Angelia Responsi
Angelia Responsi
PENDAHULUAN
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di negara maju
maupun negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur
terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab
anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan
terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang
berlebihan yang diakibatkan perdarahan.(Hoffbrand.AV, et al, 2005, hal.25-34)
Besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka
sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun.
Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar
hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat
dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. .(Hoffbrand.AV, et al, 2005, hal.25-34)
Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa
baik pria maupun wanita, dimana banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi. Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain terjadi
perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anak-anak, kurangnya
konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun, penurunan
kemampuan kerja bagi para pekerja sehingga produktivitasnya menurun. Kebutuhan besi
yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan
untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan
meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Oleh
karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat
kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka
panjang.(Hoffbrand AV, et al, 2005,hal 25-34).
Oleh karena itu, penting bagi dokter muda untuk mengetahui gejala dari anemia
defisiensi besi dan bagaimana cara untuk mentalaksana pasien dengan anemia defisiensi
besi.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Anemia Defisiensi Fe
2. Mengetahui patofisiologi terjadinya Anemia Defisiensi Fe
3. Mengetahui cara mendiagnosis Anemia Defisisensi Fe
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang Anemia Defisisensi Fe
5. Mengetahui penatalaksanaan Anemia Defisisensi Fe
6. Mengetahui prognosis dan komplikasi Anemia Defisiensi Fe
1.4 Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak terutama
untuk sejawat-sejawat dokter muda dalam menambah pengetahuannya mengenai Anemia
Defisisensi Fe baik dalam pemeriksaan, penegakan diagnosis, dan tata laksana awal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. ANEMIA DEFISIENSI BESI
2.1.1. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang
ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin
yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun
(Abdulmuthalib, 2009).
Gambar 2.1. Diagram Hubungan Antara Defisiensi Besi, Anemia Defisiensi Besi, dan
Anemia (sumber: Adaptasi dari Yip R. Iron Nutritional Status Defined. In: Filer IJ, ed.
Dietary Iron: Birth To Two Years. New York, Raven Press, 1989:19-36; World Health
Organization, 2001).
3
Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin
Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-
heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya
tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya
rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan
senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk
feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
Gambar 2.2. Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding
Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).
b. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan
terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam
lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut
4
sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase
(Gambar 2.2), mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB).
Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah
besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian
diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi
konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian
besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin
membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa
dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke
dalam lumen usus (Zulaicha, 2009).
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral
diatur oleh “set point” yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta (Gambar
2.3). Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap
menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga
yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik (Bakta, 2006).
Gambar 2.3. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of
Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
5
c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.
Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul
transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin
(Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang
terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas (Gambar 2.4).
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh
klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk
endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi
pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma
dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin
mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan
sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk
pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini
diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam
posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase
ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan
protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya (Murray, 2003).
6
2.1.2. Etiologi
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya
asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang
kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan,
dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi
bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan
kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
2.1.3. Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi
yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun
(Bakta, 2006).
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang
negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh
penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan
besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka
cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase
ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau
zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi
total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin
dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency
anemia).
7
Gambar 2.5. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C., 1999.
Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
Tabel 2.1. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to Prevent
and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.
8
2.1.4. Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada
konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati
bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan
jelas.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah (Bakta, 2006):
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal
dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
2.1.5. Pemeriksaan
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan antara lain:
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana
seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat
besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis
9
disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg,
mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek
klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan
zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai
diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi
tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi.
Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang
tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih
rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita.
Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat
sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai
meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini
mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum
feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada
11
wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut,
dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol.
Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),
Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
13
“normal”, timbullah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin
di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33 % (Abdulmuthalib, 2009).
Tabel 2.3. Konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit untuk anemia*
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention. 1998. Recommendations to Prevent
and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.
14
Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk
mencukupi kebutuhan yang terdiri dari :
1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan
mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.
2. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg.
3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg.
4. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan.
Selama periode setelah melahirkan 0,5-1 mg besi perhari dibutuhkan untuk laktasi,
dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien hamil dengan
mudah bisa mengalami kekurangan besi (Riswan, 2003).
16
Thanglela (1994) dalam Riswan (2003) menyebutkan bahwa WHO juga
menggolongkan hasil pemeriksaan hemoglobin menurut derajat keparahan
anemia pada kehamilan (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. Kriteria Anemia Kadar Hemoglobin
Berdasarkan Kadar Hemoglobin
Kriteria Anemia
Anemia ringan 10 – 11 gr/dl
Anemia sedang 7 – 10 gr/dl
Anemia berat < 7 gr/dl
Sumber: Riswan, M., 2003. Anemia Defisiensi Besi Pada Wanita Hamil Di
Beberapa Praktek Bidan Swasta Dalam Kota Madya Medan, Universitas
Sumatera Utara.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia Defisiensi Besi merupakan jenis anemia yang paling banyak dijumpai d
imasyarakat. Banyak penyebab yang mendasari terjadinya anemia ini, tetapi
perdarahanmerupakan penyebab terbanyak terjadinya anemia defisiensi besi ini. Anemia
Defisiensi Besi ini memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat baik anak-
anak, para wanita baik yang hamil maupunyang tidak, juga pada pria dewasa. Dengan
dilakukan pencegahan , masyarakat dapat terhindar dari anemia ini, sehingga pada anak-
anak usia sekolah tidak terjadi penurunan prestasi belajarnya dan pada orang dewasa
tidak terjadi penurunan kemampuan fisiknya yang berakibat pada produktivitas kerja
yang menurun. Apabila sudah terjadi Anemia Defisiensi Besi maka segera obati dengan
menggunakan preparat
besi dan dicari kausanya serta pengobatan terhadap kausa ini harus juga dilakukan.
