jenis lain yang juga dapat menginfeksi manusia adalah virus influenza

H7N9, yang pertama kali dilaporkan pada tahun 2013. Beberapa jenis virus flu burung

lainnya yang dapat menyerang manusia, antara lain H9N2, H7N7, H6N1, H5N6, dan

H10N8.\

Flu burung menular melalui kontak langsung dengan unggas yang sakit atau lingkungan

yang terkontaminasi, seperti:

 Menyentuh unggas yang telah terinfeksi, baik yang masih hidup maupun yang sudah

mati.

 Kontak dengan cairan tubuh unggas yang sakit, misalnya ludah. Atau tidak sengaja

menghirup percikan cairan tubuh tersebut.


 Kontak dengan debu dari kotoran unggas sakit yang telah mengering atau
menghirupnya.
 Menyantap daging atau telurnya dengan tidak dimasak sampai benar-benar matang.
Makan daging dan telur yang matang tidak akan membuat Anda tertular virus flu
burung.

Pengobatan Flu Burung dilakukan pemeriksaan rontgen dada

Pasien yang telah terbukti menderita flu burung biasanya akan dirawat di ruang isolasi di
rumah sakit untuk menghindari penularan. Selain dianjurkan untuk minum banyak cairan,
mengonsumsi makanan sehat, istirahat, dan minum obat pereda rasa sakit, dokter juga
biasanya akan memberikan obat-obatan antivirus agar penyakit tidak berkembang makin
parah. Contoh obat-obatan antivirus yang bisa diberikan dalam kasus flu burung
adalah oseltamivir danzanamivir. Oseltamvir adalah obat pilihan utama.

Sebenarnya kedua obat ini diperuntukkan guna mengobati flu biasa dan sangat efektif jika
penggunaannya tidak melebihi dua hari setelah gejala muncul. Obat ini bisa diberikan
secepatnya setelah pasien dinyatakan positif terjangkit flu burung.
Komplikasi Flu Burung : pneumonia

Pencegahan Flu Burung

Beberapa contoh sederhana adalah dengan selalu menjaga kebersihan tangan, menjaga
kebersihan kandang apabila kita memelihara unggas, memastikan untuk mengonsumsi
daging atau telur unggas yang telah dimasak dengan baik, dan tidak mengonsumsi unggas
liar hasil buruan karena kita tidak tahu penyakit apa saja yang mungkin ada di tubuh
mereka.

Belilah daging unggas yang sudah dipotong di swalayan atau pasar tradisional yang
kebersihannya terjaga dengan baik. Daging siap masak akan meminimalkan risiko terkena
flu burung karena kita tidak perlu repot-repot memotong, mencabuti bulu, atau
membersihkan isi perut unggas. Sebisa mungkin hindarilah lapak unggas hidup di pasar
yang kurang menerapkan kebersihan dengan baik.
L. Wabah Black
Black death adalah salah satu pandemik paling mematikan yang pernah ada di

dalam sejarah manusia, yang membawa seluruh peradaban berlutut selama wabah

global terakhirnya menyerang.

Penyakit berbahaya dan mematikan ini biasanya menyebar melalui gigitan kutu yang

terinfeksi, terutama kutu yang sering dibawa atau terdapat pada tikus. Penyakit ini

memilikitingkat kematian yang sangat tinggi dan sangat menular, sekalipun diobati

dengan antibiotik sejak awal.

Ada tiga bentuk wabah infeksi sampar (plague), diantaranya: wabah

pneumonia, septicaemic dan pes, yang merupakan bentuk yang paling umum

menyerang masyarakat. Kalau pes merupakan jenis black death yang paling umum,

maka wabah pneumonia adalah bentuk yang paling menular di antara ketiganya. Jenis

yang satu ini umumnya berkembang setelah terjadinya infeksi, Infeksi pneumonia

tersebut bisa menyebar melalui udara, sementara untuk wabah septicaemic, terjadi saat

infeksi menyebar melalui aliran darah.

