Anda di halaman 1dari 14

Rahmi Yuningsih Penanggulangan Wabah Penyakit Menular di Kabupaten Bantul Tahun 2014 17

PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014

THE HANDLING OF ANTI-COMMUNICABLE DISEASES IN THE BANTUL MUNICIPALITY IN 2014

Rahmi Yuningsih*
(Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR RI, Gedung Nusantara I Lt.2,
Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia,
e-mail: rahmi.yuningsih@yahoo.com)

Naskah diterima: 23 Januari 2015, direvisi: 8 Februari 2015,


disetujui: 20 Februari 2015

Abstract
In current epidemiological transition era, in which non-communicable diseases continues to increase, infectious diseases are still a
major health problem in Indonesia, particularly in the Bantul Municipality. Thus, it is necessary to seriously handle infectious diseases
to prevent its enormous outbreak. A communicable disease outbreak policy is actually has been stipulated in the Law No. 4/1984 on
Epidemic Diseases. Aside from this, some communicable diseases prevalence still tend to increase in the Bantul Municipality. This
essay argues it is important to discuss the policy implementation through a research applying a qualitative approach. Data of this
research was collected through in-depth interview with relevant informants. The research found that there are factors that hinder
the implementation of the communicable disease outbreak policy in Bantul, namely the size and the goal of the policy, resources,
characteristics of the implementing agency, external environment, and its disposition.
Keywords: epidemiology transition, communicable diseases, communicable diseases policy, enormous outbreak, Bantul Municipality.

Abstrak
Di era transisi epidemiologi saat ini, dengan penyakit tidak menular terus meningkat, penyakit menular masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama di Kabupaten Bantul. Penyakit menular perlu ditangani dengan serius guna mencegah
terjadinya KLB atau wabah. Kebijakan penanganan penyakit menular diperintahkan dalam UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular. Walaupun telah ada kebijakan itu peningkatan kejadian beberapa penyakit menular yang berpotensi menjadi KLB
atau wabah masih terjadi di Kabupaten Bantul. Sehingga, menjadi penting untuk mengetahui pelaksanaan penanggulangan wabah
penyakit menular di kabupaten itu pada tahun 2014. Esai ini adalah hasil penelitian ini yang menggunakan pendekatan kualitatif,
dengan pengumpulkan data melalui proses wawancara mendalam dengan informan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat faktor yang menghambat implementasi kebijakan penanggulan wabah di Kabupaten Bantul, diantaranya ukuran dan tujuan
kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, lingkungan eksternal, dan disposisi.
Kata Kunci: Transisi epidemiologi, penanggulangan wabah, penyakit menular, kejadian luar biasa, Kabupaten Bantul.

I. PENDAHULUAN laju modernisasi yang cepat dan berkembangnya


A. Latar Belakang nilai-nilai baru sebagai dampak dari derasnya arus
globalisasi saat ini.1 Transisi epidemiologi ditandai
Dewasa ini seluruh dunia telah dihadapkan
dengan munculnya kembali penyakit menular yang
pada berbagai masalah kesehatan yang semakin
sebelumnya telah dapat dikendalikan (re-emerging
besar dan kompleks, salah satunya adalah masalah
disease) seperti polio; dan penyakit menular jenis
transisi epidemiologi. Transisi epidemiologi
baru yang sebelumnya belum ada (new emerging
atau perubahan pola penyakit adalah keadaan
disease) seperti Middle East Respiratory Syndrome –
terjadinya perubahan pola penyakit, dimana saat
Corona Virus (MERS-CoV).
ini penyakit menular masih belum teratasi dengan
Dari laporan kesehatan tahunan dapat dilihat
baik namun di sisi lainpenyakit tidak menular terus
bahwa pola kunjungan rawat jalan puskesmas se-
mengalami peningkatan. Perubahan ini disebabkan
Kabupaten Bantul dari tahun ke tahun menunjukkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah akibat
pola yang hampir sama. Kunjungan rawat jalan
gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok,
penyakit menular terutama penyakit diare masih
penyalahgunaan zat, kebiasaan tubuh kurang
terjadi di puskesmas se-Kabupaten Bantul sementara
bergerak, pola makan tidak seimbang, cedera akibat
kecelakaan, dan tindak kekerasan. Perubahan gaya
1
Adik Wibowo & Tim, Kesehatan Masyarakat di Indonesia:
hidup ini cenderung menjadi tidak sehat dikarenakan Konsep Aplikasi dan Tantangan, Jakarta: Rajawali Pers,
2014, hlm. 16.
18 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 17 - 29

