LP Dispepsia Dita
LP Dispepsia Dita
DYSPEPSIA
OLEH:
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007).
Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran
makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang-
kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung,
regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 2009).
2. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.
Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju
esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam
lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-
inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat
ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
(misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya.
4. PATOFISIOLOGI
DISPEPSIA
Perubahan pada
Muntah Nyeri
status kesehatan
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan
penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa
golongan obat, yaitu:
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin,
2005). Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut:
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.
Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang
belebihan, nikotin rokok, dan stress.
Atur pola makan.
7. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan pada klien
dengan dispepsia adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien
Aktivitas / Istirahat
3. Sirkulasi
Warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah), kelembaban
kulit / membrane mukosa, berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut,
respon psikologik)
4. Integritas Ego
Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus : sering hiperaktif selama
perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakter feces : diare, darah warna
gelap, kecoklatan, atau kadang – kadang merah cerah, berbusa, bau busuk
(steatorhoe). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet,
penggunaan antasida). Haluran urine : menurun, pekat
6. Makanan/Cairan
Masalah menelan : cegukan. Nyeru uluh hati, sendawa bau asam, mual, muntah. Tidak
toleran terhadap makanan, cotoh makanan pedas, coklat: diet kusus untuk
penyakit ulkus sebelumnya. Penurunan berat badan.
Tanda Muntah : Warna kopi atau warna cerah, dengan atau tanpa bekuan darah.
Membrane mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis). Berat jenis urin menigkat.
7. Neurosensori
Status mental : Tingkat kesadaran dapat terganggu, agak cendrung tidur, disorientasi.
bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume
sirkulasi/oksigenasi)
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih : Nyeri
hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi.
Rasa ketidaknyamanan/distress samar-samar setelah makan banyak dan
hilang dengan makan (gastritis akut).
Tanda : Wajah berkerut, berhati – hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit
9. Keamanan
Gejala : Adanya penggunaan obat resep/dijual bebas yang mengandung ASA, alcohol,
steroid, NSAID menyebabkan perdarahan Gi. Keluhan saat ini bisa
diterima karena (mis, anemia) atau disgnosa yang tak berhubungan (mis,
trauma kepala) : flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan
lama mis, sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makanan
9. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1
1) Nausea management
2. Diagnosa 2
1) Pain management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
d. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, dan
interpersonal)
e. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
f. Evaluasi keefektifan control nyeri
2) Analgesic administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemeberian
obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
e. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala.
3. Diagnosa 3
1) Fluid management
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik), jika diperlukan.
c. Monitor vital sign
d. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian
e. Kolaborasikan pemberian cairan IV
f. Monitor status nutrisi
g. Dorong masukan oral
h. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
i. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
j. Atur kemungkinan transfuse
k. Persiapan transfuse
2) Hypovolemia management
a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
b. Pelihara IV line
c. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
d. Monitor tanda vital
e. Dorong pasien untuk menambah intake oral
4.
4)
5) Nausea management
1.
- Hypovolemia management
f. Monitor status cairan terma
dan output cairan
g. Pelihara IV line
h. Monitor tingkat Hb dan hem
i. Monitor tanda vital
j. Dorong pasien untuk m
intake oral
B. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 –
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999. Kapita Selekta
Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator