Anda di halaman 1dari 11

SISTEM SENSORI PERSEPSI

PEMERIKSAAN RADIOLOGI DAN LABORATORIUM

DOSEN: NS. SUKARNI, M.KEP

DISUSUN OLEH:

AGUNG TRIPUTRA I1032141028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2016
BAB I
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.1. RADIOLOGI
1.1.1. Direct Ophthalmoscope
Sebuah instrumen pemeriksaan dengan berbagai lensa (+ dan -).
Selama pemeriksaan ini, ruangan harus gelap, dan pasien mata harus
pada tingkat yang sama dengan mata pemeriksa. Pasien diberikan
target untuk menatap dan didorong untuk menjaga kedua mata pena
dan stabil. Ketika fundus diperiksa, pembuluh darah yang datang
fokus pertama. Vena adalah lebih besar dari diameter arteri.
Pemeriksa berfokus pada kapal yang lebih besar dan lebih mengikuti
ke arah garis tengah tubuh, yang mengarah ke saraf optik. Depresi
sentral dalam disk, dikenal sebagai cangkir. Cangkir yang normal
adalah sekitar sepertiga ukuran diameter disk. Ukuran optik cup
fisiologis harus diperkirakan dan margin disc digambarkan sebagai
tajam atau kabur. Sebuah perak atau tembaga penampilan, yang
menunjukkan arteriolosclerosis, harus dicatat. Pinggiran retina
diperiksa dengan meminta pasien menggesernya. THW daerah
terakhir dari fundus untuk diperiksa adalah makula, karena daerah ini
adalah yang paling sensitif terhadap cahaya. Retina orang muda sering
memiliki efek berkilau, kadang-kadang dirujuk sebagai refleks plastik.
Fundus sehat harus bebas dari lesi apapun (Brunner & Suddart, 2014).
Pemeriksa mencari perdarahan intraretinal, yang mungkin
muncul sebagai noda merah, dan, jika pasien memiliki hipertensi,
mereka mungkin agak terlihat berbentuk. Lipid dapat hadir di retina
pasien dengan hiperkolesterolemia atau diabetes. lipid yang memiliki
penampilan kekuningan. Eksudat lembut yang memiliki kabur,
penampilan putih (cotton-wool spot) harus diperhatikan. Pemeriksa
mencari microaneurysme, yang terlihat seperti titik-titik ed kecil, dan
Nevi. Drusen (kecil, hialin, deposito globular), umumnya ditemukan
di degenerasi makula, tampak sebagai daerah kekuningan dengan tepi
tak jelas. Drusen kecil memiliki tepi lebih berbeda. pemeriksa harus
sketsa fundus dan mendokumentasikan kelainan apapun (Brunner &
Suddart, 2014).
1.1.2. Indirect Ophthalmoscope
Oftalmoskop tak langsung adalah instrumen yang biasa
digunakan oleh dokter mata untuk melihat wilayah yang lebih luas
dari retina, meskipun dalam keadaan tanpa pembesaran. Ini
menghasilkan cahaya terang dan intens. Sumber cahaya ditempelkan
dengan sepasang lensa teropong yang dipasang di kepala pemeriksa.
oftalmoskop digunakan dengan, lensa 20-diopter genggam (Brunner &
Suddart, 2014).
1.1.3. Color Fundus Photography
Fotografi fundus digunakan untuk mendeteksi dan
mendokumentasikan retina lesions. Hasil fotograf fundus dapat dilihat
stereoscopically sehingga elevasi suatu edema makula tersebut dapat
identifikasi. Ketajaman penglihatan berkurang selama sekitar 30 menit
sebagai hasil dari retina "bleaching" oleh lampu flishing intens
(Brunner & Suddart, 2014).
1.1.4. Fluorescein Angiography
Fundus fotografi mengevaluasi edema makula klinis yang
signifikan, mendokumentasikan non-perfusion kapiler makula, dan