penyakit tidak menular seperti penyakit hipertensi, UU WPM.Adapun maksud dan tujuan UU WPM
diabetes melitus, dan asma memperlihatkan adalah untuk melindungi penduduk dari malapetaka
peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun yang ditimbulkan oleh wabah sedini mungkin, dalam
terakhir. Tahun 2014, terdapat 5.012 penyakit diare, rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
18.259 penyakit hipertensi, 11.446 dabetes melitus hidup sehat. Walaupun telah ada UU WPM sebagai
dan 4.165 penyakit asma. Di rumah sakit, kunjungan acuan kebijakan dalam penanggulangan KLB namun
rawat jalan didominasi oleh penyakit tidak menular peningkatan kejadian beberapa penyakit menular
seperti 22.591 penyakit hipertensi dan 8.596 penyakit yang berpotensi menjadi KLBmasih kerap terjadi di
pembuluh darah.2 Tidak hanya penyakit menular dan Kabupaten Bantul. Sehingga menjadi penting untuk
tidak menular tersebut, re-emerging disease dan mengetahui bagaimana penerapan kebijakanyang
new-emerging disease juga terjadi di Kabupaten tertera pada UUWPM di Kabupaten Bantul.
Bantul seperti penyakit polio3 dan suspek MERS-
CoV.4Hal ini mempertegas bahwa di Kabupaten B. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Bantul telah terjadi transisi epidemiologi. Berdasarkan latar belakang yang telah
Walaupun penyakit tidak menular terus diuraikan sebelumnya, Indonesia telah memiliki
mengalami peningkatan, tidak dapat dipungkiri kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular
bahwa penyakit menular masih terjadi di Kabupaten sebagaimana yang tertera dalam UU WPM namun
Bantul. Terlebih beberapa penyakit menular masih peningkatan kejadian beberapa penyakit manular
menjadi penyakit endemis di wilayah Bantul dan yang berpotensi menjadi KLB masih terjadi di
menjadikan daerah Bantul dengan status Kejadian Kabupaten Bantul. Sehingga pertanyaan pada
Luar Biasa (KLB) penyakit Demam Berdarah Dengue penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi
(DBD) dan leptospirosis. Pada tahun 2013, jumlah kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular
penyakit DBD mengalami kenaikan jika dibandingkan di Kabupaten Bantul Provinsi Yogyakarta pada Tahun
dengan tahun sebelumnya. Tahun 2013 tercatat 2014. Lebih lanjut pertanyaan penelitian ini adalah
sebanyak 1.203 penyakit DBD sedangkan tahun 2012 bagaimanakah faktor ukuran dan tujuan kebijakan;
sebanyak 277 penyakit DBD. Sedangkan tahun 2014, sumber daya; karakteristik agen pelaksana;
sampai dengan bulan Oktober tercatat 502 penyakit komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana;
DBD. Kasus penyakit DBD terdapat di seluruh lingkungan ekonomi, sosial dan politik; disposisi;
wilayah kecamatan terutama paling banyak terjadi di dan struktur birokrasi mempengaruhi implementasi
Kecamatan Piyungan, Sewon, dan Banguntapan. Pada kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular
tahun 2013 kematian akibat penyakit DBD sebanyak di Kabupaten Bantul Provinsi Yogyakarta pada Tahun
8 orang dengan case fatality rate atau kemungkinan 2014.
penyakit menjadi fatal bahkan sampai meninggal
sebesar 15,05%.Untuk penyakit leptospirosis, tahun C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
2013 tercatat sebanyak 74 kasus sedangkan tahun
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
2014 sampai dengan bulan September 2014 juga
implementasi Kebijakan Penanggulangan Wabah
sebanyak 74 kasus.
Penyakit di Kabupaten Bantul Provinsi Yogyakarta
Dalam mengatasi masalah penyakit menular,
Tahun 2014. Lebih khusus penelitian ini bertujuan
Indonesia pada tahun 1984 telah memiliki peraturan
untuk mengetahui faktor ukuran dan tujuan
untuk mengendalikan wabah penyakit menular
kebijakan; sumber daya; karakteristik agen pelaksana;
yaitu tertera dalam Undang-Undang Nomor 4
komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana;
Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU
lingkungan ekonomi, sosial dan politik; disposisi;
WPM). Walaupun hingga saat ini belum ada satu
dan struktur birokrasi mempengaruhi implementasi
pun daerah di Indonesia yang dinyatakan dengan
kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular
status wabah penyakit menular tertentu, namun
di Kabupaten Bantul Provinsi Yogyakarta pada
penanggulangan penyakit menular mengacu pada
Tahun 2014. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
2
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul,Profil Kesehatan memberikan manfaat terhadap kajian kebijakan
Kabupaten Bantul Tahun 2014, 2014, hlm. 13-15. kesehatan khususnya dalam tahapan implementasi
3
Dinkes Bantul Temukan 3 Balita Penderita Polio, kebijakan. Selain itu, diharapkan dapat memberikan
(Online), (http://www.suaramerdeka.com/cybernews/
kontribusi dalam upaya pengawasan penanggulangan
harian/0708/21/dar1.htm, diakses 23 Desember 2014).
4
Lima Jamaah Haji DIY Sempat Dinyatakan Suspek MERS- penyakit menular, proses masuknya revisi undang-
Cov, (Online), (http://www.republika.co.id/berita/ undang wabah penyakit menular ke dalam program
nasional/umum/13/11/07/mvves8-lima-jamaah-haji-diy- legislasi nasional dan proses pembahasan undang-
sempat-dinyatakan-suspek-merscov, diakses 23 Desember undang tersebut yang akan datang.
2014).
Rahmi Yuningsih Penanggulangan Wabah Penyakit Menular di Kabupaten Bantul Tahun 2014 19
D. Kerangka Pemikiran Selain wabah dan KLB, terdapat istilah pandemi.
Suatu penyakit menular yang sering ditemukan Pandemi merupakan status wabah penyakit yang
di suatu wilayah disebut dengan endemis. Endemis terjadi di beberapa negara bahkan lintas benua.
merupakan suatu keadaan dimana suatu penyakit Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan
atau bibit penyakit tertentu secara terus-menerus yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak
ditemukan dalam suatu wilayah tertentu atau dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai
dapat juga berarti penyakit yang umumnya terjadi tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi
pada suatu wilayah yang bersangkutan. Kondisi kepentingan seluruh masyarakat.8 Dalam proses
endemis menyimpan suatu potensi meluas dalam analisis kebijakan, analisis melibatkan serangkaian
waktu singkat dan menimbulkan KLB atau wabah.5 aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wabah kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas
berarti penyakit menular yang berjangkit dengan politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan
cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian
yang luas.6 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor tahap yang saling bergantung yang diatur menurut
40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah urutan waktu yaitu penyusunan agenda, formulasi
Penyakit Menular, disebutkan bahwa KLB adalah kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan penilaian kebijakan.
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis Proses pembuatan kebijakan publik bermula
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan dari penyusunan agenda, formulasi, adopsi,
merupakan keadaan yang menjurus pada terjadinya implementasi, dan penilaian kebijakan. Proses
wabah. KLB sering digunakan sebagai istilah lain tersebut mencerminkan aktivitas yang terus
dari wabah namun dalam skala yang lebih sempit berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap
di tingkat kabupaten/kota atau provinsi, jumlah proses berhubungan dengan proses berikutnya dan
kejadian penyakit yang lebih sedikit, daerah yang tahap akhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan
lebih sempit dan waktu yang lebih singkat serta tahap pertama (penyusunan agenda) atau tahap
dampak yang ditimbulkan lebih ringan dibandingkan di tengah, dalam lingkaran aktivitas yang tidak
wabah. Penetapan status KLB dibuat oleh kepala linear.9Seluruh proses pembuatan kebijakan dapat
daerah setempat sedangkan wabah ditetapkan oleh dikatakan penting, namun implementasi kebijakan
menteri kesehatan dikarenakan wabah mencakup merupakan tahap yang paling krusial. Suatu program
beberapa provinsi di Indonesia. Batasan KLB antara kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai
lain: dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi
a. Semua jenis penyakit baik penyakit infeksi akut, kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas
kronis maupun penyakit non infeksi; merupakan tahap dari proses kebijakan segera
b. Untuk penyakit endemis (penyakit yang selalu setelah penetapan undang-undang. Implementasi
ada pada keadaan biasa) maka disebut KLB jika dipandang luas mempunyai makna pelaksanaan
suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi undang-undang dimana aktor, organisasi, prosedur,
keadaan biasa pada waktu dan daerah tertentu; dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan
c. Untuk re-emerging dan emerging disease, kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan
disebut KLB jika suatu episode penyakit dan kebijakan atau program.10
timbulnya penyakit pada dua atau lebih Implementasi kebijakan publik menurut Donald
penderita yang berhubungan satu sama lain; Van Metter dan Carl Van Horn terdiri dari enam
d. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas variabel yaitu a). ukuran dan tujuan kebijakan, b).
daerah yang terkena KLB, tergantung dari cara sumber daya yang terdiri dari SDM, finansial dan
penularan penyakit; waktu, c). karakteristik agen pelaksana, d). sikap
e. Waktu yang digunakan untuk menentukan atau kecenderungan (disposisi) para pelaksana, e).
lamanya KLB sangat bervariasi namun dapat komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana dan
digunakan masa inkubasi dan masa penularan f). lingkungan ekonomi, sosial dan politik.Sedangkan
penyakit untuk mengetahui lamanya status KLB.7 menurut Edward III, implementasi kebijakan publik
terdiri dari empat variabel yang menentukan
5
Umar Fahmi Achmadi, Kesehatan Masyarakat dan
Globalisasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hlm. 105.
8
M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Online), (http:// Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm. 20.
badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses
9
William N Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik,
tanggal 23 Desember 2014) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003, hlm. 23.
7
Hasmi, Teknik Penyidikan Wabah (Kejadian Luar Biasa),
10
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi
Jakarta: TIM, 2011, hlm. 2. Kasus, Yogyakarta: CAPS, 2012, hlm. 146-147.
20 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 17 - 29