Dengan pengobatan yang tepat dan adekuat maka Anemia Defisiensi Besi ini dapat
disembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulmuthalib, 2009. Kelainan Hematologik. Dalam: Saifuddin, A. B.,
Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G.H., penyunting. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo --- Ed. 4, Cet. 2 --- Jakarta : PT Bina Pustaka,
774-780.
Abel, R., Rajaratnam, J., Sampathkumar, V., 1998. Anemia in Pregnancy: Impact
of Iron Supplementation, Deworming, and IEC. Diunduh dari:
http://www.idpas.org/pdf/532AnemiaInPregnancy.pdf. [Diakses desember
2013].
1Allen, L. H., 2000. Anemia and Iron Deficiency: Effects on Pregnancy Outcome.
Am J Clin Nutr; 71 (suppl): 1280S–4S. Diunduh dari:
http://www.ajcn.org/cgi/reprint/71/5/1280S.pdf. [Diakses november 2013].
Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med. 26: 1986-95.
Andrews, N. C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med. 23: 2508-
9.
Bakta, I. M., Suega, K., Dharmayuda, T. G., 2006. Anemia Defisiensi Besi.
Dalam: Sudoyo, A. W., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke-4 Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 644-659.
Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L. C.,
Wenstrom, K. D., 2007. Hematological Disorders. Dalam: William’s
Obstetrics. edisi ke-22. New York: MacGraw-Hill Companies.
Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L. C.,
Wenstrom, K. D., 2007. Maternal Physiology. Dalam: William’s Obstetrics.
edisi ke-22. New York: MacGraw-Hill Companies.
Kittel M., Metzger D., 2004. Stay Fertile Longer: Everything You Need to Know to
Get Pregnant Now -- Or Whenever You're Ready. California: Rodale Inc.
Diunduh dari: http://pregnancyandbabysheknows.com/pregnancy/baby/
Your-real-reproductive-age-4454.htm. [Diakses 20 Desember 2013].
Kusumah, U. W., 2009. Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester II-III dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhinya di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2009. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456
789/6456. [Diakses november 2013].
Madiyano, B., Mz, S. M., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S. H., 2008.
Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S., Dasar-
Dasar Metodologi Penelitian Klinis. edisi ke-3. Jakarta: CV Sagung Seto,
302-332.
Murray, R. K., Daryl, K. G., Peter, A. M. , Victor, W. R., 2003. Biokimia Harper ---
Ed 25 ---Jakarta : EGC.
Riswan, M., 2003. Anemia Defisiensi Besi Pada Wanita Hamil Di Beberapa
Praktek Bidan Swasta Dalam Kota Madya Medan, Universitas Sumatera
Utara. Diunduh dari: http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-
muhammad%20riswan.pdf. [Diakses desember 2013].
Rosline, H., Ainul, S. A. Z., Hazlina, N., Zaidah, W., 2005. Anemia and Iron Status
of Malay Women Attending An Antenatal Clinic in Kubang Kerian,
Kelantan, Malaysia. Southeast Asian J Trop Med Public 36 (5): 1304-
1307.
Sadler, T. W., 1988. Masa Janin (Bulan Ketiga Hingga Lahir). Dalam: Susanto, I.,
alih bahasa, Embriologi Kedokteran. edisi ke-5. Jakarta: EGC, 79-88.
Scholl, T. O., 2005. Iron Status During Pregnancy: Setting The Stage For Mother
and Infant. Am J Clin Nutr; 81 (suppl): 1218S–22S. Diunduh dari:
http://www.ajcn.org/cgi/reprint/81/5/1218S.pdf . [Diakses januari 2014].
Stephansson, O., Dickman, P. W., Johansson, A., Cnattingius, S., 2000. Maternal
Haemoglobin Concentration During Pregnance and Risk of Stillbirth..
JAMA 284: 2611-7.
U.S. Centers for Disease Control and Prevention. 2008. National Report on
Biochemical Indicators of Diet and Nutrition in the U.S. Population 1999-
2002: Iron-Status Indicators. National Center for Environmental Health,
Atlanta (GA): 73-88. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/nutritionreport/ pdf/
nr_ch3.pdf. [Diakses November 2013].
Zulaicha, T. M., 2009. Pengaruh Suplementasi Besi Sekali Seminggu Dan Sekali
Sehari Terhadap Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar, Universitas
Sumatera Utara. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/6261/1/09E00122.pdf.
[Diakses desember 2013].