mengidentifikasi retina dan koroid neovaskularisasi (pertumbuhan
pembuluh darah baru yang abnormal) di makula degeneration. Dalam
waktu 10 sampai 15 detik, pewarna ini dapat dilihat mengalir melalui
vessels (Brunner & Suddart, 2014).
1.1.5. Ultrasonografi
Ultrasonography dapat digunakan untuk mengidentifikasi tumor
orbital, kelainan retina, perdarahan vitreous, dan perubahan komposisi
jaringan dengan ketidaknyamanan minimal bagi pasien (Brunner &
Suddart, 2014). Scan A maupun scan B dapat dipakai untuk membuat
bayangandan mendiferensiasi penyakit orbita atau anatomi intraokuler
yang terhalangi media keruh. Selain menetapkan ukuran dan lokasi
massa intraokuler atau intraorbita, scan A dan scan B dapat memberi
petunjuk tentang sifat jaringan pada lesi ( lesi, padat, kistik, vaskuler,
perkapuran)
1.1.6. Optical Coherence Thomography
Light digunakan untuk mengevaluasi retina dan makula penyakit
serta anterior segmen conditions. Metode ini adalah non-invasif dan
tidak melibatkan kontak fisik dengan mata (Brunner & Suddart,
2014).
1.1.7. Slit-Lamp Examination
Instrumen ini memungkinkan pengguna untuk memeriksa mata
dengan perbesaran 10 sampai 40 kali gambar nyata. Pencahayaan
dapat bervariasi dari luas untuk sinar sempit cahaya untuk bagian yang
berbeda dari mata. Misalnya, dengan memvariasikan lebar dan
intensitas cahaya, ruang anterior dapat diperiksa untuk tanda-tanda
peradangan. Ketika lensa kontak genggam, seperti lensa tiga cermin,
digunakan dengan lampu celah, sudut ruang anterior dapat diperiksa,
sebagai mungkin fundus mata (Brunner & Suddart, 2014).
1.1.8. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Teknik ini banyak dipakai untuk diagnosis orbital dan
intrakranial. Perbaikan-perbaikan, seperti gelung penerima permukaan
dan teknik sediaan tipis, telah meningkatkan resolusi anatomik dalam
mata dan orbita (Vaughan, et al. 2010)
1.1.9. Fatografi Fundus
Kamera retina khusus digunakan untuk merekam rincian-rincian
fundus bagi kepentingan studi dan perbandingan di kemudian hari.
Dipakai film standar untuk membuat slide berwarna 35 mm yang
mudah disimpan. Seperti halnya bentuk oftalmoskopi lainnya, pupil
yang lebar dan media mata yang bening akan memberi hasil
pandangan paling optimal (Vaughan, et al. 2010)
1.1.10. Tes Elektrofisiologik
Flash ERG adalah suatu respons difus dari seluruh retina;
karena hanya sensitif terhadap penyakit retina yang tersebar luas dan
umum-mis., degenerasi retina baeaan (retinitas pigmentosa),
kelainan flash ERG mendahului penurunan penghlihatan; distrofi
retina kongenital, kelainan flash ERG dapat mendahului kelainan
oftalmologik; dan retinopati toksik akibat obat atau bahan kimia
(mis., benda asing intraokuler besi). Pemeriksaan ini tidak sensitif
terhadap penyakit retina fokal, biarpun makula terkena, dan tidak
sensitif terhadap kelainan-kelainan lapis sel ganglion, seperti pada
penyakit nervus optikus. Elektro-okulografi (EOG) mengukur
potensial korneo retina tetap. Kelaian EOG terutama terjadi pada
penyakit yang secara difus mempengaruhi epitel pigmen retina dan
fotoreseptor, dan sering setara dengan kelaianan pada flash ERG.
Penyakit tertentu, seperti distrofi vetiliform Best, menunjukka ERG