keberhasilan implementasi kebijakan publik yaitu daerah wabah penyakit menular. Penetapan status
a). komunikasi, b). sumber daya, c). disposisi dan d). kedaruratan kesehatan masyarakat hanya sebatas
struktur birokrasi. Komunikasi terdiri dari transmisi, Kejadian Luar Biasa (KLB). Jenis penyakit menular
kejelasan dan konsistensi. Sumber daya terdiri dari staf, yang pernah terjadi di Kabupaten Bantul antara lain
informasi, wewenang, dan fasilitas. Disposisi terdiri dari penyakit DBD, campak, malaria, leptospirosis, diare,
sikap para pelaksana dan adanya insentif. Sedangkan suspek H5N1, suspek H1N1, suspek MERS-CoV, accute
struktur birokrasi terdiri dari adanya standar operational flaccid paralysis, chikungunya, hepatitis, typus,
procedures dan fragmentasi yaitu upaya penyebaran TBC, pneumonia, suspek diphteri, dan lainnya. Dari
tanggung jawab kegiatan atau aktifitas pegawai jenis penyakit tersebut yang pernah menimbulkan
diantara beberapa unit kerja.11 Sementara kebijakan KLB di Kabupaten Bantul adalah penyakit DBD
kesehatan menurut Walt melingkupi berbagai upaya dan leptospirosis.13Pada tahun 2013, jumlah kasus
dan tindakan pengambilan keputusan yang meliputi penyakit DBD mengalami kenaikan jika dibandingkan
aspek teknis medis dan pelayanan kesehatan, serta dengan tahun sebelumnya. Tahun 2013 tercatat
keterlibatan pelaku atau aktor baik pada skala individu sebanyak 1.203 penyakit DBD sedangkan tahun 2012
maupun organisasi atau institusi dari pemerintah, sebanyak 277 penyakit DBD. Sedangkan tahun 2014
swasta, LSM, dan representasi masyarakat lainnya yang sampai dengan bulan Oktober tercatat 502 penyakit
membawa dampak pada kesehatan.12 DBD. Kasus penyakit DBD terdapat di seluruh
wilayah kecamatan terutama paling banyak terjadi di
E. Metode Penelitian Kecamatan Piyungan, Sewon, dan Banguntapan. Pada
Penelitian ini menggunakan pendekatan tahun 2013 kematian akibat penyakit DBD sebanyak
kualitatif untuk mendapatkan informasi mendalam 8 orang dengan case fatality rate atau kemungkinan
bagaimana implementasi kebijakan penanggulangan penyakit menjadi fatal bahkan sampai meninggal
wabah penyakit menular yang ada dalam UUWPM. sebesar 15,05%.Untuk penyakit leptospirosis, tahun
Data pada tulisan ini berasal dari kegiatan 2013 tercatat sebanyak 74 kasus sedangkan tahun
pemantauan dan pelaksanaan Undang-Undang 2014 sampai bulan September juga sebanyak 74
Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit kasus.14
Menular yang dilakukan di Kabupaten Bantul Provinsi Mekanisme penetapan KLB di Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 10 sampai antara lain:
dengan 14 November 2014. a. Dinas Kesehatan membuat telaah perkembangan
Pengumpulan data tersebut dilakukan melalui penyakit potensial KLB yang terjadi.
kegiatan wawancara mendalam kepada informan b. Telaah data yang disampaikan meliputi
terkait seperti pejabat di lingkungan Dinas Kesehatan perkembangan penyakit, data kesakitan, dan
Kabupaten Bantul, Dinas Kesehatan Provinsi Daerah data kematian yang dirinci menurut karakteristik
Istimewa Yogyakarta, Balai Besar Teknik Kesehatan waktu, tempat, dan orang; data dan analisis
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular kemungkinan terjadinya malapetaka yaitu
(BBTKL-PPM), Balai Karantina Pertanian Kelas II kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah
Yogyakarta, Kantor Kesehatan Pelabuhan ADI Sucipto, penderita dan kematian yang lebih besar serta
dan Puskesmas Srandakan Kabupaten Bantul. Selain perluasan penularan penyakit ke daerah lain;
melalui wawancara mendalam, data dan informasi cara-cara penanggulangan yang sudah dan akan
didapat melalui studi kepustakaan pada buku dilakukan dengan mempertimbangkan upaya
referensi, peraturan perundang-undangan, artikel di yang paling efektif, ketersediaan sumber daya dan
internet, artikel berita media massa, dan lainnya. Data pelaksanaan langkah-langkah penanggulangan;
yang telah terkumpul, dipilih, diklasifikasikan sesuai dan mempertimbangkan kebijakan dan kearifan
dengan poin kerangka pemikiran, disintesiskan, dan lokal yang berisi keadaan sosial, budaya,
dibuat ikhtisar. Data selanjutnya disajikan, dibahas kepercayaan, ekonomi, dan keamanan.
dan ditarik kesimpulan dan saran. c. Hasil telaah disampaikan ke Bupati cq Badan
Penanggulangan Bencana Daerah(BPBD)
II. HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Bantul.
d. Bupati menelaah laporan dengan melibatkan
Sampai saat ini, Provinsi Daerah Istimewa
lintas sektor terkait perlu tidaknya ditetapkan
Yogyakarta tidak pernah ditetapkan sebagai
Surat Keputusan KLB.

11
Leo Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung:

13
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Penerbit Alfabeta, 2008, hlm. 141-154.
Bantul, drg. Maya Sintowati, MM pada tanggal 10

12
Dumilah Ayuningtyas, Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan
November 2014.
Praktik, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hlm.10.

14
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul,op.cit., hlm. 16.
Rahmi Yuningsih Penanggulangan Wabah Penyakit Menular di Kabupaten Bantul Tahun 2014 21
e. Jika ditetapkan perlunya Surat Keputusan KLB, Di dalam satu-satunya peraturan teknis UUWPM
Dinas Kesehatan membuat laporan atau telaah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991
mingguan untuk memantau perkembangan tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular,
penyakit, upaya penanggulangan dan dilaporkan belum dijelaskan lebih rinci mengenai batasan
ke Bupati cq BPBD. wabah untuk masing-masing penyakit. Sedangkan di
f. Selanjutnya BPBD melaporkan telaah ke Bagian dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/
Hukum untuk mengajukan perpanjangan Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular
maupun penghentian status KLB. Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan
g. Jika ditetapkan tidak perlunya Surat Keputusan Upaya Penanggulangan, disebutkan tujuh kriteria
KLB, Dinas Kesehatan tetap melakukan suatu daerah ditetapkan dalam keadaan KLB:
pemantauan perkembangan penyakit dan upaya a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu
penanggulangan penyakit.15 yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah
Sampai saat ini pemerintah belum pernah
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus
menetapkan daerah di Indonesia dengan status
selama tiga kurun waktu dalam jam, hari, atau
wabah penyakit. Hal tersebut senada dengan
minggu berturut-turut menurut jenis penyakit
belum adanya surat keputusan Menteri Kesehatan
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau
mengenai penetapan suatu daerah dengan status
lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
wabah penyakit tertentu. Namun untuk KLB,
dalam kurun waktu jam, hari atau minggu
pemerintah kabupaten/kota dan provinsi yang ada
menurut jenis penyakit
di Indonesia telah mengeluarkan surat keputusan
d. Jumlah penderita baru dalam periode satu
adanya KLB penyakit di masing-masing wilayahnya.
bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
Meskipun Kabupaten Bantul belum pernah
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan
dinyatakan sebagai daerah wabah penyakit tertentu
dalam tahun sebelumnya
namun penanggulangan penyakit menular mengacu
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan
pada UU WPM. Berikut ini merupakan penjabaran
selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua
implementasi kebijakan penanggulangan wabah
kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
penyakit menular di Kabupaten Bantul:
jumlah kejadian kesakitan per bulan padatahun
sebelumnya
A. Tujuan dan Ukuran Kebijakan
f. Angka kematian kasus penyakit dalam satu kurun
Suatu kebijakan yang mempunyai ukuran waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50%
dan tujuan yang jelas akan mempermudah proses atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
implementasi. Tujuan kebijakan penanggulangan kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam
wabah penyakit menular seperti yang tertera dalam kurun waktu yang sama
UUWPM adalah untuk melindungi penduduk dari g. Angka proporsional penyakit penderita baru
malapetaka yang ditimbulkan oleh wabah sedini pada satu periode menunjukkan kenaikan
mungkin, dalam rangka meningkatkan kemampuan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode
masyarakat untuk hidup sehat. Dalam penjelasan sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
UU WPM disebutkan wabah jika terdapat kejadian
meningkatnya suatu penyakit menular melebihi Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa
keadaan lazim pada waktu dan daerah tertentu penetapan KLB atau wabah berbeda-beda untuk
serta dapat menimbulkan malapetaka.Sedangkan masing-masing jenis penyakit. Namun, kriteria yang
ukuran wabah untuk tiap penyakit menular berbeda- tertera dalam peraturan pemerintah tersebut belum
beda tergantung masa penularan dan inkubasi secara spesifik mengatur kriteria untuk masing-
sumber penyakit. Untuk penyakit menular yang masing jenis penyakit yang dapat berpotensi menjadi
lama tidak ditemui dan penyakit menular yang KLB atau wabah. Kenyataannya di Kabupaten Bantul,
baru, adanya penderita kedua dan diperkirakan SDM pelaksana yaitu tenaga epidemiologi baik yang
dapat menimbulkan malapetaka maka hal tersebut ada di instansi pemerintah maupun yang ada di
dapat diindikasikan sebagai wabah. Untuk penyakit fasilitas pelayanan kesehatan hanya mengandalkan
menular yang memang sudah lazim terjadi misalnya kemampuan, ketelitian dan kepekaan dalam
penyakit malaria yang terjadi di daerah endemis menemukan peningkatan jumlah kejadian penyakit
malaria maka dikatakan wabah jika jumlah penderita yang berpotensi menjadi KLB. Selain kriteria yang
meningkat secara drastis. belum jelas,definisi malapetaka sebagaimana
terdapat dalam definisi wabah dalam UU WPM belum