Adapun gejala yang ditimbulkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menggambarkan gejala pes ini “mirip seperti flu“, dengansatu sampai tujuh hari antara

masa inkubasi sampai gejala tersebut muncul. Penderita cenderung merasakan sakit

pada kelenjar getah beningnya yang bengkak, menggigil, demam, sakit kepala,

lemas dan merasa kelelahan. Pada penderita bubonic, kelenjar getah bening yang

meradang ini akhirnya bisa berubah menjadi luka yang terbuka dan bernanah. Wabah

pes berakibat fatal sekitar 30-60 persen kasus, sementara untuk jenis pneumonia hampir

semuanya selalu fatal, jika tidak diobati.

Cara Penyebaran Wabah :Tiga jenis wabah yang berbeda-beda ini semuanya mengacu

pada berbagai cara penyebaran penyakit tersebut.


Pada infeksi bubonic, bakteri penyebab wabah dapat ditularkan oleh bakteri yang

disebarkan oleh hewan yang berkutu, yang terinfeksi yang kemudian menyebarkan

penyakit ini ke orang-orang melalui gigitan. Orang yang sudah terinfeksi kemudian bisa

mengembangkan penyakit tersebut menjadi lebih parah atau mengalami wabah

pneumonia setelah infeksi yang mereka alami semakin menjadi-jadi.

Wabah pneumonia yang berbasis paru-paru ini terkadang dapat ditularkan melalui

udaraantar penderitanya. Biasanya gejala yang terlihat adalah penderita akan

mengalami batuk-batuk dan bersin.

Selain infeksi pneumonic dan bubonic, masyarakat yang tertular juga berpotensi

mengembangkan wabah septicaemic, yang terjadi saat infeksi menyebar melalui aliran

darah.
MATERI NS. EVI
A. Otitis media

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering

adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang

dewasa (Soepardi, 1998). Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia

15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :

 Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga

tengah dengan tanda dan gejala infeksi. Otitis media akut Adalah peradangan akut

sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau

virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan

pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.

 Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi) adalah keadaan terdapatnya

cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara

teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang

disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen

penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi

lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan

biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain

yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah

sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg :

penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau

alergi saluran napas atas yang terjadi.

 Otitis media kronik sendiri adalah Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang

mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani dan juga kondisi yang

berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh

episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan
perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya

mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan

osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic,

Pada umumnya Otitis media disebabkan oleh : Streptococcus, Stapilococcus,

Diplococcus pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus,

Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi,

diabetes melitus,

Patofisiologi: Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai

telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi

bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai

dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang

kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan

ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat

dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap

infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan

tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

Manifestasi Klinis

1. Otitis media akut : Sakit telinga yang berat dan menetap, Terjadi gangguan

pendengaran yang bersifat sementara, Pada anak-anak bisa mengalami muntah,

diare dan demam sampai 40,5ºC, Gendang telinga mengalami peradangan dan

menonjol, Demam, Anoreksia, Limfadenopati servikal anterior

2. Otitis Media Serosa : Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa

penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara

letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka.

Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada

otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.

Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif


3. Otitis Media Kronik : Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan

pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau

busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana

daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.

Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.

B. Strabismus

Mata juling adalah kondisi ketika posisi kedua mata tidak sejajar dan melihat ke titik arah

yang berbeda. Mata juling atau yang dalam istilah medis dikenal dengan strabismus ini,

terjadi akibat gangguan koordinasi otot penggerak bola mata. Pada kondisi ini, satu mata

mungkin melihat ke arah depan, sedangkan satu mata lainnya mungkin melihat ke atas,

bawah, atau samping, sehingga kedua mata tidak mampu fokus untuk melihat objek

yang sama.

Penyebab gangguan koordinasi otot penggerak bola mata ini tidak selalu diketahui

secara pasti. Beberapa penderita memiliki mata juling sejak lahir, sedangkan beberapa

penderita lainnya terjadi ketika dewasa. Terkadang, penderita mata juling juga memiliki

anggota keluarga lain yang mengalami mata juling.