abnormal khas. EOG juga dipakai untuk merekam gerakan mata
(Vaughan, et al. 2010)
1.1.11. CT-Scan
CT Scan telah menjadi metoda yang paling banyak dipakai
untuk menetapkan lokasi dan mencirikan penyakit struktural dalam
jalur visual ekstraokuler. Kelainan mata umum yang dapat
diperlihatkan CT Scan adalah neoplasma, massa meradang, fraktur,
dan pembengkakan otot ekstraokuler pada penyakit Grave (Vaughan,
et al. 2010)
1.1.12. Oftalmodinamometri
Oftalmodinamometri menghasilkan perkiraan pengukuran
tekan relatif di dalam arteria sentralis retinae dan merupakan cara
penilaian tidak langsung terhadap aliran arteria karotis pada kedua
sisi. Tes ini terdiri atas penekanan pada sklera dengan plunger
berpegas sambil mengamati pembuluh-pembuluh yang keluar dari
diskus optikus dengan oftalmoskop (Vaughan, et al. 2010)
1.1.13. Eksoftalmometri
Jarak dari kornea ke tepian orbita biasanya berkisar dari 12
sampai 20 mm dan ukuran kedua mata biasanya berselisih tidak
lebih dari 2 mm. jarak yang lebih besar terdapat pada eksoftalmus,
bisa uni atau bilateral. Peninjolan mata yang abnormal ini dapat
disebabkan oleh penambahan massa orbita, karena ukuran rongga
orbita bertulang itu tetap. Termasuk penyebabnya adalah perdarahan
orbita, neoplasma, radang atau edema (Vaughan, et al. 2010)
1.1.14. Tonometry
Untuk mengukur IOP (Intra Okuler Pressure), nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan di anggap
patologi bila melebihi 25 mmHg (Brunner & Suddart, 2014).
1.1.15. Perimetry Testing
Membantu mengidentifikasi bagian mana dari bidang visual
yang sentral dan perifer pasien memiliki pandangan. Ini berguna
dalam mendeteksi scotomas pusat (daerah buta visual lapangan) di
degenerasi makula dan cacat bidang perangkat pada glaukoma dan
retinitis pigmentosa (Brunner & Suddart, 2014).
1.1.16. Indocyanine Green Angiography
Digunakan untuk mengevaluasi kelainan pada pembuluh darah
koroid, kondisi sering terlihat di degeneration.Indocyanine makula
pewarna hijau di disuntikkan intravena, dan beberapa gambar yang
diambil menggunakan videongiography digital selama 30 detik
untuk 20 miutes. Kontraindikasi pada pasien dengan riwayat reaksi
iodida (Brunner & Suddart, 2014).
1.1.17. Amsler Grid
Sering digunakan untuk pasien dengan masalah makula, seperti
degeneration makula yang terdiri dari grid geometris kotak identik
dengan fiksasi titik (Vaughan, et al. 2010).
1.2. Laboratorium (Kemal, 2014)
1.2.1. Darah
a. Hematokrit: nilai normal 32-55 %.
b. Hemoglobin: Jika nilai hemoglobin jatuh di bawah tingkat
normal, ini menunjukkan anemia, Nilai normal: 8 - 18 gm/dl.
c. Leukosit: Menunjukkan tanda-tanda infeksi. Nilai normal 10.000/dl
d. Eritrosit: Microcytosis menunjukkan ukuran yang lebih kecil
karena kekurangan zat besi dan konsentrasi hemoglobin sehingga
lebih rendah, sedangkan makrositosis menunjukkan ukuran yang
lebih besar dan biasanya disebabkan oleh vit B12 dan kekurangan
asam folat
1.2.2. Urine
a. Protein: Kehadiran peningkatan jumlah protein dalam urin dapat
menjadi indikator penting dari penyakit ginjal.
b. Glukosa: Normalnya tidak ada glukosa dalam urin kerena telah
melewati saringan glomerular dan diserap dalam tubulus.
BAB II