15
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dijelaskan dalam undang-undang maupun dalam
Bantul, op.cit.
22 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 17 - 29

peraturan teknisnya. Hal ini membuat pelaksana kasus penyakit yang berpotensi menjadi KLB atau
implementasi kebijakan penanggulangan wabah wabah.19 Terlebih batasan mengenai KLB juga belum
penyakit menular di Kabupaten Bantul mengalami jelas peraturannya. Sehingga penetapan adanya KLB
kebingungan dalam mengartikan ukuran malapetaka atau wabah sangat bergantung dari kemampuan dan
untuk penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi ketelitian para penyelidik epidemiologi dan tenaga
KLB.16 Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang- surveilans baik yang berada di fasilitas pelayanan
undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di kesehatan maupun di kantor instansi pemerintah
dalam penafsiran dan penerapannya, merupakan dalam mendeteksi adanya peningkatan jumlah
salah satu gangguan terhadap penegakkan hukum penderita suatu penyakit menular.
yang disebabkan oleh undang-undang itu sendiri.17 Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
Selain kriteria KLB untuk masing-masing penanggulangan wabah adalah Alat Pelindung Diri
jenis penyakit dan definisi malapetaka yang (APD) untuk petugas kesehatan seperti masker
belum jelas, terdapat juga kriteria yang belum penutup hidung, sarung tangan, kaca mata,
jelas mengenai epidemi dan wabah yang dapat penutup kepala, sepatu khusus dan baju lengkap;
menimbulkan bencana sebagaimana tertera dalam obat-obatan; bahan medis habis pakai; reagen;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang dan lainnya. Namun untuk baju APD yang sesuai
Penanggulangan Bencana. Dalam undang-undang dengan standar internasional belum tersedia di
tersebut dikatakan bahwa salah satu bencana Dinas Kesehatan Provinsi maupun Dinas Kesehatan
nonalam berupa epidemi dan wabah penyakit. Kabupaten. Hal ini dikarenakan tidak mudah
Walaupun pada kenyataannya, sampai saat ini di merencanakan anggaran peralatan yang digunakan
Kabupaten Bantul belum pernah ditetapkan suatu dalam penanggulangan penyakit yang belum tentu
daerah sebagai darurat bencana dengan penyebab terjadi di Kabupaten Bantul dikarenakan tingginya
epidemi atau wabah penyakit.18Dengan demikian, harga peralatan baju APD. Namun demikian, baju
ukuran yang jelas untuk masing-masing penyakit APD tetap tersedia di Balai Besar Teknik Kesehatan
yang berpotensi menjadi KLB, wabah, malapetaka Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular
dan wabah yang dapat menjadi bencana diperlukan (BBTKLPPM) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
guna memberikan kesamaan penafsiran pada Badan Karantina Pertanian Kelas II Yogyakarta, Kantor
seluruh tenaga epidemiologi dalam implementasi Kesehatan Pelabuhan Kelas IV Yogyakarta dan rumah
kebijakan penanggulangan wabah penyakit baik di sakit rujukan kabupaten atau provinsi.20 Instansi
instansi pemerintah maupun di fasilitas pelayanan tersebut memiliki baju APD lengkap dikarenakan
kesehatan. tugas pokok dan fungsinya bersentuhan langsung
dengan agen penyakit, suspek maupun penderita
B. Sumber Daya penyakit menular yang berpotensi menjadi KLB.
Keberhasilan implementasi kebijakan Selain itu, baju APD juga kerap digunakan pada saat
tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber pelatihan penanganan wabah atau KLB di masing-
daya yang tersedia. Sumber daya yang dimaksud masing instansi. Di dalam masyarakat Indonesia
terdiri dari SDM, sarana dan prasarana,dan finansial. masih terdapat anggapan bahwa penggunaan baju
SDM yang bertugas di bidang epidemiologi penyakit APD dapat meresahkan masyarakat karena identik
di Kabupaten Bantul harus memiliki kemampuan, dengan penyebaran penyakit menular yang luas
ketelitian dan kepekaan yang tinggi dalam menemukan sebagaimana terjadi pada penanganan kasus flu
peningkatan kejadian penyakit yang cenderung burung.
dapat menjadi KLB atau wabah. Hal ini seperti yang Dalam hal sumber daya finansial, Dinas
diuraikan sebelumnya bahwa kriteria penetapan Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
suatu KLB atau wabah berbeda-beda untuk setiap maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tidak
penyakit. Belum ada kejelasan dalam batasan wabah mempunyaianggaran dana untuk membeli sarana
untuk masing-masing jenis penyakit membuat para dan prasaranaseperti baju APD lengkap pada saat
pelaksana kebijakan di Kabupaten Bantul mengalami sebelum KLB. Hal ini dikarenakan ketatnya pengajuan,
kesulitan dalam memutuskan suatu peningkatan penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran.
Apabila sudah dianggarkan maka harus terserap.
16
Ibid.

19
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
17
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Bantul, op.cit.
Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hlm. 17-