Terdapat beberapa jenis strabismus: Esotropia: Mata melenceng ke arah dalam,

Eksotropia: Mata melenceng ke arah luar, Hipertropia: Mata melenceng ke arah atas,

Hipotropia: Mata melenceng ke arah bawah

Pada anak-anak, mata juling dapat dipicu oleh mata yang bekerja terlalu berat dalam

mengatasi masalah penglihatan, seperti: Rabun jauh, Rabun dekat, Astigmatisme,

Lumpuh otak, Beberapa infeksi, seperti campak, Beberapa kondisi genetik atau sindrom,

seperti sindrom Down, Diabetes, Kanker mata dan retinoblastoma. Berbeda dengan

anak-anak, penyebab mata juling yang terjadi saat dewasa, antara lain: Botulisme,

Cedera pada mata, Cedera kepala, Stroke, Sindrom Guillain-Barre, Penyakit Grave,

Diabetes Berikut ini merupakan gejala yang dapat dialami oleh penderita mata juling,

yaitu: Mata terlihat tidak sejajar, Kedua mata tidak bergerak secara bersamaan,

Memiringkan kepala saat melihat sesuatu, Sering berkedip atau menyipitkan mata,
terutama di bawah sinar matahari, Rasa tegang pada mata, Sakit kepala, Penglihatan

kabur, Penurunan persepsi atau perkiraan akan jarak, dan Penglihatan ganda.

Keluhan penglihatan ganda biasanya ada pada penderita mata juling yang terjadi

saat dewasa. Ketika mata tidak melihat pada satu titik yang sama, memang seharusnya

akan menyebabkan penglihatan ganda. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita mata

juling yang masih anak-anak. Dua gambar yang dikirimkan mata kepada otak anak-anak

akan diacuhkan oleh otak dan otak akan memilih gambar dari salah satu mata, biasanya

dari mata yang sehat. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan kemampuan

penglihatan salah satu mata menjadi turun, yang disebut dengan mata malas

(ambliopia). Namun, dapat juga terjadi sebaliknya, di mana justru mata malas yang

mengakibatkan mata juling. Diagnosis Mata Juling : Uji refleks cahaya kornea, Uji retina

untuk memeriksa kondisi bagian belakang mata, Pemeriksaan visus mata untuk

mengetahui ketajaman penglihatan, Uji mata tertutup dan terbuka untuk mengukur

pergerakan dan kelainan pada mata.

Jika mata juling juga disertai dengan gejala lainnya, maka dokter akan memeriksa

otak dan sistem saraf untuk memeriksa kemungkinan kondisi lain. Bayi baru lahir dapat

memiliki mata juling, tetapi jika kondisi mata juling tetap berlangsung setelah bayi

berusia 3 bulan ke atas, maka segera konsultasikan dengan dokter.

Pengobatan Mata Juling

 Penutup mata. Jika terjadi mata malas, dokter akan menyarankan pasien

menggunakan penutup mata untuk menutupi mata yang sehat. Hal ini dilakukan

untuk mendorong otot penggerak bola mata yang lemah bekerja lebih keras.

 Kacamata. Kacamata membantu mengobati mata juling yang disebabkan gangguan

penglihatan pada mata, seperti rabun jauh.

 Tetes mata. Obat tetes mata diberikan untuk mengaburkan penglihatan mata yang

lebih kuat untuk sementara, sehingga kedua mata memiliki fokus yang sama.

 Latihan mata. Pengobatan dilakukan dengan memberikan latihan khusus terhadap

otot-otot yang mengendalikan pergerakan mata.


 Suntik botox ke otot mata yang sehat. Injeksi dilakukan untuk melemahkan otot

mata yang lebih kuat, sehingga melatih otot mata yang lemah. Namun, efek botox

biasanya hanya berlangsung kurang dari 3 bulan.

 Operasi. Prosedur operasi dilakukan untuk mengencangkan atau melonggarkan

otot-otot yang mengendalikan pergerakan mata. Terkadang, operasi tambahan

dibutuhkan untuk bisa menyelaraskan mata sepenuhnya.

Komplikasi Mata Juling : Jika tidak segera mendapatkan pengobatan, mata juling dapat

mengakibatkan mata malas serta penglihatan kabur. Penglihatan kabur ini terjadi bila

mata juling tidak diatasi hingga usia 11 tahun. Bila sudah diobati, sebagian anak dapat

kembali mengalami mata juling dan mata malas, sehingga harus selalu dipantau.