ANALISA KASUS

2.1. Kasus
Tn. X berusia 41 tahun datang ke RS. Soedarso di bagian Poli Mata. Tn.
X merupakan seorang buruh di pabrik sawit yang berada tidak jauh dari
rumahnya di desa Sebangki, Kabupaten Landak dari jam 09.00-19.00. Tn. X
merupakan pasien rujukan dari RS. Ngabang. Tn. X mengeluhkan kelainan
pada matanya seperti silau saat melihat cahaya lampu hingga kehilangan
lapang pandang ketika bangun setelah membungkuk, melihat bintik-bintik
hitam sekitar cahaya. Kondisi ini diakibatkan dialami sejak kecelakaan yang
dialami Tn. X 3 minggu yang lalu. Dengan kondisi ini, klien sulit untuk
bekerja pada malam hari, dan sulit untuk pulang sehingga sering kali ia
terjatuh membawa motor ketika pulang dan sering kali matanya terbentur
benda keras. Klien juga mememiliki kelainan mata yaitu myopia dan
memiliki riwayat keluarga diabetes mellitus.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan lebih lanjut,
hasilnya menunjukkan diagnosis medis klien mengalami penyakit Retinal
Detachment. Dari diagnosis ini, dokter akan melakukan tindakan operasi.
Setelah dilakukan tindakan sceral bucle, kini pasien menjalani perawatan di
ruang kelas III dikarenakan faktor ekonomi klien. Perawatannya pun masih
seadaanya tanpa pengontrolan yang rutin. Setelah dilakukan perawatan
selama 3 hari, Tn. X sering mengeluhkan rasa gatal pada matanya, rasa panas
serta berair. Tampak pada daerah sekitar mata klien kemerahan.
2.2. Pemeriksaan Penunjang
2.2.1. Diagnostik
a. Indirect opthalmoscope: Instrumen pemeriksaan mata untuk
melihat wilayah yang lebih luas dari retina dengan ditemukannya
robekan pada retina.
b. Color Fundus Photography: terdapat lesi pada retina, menunjukkan
elevasi edema makula.
c. Fluorescein Angiography: Terdapat edema makula, terdapat koroid
neovaskularisasi di makula.
d. Ultrasonografi: Terlihat robekan pada retina.
e. Amsler Grid: Terdapat degeneration makula yang terdiri dari grid
geometris kotak identik dengan fiksasi titik.
f. Perimetry Testing: Membantu mengidentifikasi bagian mana dari
bidang visual yang sentral dan perifer pasien memiliki pandangan,
klien mengalami penurunan lapang pandangan.
2.2.2. Laboratorium
 Darah
- Leukosit: Mengalami peningkatan karena klien mengalami
infeksi (> 10.000/ul).
 Urine
- Protein: Tidak ditemukan adanya protein dalam urine
(proteinuria)
- Glukosa: Mengetahui penyakit metabolik diabetes mellitus
dikarenakan mempunyai riwayat keluarga.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam melaksanankan proses keperawatan yang komfrehensif, seorang
perawat tidak terlepas dari pengkajian. Pengkajian yang komprehensif
sangatlah penting guna mendapatkan hasil diagnosis serta tindakan yang
dilakukan. Satu diantara indikator yang dikaji dalam pengakjian adalah
pemriksaan penunjang. Pemriksaan penunjang ini terdiri dari pemriksaan
diagnostik dan laboratorium.
Retinal detachment merupakan masalah pada retina dimana terpisahnya
sel kerucut dan batang dari sel epitel pigment retina. Dalam menegakkan
diagnosisnya diperlukan pemeriksaan penunjang yakni diagnostik dan
laboratorium. Dimana dengan kasus yang dialami Tn. X didapatkan dari
pemeriksaan radiologi didapatkan kelainan pada retina dan jaringan
sekitarnya, sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menilai gambaran klinis dari penyakit penyerta maupun pencetus misalnya
pemriksaan glukosa untuk mengatahui apakah klien menderita penyakit
diabetes mellitus.

3.2. Saran
Dalam menegakkan diagnosa klien perlu dilakukan pemeriksaan yang
secara komprehensif dilakukan guna menghindari kesalahan dalam penetapan
diagnosa. Terlebih untuk perawat harus melakukan pengkajian yang
komprehensif pada klien.
Kepada pembaca, makalah ini dapat menjadi bahan rujukan dan apabila
menemukan kekurangan dalam penyusunan, perbaikan makalah ini sangat
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Hinkle, Jenice L. & Kerry H. Cheever. 2014. Brunner & Suddart’s Textbook of

Medical-Surgical Nursing. 13th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer

Health, Lippincott Williams & Wilkins.

Kemal, Jelalu. 2014. Laboratorium Manual dan Ulasan di Patologi Klinik. USA:

Omics Grup eBook.

Vaughan, et al. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai

  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    Anonymous D0noC8
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Anonymous D0noC8
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    Anonymous D0noC8
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    Anonymous D0noC8
    Belum ada peringkat