20
Wawancara dengan drg. Daryanto Chadhori, M.Kes, Kepala
18.
Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan
18
Wawancara dengan Ir. Gatot Saptadi, Kepala Badan
Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Daerah
pada tanggal 11 November 2014.
Istimewa Yogyakarta pada tanggal 11 November 2014.
Rahmi Yuningsih Penanggulangan Wabah Penyakit Menular di Kabupaten Bantul Tahun 2014 23
Permasalahannya adalah status KLB atau wabah untuk sama lintas program maupun lintas sektor. Peran
penyakit tertentu belum tentu terjadi di Kabupaten pemerintah daerah antara lain kebijakan alokasi
Bantul setiap tahunnya.21Dalam hal anggaran anggaran untuk penanggulangan KLB termasuk
penanggulangan wabah, dalam Peraturan Pemerintah anggaran tak terduga, menginstruksikan kepada
Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan lintas sektor untuk ikut serta dalam penanggulangan
Wabah Penyakit Menular Pasal 30 disebutkan bahwa KLB, dan membuat peraturan penetapan KLB, seperti:
semua biaya yang timbul dalam upaya penanggulangan a. Keputusan Bupati Bantul Nomor 2 Tahun
wabah dibebankan pada anggaran instansi masing- 2009 tentang Pembentukan Tim Siaga Demam
masing yang terkait dan pemerintah daerah. Berdarah Dengue di Kabupaten Bantul
b. Keputusan Bupati Bantul Nomor 6 Tahun
C. Karakteristik Agen Pelaksana 2009 tentang Penunjukan Bapak/Ibu Asuh
Kinerja implementasi kebijakan publik akan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di
sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta Kabupaten Bantul
cocok dengan para agen pelaksananya. Implementasi c. Keputusan Bupati Bantul Nomor 84 Tahun
kebijakan publik yang berusaha untuk mengubah 2010 tentang Penetapan KLB Demam Berdarah
perilaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana Dengue di Kabupaten Bantul
kebijakan harus berkarakteristik keras dan ketat pada d. Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 440/0535
aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan tentang Gerakan Pemberantasan Sarang
tidak terlalu mengubah perilaku dasar manusia maka Nyamuk (PSN)
dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak e. Surat Edaran Sekretaris Daerah Nomor 440/0713
keras dan tidak tegas. Selain itu, karakteristik agen tentang Edaran Gerakan Pemberantasan Sarang
pelaksana juga tergantung cakupan atau luasnya Nyamuk (PSN)
area implementasi kebijakan. Semakin luas cakupan f. Keputusan Bupati Bantul Nomor 31 Tahun 2011
implementasi kebijakan maka seharusnya semakin tentang Penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB)
besar pula agen yang dilibatkan.22 Penyakit Leptospirosis di Kabupaten Bantul
Pelaksana kebijakan penanggulangan wabah g. Keputusan Bupati Bantul Nomor 32 Tahun 2011
penyakit menular di Kabupaten Bantul melibatkan tentang Pembentukan Tim Penanggulangan
banyak pihak. Bukan hanya instansi pemerintah Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Leptospirosis
saja yang terkait penanggulangan wabah melainkan di Kabupaten Bantul
juga melibatkan unsur tokoh agama dari Majelis h. Keputusan Bupati Bantul Nomor 273 Tahun 2011
Ulama Indonesia, perwakilan kementerian agama, tentang Pencabutan Status Kejadian Luar Biasa
tokoh masyarakat setempat, dokter spesialis anak (KLB) Penyakit Leptospirosis di Kabupaten Bantul
dari Rumah Sakit Sarjito dan pihak kepolisian Sedangkan peran lintas sektor dalam
dalam melakukan sosialisasi pentingnya imunisasi. penanggulangan KLB antara lain sebagai sumber
Walaupun telah melibatkan berbagai pihak tersebut, informasi adanya lingkungan atau penyakit yang
masyarakat belum sepenuhnya berpartisipasi aktif berpotensi KLB, kerja sama pada saat penyelidikan
dalam implementasi kebijakan penanggulangan epidemiologi, pembentukan tim gerak cepat, dan
wabah. Misalnya di Kabupaten Bantul masih terdapat kerja sama pada saat penanggulangan KLB misalnya
kelompok masyarakat yang menolak dilakukannya sebagai narasumber penyuluhan, penggerakan
imunisasi.23Walaupun instansi pemerintah sudah masyarakat, dan pengendalian lingkungan. Bentuk
bekerja sama melakukan implementasi kebijakan dan mekanisme koordinasi Dinas Kesehatan dengan
penanggulangan wabah penyakit, jika masyarakat pihak terkait lainnya dalam upaya penanggulangan
belum mendukung, maka kebijakan tidak akan wabah penyakit menular:
optimal dilakukan dalam mencapai tujuan kebijakan. a. Diseminasi informasi kepada pihak-pihak terkait
apabila terjadi kejadian suspek KLB maupun KLB
D. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas b. Diseminasi hasil analisis data surveilans dan
Pelaksana faktor resiko KLB ke pihak-pihak terkait misalnya
Dalam implementasi kebijakan penanggulangan Bappeda, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas
KLB, komunikasi antarorganisasi terjalin melalui kerja Pariwisata, Dinas Pendidikan, Dinas Sumber
Daya Air, Badan Lingkungan Hidup, dan Camat

21
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten c. Mendorong dan memfasilitasi kerja sama di
Bantul, op.cit. tingkat puskesmas dengan pihak-pihak terkait

22
Leo Agustino, op.cit., hlm. 143.

23
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
seperti pos kesehatan hewan, kecamatan,
Bantul, op.cit. kelurahan, dan lainnya
24 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 17 - 29

d. Mekanisme koordinasi tergantung dari jenis mengenai kebijakan penanggulangan wabah dan
penyakitnya misalnya penyakit avian influenza mengenai peran masing-masing instansi yang
Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan Dinas berkaitan dengan kebijakan penanggulangan wabah.
Pertanian dan Kehutanan untuk secepatnya
melakukan penyelidikan epidemiologi; dan E. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
penyakit leptospirosis Dinas Kesehatan Bupati Bantul dalam menetapkan status KLB
berkoordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air, dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan dari
Badan Lingkungan Hidup, dan Dinas Pertanian bermacam-macam lingkungan, antara lain KLB
dan Kehutanan. cenderung memberikan dampak psikologis pada
Kerja sama lintas sektor juga dapat dilihat masyarakat. Masyarakat cenderung menjadi panik dan
dengan adanya program bapak asuh dalam bertindak berlebihan dalam merespon KLB.25 Adanya
penanggulangan KLB penyakit demam berdarah dan KLB juga mempengaruhi perekonomian masyarakat
pembentukan tim zoonosis dalam penanggulangan yaitu denganmengurangi produktifitas penduduk
penyakit bersumber binatang. Program Bapak/ pada daerah KLB karena terjangkitnya penyakit atau
Ibu Asuh merupakan program yang menempatkan tindakan karantina yang dilakukan oleh petugas.
pejabat dinas atau instansi yang ada di Kabupaten Belum lagi dengan kegiatan pariwisata yang terjadi di
Bantul sebagai pembina penanggulangan DBD di wilayah yang terkena KLB. Berkurangnya kunjungan
setiap kecamatan. Misalnya di Kecamatan Kasihan, wisatawan juga berdampak pada perekonomian
pejabat sebagai bapak/ibu asuh adalah Kepala Dinas masyarakat sekitar. Sektor perekonomian juga
Perhubungan Kabupaten Bantul, Kepala Bagian terhambat dengan adanya pemberitahuan untuk
Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Bantul, dilakukan tindakan isolasi terhadap daerah yang
Kepala Seksi Pengembangan SDM Dinkes Bantul, berstatus KLB. Dampak ekonomi lainnya adalah
Kepala Seksi Penyelenggaraan Promosi Kesehatan adanya pengeluaran anggaran tak terduga untuk
Dinkes Bantul, Unsur Dinas Kesehatan Kabupaten menanggulangi KLB. Dampak sosial yaitu pengucilan
Bantul dan Anggota Pokja IV TP PKK Kabupaten terhadap masyarakat yang berasal dari daerah
Bantul, yang tugasnya adalah: wabah.26 Pertimbangan-pertimbangan tersebut
a. Memberikan masukan, arahan dan pembinaan mempengaruhi komitmen politik para pelaksana
tentang penanggulangan DBD di wilayah kebijakan dalam proses implementasi kebijakan
kecamatan. penanggulangan wabah penyakit menular.
b. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap Selain pertimbangan di atas, pada saat
pelaksanaan kegiatan penanggulangan DBD di implementasi kebijakan penanggulangan wabah
wilayah kecamatan secara periode dan kontinyu. penyakit menular, juga ditemui beberapa kondisi
c. Melakukan kajian, asistensi teknis dan upaya lingkungan eksternal yang berpengaruh. Misalnya, di
tindak lanjut terhadap permasalahan dalam Kabupaten Bantul terdapat pondok pesantren yang
kegiatan pelaksanaan penanggulangan DBD di menyebarkan informasi kepada masyarakat di pondok
kecamatan se-Kabupaten Bantul tersebut untuk menolak dilakukannya tindakan
d. Memfasilitasi terhadap kelancaran kegiaran imunisasi pada anak-anak. Pemberian informasi
penanggulangan DBD di wilayah kecamatan. diperkuat dengan adanya asumsi bahwa imunisasi
merupakan tindakan medis yang membahayakan
Program Bapak Asuh tersebut mendapat tubuh, menyebabkan penyakit penyerta, dan
penghargaan Millenium Development Goals Award mengandung senyawa babi sehingga tidak halal.
sebagai upaya yang efektif dalam menanggulangi Komunitas ini menyebar dan mempengaruhi orang
penyakit menular lain yang menjadi target MDGs. di tempat baru agar tidak dilakukan imunisasi pada
Selain program bapak asuh, program lintas sektoral bayi atau anaknya. Dari hasil surveilans, petugas
lainnya adalah pembentukan tim penanggulangan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul melihat adanya
penyakit zoonosis berdasarkan Peraturan peningkatan jumlah penderita penyakit campak dan
Gubernur Nomor 63 Tahun 2013 tentang Komisi menjadi KLB campak di daerah-daerah yang menolak
Provinsi Pengendalian Zoonosis dan SK Gubernur dilakukannya imunisasi campak pada anaknya.
Nomor 21/Tim/2007 tentang Pembentukan Tim
Penanggulangan Penyakit Zoonosis.24 Dengan
demikian, komunikasi terjalin melalui berbagai kerja
25
Wawancara dengan dr. Hari Santoso, S.K.M, M.Epid Kepala
sama antar instansi. Komunikasi antarorganisasi Badan Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan
dilakukan guna memberikan kesamaan pandangan Penyakit Menular Yogyakarta pada tanggal 11 November
2014.