Pencegahan Mata Juling

Mata juling umumnya tidak dapat dicegah. Namun, pencegahan terhadap komplikasi

mata juling dapat dilakukan dengan deteksi dini dan pengobatan secara tepat. Bayi yang

baru lahir juga harus selalu dipantau kesehatan matanya

C. Infeksi Mata

Infeksi mata adalah penyakit yang terjadi ketika ada bakteri, jamur, parasit, atau virus yang

menginfeksi mata. Infeksi dapat menyerang salah satu atau kedua mata. Ada berbagai jenis

infeksi mata yang dibedakan berdasarkan penyebab infeksi dan bagian mata yang terinfeksi.

Salah satu contoh umum dari infeksi mata yang dikategorikan berdasarkan bagian mata

yang terinfeksi adalah conjunctivitis, yang juga dikenal sebagai mata merah. Conjunctivitis

adalah peradangan pada conjunctiva atau selaput yang ada di dalam kelopak mata.

Conjunctivitis akan memengaruhi bagian mata yang berwarna putih dan bagian dalam

kelopak mata. Penyakit ini merupakan jenis infeksi yang mudah menular dan sering diderita

oleh anak-anak. Infeksi ini disebabkan oleh adenovirus, yang merupakan jenis virus

penyebab pilek.

Jenis infeksi mata lainnya yang sering terjadi adalah bintitan (stye), suatu infeksi yang juga

mengenai kelopak mata. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri dari kulit yang menyebabkan

iritasi pada kantung rambut di bulu mata. Infeksi ini akan menyebabkan pembengkakan dan
nyeri di bagian mata yang terinfeksi. Ada jenis infeksi mata yang mudah disembuhkan

dengan obat-obatan, namun ada juga infeksi mata yang dapat menular. Bahkan, infeksi mata

yang menular sering dikaitkan dengan penyakit akibat virus dan penyakit menular seksual

lainnya.

Penyebab infeksi mata yang paling umum adalah bakteri, jamur, atau virus. Infeksi mata

dapat dipicu oleh berbagai faktor. Infeksi mata dapat berawal dari hal yang sederhana,

misalnya goresan kecil pada kornea akibat zat organik yang masuk ke mata, atau hal yang

lebih serius seperti iritasi akibat zat kimia. Terkadang, penyakit akibat bakteri, virus, atau

jamur lainnya yang telah diderita pasien juga dapat menyebabkan pasien lebih rawan

terkena infeksi mata lokal; infeksi di bagian tubuh lainnya dapat dengan sangat mudah

menyebar ke mata dan menyebabkan kerusakan mata.

Berikut ini adalah penyakit yang biasanya dapat menyebabkan infeksi mata yang parah:

Sindrom okular histoplasmosis (Ocular histoplasmosis syndrome/OHS), Klamidia,

Kencing nanah (Gonore), Herpes simplex, Cacar api (Herpes zoster, Varicella

zoster), Peradangan kornea (keratitis) akibat bakteri, Tuberkulosis, Penyakit kusta

atau lepra, Penyakit lyme, Acanthamoeba, Kutu pada alat kelamin (crab lice), Virus

Epstein-Barr atau infectious mononucleosis (Penyakit menular akibat berciuman),

Gondongan atau campak, Flu, Mikosis

Gejala infeksi mata yang paling umum adalah: Mata atau kelopak mata yang berwarna

merah, Gatal, Pembengkakan kelopak mata, Nyeri pada mata, Gangguan penglihatan

(penglihatan yang buram atau memburuk), Merasa ada sesuatu di dalam mata,

Kepekaan terhadap cahaya, Mata mengeluarkan zat yang kekuningan, kehijauan,

mengandung darah, atau berair, Adanya bagian iris yang berwarna abu-abu atau putih,

Demam Pada beberapa kasus seperti ketika infeksi mengenai retina, saraf optik, atau

pembuluh darah, berarti kerusakan yang terjadi ada di dalam tubuh dan tidak ada gejala

yang terjadi selain penglihatan yang memburuk atau mengalami floater (melihat gelembung

kecil dan titik gelap). Dalam kasus seperti ini biasanya pasien tidak merasakan sakit.
MATERI NS. ADE

Anda mungkin juga menyukai