26
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Ibid.
24
Bantul, op.cit.
Rahmi Yuningsih Penanggulangan Wabah Penyakit Menular di Kabupaten Bantul Tahun 2014 25
Selain adanya masyarakat yang menolak adalah pengangkatan birokrat. Pemilihan dan
dilakukannya imunisasi, dalam implementasi pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah
penanggulangan KLB DBD di Kabupaten Bantul, orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan
ditemui kendala yaitu masyarakat belum yang telah diterapkan. Sikap para pelaksana yang
dapat menerima perubahan kebijakan terkait tidak mau melaksanakan kebijakan akan meimbulkan
penanggulangan penyakitDBD. Masyarakat masih hambatan bagi tercapainya tujuan implementasi
menganggap bahwa fogging merupakan tindakan kebijakan.29Birokrat instansi terkait penanggulangan
utama dalam penanggulangan DBD.Padahal menurut wabah penyakit menular melalukan upaya dalam
hasil penelitian di daerah endemis DBD, foging mendukung implementasi kebijakan penanggulangan
terbukti tidak efektif dalam memusnahkan nyamuk wabah penyakit menular misalnya memberikan
dan tidak ramah lingkungan yang berdampak dukungan data dan informasi hasil penyelidikan
pencemaran lingkungan yang dihasilkan cukup epidemiologi dan hasil tindakan surveilans kepada
membahayakan bagi kesehatan.Melalui Surat Edaran Bupati sebagai pertimbangan untuk ditetapkannya
Bupati Bantul Nomor 440/0535 tentang Gerakan status KLB.Upaya lain adalah dengan membentuk
Pemberantasan Sarang Nyamuk sebagai pengganti program bapak asuh dalam pemberantasan penyakit
tindakan fogging, pemerintah daerah membuat DBD.
kebijakan penanggualangan wabah penyakit yang Namun sikap para pelaksana kebijakan
ramah lingkungan. Namun dalam implementasinya, penanggulangan wabah penyakit menular di
tidak mudah dalam waktu singkat untuk mengubah Kabupaten Bantul belum sepenuhnya berkomitmen
perilaku masyarakat. Upaya pencegahan penyakit untuk menjalankan kebijakan tersebut. Hal ini
DBD dilakukan dengan menggerakkan Juru Pemantau dapat dilihat dari sanksi yang belum pernah
Jentik (Jumantik) pada setiap RT yang dibayar oleh dikenakan pada kelompok masyarakat yang menolak
Pemerintah Daerah dan penggerakan Jumantik dilakukannya tindakan imunisasi dan kelompok
Mandiri Keluarga (JMK) yaitu setiap kepala keluarga masyarakat yang menyebarkan informasi untuk
menunjuk satu anggota keluarganya yang seminggu menolak dilakukannya imunisasi kepada masyarakat
sekali melakukan pemeriksaan jentik di rumah luas.30Padahal telah melibatkan aparat kepolisian
dan halamannya sendiri.27 Hal ini menandakan dalam menyelidiki upaya yang dilakukan kelompok
implementasi kebijakan penanggulangan wabah masyarakat tersebut. Pasal 14 UU WPMmenyebutkan
masih menunggu peran aktif dari petugas dan bahwabarang siapa dengan sengaja menghalangi
kurangnya kesadaran masyarakat dalam upaya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana
penanggulangan wabah yaitu dengan melakukan diatur dalam undang-undang ini, diancam dengan
upaya pencegahan.Masih terdapat masyarakat pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/
yang menganggap bahwa terkena penyakit atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu
menular merupakan suatu aib sehingga cenderung juta rupiah). Tidak pernah dilakukannya sanksi pidana
menyembunyikan penyakit. Penderita baru dibawa tersebut dikarenakan masih menjadi hal yang tabu
ke fasilitas pelayanan kesehatan saat kondisi sudah untuk memidanakan seseorang dengan alasan yang
memburuk. Hal ini memperlambat penegakan berkaitan dengan pelanggaran hukum kesehatan
diagnosis dan upaya terapetik yang akan dilakukan. masyarakat. Sehingga pendekatan yang digunakan
adalah upaya advokasi dan persuasi yang dilakukan
F. Sikap Para Pelaksana instansi terkait bersama dengan berbagai pihak
Disposisi atau sikap penerimaan atau penolakan misalnya tokoh agama dari Majelis Ulama Indonesia,
dari pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi perwakilan kementerian agama, tokoh masyarakat
keberhasilan implementasi kebijakan publik. Hal setempat, dan dokter spesialis anakdari Rumah Sakit
ini dikarenakan kebijakan yang diimplementasikan Sarjito. Selain itu, alasan tidak dikenakan pidana
bukanlah hasil formulasi para pelaksana yang adalah sanksi pidana berupa penjara dan denda satu
memahami kondisi lingkungan beserta masalahnya juta rupiah sebagaimana yang tertera dalam UU WPM
melainkan hasil formulasi para atasan (top down) terlalu kecil untuk pelanggaran hukum kesehatan
yang sangat mungkin para pengambil keputusan ini 29
Tri Rini Puji Lestari, Arti Penting Ketersediaan Obat dalam
tidak menyentuh secara detail mengenai kebutuhan, Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, dalam Dumilah
keinginan atau permasalahan yang terjadi di Ayuningtyas (Ed), Jaminan Kesehatan Nasional dan
lapangan.28 Hal penting yang perlu diperhatikan Transformasi Jaminan Sosial, Jakarta: Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR
27
Wawancara dengan Kepala Puskesmas Srandakan RI, 2014, hlm. 105.
Kabupaten Bantul pada tanggal 10 November 2014. 30
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
28
Leo Agustino, loc.cit. Bantul, op.cit.
26 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 17 - 29

masyarakat. Hal ini dikarenakan upaya imunisasi pengiriman sampel laboratorium untuk pemeriksaan
merupakan salah satu tindakan pencegahan personal penyakit.
yang efektif dari ancaman penyakit danjika tidak Kebijakan pemberian penghargaan pernah
dilakukan imunisasi, dapat merugikan masyarakat diterapkan pada saat terjadi KLB penyakit
luas yang berdampak bagi semua aspek kehidupan. leptospirosis yaitu berupa uang yang diberikan
Para pelaksana kebijakan perlu memerhatikan kepada masyarakat terhadap tikus yang berhasil
hukum kesehatan masyarakat terutama para dokter ditangkap. Selain itu, penghargaan juga diberikan
dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini ditujukan agar kepada dusun yang telah bebas dari penyakit DBD.
masyarakat secara moral turut bertanggung jawab Penghargaan berupa pemberian uang Rp. 2.500.000
sehingga masyarakat tidak tertular penyakit menular sebagai motivasi agar masyarakat selalu melakukan
dan masyarakat tidak menularkan penyakit menular upaya pencegahan penyakit demam berdarah dengue
kepada orang lain sehingga penyakit menular tidak dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
menjadi wabah.31 di lingkungan masing-masing. Hal ini dikarenakan
Para pelaksana kebijakan penanggulangan wabah upaya pemberantasan dengan cara foging sudah
penyakit menular tidak hanya dari petugas kesehatan tidak efektif lagi dalam mencegah penyakit DBD.34
saja melainkan juga dari pihak yang mempunyai Pemberian penghargaan juga berupa
wilayah setempat misalnya ketua RT, ketua RW, perlindungan jaminan sosial bagi para petugas yang
lurah dan camat.32Pihak-pihak tersebut merupakan terlibat dalam upaya penanggulangan wabah. Bagi
pihak terdepan yang mempunyai kewajiban dan para petugas yang berstatus Pegawai Negeri Sipil
tanggung jawab dalam pelaporan adanya wabah (PNS) maka jaminan kesehatan berupa Jaminan
penyakit menular kepada unit kesehatan terdekat Kesehatan Nasional dan jaminan sosial lain yang
dalam waktu secepatnya.33Sikap para pelaksana memang sudah menjadi hak PNS sebagaimana
tersebut mendukung implementasi kebijakan tertera dalam UU SJSN dan UU BPJS. Namun untuk
penanggulangan penyakit menular. Diantaranya tenaga relawan yang membantu penanggulangan
dengan mengistruksikan warga setempat untuk KLB seperti Lembaga Swadaya Masyarakatlokal
melakukan tindakan pemberantasan sarang nyamuk di Kabupaten Bantul tidak ada penghargaan dan
dan melakukan tindakan penangkapan tikus sawah perlindungan jaminan sosial untuk mereka. Selain
sebagai agen penyakit leptospirosis. itu, bentuk perlindungan kepada para petugas adalah
Sikap para pelaksana juga berkaitan dengan dengan menggunakan APD dan pemberian vaksin
adanya insentif. Pasal 9 UU WPM mengatur anti rabies.Implementasi kebijakan penanggulangan
mengenai para petugas tertentu yang melaksanakan wabah merupakan pelaksanaan kegiatan yang
upaya penanggulangan wabah dapat diberikan berisiko tinggi terjadinya penularan penyakit
penghargaan atas resiko yang ditanggung dalam kepada petugas kesehatan. Seperti penyakit ebola
melaksanakan tugasnya. Penjelasan pasal tersebut yang menular kepada petugas kesehatan di Afrika.
menyebutkan bahwa petugastertentu adalah Sehingga dengan adanya penghargaan kepada
setiap orang baik yang berstatus sebagai pegawai petugas pelaksana penanggulangan wabah baik
negeri maupun bukan yang ditunjuk oleh yang berupa materi atau lainnya merupakan upaya dalam
berwajib dan/atau berwenang untuk melaksanakan membangun motivasi dan komitmen di lapangan
penanggulangan wabah. Penghargaan yang dimaksud sebagai ujung tombak keberhasilan penanggulangan
dapat berupa materi dan/atau bentuk lain. Dalam wabah.
implementasinya, petugas kesehatan seperti tenaga
medis, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan G. Struktur Birokrasi
lingkungan, dan tenaga epidemiologi di Kabupaten Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan
Bantul tidak mendapatkan penghargaan khusus atas suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana
upaya penanggulangan wabah atau KLB sebagaimana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan,
tertera dalam UU WPM. Upaya penanggulangan KLB dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu
dianggap sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsi kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak
yang melibatkan banyak pihak. Pemberian insentif dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya
hanya sebatas pengganti uang transportasi pada saat kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang

31
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan begitu kompleks menuntut adanya kerja sama banyak
Hukum Kesehatan, Jakarta: EGC, 2008, hlm. 141. pihak, ketika struktur organisasi tidak kondusif pada

32
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan membuat
Bantul, op.cit.

33
Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta:
34
Wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Rineka Cipta, 2010, hlm. 126. Bantul, op.cit.
Rahmi Yuningsih Penanggulangan Wabah Penyakit Menular di Kabupaten Bantul Tahun 2014 27
sumber daya yang ada menjadi tidak efektif dan melibatkan bidang yang ditangani oleh instansi lain.
menghambat jalannya implementasi kebijakan. Selain itu beban dinkes juga akan menjadi semakin
Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus berat. Selain itu kemungkinan terjadinya tumpang
dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan tindih kebijakan juga besar.
secara politik dengan jalan melakukan koordinasi Hal ini terjadi pada saat KLB penyakit
yang baik.35 Dua hal yang mendongkrak kinerja leptospirosis. Ketika ada peningkatan penderita
implementasi kebijakan adalah adanya standar leptospirosis di Bantul yang dideteksi oleh
operasional prosedur dan fragmentasi. Dinas Kesehatan Bantul, Bupati Bantul langsung
Kebijakan penanggulangan wabah penyakit memutuskan status KLB. Kemudian Sekretaris
menular diimplementasikan melalui birokrasi yang Daerah menindaklanjuti dengan mengkoordinasikan
melibatkan banyak instansi. Pada saat menetapkan dengan Dinas Pertanian khususnya bidang hama
status KLB, birokrasi terjadi baik di internal Dinas dan hewan agar mengambil tindakan untuk
Kesehatan maupun di Pemerintahan Kabupaten membebashamakan sawah dari binatang tikus.
Bantul. Dinas Kesehatan melaporkan adanya kasus Dinas Pertanian melakukan pengadaan racun
kejadian penyakit kepada pemerintah daerah. Pihak tikus karena berdasarkan data dan analisis Dinas
yang berwenang menetapkan dan mencabut status Kesehatan sumber penularan penyakit leptospirosis
wabah penyakit menular adalah Menteri Kesehatan adalah tikus sawah. Pendistribusian racun tikus
sedangkan pihak yang berwenang menetapkan status khusus pada kecamatan yang diinstruksikan oleh
KLB penyakit menular adalah pemerintah daerah Bupati. Bupati pun mengeluarkan anggaran tak
setempat yaitu gubernur jika KLB terjadi di beberapa terduga untuk membeli perlengkapan sesuai dengan
kabupaten/kota dan bupati/walikota jika KLB terjadi Standar Operasional Prosedur misalnya leptotek alat
di beberapa kecamatan. Dalam implementasi untuk diagnosis penyakit leprospirosis, racun tikus,
kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular, dan lainnya. Hal koordinasi seperti ini dinilai Dinas
pihak yang bertanggung jawab operasional adalah Kesehatan sulit dilakukan jika yang memutuskan KLB
bupati atau walikota. Hal ini untuk memudahkan adalah Dinas Kesehatan.
menggerakkan dan mengikutsertakan instansi terkait Setelah ada BPBD, ketika ada situasi yang potensi
di daerah tersebut dalam penanggulangan wabah menjadi KLB, Dinas Kesehatan mengkoordinasikan
penyakit menular. Bupati atau walikota bertanggung kepada BPBD untuk dilaporkan ke Bupati. Bupati
jawab kepada gubernur. Namun jika daerah wabah tetap menjadi pihak dalam memutuskan status KLB.
lebih dari satu kabupaten/kotamadya, upaya BPBD sifatnya tentatif artinya posisi pimpinan BPBD
penanggulangannya dikoordinasikan oleh gubernur. adalah pejabat eselon tiga namun ketika ada bencana
Sedangkan untuk penanggung jawab teknis adalah maka Sekretaris Daerah menjadi Kepala BPBD. Hal
kepala dinas kesehatan setempat. ini dikarenakan saat terjadi bencana, kepala BPBD
Pengambilan keputusan penetapan wabah oleh yang hanya eselon tiga tidak dapat menginstruksi
menteri dan KLB oleh pemerintah daerah merupakan eselon dua yaitu para kepala dinas sehingga otomatis
kebijakan yang tidak sinkron. Apabila menteri diambil alih oleh Sekretaris Daerah. Peran BPBD
kesehatan yang menetapkan wabah, maka di daerah hanya pengkoordinasi dinas-dinas terkait dalam
yang menetapkan KLB adalah dinas kesehatan penanggulangan wabah.
karena sama-sama instansi teknis yang mengurusi Selain itu, fragmentasi atau upaya penyebaran
masalah wabah penyakit. Penetapan wabah oleh tanggung jawab kegiatan-kegiatan pegawai diantara
menteri sesuai dengan UU WPM. Sedangkan UU beberapa unit.36 Tanggung jawab implementasi
WPM dibentuk sebelum otonomi daerah. Saat kebijakan wabah penyakit menular di Kabupaten
otonomi daerah yang memutuskan adalah pemilik Bantul meliputi beberapa instansi yaitu Dinas
wilayah dengan pertimbangan dari instansi teknis Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
terkait. Maka dalam hal ini yang menetapkan wabah Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Balai Besar
adalah presiden atas pertimbangan dari kementerian Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan
kesehatan. Beberapa keuntungan dari diputuskannya Penyakit Menular (BBTKL-PPM), Balai Karantina
wabah atau KLB oleh kepala wilayah dan bukan Pertanian Kelas II Yogyakarta, Kantor Kesehatan
oleh instansi teknis adalah kebijakan akan muncul Pelabuhan ADI Sucipto, puskesmas dan rumah sakit.
dari kepala wilayah sehingga memudahkan dalam
menggerakan dinas dan instansi terkait.Selain itu, III. KESIMPULAN
apabila status wabah tetap ditetapkan oleh Menteri Kebijakan penanggulangan wabah penyakit
Kesehatan, maka tidak akan efektif karena akan menular di Indonesia tertera dalam Undang-Undang

35
Leo Agustino, op.cit.,hlm. 153-154. 36
Ibid.
28 Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 hal. 17 - 29

Nomor 4 Tahun 1984 dan peraturan turunannya DAFTAR PUSTAKA


yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.
Dalam implementasinya di Kabupaten Bantul,
terdapat faktor yang menghambat implementasi Buku
kebijakan tersebutantara lainukuran wabah, KLB, Achmadi, Umar Fahmi. (2014). Kesehatan Masyarakat
malapetaka, dan kriteria wabah yang menimbulkan dan Globalisasi. Jakarta: Rajawali Pers.
bencana nonalam belum dirumuskan secara jelas
dalam peraturan yang ada; terbatasnya sumber daya Agustino, Leo. (2008).Dasar-Dasar Kebijakan Publik.
seperti SDM, sarana dan prasarana dan finansial; Bandung: Penerbit Alfabeta.
karakteristik agen pelaksana yang kurang tegas dalam Ayuningtyas, Dumilah. (2014). Kebijakan Kesehatan:
melaksanakan sanksi pidana; lingkungan eksternal Prinsip dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers.
seperti lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang
Dunn, William N. (2003). Pengantar Analisis
menghambat; dan sikap para pelaksana yang belum
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
sepenuhnya mendukung. Beberapa saran yang dapat
University Press.
diberikan berdasarkan penelitian ini adalah:
1. Perlunya memasukan Revisi Undang-Undang Hanafiah, Jusuf dan Amir, Amri. (2008). Etika
Nomor4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC.
Menular ke dalam Prolegnas 2015-2019 dan Hasmi. (2011). Teknik Penyidikan Wabah (Kejadian
membahasnya dalam periode keanggotaan Luar Biasa). Jakarta: TIM.
2014-2019.
2. Penyesuaian peraturan yang ada dengan Irianto, Koes. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular
ketentuan yang tertera dalam IHR seperti dan Tidak Menular: Panduan Klinis. Bandung:
pemeriksaan rutin pada pelabuhan, bandara Penerbit Alfabeta.
dan lintas batas darat baik jalur resmi maupun Islamy, M.Irfan. (2009). Prinsip-Prinsip Perumusan
jalur tidak resmi. Pengerahan sumber daya Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
yang ada untuk memiliki kapasitas dalam
mendeteksi, menilai, melaporkan dan merespon Lestari, Tri Rini Puji. (2014). Arti Penting Ketersediaan
kejadian kedaruratan kesehatan masyarakat, Obat dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
dan menginformasikan kepada masyarakat Nasional,dalam Ayuningtyas, D. (Ed), Jaminan
internasional baik untuk kejadian dari wilayah Kesehatan Nasional dan Transformasi Jaminan
maupun di pintu masuk negara. Sosial. Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan
3. Peningkatan sosialisasi kepada masyarakat Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI.
untuk mengenali adanya peningkatan penderita Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Etika & Hukum
penyakit yang berpotensi menjadi KLB atau Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
wabah.
4. Peningkatan pemberdayaan masyarakat sebagai Nugroho, Riant. (2012). Public Policy: Dinamika
upaya membangun peran serta masyarakat Kebijakan, Analisis Kebijakan, dan Manajemen
dalam upaya pencegahan wabah penyakit Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
menular. Soekanto, Soerjono. (2014). Faktor-Faktor yang
5. Perlu pemberian perlindungan yang spesifik Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta:
kepada para petugas yang terlibat sebagai Rajawali Pers.
upaya pemberian penghargaan dalam upaya
Weraman, Pius. (2010). Dasar Surveilans Kesehatan
penanggulangan wabah seperti asuransi atas
Masyarakat. Depok: Gramata Publishing.
risiko kerja,dan asuransi kepada para relawan
yang terlibat. Wibowo, Adik& Tim. (2014). Kesehatan Masyarakat
di Indonesia: Konsep Aplikasi dan Tantangan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Winarno, Budi. (2012). Kebijakan Publik: Teori,
Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS.
Rahmi Yuningsih Penanggulangan Wabah Penyakit Menular di Kabupaten Bantul Tahun 2014 29
Peraturan Perundang-undangan Lima Jamaah Haji DIY Sempat Dinyatakan Suspek
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 45 Tahun MERS-Cov, (Online), (http://www.republika.
2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans co.id/berita/nasional/umum/13/11/07/mvves8-
Kesehatan. lima-jamaah-haji-diy-sempat-dinyatakan-suspek-
merscov, diakses 23 Desember 2014).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501/
Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Lain-lain
Wabah dan Upaya Penanggulangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta:
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.
Kementerian Kesehatan RI.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. (2014).Profil
Wabah Penyakit Menular.
Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2014.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Online), (http://
Wabah.
badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang diakses tanggal 23 Desember 2014)
Penanggulangan Bencana.
Kementerian Kesehatan RI. (2014).Profil Kesehatan
IndonesiaTahun 2013, Jakarta: Kementerian
Artikel Internet Kesehatan RI.
Dinkes Bantul Temukan 3 Balita Penderita Polio,
(Online), (http://www.suaramerdeka.com/
cybernews/harian/0708/21/dar1.htm, diakses
23 Desember 2014).

Anda mungkin juga menyukai